commit to user
BENDA CAGAR BUDAYA KOTA GORONTALO SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA
( Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo )
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menempuh Ujian Tesis Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
Renol Hasan S 861008022
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
iv PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Renol Hasan
NIM : S 861008022
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul BENDA CAGAR
BUDAYA KOTA GORONTALO SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH (
Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo ) adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi
tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan sayat tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh
dari tesis tersebut.
Surakarta,
Yang membuat pernyataan,
commit to user
v MOTTO
Jangan Berhenti Bermimpi
commit to user
vi PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tua pahlawanku Yunus Hasan, Aisah Humolanggi, dan
adik-adiku tercinta Refliyanto Hasan, Alfira Hasan.
Untuk seluruh keluargaku yang selalu memberi support.
Untuk Kanti Letari,terimakasih atas kepercayaan dan kesabaranya.
Untuk sahabat-sahabatku yang bersama-sama belajar “berilmu” dan
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Disadari bahwa penulisan tesis sebagai satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan yang setulusya atas bantuan dan bimbingan serta
perngorbanan kepada :
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
2. Prof. Dr. Ir Ahmad Yunus, MS selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
3. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
dan Dra. Sutiyah, M.Pd, M.Hum selaku Sekertaris Program Studi Pendidikan
Sejarah yang telah memberikan kesempatan, dukungan, dan motivasi untuk
menyelesaikan studi di Pascasarjana ini.
4. Prof. Djoko Suryo selaku Pembimbing I yang telah memberikan arahan,
dorongan, motivasi dan bimbingan yang sangat besar nilainya kepada penulis
commit to user
viii
5. Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Pembimbing II yang dengan penuh
kesabarannya telah memberikan arahan, dorongan, motivasi dan bimbingan
yang sangat besar nilainya kepada penulis sampai terselesaikannya tesis ini.
6. Kedua orang tua pahlawanku Yunus Hasan, Aisah Humolanggi, adik-adiku
tercinta Refliyanto Hasan, Alfira Hasan, yang penuh perhatian serta
doa-doanya selalu menjadi semangat dalam penyelesaian tesis menjadi lancar.
7. Segenap civitas akademika Jurusan Pendidikan Sejarah di lingkungan
Universitas Negeri Gorontalo, yang memberikan dukungan penuh pada
pelaksanaan penelitian ini.
8. Teman-teman studi yang saling mendukung dalam suka maupun duka selama
bersama-sama menempuh studi, serta berbagai pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu peneliti dalam
menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga bantuan dan dorongan semangat serta
amal baik dari semua pihak yang telah diberikan kepada peneliti dapat menjadi
amal ibadah dan amal kebaikan, serta mendapat imbalan pahala dari Tuhan Yang
Maha Kasih. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat banyak kekurangan
dan kelemahannya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun akan penulis
terima dengan senang hati.
Surakarta, …………2012
commit to user
ix DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TESIS ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
ABSTRACT ... xvi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 4
C.Tujuan Penelitian ... 4
D.Manfaat Penelitian ... 5
BAB II : KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ... 7
A. Kajian Teori ... 7
1. Pengertian Sejarah ... 7
commit to user
x
3. Cagar Budaya ... 35
4. Benda Cagar Budaya Sebagai Sumber Belajar Sejarah ... 42
B. Penelitian Yang Relevan ... 49
C. Kerangka Berpikir ... 51
BAB III : METODE PENELITIAN ... 53
A.Tempat Dan Waktu Penelitan ... 53
B.Bentuk Dan Strategi Penelitian ... 54
C.Sumber Data ... 55
D.Teknik Pengumpulan Data ... 55
E.Teknik Cuplikan ... 58
F.Validitas Data ... 59
G.Teknik Analisis Data ... 60
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63
A. Hasil Penelitian ... 63
1. Deskripsi Latar ... 63
2. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Kota Gorontalo ... 66
3. Tingkat Pendidikan di Kota Gorontalo ... 71
B. Sajian Data ... 73
1. Deskripsi Benda Cagar Budaya Kota Gorontalo ... 73
2. Keberadaan Benda Cagar Budaya di Kota Gorontalo ... 90
3. Jenis – Jenis Benda Cagar Budaya di Kota Gorontalo ... 96
commit to user
xi
C. Pokok Temuan ... 102
1. Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Kota Gorontalo Sebagai Sumber Belajar Sejarah Dalam menunjang pembelajaran Sejarah Kebudayaan Indonesia di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo ... 102
2. Pemahaman Mahasiswa pendidikan sejarah Universitas Negeri Gorontalo Terhadap peninggalan Benda Cagar Budaya di Kota Gorontalo ... 103
D. Pembahasan ... 104
1. Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Kota Gorontalo Sebagai Sumber Belajar Sejarah Dalam Menunjang Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Indonesia di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo ... 104
2. Pemahaman Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo Terhadap Peninggalan Benda Cagar Budaya di Kota Gorontalo ... 112
BAB V : PENUTUP ... 119
A. Simpulan ... 119
B. Implikasi ... 120
C. Saran ... 123
DAFTAR PUSTAKA ... 125
commit to user
xii DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas Wilayah Kota Gorontalo Menurut Kecamatan ... 65
Table 2. Jumlah Pemeluk Agama di Kota Gorontalo ... . 68
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kota Gorontalo Menurut Pendidikan Akhir ... . 72
Tabel 4. Benda Cagar Budaya Kota Gorontalo Menurut SK Kepala
Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Gorontalo ... . 91
Tabel 5. Lokasi Benda Cagar Budaya Menurut Peta Kewilayahan ... . 93
Tabel 6. Kondisi dan Keberadaan Benda Cagar Budaya di Kota Gorontalo .. . 94
Tabel 7. Jenis dan Golongan Benda Cagar Budaya di Kota Gorontalo
Berdasakan Kriteria Menurut Jenis Fisik Keaslian Bentuk
Bangunan dan Situs ... . 97
Tabel 8. Benda Cagar Budaya Kota Gorontalo Berdasarkan Keberadaan
dan Jenis Pengklasifikasian Yang Masih Tersisa Sampai Dengan
Saat Ini ... . 98
Tabel 9. Ketersediaan Bahan Ajar/Buku pada Perpustakaan Referensi
Jurusan Pendidikan Sejarah ... . 100
Tabel 10. Prosentase Daerah Asal Mahasiswa Pendidikan Sejarah
Universitas Negeri Gorontalo ... . 114
Tabel 11. Jumlah Mahasiswa Semester III Menurut Daerah Asal …………... 115
Tabel 12. Pemahaman dan Pengetahuan Mahasiswa Semester III Tentang
Benda Cagar Budaya Kota Gorontalo ... . 115
Tabel 13. Pemahaman Mahasiswa Semester III Tentang Benda Cagar
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 52
Gambar 2. Model Analisis Interaktif ... 61
Gambar 3. Benteng Otanaha ... 73
Gambar 4. Makam Keramat Ju Panggola ... 75
Gambar 5. Makam Keramat Nenek Taibi ... 76
Gambar 6. Makam Keramat Pulubangga ... 77
Gambar 7. Makam Keramat Haji Bu’ulu ... 78
Gambar 8. Mesjid Hunto ... 79
Gambar 9. Makam Keramat Ta'jailoyibuo ... 83
Gambar 10. Makam Keramat Aulia Ta Ilayabe ... 84
Gambar 11. Pemandian Bak Potanga ... 86
Gambar 12. Kantor PT Penli Nusantara ... 88
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian ... 128
Lampiran 2. Foto Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Kota Gorontalo Oleh Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo ... 129
Lampiran 3. Daftar Informan, Pedoman Wawancara dan Kuesioner ... 133
Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 140
Lampiran 5. Silabus ... 164
Lampiran 6. Bahan Ajar ... 168
commit to user
xv ABSTRAK
Renol Hasan, S 861008022. 2011. Benda Cagar Budaya Kota Gorontalo Sebagai
Sumber Belajar Sejarah (Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo). Tesis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Pemanfaatan benda cagar budaya Kota Gorontalo sebagai sumber belajar sejarah dalam menunjang pembelajaran sejarah kebudayaan di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo; (2) Pemahaman mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo terhadap peninggalan benda cagar budaya di Kota Gorontalo.
