• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN NILAI HYDRAULIC CONDUCTANCE AKAR KAKAO (THEOBROMA CACAO L.) DAN GLIRICIDIA SEPIUM PADA CEKAMAN KEKERINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN NILAI HYDRAULIC CONDUCTANCE AKAR KAKAO (THEOBROMA CACAO L.) DAN GLIRICIDIA SEPIUM PADA CEKAMAN KEKERINGAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 0853 - 0823

PERUBAHAN NILAI HYDRAULIC CONDUCTANCE AKAR KAKAO

(THEOBROMA CACAO L.) DAN GLIRICIDIA SEPIUM PADA CEKAMAN

KEKERINGAN

Erma Prihastanti FMIPA UNDIP

Email : eprihast@yahoo.co.id

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis respon morfofisiologi tanaman kakao pada sistem agroforestri di sekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah, sebelum dan selama perlakuan cekaman kekeringan dengan sistem

throughfall displacment experiment (TDE) dengan mengkaji perubahan hydraulic conductance akar dari tanaman kakao dan G. Sepium. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2006-Mei 2008.

Hasil penelitian menunjukkan perubahan nilai hydraulic conductance akar kakao selama periode cekaman kekeringan lebih tinggi dari pada sebelum periode cekaman kekeringan (Desember 2006-Februari 2007). Sementara itu perubahan nilai hydraulic

conductivity akar G.sepium mempunyai pola yang berbeda dengan kakao. Hydraulic conductance akar G.sepium sebelum

sebelum periode cekaman kekeringan (Februari 2007) menunjukkan nilai yang sama dengan pada bulan ke 5 (Juli 2007) dan ke 13 (Maret 2008). Kenaikan nilai hydraulic conductance yang tajam terjadi pada bulan ke 7 (September 2007), hal ini berlawanan dengan akar kakao yang justru mengalami penurunan pada bulan itu.

Nilai hydraulic conductancenya, akar kakao mempunyai kisaran nilai yang lebih rendah. Pengukuran nilai hydraulic

conductance pada akar kakao menunjukkan kisaran nilai antara 1,54.10-5 ± 3,4.10-6 – 6,19.10-5 ± 1,3.10-5 Kg.m.MPa-1.S-1. Sementara itu nilai hydraulic conductance akar G.sepium mempunyai kisaran 2,4.10-5 ± 1,35.10-5 – 4,02.10-3 ± 2,89.10-5 Kg.m.MPa-1.S-1 hal itu menunjukkan sifat konduktivitas perakaran, akar tanaman kakao mempunyai kapasitas yang rendah dalam mengalirkan air dibanding G. sepium. Sifat-sifat itu ditunjukkan pada nilai hydraulic conductance.

Key words : hydraulic conductance akar, Theobroma cacao L., Gliricidia sepium

I. PENDAHULUAN

Adanya pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan iklim seperti terjadinya musim kering yang panjang yang berasosiasi dengan ENSO (El Nino Southern Oscillation). Para ahli klimatologi memperkirakan peristiwa tersebut akan lebih sering terjadi di masa yang akan datang (Nepstad et al., 2007). Penelitian pengaruh kekeringan karena ENSO secara langsung agak sulit dilakukan, karena hal itu tidak dapat diprediksikan dengan tepat kapan dan dimana terjadinya. Salah satu alternatif untuk melakukan simulasi ENSO adalah dengan menggunakan sistem atap (roofing) atau disebut throughfall displacment experiment (TDE) selama periode waktu tertentu.

Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman tahunan paling penting di dunia. Sebanyak 3,5 ton biji kakao dunia dihasilkan pada tahun 2006. (ICCO, 2007). Kakao diproduksi oleh lebih dari 50 negara yang berada di kawasan tropis yang secara geografis dapat dibagi dalam tiga wilayah yaitu Afrika, Asia Oceania dan Amerika Latin (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2004). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi kakao adalah curah hujan (Zuidema et al., 2005).

Penelitian tentang respon cekaman kekeringan tanaman kakao sudah banyak dilakukan terutama pada semai. Namun demikian informasi tentang respon tanaman kakao masih sangat sedikit. Pada umumnya tanaman kakao ditanam pada sistem agroforestri dengan beberapa pohon pelindung seperti

Gliricidia sepium, kelapa (Cocos sp), kaliandra, dan lain-lain.