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo. Metode penelitian yang digunakan bersifat kualitatif dengan bentuk studi kasus tunggal terpancang. Sumber data terdiri atas narasumber, arsip/dokumen dan tempat aktivitas. Data digali melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumen terkait. Untuk validitas data dilakukan dengan teknik trianggulasi data dan trianggulasi sumber. Analisa data menggunakan model analisis interaktif untuk mendapatkan simpulan berdasarkan reduksi dan sajian data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum semua mahasiswa di jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo mengetahui jenis benda cagar budaya Kota Gorontalo. Mahasiswa belum mengetahui dan memahami nilai historis yang terkandung dalam masing-masing benda cagar budaya yang ada di Kota Gorontalo. Kurangnya pemahaman mahasiswa tersebut disebabkan oleh kaburnya deskripsi dari benda cagar budaya yang ada di Kota Gorontalo dan belum optimalnya pemanfaatan benda cagar budaya Kota Gorontalo pada mata kuliah Sejarah Kebudayaan Indonesia sebagai sumber belajar sejarah.
commit to user
xvi ABSTRACT
Renol Hasan, S 861008022. Gorontalo Cultural Heritage Object as a Source Of Learning History (Case Of Studi at Historical Education Departement, Gorontalo State University). Thesis postgraduate program of Sebelas Maret University, Surakarta.
The aims of this research are to know : (1) Utilization of Gorontalo cultural heritage object as a learning source to supporting the historical culture studies at historical education Departement Gorontalo State University, (2) Understanding of student at historical education departement gorontalo state university viewed by the gorontalo cultural heritage object.
This research was conducted ini the Social Science Faculty, historical education Departement Gorontalo State University. This research method used qualitative with form a single case study. Data sources consist of informant, archives/documents and activities place. Data collected through in depth interview, observation and related documents. For data validity performed with data triangulation technique and source triangulation. Data analysis using interactive analysis model to get conclusion based on reduction and data presentation.
The result of this research showed that not at all student ini historical education Departement, Gorontalo State University know that kind of Gorontalo cultural heritage object. Student doesn’t know and understad historis value who contained in each of the cultural heritage object at Gorontalo. Low of student understanding caused blurring description from the Gorontalo cultural heritage object and yet optimally utilization the Gorontalo cultural heritage object in Indonesia historican culture lesson as a learning source.
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sejarah panjang Kota Gorontalo mencatat bahwa banyak bangunan benda
cagar budaya bersejarah menyimpan kenangan masa lalu dan menjadi bukti
perkembangan Kota Gorontalo itu sendiri. Bangunan-bangunan benda cagar
budaya bersejarah tersebut adalah bagian dari bangunan cagar budaya yang
mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat Gorontalo. Peninggalan sejarah
berupa bangunan benda cagar budaya sangatlah bermanfaat sebagai pembangkit
motivasi, kreativitas dan mengilhami generasi muda untuk memahami sejarah dan
identitas Kota Gorontalo.
Pembangunan disegala lini kehidupan sosial budaya di Kota Gorontalo
dewasa ini telah mebawa keberhasilan dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat
Gorontalo, hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya tingkat aktivitas dan
pembangunan yang menghiasi wajah Kota Gorontalo. Wajah-wajah baru
pembangunan ini mulai marak di dalam beberapa konsep di wilayah Kota
Gorontalo, akan tetapi kebanggaan dan keberhasilan pembangunan ini justru
malah meresahkan sejarawan dan budayawan yang ada di Kota Gorontalo. Hal
yang demikian disebabkan karena konsep pembangunan yang mulai diusung oleh
pemerintah Kota Gorontalo telah menenggelamkan ciri khas bangunan benda
cagar budaya peninggalan sejarah Kota Gorontalo itu sendiri.
Benda cagar budaya yang ada di Kota Gorontalo berupa benteng,
commit to user
dianggap keramat oleh masyarakat Kota Gorontalo. Ciri khas dan wujud benda
cagar budaya yang ada di Kota Gorontalo dapat kita lihat dari bentuk fisik dan
material bangunan yang berbeda dengan daerah lain. Beberapa bangunan
menggunakan bahan dasar campuran yang berasal dari putih telur Maleo, salah
satu diantaranya adalah bangunan benteng Otanaha. Benda cagar budaya sebagai
salah satu bagian dari pembangunan nilai dalam pendidikan ternyata belum
sepenuhnya dimanfaatkan. Keberadaan benda cagar budaya Kota Gorontalo ini
dapat dijadikan sumber belajar, fenomena ini seharusnya dapat mendorong proses
pembelajaran sejarah perlu diperhatikan kembali khususnya di lingkungan Jurusan
Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo.
Pemanfaatan benda cagar budaya Kota Gorontalo sebagai sumber belajar
sejarah belum optimal diterapkan, khususnya untuk membangun pemahaman akan
identitas keberadaan benda cagar budaya itu sendiri. Pemanfaatan benda cagar
budaya masih terfokus pada peninggalan kuno di luar Kota Gorontalo seperti
komplek percandian dan situs-situs kuno dibeberapa daerah di Jawa. Hal ini
nampak dengan benda cagar budaya Kota Gorontalo yang masih dinarasikan
dalam bentuk penjabaran secara umum, sedangkan di Kota Gorontalo sendiri
memiliki banyak benda cagar budaya yang mempunya nilai historis yang tidak
jauh berbeda dengan benda cagar budaya yang ada di luar Kota Gorontalo dan
Jawa.
Pembelajaran sejarah yang selama ini dikategorikan sebagai suatu materi
yang kering dan monoton sebaiknya memanfaatkan benda cagar budaya di Kota
commit to user
memiliki benda cagar budaya yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar
sejarah. Dengan cara ini diharapkan mampu mendorong mahasiswa Jurusan
Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Gorontalo dapat lebih efektif memahami
identitas nilai-nilai historis benda cagar budaya yang ada di Kota Gorontalo.
Kondisi benda cagar budaya di Kota Gorontalo pada saat ini sebagian besar tidak
begitu terawat. Minimnya informasi, tingkat kepedulian dan peranan lingkungan
semakin mengaburkan nilai-nilai historis keberadaan benda cagar budaya yang
ada, sehingga kesadaran pentingnya benda cagar budaya sebagai sumber belajar
sejarah harus dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan dengan baik.
Benda cagar budaya tempat terjadinya peristiwa penting/bersejarah dapat
dipergunakan sebagai sumber penghubung dengan masa lalu dapat dijadikan
sarana pembelajaran serta membuka kesadaran pentingnya menghayati proses
nilai-nilai historis yang tersirat di dalamnya. Keberadaan benda cagar budaya
Kota Gorontalo bisa mewakili proses pembangunan bangsa ini, karena beberapa
bangunan benda cagar budaya tersebut mampu mencerminkan nilai-nilai luhur
perjuangan bangsa Indonesia secara nasional.
Hasil kontinuitas pembelajaran tersebut dengan pasti dapat menumbuh
kembangkan rekonstruksi dan pemahaman nilai sejarah untuk melestarikan
nilai-nilai historis benda cagar budaya. Tujuannya agar mahasiswa Jurusan Pendidikan
Sejarah di Universitas Negeri Gorontalo dapat mengetahui akar sejarah dan
budaya Kota Gorontalo dengan jelas. Kejelasan pemahaman nilai sejarah tersebut
commit to user
pelestarian benda cagar budaya sebagai peninggalan sejarah yang masih tersisa di
Kota Gorontalo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pemanfaatan benda cagar budaya Kota Gorontalo sebagai
sumber belajar sejarah dalam menunjang pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Indonesia di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri
Gorontalo?
2. Bagaimankah pemahaman mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas
Negeri Gorontalo terhadap peninggalan benda cagar budaya di Kota
Gorontalo?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan benda cagar budaya Kota
Gorontalo sebagai sumber belajar sejarah dalam menunjang pembelajaran
sejarah kebudayaan di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri
Gorontalo.
2. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman mahasiswa Pendidikan Sejarah
Universitas Negeri Gorontalo terhadap peninggalan benda cagar budaya
commit to user D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi dua aspek yaitu
aspek praktis dan aspek teoritis.
1. Manfaat praktis,
Diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan implikasi yang lebih bernilai
untuk pemerintah sebagai pembuat kebijakan dalam memecahkan
permasalahan tentang betapa pentingnya pembelajaran sejarah itu sendiri
demi pelestarian peninggalan benda cagar budaya yang ada di Kota
Gorontalo.
2. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengajar, khususnya dalam hal ini
dosen pemberi mata kuliah agar dapat menjadikan benda cagar budaya
yang ada di Kota Gorontalo sebagai sumber belajar sejarah yang dapat
menumbuhkan kesadaran mahasiswa terhadap pelestarian peninggalan
benda cagar budaya
b. Mendorong mahasiswa di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas
Negeri Gorontalo untuk mengetahui keberadaan dan jenis benda cagar
budaya sebagai peninggalan bersejarah di Kota Gorontalo.
c. Dapat mengetahui proses pemahaman mahasiswa dalam pemanfaatan
cagar budaya sebagai sumber belajar sejarah pada pembelajaran sejarah
melalui model observasi sehingga membuka cakrawala belajar dan
berpikir mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri
commit to user
d. Diharapkan hal ini dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian yang
lebih lanjut kepada peneliti lainnya untuk melakukan penelitian sejenis
commit to user
7 BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori
1. Pengertian Sejarah
Sejarah adalah suatu ilmu yang mempelajari proses perubahan kehidupan
manusia dan lingkungannya dalam suatu dimensi ruang dan waktu. Disadari atau
tidak, disengaja atau tidak, langsung atau tidak langsung masa lampau senantiasa
menjadi memory yang akan memberikan pengalaman, pembelajaran, kesan dan
peringatan bagi manusia dalam bersikap dan beraktivitas di masa kini dan masa
mendatang. Sejarah merupakan pelajaran dan pengalaman yang dapat
membimbing hidup manusia yang lebih baik. Ini berarti hidup manusia itu dapat
dikatakan selalu berada dalam tataran sejarah. Ada dua konsep sejarah yaitu
sejarah sebagai keseluruhan tindakan manusia di masa lampau (sejarah sebagai
peristiwa) dan sejarah merupakan gambaran masa lampau yang dibuat oleh
manusia sekarang (sejarah sebagai cerita/narasi).
Sejarah adalah suatu studi masa lampau, suatu studi yang hasilnya secara
ideal merupakan suatu penyajian masa lalu sebagaimana adanya. Sebagai suatu
studi yang menampilkan suatu kenyataan; tidak hanya dapat dinikmati adanya,
tetapi juga secara moral berguna di dalam pengajaran. Sejarah divalidasi oleh
ketepatan metode ilmu pengetahuan; dengan penguatan objektivitasnya yang
bersumber dari fakta dan menghasilkan suatu laporan kebenaran. Pengertian
tersebut menunjukkan bahwa sejarah merupakan suatu ilmu yang memiliki
commit to user
pada bukti yang memang benar-benar ada. Sejarah bukanlah dongeng yang
bersifat fiksi atau khayalan, peristiwa masa lalu memang benar-benar ada
berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan. Selain sebagai ilmu, sejarah juga
berguna dalam pengajaran. Sejarah akan mengajarkan moral, belajar
kebaikan-kebaikan pada masa lalu.
Sejarah adalah studi tentang manusia, manusia dalam kehidupan
masyarakat. Kehidupan manusia akan direkam oleh sejarah. Dalam merekam
tersebut, akan diketahui perubahan masyarakat yang terus-menerus, ide-ide yang
mengandung aksi-aksi masyarakat, dan kondisi-kondisi material yang telah
membantu atau merintangi perkembangan aksi masyarakat tersebut. Kesimpulan
yang dapat kita nyatakan dari definisi-definisi tersebut yaitu sejarah merupakan
studi tentang manusia sebagai individu maupun kelompok dalam konteks waktu
dan ruang. Sejarah adalah studi tentang kehidupan masyarakat yang senantiasa
mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup manusia
akan memberikan pelajaran bagi kehidupan manusia kelak.
Berdasarkan gambaran di atas, maka mempelajari sejarah adalah
mempelajari proses kehidupan manusia dengan segala aspek kehidupannya
melalui ruang dan waktu. Struktur keilmuan sejarah meliputi tingkatan proses
kehidupan manusia yaitu tentang dasar keilmuan sejarah, kehidupan masyarakat,
perkembangan masyarakat beserta pengaruhnya, perjuangan dan kerjasama dunia
internasional serta peristiwa-peristiwa mutakhir yang terjadi sebagai wacana
commit to user
Secara jelas dan rinci Isjoni (2007: 19) memberikan batasan tegas bahwa
sejarah adalah kajian tentang masa lampau manusia dengan aktivitasnya di bidang
politik, militer, sosial, agama, ilmu pengetahuan dan hasil kreativitasnya.
Pemahaman sejarah sebagai suatu disiplin ilmu merupakan hasil intepretasi yang
diperlukan kejelasan, kevalidan dan kredibilitas bukti sejarah yang dianalisis dan
dibangun narasinya sebagai ungkapan kehidupan masyarakat di masa lampau.
Dari sini jelas bahwa pengertian sejarah mengandung negara manusia, peristiwa,
masa lampau, catatan/rekaman peristiwa, ruang kejadian dan kronologis yang
diinterpretasikan secara ilmiah.
Pengertian sejarah terikat dengan lima karakteristik pokok yaitu
peristiwa/kejadian, manusia sebagai pelaku sejarah, ruang atau tempat kejadian
suatu peristiwa, waktu terjadinya peristiwa masa lampau dan hasil rekonstruksi
ilmiah dari peristiwa itu sendiri. Perubahan dan perkembangan sejarah sebagai
aktivitas manusia digambarkan dalam bentuk gerak live circle yaitu (1) kegagalan
(breakdown); (2) kehancuran (disintegration); dan (3) kehilangan (disolution)
sebagai periode keruntuhan setelah melewati masa lahir dan perkembangan.