Kohesi yang merupakan daya tarik menarik antar molekul sejenis ikut berperan dalam pergerakan air dalam lintasan mulai dari tanah, masuk ke epidermis, kortek, dan endodermis, masuk ke jaringan pembuluh akar, naik melalui unsur xilem, masuk ke daun, dan akhirnya ke stomata untuk kemudian ditranspirasikan ke atmosfer. Struktur khusus lintasan ini (diameter kecil dan dinding tebal yang mencegah kempesnya tabung pembuluh), potensial osmotik yang rendah pada sel batang dan daun, serta kemampuan hidrasi dinding sel terutama di daun membuat sistem ini berfungsi (Cruiziat et al., 2002).

Pengetahuan tentang hydraulic conductivity diperlukan sebagai dasar untuk mempelajari kapasitas xilem seperti aliran mekanik, distribusi dan resistensi serta gradien dari transpor air pada pembuluh xilem. Stres kekeringan direspon oleh tanaman secara teoritis melalui: (1) pengurangan transpirasi dari daun dan (2) menaikkan laju absorpsi air oleh akar. Di antara dua hal itu terbentang jaringan pengangkut air, yaitu xilem yang berperan besar dalam transportasi air dari akar ke daun. Kemampuan melewatkan air dari akar ini (Hydraulic conductivity) dibedakan antara radial hydraulic conductivity dan axial hydraulic conductivity. Hydraulic conductivity dalam penelitian ini yang diukur adalah axial

hydraulic conductivity. Axial hydraulic conductivity diukur sebagai laju aliran (massa air per waktu)

(2)

ISSN 0853 - 0823

dinyatakan sebagai kg.m.MPa-1.s-1. Apabila nilai ini dikonversikan untuk setiap luasan yang dilalui air, maka nilai itu disebut specific conductivity.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis respon morfofisiologi tanaman kakao pada sistem agroforestri sebelum dan selama perlakuan cekaman kekeringan dengan sistem TDE dengan mengkaji perubahan hydraulic conductivity dari tanaman kakao dan G. Sepium menurut metode Sperry et al., 1988.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Desa O’o, Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Donggala yang merupakan daerah di sekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Propinsi Sulawesi Tengah, dengan

ketinggian 585 m diatas permukaan laut, serta koordinat 1.5524o Lintang Utara dan 120.0206o Bujur

Timur.

Penelitian dilakukan mulai Juni 2006 sampai dengan Mei 2008 yang meliputi survey lokasi, pembuatan plot penelitian, pembuatan konstruksi untuk sistem TDE.

Pengukuran nilai hydraulic conductance 1. Pengambilan sampel akar

Pengambilan sampel dilakukan pada akar kakao dan G sepium yang mempunyai diameter 3-5 mm. Setiap pohon diambil tiga buah akar yang letaknya berbeda. Akar yang diperoleh dengan cepat dimasukkan ke dalam wadah berisi air. Hal itu dilakukan agar akar tidak terkena emboli dari udara. Selanjutnya akar dibersihkan dan dipotong dengan panjang kurang lebih 20 cm. Potongan akar kemudian dimasukkan ke dalam plastik berukuran 3 cm x 30 cm yang telah diisi air terdeionisasi dan

0.0005% (v/v) ‘micropur’. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam container bersuhu 20oC dan

dibawa ke laboratorium.

2. Pengukuran nilai hydraulic conductance akar di laboratorium

Di laboratorium, pengukuran hydraulic conductivity dilakukan dengan menggunakan metode Sperry et al (1988). Prinsip kerja alat ini adalah menggunakan perbedaan gravitasi dan pompa (Gambar 1). Seluruh air dalam sistem Sperry ini adalah air deionisasi yang dicampur dengan 0.0005% (v/v) ‘micropur’ serta sudah melewati filter (diameter pori adalah 0.22 µm). Fungsi ‘micropur’ adalah untuk membunuh bakteri dalam air.

Pengukuran nilai hydraulic conductance awal diperoleh dengan mengukur bobot air yang melewati segmen akar selama 5 menit hanya dengan diberi tekanan dari storage tank. Jarak vertikal antara tinggi air di storage tank dan ujung akar adalah 60 cm atau setara dengan tekanan 0,006 MPa. Pengukuran nilai hydraulic conductance awal dilakukan selama 5 menit. Volume air yang keluar melewati segmen akar ditampung dalam collect jar atau E-cup dan kemudian ditimbang bobotnya.

Pengukuran nilai hydraulic conductance maksimum dilakukan setelah segmen akar diflushing.

Flushing merupakan proses untuk membersihkan sisa-sisa embolisme dalam xilem akar dengan

pemberian tekanan sebesar -0,12 MPa (Sperry et al., 1988). Setelah flushing dilakukan pengukuran nilai hydraulic conductance kembali. Proses flushing dilakukan sebanyak 2 kali. Nilai hydraulic

conductance tertinggi setelah flushing inilah yang menggambarkan nilai hydraulic conductance

maksimum.