Perubahan sejarah memperlihatkan adalah perkembangan aktivitas manusia
sebagai jawaban (response) terhadap tantangan (chalengge) yang datangnya dari
alam, manusia maupun peperangan. Dengan memahami pengetahuan sejarah
secara benar mendorong pemahaman akan kepastian identitas dan makna dari
pengetahuan sejarah itu sendiri.
Sejarah berguna secara baik berupa ilmu pengetahuan dan ekstrinsik
commit to user
kebijakan, perubahan, masa depan, keindahan dan keragaman ilmu bantu, latar
belakang, rujukan dan bukti. Dampak mempelajari dan memahami sejarah adalah
terjadi proses pendidikan untuk memberikan inspirasi dan pengalaman yang dapat
membantu mengembangkan pengertian dan penghargaan terhadap warisan, tradisi
dan nilai-nilai kejuangan.
Unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual sejarah tidak hanya
memberikan gambaran tentang masa lampau, tetapi juga memberikan latihan
berpikir kritis, menarik kesimpulan, menarik makna dan nilai dari peristiwa
sejarah yang dipelajarinya. Latihan berpikir kritis dilakukan dengan pendekatan
analitis yang salah satunya untuk menjawab komponen pemahaman sejarah yaitu
menjawab”why” dan ”how” sehingga peserta didik/mahasiswa terlatih berpikir
kritis dan analitis. Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran berbangsa dan bernegara. Kesadaran ini
merupakan kesadaran sejarah yang digunakan untuk menggali kembali suatu
pemahaman bahwa suatu peristiwa atau kejadian perlu didukung tampilnya suatu
tokoh, benda atau bangunan masa lampau (benda cagar budaya) yang selalu
terwujud dalam hubungan dinamik dengan faktor juang dan waktu. Oleh sebab
itu, kesadaran sejarah dan pemahaman sejarah menjadi satu kesatuan sikap
penisbian terhadap kejadian, peristiwa, tokoh dan kebendaan masa lampau dengan
memandangnya secara kritis.
Istilah sejarah memiliki 3 ( tiga ) makna, yakni sejarah sebagai peristiwa
masa lampau, sejarah sebagai kisah tentang masa lampau, dan sejarah sebagai
commit to user
peristiwa, sejarah sebagai kisah, dan sejarah sebagai ilmu ( Nugroho Notosusanto,
1984 : 10 ).
Sejarah sebagai peristiwa atau kejadian sama artinya dengan geschichte
dalam bahasa Jerman yang berasal dari kata geschehen yang berarti pula telah
terjadi atau kejadian, yang sama pula artinya dengan res gestae dalam bahasa
Latin ( Collingwood, 1956 ) yang bermakna hal-hal yang telah terjadi.
Sejarah dalam pengertian sejarah sebagai peristiwa memiliki sifat atau
ciri-ciri einmalig dan unik. Einmalig berarti sekali terjadi. Setiap peristiwa hanya
sekali terjadi dan tak akan pernah terulang kembali. Sedang sifat unik menunjuk
sebagai peristiwa satu-satunya yang berarti tidak ada duanya. Maka peristiwa
sejarah senantiasa bersifat khusus. Sejarah dalam pengertian ini adalah sejarah
dalam pengertian objektif, artinya sejarah sebagai peristiwa itu adalah sesuai dan
sama dengan yang ada dalam alam.
Jika kita renungkan agak mendalam, kita akan menyadari bahwa sejarah
sebagai peristiwa sebenarnya sudah tidak ada lagi. Peristiwa atau aktivitas di masa
lampau itu pada dasarnya telah lenyap ditelan waktu. Yang masih ada sebenarnya
tinggal cerita atau kisah-nya saja. Ialah cerita atau kisah peristiwa aktivitas
manusia di masa silam atau lampau. Sebagai rerum gestarum ( kisah dari peristiwa
yang telah terjadi ). Sejarah sebagai kisah adalah sejarah dalam pengertian
subjektif. Sejarah sebagai kisah adalah rekaan hasil rekonstruksi manusia. Tentu
saja sejarah sebagai rekaman peristiwa masa lampau itu tidak sama dengan
commit to user
Sejarah sebagai kisah atau rekaman masa lampau dapat diulang-ulang.
Rekaman video pelantikan Presiden dapat diputar berulang kali. Demikian pula
rekaman pidato Presiden sekaligus dapat diputar dan didengar berulang kali.
Namun harus diingat dan dipahami bahwa rekaman itu bukanlah peristiwanya itu
sendiri. Rekaman itu tetap hanya rekaman saja.
Pengertian sejarah sebagai kisah mengembangkan pengertian atau konsep
sejarah sebagai ilmu. Ialah ilmu sejarah. Istilah-istilah sejarah dalam bahasa Barat
seperti halnya history dalam bahasa Inggris, histoire dalam bahasa Prancis,
historia dalam bahasa Latin, bersumber dari kata benda istor atau histor dalam
bahasa Yunani dan berarti orang pandai atau bijak, sedang kata kerjanya historein
lebih menunjuk suatu pengertian yang mengarah kepada konsep ilmu. Menurut
Plato historein atau historia berarti penyelidikan atau pengetahuan. Sedang
Aristoteles mengartikan historia untuk memberikan judul salah satu bukunya
dalam arti kumpulan bahan-bahan tentang sesuatu menurut tema-tema tertentu. Ini
untuk membedakan dengan uraian yang memberikan penjelasan sejarah secara
sistematik.
Filsuf Inggris, Francis Bacon, yang hidup pada aklhir abad 16 dan 17
mengartikan historia sesuai dengan konsep Aristoteles, ialah sebagai pengetahuan
atau ilmu yang bersifat individual, untuk membedakan dengan philosophia (
filsafat ) yang berbicara mengenai hal-hal yang bersifat umum. Francis Bacon
membedakan antara historia naturalis ( sejarah alam ) yang mempelajari data-data
alamiah ( tumbuh-tumbuhan dan binatang ) dengan historisa civilis ( sejarah
commit to user
Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang
memerintah.
Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari
peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan
akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir
secara historis. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli
sejarah disebut sejarawan.
Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari
ilmu budaya (humaniora). Akan tetapi, kini sejarah lebih sering dikategorikan ke
dalam ilmu sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis.
Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan
kemanusiaan di masa lalu. Ilmu ini dapat dibagi menjadi kronologi, historiografi,
genealogi, paleografi, dan kliometrik.
Hal pertama dalam mempelajari ilmu sejarah adalah mengenal asal kata
sejarah itu sendiri. Secara harfiah, “sejarah” berasal dari kata Arab yang artinya
pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh. Adapun kata tarikh
dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata
Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang
pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu
manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti
commit to user
Ruang lingkup sejarah sangat besar, sehingga perlu klasifikasi yang baik
untuk memudahkan penelitian. Ariel Durant (
http://syadiashare.com/definisi-sejarah-dan-keterangannya.html ) menulis sejarah dalam lingkup umum,
kebanyakan sejarawan memiliki keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Dalam ilmu sejarah, ada beberapa cara untuk memilah informasi, diantaranya
adalah:
1. Berdasarkan kurun waktu (kronologis).
2. Berdasarkan wilayah (geografis).
3. Berdasarkan negara (nasional).
4. Berdasarkan kelompok suku bangsa (etnis).
5. Berdasarkan topik atau pokok bahasan (topikal).
Dalam pemilahan tersebut, harus diperhatikan bagaimana cara
penulisannya seperti melihat batasan-batasan temporal dan spasial tema itu
sendiri. Jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka sejarawan mungkin akan terjebak
ke dalam falsafah ilmu lain, misalnya sosiologi. Inilah sebabnya Immanuel Kant
yang disebut-sebut sebagai Bapak Sosiologi mengejek sejarah sebagai “penata
batu-bata” dari fakta-fakta sosiologis.
Banyak orang yang mengkritik ilmu sejarah. Para pengkritik tersebut
melihat sejarah sebagai sesuatu yang tidak ilmiah karena tidak memenuhi
faktor-faktor keilmuan, terutama faktor-faktor “dapat dilihat atau dicoba kembali”, artinya
sejarah hanya dipandang sebagai pengetahuan belaka, bukan sebagai ilmu.
Sebenarnya, pendapat ini kurang bisa diterima akal sehat karena sejarah mustahil
commit to user
untuk selama-lamanya. Walau mendapat tantangan sedemikian itu, ilmu sejarah
terus berkembang dan menunjukkan keeksisannya dalam tataran ilmu.
Ahli sejarah mendapatkan informasi mengenai masa lampau dari berbagai
sumber, seperti catatan yang ditulis atau dicetak, mata uang atau benda bersejarah
lainnya, bangunan dan monumen, serta dari wawancara. Untuk sejarah modern,
sumber-sumber utama informasi sejarah adalah: foto, gambar bergerak (misalnya:
film layar lebar), audio, dan rekaman video. Tidak semua sumber-sumber ini
dapat digunakan untuk penelitian dalam ilmu sejarah, karena tergantung pada
periode yang hendak diteliti atau dipelajari. Penelitian sejarah juga bergantung
pada historiografi, atau cara pandang sejarah, yang berbeda satu dengan yang
lainnya.
Setiap sejarah dimulai dengan apa-apa yang benar telah terjadi (histoire
realite, SSOF, even, sejarah sebagai perisiwa). Untuk mengetahui peristiwa itu
benar-benar terjadi kita berusaha menemukan sumber-sumber sejarah, jejak-jejak
sejarah (heuristic). Segala data yang kita temukan dalam sumberb sejarah
sebenarnya belum merupakan suatu kebulatan tentang peristiwa masa lampau itu.
Masih lebih bersifat data yang terserak-serak dan sering pula meragukan apakah
itu benar-benar bukti dari peristiwa yang kita cari itu untuk dapat membuat
pernyataan bulat bahwa sesuatu peristiwa masa lampau benar-benar terjadi,
diperlukan suatu proses untuk menguji bukti-bukti tersebut (kritik intern dan
extern) terutama untuk menggunakan kerdibilitasnya. Hasil dari proses inilah baru
dapat kita namakan “fakta sejarah” (historical fact). Jadi fakta adalah: “keterangan
commit to user
dengan kritik sejarah sebagai alat”. Jelaslah bahwa fakta sejarah tidak sama
dengan data sejarah atau jejak-jejak sejarah sebagai peristiwa. Nanti setelah data
diolah,seleksi berdasarkan kiteria tertentu (jadi ada campur tangan si sejarawan),
barulah berubah menjadi fakta sejarah. Ada tiga bentuk fakta sejarah:
1. Artifact – fakta yang berupa benda konkrit misalnya patung, candi, mesjid,
dll.
2. Sociofact, - fakta yang berdimensi sosial misalnya jaringan interaksi antar
manusia.
3. Mentifact, fakta yang abstrak misalnya keyakinan dan kepercayaan.
Perbedaan fakta lain, ialah:
a. Fakta yang bersifat lunak, fakta yang masih memiliki potensi untuk
diperdebatkan, misalnya tentang letak pusat kerajaan Sriwijaya.
b. Fakta yang bersifat keras, satu fakta dan yang dan telah menjadi semacam
consensus umum contoh: keberadaan Soekarno-Hatta sebagai proklamator.
Sejarah melukiskan dan menguraikan peristiwa yang tidak pernah sama,
tetapi ada yang bersamaan. Hal-hal mengenai makhluk (bukan manusia) yang
mengalami peristiwa yang tetap sama itu termasuk bidang ilmu pengetahuan alam.
Pada manusia kita berhadapan dengan “persamaan peristiwa”, sedang
makhluk lain “persamaan peristiwa”. Perbedaan ilmu pengetahuan alam dengan
sejarah sebagai ilmu sosial dan ilmu kerohanian, adalah cara ilmu pengetahuan
melakukan analisia, dan berusaha menerangkan secara kausal (sebab akibat). Ilmu
pengetahuan alam bartanya tentang “apa jadinya”, sedang sejarah memberi
commit to user
tidak hanya bertanya “apa jadinya” tetapi “bagaimana terjadinya”, “ mengapa
semua itu terjadi” dan “kemana arah selanjutnya kejadian itu.
Yang paling kompleks dan sukar dimengerti diantara makhluk-makhluk
adalah manusia. Alam, benda, tumbuhan hewan mudah dikaji dan didapatkan
“hukum-hukumnya”. Terhadap tiga makhluk terakhir kita menghadapi
“perulangan peristiwa”, sehingga dapat dilakukan eksperimen untuk memastikan
hukum-hukumnya. Dalam ilmu mengenai ketiga makhluk itu kita berhadapan
dengan “hukum serba sarat” atau mekanisme dan hukum sebab akibat atau
kausalitas yang serba tentu. Keadaan X menyebabkan Y. Apabila X diketahui Y.
Y dapat diduga. Apabila Y diketahui X dapat disimpulkan – jadi hukum kausalitas
yang determinismus.
Dalam sejarah kita hadapi “hukum kausalitasyang indeterminismus” (serba
tak tentu). Keadaan X tak serba tentu menyebabkan Y. keadaan itu (X) mungkin
meyebabkan Z. Dahulu X menyebabkan Y, tetapi sekarang menyebabkan Z dan
pada masa mendatang mungkin menyebabkan yang lain lagi. Karena kausalitas
dalam sejarah bersifat indeterminismus, maka tidak mungkin ditetapkan hukum
sejarah yang serba tentu. Peristiwa-peristiwa sejarah tidak pernah berulang
kembali, ia bersifat “einmalia”.
Berlakunya hukum kausalitas dalam sejarah terbatas sekali. Kita tidak
mungkin mengatakan begitu saja bahwa A menyebabkan B. Tetapi pernyataan itu
kira-kira berbunyi: “dapatlah umumnya dapat dimengerti bahwa keadaan A dalam
peristiwa tertentu/khususnya mengakibatkan B”, kalau ada yang berkata “sejarah
commit to user
gejala tersebut adalah kejadian yang“bersamaan”. Jadi hukum sejarah adalah tidak
lain keteraturan yang dapat diserap dalam sejumlah kejadian yang memberikan
rupa persamaan pada perubahan-perubahan keadaan tertentu dalam sejarah.
2. Belajar Sejarah
Ada satu hal mengapa orang harus belajar sejarah. Satu hal itu adalah
kejujuran. Sejarah adalah sebuah pertanggungjawaban kepada tiga masyarakat
sekaligus: masyarakat masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Sebagai
sebuah pertanggungjawaban, maka objektivitas peristiwa mendapat tempat untuk
diagungkan.
Proses penceritaan kembali peristiwa yang dianggap sejarah memang
tidaklah gampang. Di sana akan ditemui kendala untuk berendah hati (baca:
bersikap jujur) mengungkap apa yang benar-benar terjadi. Apalagi kalau itu
menyangkut pelaku sejarah yang mengingat-ingat serta mematut-matut perannya
dalam peristiwa yang diceritakannya.