Rumus yang digunakan untuk perhitungan nilai hydraulic conductance adalah :

Hydraulic conductance =

[

[ ] [ ]

] [ ]

s

d

MPa

c

m

b

kg

a

.

=

[

]

1 1 . . .m MPaskg dimana :

a = bobot air yang melewati xylem (kg)

b = panjang akar (m)

c = jarak akar dengan air pada tangki (storage tank)

d = waktu yang diperlukan untuk melewatkan air pada segmen akar (detik) dalam penelitian ini d =

(3)

ISSN 0853 - 0823

Gambar 1. Sistem Sperry untuk mengukur hydarulic conductivitance akar (Skema oleh B. Rewald, Gottingen University, Germany)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan nilai hydraulic conductance akar tanaman kakao pada kedalaman tanah ± 20 cm sebelum dan selama roofing disajikan pada Gambar 2. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan dengan TDE tidak berpengaruh terhadap nilai hydraulic conductance akar kakao (p = 0,7224) dan G. sepium (p = 0,3857), namun demikian nilai hydraulic conductance dipengaruhi oleh waktu (p = 0,0001).

0 0,00002 0,00004 0,00006 0,00008

Des 06 Feb 07 Jul 07 Sept 07 Maret 08

H y dra u li c c ondu c ti v it y (K g .M. MP a -1 .S -1 Kontrol Roofing

Gambar 2. Nilai hydraulic conductance akar kakao sebelum dan selama perlakuan cekaman kekeringan dengan system TDE

Nilai hydraulic conductance akar kakao selama roofing lebih tinggi dari pada periode sebelum

roofing (Desember 2006-Februari 2007). Selama periode roofing akar kakao mengalami penurunan hydraulic conductance terutama pada bulan ke 7 (September 2007), hal itu disebabkan kandungan air

tanah mulai bulan ke 5-7 (Juli-September 2007) mulai berkurang. Curah hujan pada bulan Juli-Agutus 2007 relatif rendah dibanding curah hujan pada bulan Maret 2008.

(4)

ISSN 0853 - 0823 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006

Feb 07 Jul 07 Sept 07 Maret 08

Hy dr a u li c Co nd u c ti v it y (K g .M. MP a -1.S -1) Kontrol Roofing

(5 bulan) (7 bulan) (13 bulan)

(sebelum roofing ) (periode roofing )

Gambar 3 Nilai hydraulic conductance akar G. sepium sebelum dan selama perlakuan cekaman kekeringan dengan sistem TDE

Sementara itu perubahan nilai hydraulic conductivity akar G.sepium mempunyai pola yang berbeda dengan kakao (Gambar 3). Hydraulic conductance akar sebelum roofing (Februari 2007) menunjukkan nilai yang sama dengan pada bulan ke 5 (Juli 2007) dan ke 13 (Maret 2008) roofing. Kenaikan nilai hydraulic conductance yang tajam terjadi pada bulan ke 7 (September 2007), hal ini berlawanan dengan akar kakao yang justru mengalami penurunan pada bulan itu. Sifat hydraulic

conductivity akar mempunyai respon yang berbeda terhadap faktor eksternal seperti kekeringan dan

salinitas maupun faktor internal tanaman seperti status nutrien dan status air tanaman atau kebutuhan air dari pucuk tanaman (Steudle, 2000).

Ditinjau dari nilai hydraulic conductancenya, akar kakao mempunyai kisaran nilai yang lebih rendah. Pengukuran nilai hydraulic conductance pada akar kakao menunjukkan kisaran nilai antara 1,54.10-5 ± 3,4.10-6 – 6,19.10-5 ± 1,3.10-5 Kg.m.MPa-1.S-1. Sementara itu nilai hydraulic conductance akar G.sepium mempunyai kisaran 2,4.10-5 ± 1,35.10-5 – 4,02.10-3 ± 2,89.10-3 Kg.m.MPa-1.S-1. Nilai

hydraulic conductance yang lebih rendah menunjukkan aliran air yang lebih kecil di dalam xilem akar

(Jones, 1990). Pada lapisan tanah 20 cm, kandungan air tanah di sekitar tanaman kakao lebih cepat menurun di banding G.sepium. Meskipun aliran air pada akar kakao relatif lambat namun karena sebagian besar perakaran kakao terletak dilapisan atas maka air tanah yang tersedia cepat berkurang. Dan hal tersebut menyebabkan potensial air akar kakao juga lebih rendah dibandingkan akar G.sepium. Pada musim kering, kehilangan konduktivitas xilem mencapai 80% pada siang hari ketika potensial air akar sekitar -26 Bar, dan diperbaiki menjadi 25-49% pada pagi hari ketika potensial akar -10 Bar. Pada saat pagi hari potensial air akar lebih rendah dari potensial air tanah dan menjadi lebih negatif lagi dari potensial air tanah pada musim kering (Domec et al., 2005).