Belajar sejarah adalah belajar untuk menanam, memupuk,
mengembangkan serta mengekalkan sikap untuk adil kepada siapa saja. Kepada
masa lalu yang mempunyai hak untuk ditempatkan dan diceritakan apa adanya.
Kepada masa kini yang mempunyai hak untuk mendapatkan cerita apa adanya.
Kepada masa depan yang mempunyai hak mendapat bekal agar tidak jatuh pada
lubang yang sama.
Belajar sejarah belajar menumbuhkan sikap demokratis. Sejarah terlahir
dari sebuah atau beragam pertanyaan. Jawaban atas pertanyaan tersebut tidaklah
commit to user
pada jawabannya masing-masing. Biarlah kebenaran diberikan kepada
konteksnya.
Belajar sejarah adalah belajar tampil dengan modal yang dimiliki tanpa
meminjam, menambah, mengurangi. Citra pada akhirnya akan tampil sesuai
dengan aslinya. Semogalah kita belajar menghayati dimensi kualitas. Sebab segala
innerlichkeit, jati diri, kita sebenarnya mendambakan arti, makna, mengapa dan
demi apa kita saling bergandengan yang berkreasi aktif dalam sendra tari agung
yang disebut kehidupan.
Belajar sejarah adalah belajar memupuk keberanian untuk menyalahkan
diri sendiri apabila memang kita salang melangkah. Kesalahan langkah kita bisa
saja disebabkan oleh sikap kita yang tidak tahu atau bisa juga disebabkan jalan
kita yang dibelokkan. Kalau begitu, sejarah juga merupakan pergumulan antara
nurani dan ambisi. Cerita tentang manusia yang saling mengekspresikan
kemanusiaannya masing-masing.
Pada akhirnya belajar sejarah adalah belajar tentang kehidupan itu sendiri
dengan guru yang tak pernah bisa dibatasi. Sebuah proses belajar yang tidak harus
disempitkan menjadi kuliah atau sekolah, melainkan belajar dalam makna yang
universal. “Historia vitae magistra” lirih Huizinga. ( http://sejarah.kompasiana.co
m/2011/01/18/ )
Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya
itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai:
keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang
commit to user
kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa
saja yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah
peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik,
pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang
bermacam-macam, sepanjang zaman.
Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya
kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George
Santayana. Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk
mengulanginya."Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel
mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan oleh
sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar
apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya." Kalimat ini
diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya:
"Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak
benar-benar belajar darinya." Akhmad Sudrajat 2008 (http://akhmadsudrajat.
wordpress.com )
Winston Churchill, yang juga mantan jurnalis dan seorang penulis memoar
yang berpengaruh, pernah pula berkata "Sejarah akan baik padaku, karena aku
akan menulisnya." Tetapi sepertinya, ia bukan secara literal merujuk pada karya
tulisnya, tetapi sekadar mengulang sebuah kutipan mengenai filsafat sejarah yang
terkenal: "Sejarah ditulis oleh sang pemenang." Maksudnya, seringkali pemenang
sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih berkuasa dari taklukannya. Oleh
commit to user
fakta sejarah sesuai dengan apa yang mereka rasa benar Akhmad Sudrajat 2008
(http://akhmadsudrajat. wordpress.com ).
Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah
besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau, walaupun
mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah, orang-orang yang berkuasa
biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri sehingga gagal melihat
gambaran secara keseluruhan.
Masih ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak
pernah berulang, karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal ini, ada
banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian sejarah; tidak
mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang lagi. Maka, pengetahuan yang
telah dimiliki mengenai suatu kejadian di masa lampau tidak dapat secara
sempurna diterapkan untuk kejadian di masa sekarang. Tetapi banyak yang
menganggap bahwa pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena pelajaran
sejarah tetap dapat dan harus diambil dari setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah
kesimpulan umum dapat dengan seksama diambil dari kejadian ini, maka
kesimpulan ini dapat menjadi pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon
darurat bencana alam dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap
kejadian bencana alam memang, dengan sendirinya, unik.
Begitu arti penting belajar sejarah, karena peristiwa sejarah menyimpan
pengalaman berharga yang dapat memberikan kearifan dengan mengambil
hikmah dari peristiwa yang telah terjadi di masa lampau. Mempelajari sejarah
commit to user
sebagai individu maupun kelompok dalam menunjukkan adanya suatu perubahan
sebagai hasil aktivitas sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan (Isjoni, 2007: 32).
Manfaat belajar sejarah menurut Tamburaka (1999: 25) ada 3 hal yaitu (1)
Untuk memperoleh pengalaman peristiwa sejarah di masa lampau baik dari sisi
positif maupun negatif untuk dijadikan hikmah agar kesalahan yang pernah terjadi
tidak terulang kembali; (2) Untuk mengetahui hukum sejarah yang berlaku agar
menjadi pembelajaran bagi generasi selanjutnya dalam mengatasi persoalan masa
kini dan masa yang datang; dan (3) Menumbuhkan sikap kedewasaan berpikir,
memiliki cara pandang lebih luas untuk bertindak lebih arif bijaksana dalam
mengambil keputusan. Generasi muda menjadi tumpuan bangsa dalam
mengembangkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk mengembangkan
pengertian dan penghargaan tentang warisan dan tradisi sejarah yang telah ada
sebagai proses pembelajaran dan pemahaman sejarah bangsanya (Isjoni, 2009:
35).
Pembelajaran sejarah yang memuat pengetahuan tentang peristiwa
perjuangan bangsa di masa lampau merupakan cerminan penerapan nilai tauladan.
Fungsi dan guna pembelajaran sejarah bagi peserta didik adalah (1) Sejarah
sebagai pegelaran dari kehendak Tuhan yang mempunyai nilai vital bahwa orang
akan yakin dan sadar bahwa segala sesuatu pada hakekatnya ada pada-Nya; (2)
Dari peristiwa sejarah diperoleh suatu norma tentang baik dan buruk sehingga
mempunyai teachability dan impact bagi perkembangan jiwa anak untuk
membentuk karakter/kepribadian; (3) Sejarah memperkenalkan hidup nyata
commit to user
dan pahlawan menanamkan rasa nasionalisme dan watak yang kuat; (5) Sejarah
dalam lingkungan tata tertib intelektual dapat membuka pintu kebijaksanaan; (6)
Sejarah mengembangkan pengertian yang luas tentang warisan budaya umat
manusia; (7) Sejarah memberikan gambaran sosial, ekonomi, politik dan
kebudayaan dari berbagai bangsa di dunia; dan (8) Sejarah mempunyai fungsi
pedagogis sebagai alat atau pedoman yang dalam digunakan untuk mewujudkan
cita-cita pendidikan nasional.
Nilai praktis dan pragmatis dalam pembelajaran sejarah telah mengajarkan
bahwa belajar sejarah bukan hanya rentetan peristiwa yang kering tetapi
merupakan sebuah wacana intelektual yang kritis dan rasional. Hal ini mendorong
pembelajaran sejarah perlu ditekankan pada tiga tahapan yaitu: (1) Memupuk
kesadaran atas lingkungan sosial, rasa keakraban (sense of intimacy); (2)
Memperkenalkan peserta didik pada makna dari dimensi waktu kehidupan (sense
of actuality) dan (3) Rasa hayat sejarah (sense of history). Hal ini mendorong
pemahaman bahwa pembelajaran sejarah tidak hanya didominasi perkembangan
sejarah politik tetapi juga mempelajari aspek sejarah sosial budaya yang dapat
menumbuhkan kreatifitas sejarah lokal.Pembelajaran sejarah dapat menumbuhkan
peserta didik untuk belajar dan problem oriented yang merangsang peserta didik
untuk mengenali, mengkaji peristiwa sejarah secara utuh dengan jalan
mengumpulkan, mengorganisir dan mengklasifikasikan data yang luas tersebut
dalam suatu rekonstruksi dan rekstrukturisasi pengetahuan sejarah (Isjoni, 2007:
commit to user
Tahap awal belajar sejarah adalah mengetahui dan menguasai situasi
kondisi awal sebelum melakukan pembelajaran sejarah. Kondisi-kondisi awal
dapat disebutkan sebagai berikut: (1) Dalam teori conditioning mempelajari
keadaan kelas; (2) Menurut Rogers Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar
kelas memilih belajar secara terstruktur dan membuat kontrak belajar; (3)
Menurut pendekatan kontekstual Real world learning dan mengutamakan
pengalaman nyata; (4) Menurut Taksonomi Bloom menguasai pengetahuan
tentang aktivitas-aktivitas manusia di waktu lampau, baik dalam aspek eksternal
maupun internal. Tahap akhir dalam proses pembelajaran sejarah adalah sebuah
perubahan yang lebih baik daripada kondisi awal. Perubahan sebagai akibat dari
proses pembelajaran sejarah dapat disebutkan sebagai berikut: (1) Menurut Ernes
ER. Hilgard menjadi berubah dengan cara latihan-latihan, (2) Menurut Skinner
agar peserta didik mempunyai respon yang baik, (3) Menurut Gagne agar hasil
belajar semakin meningkat, maka peserta didik dikondisikan atau dibiasakan, (4)
Menurut pendekatan kontekstual peserta didik mampu memecahkan masalah
sesuai dengan kondisi yang nyata, (5) Menurut Taksonomi Bloom menumbuhkan
pengertian tentang arti serta hubungan peristiwa masa lampau bagi situasi masa
kini dan dalam perspektifnya dengan situasi yang akan datang. (http://bestbuydoc.
com/id/doc file//materi dan pembelajaran sejarah dansemangatkebangsaan.html )
Driyarkara, ( 1980: 69 ), pendidikan merupakan suatu proses pemanusiaan
manusia muda atau membantu proses humanisasi Artinya, pendidikan harus
membantu seseorang secara tekun dan mau bertindak sebagai manusia dan tidak
commit to user
sungguh sungguh bersifat manusiawi, berbudaya dan bernilai tinggi. Nilai
merupakan hakekat suatu hal yang menyebabkan hal tersebut dikejar oleh
manusia dan nilai pula berkaitan dengan kebaikan yang dapat dilihat dari sudut
sifat, manfaat maupun bobotnya (Driyarkara, 1980: 39).
Ada empat langkah yang harus ditempuh agar pendidikan nilai dapat
diterapkan secara efektif dan memiliki daya guna, yaitu :
1) Para pendidik harus memahami dengan hatinya nilai-nilai apa saja yang
akan diajarkan.
2) Para pendidik mentransformasikan nilai-nilai tersebut dengan sentuhan
hati dan perasaan melalui contoh-contoh kongkrit
3) Membantu peserta didik untuk menginternalisasikan nilai tersebut melalui
tindakan/sikap sebagai suatu proses pembelajaran hidup.
4) Peserta didik yang telah merasa memiliki sifat dan sikap hidup sesuai
dengan nilai-nilai didorong dan dibantu mewujudkannya dalam tingkah
laku dan sikap dalam kehidupan sehari-hari.
Pengajaran sejarah mengacu pada tujuan pendidikan yang lebih luas.
Sasaran umum pembelajaran sejarah menurut S.K. Kochhar (2008: 27) adalah :
1) Mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri melalui perspektif
sejarah sebagai wujud hasil interaksi di masa lampau dengan lingkungan
tertentu. Tanpa pendalaman terhadap faktor dan nilai sejarah orang akan
gagal memahami identitasnya sendiri.
2) Memberikan gambaran yang tepat tentang konsep waktu, ruang dan
commit to user
masa sekarang dan masa lampau sebagai bagian dari sejarah perjuangan
suatu bangsa. Tanpa kronologis dan konsep diatas kausalitas sejarah
perjuangan dan pemahaman nilai suatu bangsa sulit terwujud.
3) Membuat masyarakat mampu mengevaluasi nilai-nilai dan hasil yang telah
dicapai oleh generasinya.
4) Mengajarkan toleransi untuk menerima perbedaan nilai antar individu.
5) Menanamkan sikap intelektual untuk memahami sejarah sebagai suatu
system kerja mental untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman nilai
sejarah.
6) Memperluas cakrawala intelektualitas peserta didik dalam mengambil
keputusan penting secara bijaksana, rasional dan objektif dengan
mempertimbangkan kausalitas dan kronologis masa lampau-masa
kini-masa akan datang.
7) Mengajarkan prinsip-prinsip moral sebagai suatu bentuk pengetahuan
praktis dengan memahami pengalaman masa lampau dan nilai-nilai
historis yang menyertainya.
Belajar sejarah diakui sebagai metode yang strategis untuk menanamkan
nilai-nilai luhur kebangsaan. Menurut Soedjatmoko (1995: 9), sejarah diajarkan
dalam dunia pendidikan formal karena sejarah merupakan alat penting untuk
membentuk warga yang baik dan untuk mengembangkan rasa cinta serta setia
terhadap negara. Posisi cukup penting ini menempatkan pendidikan dan
pemahaman sejarah perjuangan bangsa dalam suatu proses refleksi antropologis
commit to user
akan datang (history makes man wise). (http://bestbuydoc.com/id/doc file//materi
dan pembelajaran sejarah dansemangatkebangsaan.html )
Menurut Surya (2003: 123) berpendapat tujuan pembelajaran sejarah
adalah menanamkan pemahaman tentang adanya perkembangan masyarakat masa
lampau hingga masa kini, menumbuhkan rasa kebangsaan dan rasa cinta tanah air
serta bangga sebagai bangsa Indonesia dan memperluas wawasan hubungan antar
bangsa di dunia. Mata pelajaran Sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut (1) Membangun kesadaran peserta didik tentang
pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau,
masa kini dan masa depan; (2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami
fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan
metodologi keilmuan; (3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik
terhadap bangsa Indonesia dimasa lampau; (4). Menumbuhkan pemahaman
peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang
panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang, dan
(5). Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa
Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat
diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik Nasional maupun
Internasional.
Tujuan pendidikan sejarah di sekolah adalah: (1) Membekali anak didik
dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan kelak di masyarakat;
(2) Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis dan
commit to user
masyarakat; (3) Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi
sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta bidang keahlian;
(4) Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan
keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari
kehidupan tersebut, dan (5) Membekali anak didik dengan kemampuan
mengembangkan pengetahuan dan keilmuan Sejarah sesuai dengan perkembangan
kehidupan, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi . Belajar sejarah
memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan manusia pada masa sekarang, paling
tidak ada beberapa guna pembelajaran sejarah bagi manusia yang
mempelajarinya, yakni edukatif (untuk pendidikan, instruktif (memberikan
pengajaran), inspiratif (memberi ilham), serta rekreatif (memberikan kesenangan).
(Depdiknas, 2004 : 4).