IV. KESIMPULAN

Perubahan nilai hydraulic conductance pada akar kakao dan G.sepium menunjukkan pola yang berbeda. Nilai hydraulic conductance akar kakao relatif lebih rendah dibanding akar G. sepium. Nilai

hydraulic conductance pada akar kakao menunjukkan kisaran nilai antara 1,54.10-5 ± 3,4.10-6 - 6,19.10

-5

± 1,3.10-5 Kg.m.MPa-1.S-1 sedangkan akar G.sepium mempunyai kisaran 2,4.10-5 ± 1,35.10-5 - 4,02.10

-3

± 2,9.10-3 Kg.m.MPa-1.S-1. Koefisien Keragaman data ini memang sangat tinggi. Hal itu disebabkan

karena dalam sampling kita tidak bisa menentukan kehomogenan dari akar yang akan kita ukur baik dari segi umur dan kondisinya. Akar-akar pohon di daerah tropic khususnya Indonesia belum ada yang diukur nilai hydraulic conductance nya, sehingga data ini menunjukkan bahwa akar pohon tropic kondisinya sangat berbeda dengan akar pohon di zona temperate maupun semi arid.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih atas pemberian dana penelitian ini disampaikan kepada Program BPPS DIKTI Departemen Pendidikan Nasional dan German Research Foundation (DFG-SFB 552) melalui program kerjasama Institut Pertanian Bogor, Universitas Tadulako, dan Universitas Gottingen dalam proyek penelitian “Stability of Rainforest Margins in Indonesia”(STORMA), serta BMZ scholarship

(5)

ISSN 0853 - 0823

dari pemerintah Jerman. Bernhardt Schulzt, Borris Rewald, Gerald Moser dari Universitas Gottingen Jerman yang telah membantu dalam pembuatan metode Sperry. Bapak Gauk, Suminto dan Zul yang telah membantu dalam pengambilan sampel akar.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Cruiziat P, Cochard H and Améglio T. 2002. Hydraulic architecture of trees : Main concepts and results. Ann. For. Sci. In press

Domec JC. FG Scholz. SJ Bucci, FC Meinzer, G Goldstein, R Villalobos-Vega. 2005. Diurnal and Seasonal Variation in root xylem embolism in neotropical savanna woody species: impact on stomatal control of plant water status. Blacwell Publishing Ltd.

ICCO 2007. Annual report. 43 p

Jones H G C. 1990. Physiological aspects of the control of water status in horticultural crops. Hort. Sci. 25 : 19-26.

Nepstad D C, Tohver I M, Rav D, Moutinho P. 2007. Cardinot G. Mortality of large trees and lianas following experimental drought in an Amazon Forest. J. Ecology. 88(9) : 2259-2269.

Sperry J S, Donnelly J R, Tyree M T. 1988. A Method for measuring hydraulic conductivity and embolism in xylem. J. Plant, Cell and Environment 11:35-40.

Steudle E. 2000. Water uptake by plant roots: an integration of views. Plant and Soil 226: 45–56, Zuidema , PA, P A Leffelaar ,W Gerritsma, L Mommer, N P.R. Anten. 2005. A physiological

production model for cocoa (Theobroma cacao): model presentation, validation and application.Agricultural Systems 84 : 195–225

Gambar

Gambar 1. Sistem Sperry untuk mengukur hydarulic conductivitance akar (Skema  oleh B. Rewald,  Gottingen University, Germany)
Gambar 3   Nilai hydraulic conductance akar G. sepium sebelum dan selama  perlakuan  cekaman  kekeringan dengan sistem TDE

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Desain ulang antara lain dilakukan dengan jalan mengubah dimensi, menambah tulangan dan/atau memasang tulangan ulir ( deform) yang memiliki daya lekat lebih kuat terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk menduga potensi biomassa dan massa karbon tegakan Eucalyptus IND 47 pada umur 5 tahun dengan menggunakan persamaan allometrik di IUPHHK PT..

Bowles , Joseph E., Analisis dan Desain Pondasi Jilid 2, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta, 1997.. Bowles , Joseph E., Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah ),

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menduga potensi biomassa dan massa karbon tegakan Eucalyptus IND 47 pada umur 5 tahun dengan menggunakan persamaan allometrik di IUPHHK PT..

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan Permenlhk Nomor P.12/Menlhk/2015 tentang pembangunan Hutan Tanaman Industri menyatakan bahwa Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam hutan tanaman industri