Belajar sejarah mempunyai manfaat sangat besar dalam kehidupan suatu
masyarakat atau bangsa. Suatu masyarakat atau bangsa akan dapat mengenal
bagaimana kehidupan masyarakat atau bangsa terdahulu. Selain itu dengan belajar
sejarah dapat memberikan gambaran dan menjadi pedoman bagi suatu bangsa
untuk melangkah pada kehidupannya di masa kini dan masa yang akan datang.
Menurut Supriatna (2007 : 2), manfaat belajar sejarah bagi manusia adalah
(1) Memberikan pelajaran artinya peristiwa masa lampau itu akan terjadi lagi pada
masa kita atau masa depan; (2) Memberikan inspirasi bagi manusia agar manusia
mawas diri; (3) Memberikan kesenangan bagi manusia artinya manusia diajak
untuk mengenang peristiwa masa lampau, dan (4) Sebagai intruksi artinya
commit to user
mangnan gedung, candi, karya seni, senjata dan sebagainya yang dapat
mengagungkan. Demikianlah manfaat belajar sejarah seperti uraian filosofi Cero
“Seseorang yang tidak pernah menengok ke belakang atau sejarahnya selamanya
dia akan menjadi anak”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar sejarah merupakan sebuah proses. Proses tersebut harus dilakukan secara
bertahap atau langkah demi langkah yang berurutan. Jadi esensi dan substansi
mendasar dalam pembelajaran sejarah adalah guru sebagai fasilitator harus
mampu mengembangkan ketrampilan sosial peserta didik secara maksimal untuk
mempelajari sejarah sesuai dengan nilai guna sejarah itu sendiri. Kontribusi
pengetahuan sejarah dalam membina sikap dan kepribadian peserta didik diawali
dengan proses keterlibatan total peserta didik dalam menggali peristiwa sejarah
yang diarahkan secara tepat.
Materi pembelajaran sejarah secara garis besar terdiri dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai
standar kompetensi yang telah ditentukan pada pembelajaran sejarah (Ditjen
Dikdasmen, 2006: 4). Materi atau bahan pelajaran sejarah adalah seperangkat
pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dalam kurikulum untuk disampaikan kepada
siswa agar dibahas pada proses belajar mengajar sejarah seperti halnya yang telah
ditetapkan dalam kurikulum . Materi pembelajaran merupakan informasi, alat dan
teks yang diperlukan guru atau instruktur untuk merencanakan dan menelaah
proses kegiatan belajar mengajar. Materi pembelajaran sejarah adalah segala
commit to user
kegiatan belajar mengajar sejarah di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa
bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Materi pembelajaran sejarah adalah
seperangkat materi yang disusun secara sistematis secara tertulis maupun tidak
tertulis sehingga tercipta kondisi lingkungan atau suasana belajar sejarah
(Hambali, 2004: 3).
Menurut Ditjen Dikdasmen (2006) langkah-langkah pemilihan bahan ajar
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi materi pembelajaran sejarah sesuai dengan aspek-aspek
yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebelum
menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi
aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dipelajari atau dikuasai siswa. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena
setiap aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis
materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Setiap aspek
standar kompetensi tersebut memerlukan materi pembelajaran yang
berbeda-beda untuk membantu pencapaiannya.
2. Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran sejarah. Sejalan dengan
berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat
dibedakan menjadi 3 aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat
dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur.
Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama tempat,
commit to user
suatu benda, dan lain sebagainya. Materi konsep berupa pengertian,
definisi, hakekat, inti isi. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat
adagium, paradigma, teorema. Materi jenis prosedur berupa
langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya langkah-langkah-langkah-langkah
menelpon, cara-cara pembuatan telur asin atau cara-cara pembuatan bel
listrik. Materi pembelajaran aspek afektif meliputi: pemberian respon,
penerimaan (apresisasi), internalisasi, dan penilaian. Materi pembelajaran
aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi rutin, dan rutin.
3. Memilih jenis materi sejarah yang sesuai dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Pilih jenis materi yang sesuai dengan standar
kompetensi yang telah ditentukan. Perhatikan pula jumlah atau ruang
lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah siswa dalam
mencapai standar kompetensi. Berpijak dari aspek-aspek standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diidentifikasi, langkah
selanjutnya adalah memilih jenis materi yang kompetensi dan kompetensi
dasar tersebut. Materi yang akan diajarkan perlu diidentifikasi apakah
termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan
lebih daripada satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis
materi yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan
dalam cara mengajarkannya. Setelah jenis materi pembelajaran
teridentifikasi, langkah berikutnya adalah memilih jenis materi tersebut
yang sesuai dengan standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus
commit to user
keperluan mengajarkannya, seba setiap jenis materi pembelajaran
memerlukan strategi pembelajaran atau metode, media, dan sistem
evaluasi/penilaian yang berbeda-beda. Cara yang paling mudah untuk
menentukan jenis materi pembelajaran yang akan diajarkan adalah dengan
jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus
dikuasai siswa. Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan
mengetahui apakah materi yang harus kita ajarkan berupa fakta, konsep,
prinsip, prosedur, aspek sikap, atau psikomotorik. Berikut
pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengidentifikasi jenis materi pembelajaran.
4. Memilih sumber materi pembelajaran sejarah. Setelah jenis materi
ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber materi
pelajaran. Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan dari
berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet,
dan media audiovisual.
Belajar sejarah saat ini menghadapi banyak persoalan. Persoalan itu
mencakup lemahnya penggunaan teori, miskinnya imajinasi, acuan buku teks dan
kurikulum yang state oriented, serta kecenderungan untuk tidak memperhatikan
fenomena globalisasi berikut latar belakang historisnya.
Lemahnya penggunaan teori dalam kajian sejarah memang ada benarnya,
karena sejarah memang tidak mempunyai teori. Sejarah meminta bantuan
teoriteori dari disiplin sosial lainnya dalam setiap kajiannya. Misalnya teori-teori
sosiologi, antropologi, psikologi, politik, dan sebagainya. Melalui teori-teori
commit to user
sejarah dalam meramu sajian sejarah dirasa kurang memadukan disiplin-disiplin
sosial lainnya dalam kajian sejarah. Guru dirasa kurang dalam menggunakan
pendekatan interdisipliner dalam kajian sejarah.
Miskin teori berakibat munculnya sejumlah contoh pernyataan dalam buku
teks yang terlalu umum dan sulit diverifikasi kebenarannya. Pembelajaran sejarah
juga juga tidak disertai percikan imajinasi yang membuat tinjauan akan peristiwa
masa lalu menjadi lebih hidup dan menarik.
Dalam proses pembelajaran sejarah, masih banyak guru menggunakan
pardigma konvensional, yaiu paradigma ‘guru menjelaskan – murid
mendengarkan’. Metode pembelajaran sejarah semacam ini telah menjadikan
pelajaran sejarah membosankan. Ia kemudian tidak memberikan sentuhan
emosional karena siswa merasa tidak terlibat aktif di dalam proses
pembelajarannya. Sementara paradigma ‘siswa aktif mengkonstruksi makna -
guru membantu’ merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar
sejarah yang sangat berbeda satu sama lain. Paradigma ini dianggap sulit
diterapkan dan membingungkan guru serta siswa. Di samping itu, metode
pembelajaran yang kaku, akan berakibat buruk untuk jangka waktu yang panjang
dan berpotensi memunculkan generasi yang mengalami “amnesia (lupa atau
melupakan sejarah” bangsa sendiri.
Agar pembelajaran sejarah berhasil baik, metode yang dipergunakan harus
bisa mengkostruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan sejarah hanya
sebagai fakta-fakta hapalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk