KOMPONEN STRUKTUR BAJA
CONCRETE-FILLED STEEL TUBE
(CFT)
SEBAGAI INOVASI ALTERNATIF STRUKTUR KUDA-KUDA UNTUK
BANGUNAN GEDUNG
STEEL STRUCTURE COMPONENT WITH CONCRETE-FILLED STEEL TUBE AS AN ALTERNATIVE INNOVATION OF ROOF TRUSS STRUCTURE FOR BUILDINGS
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sarjana pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
DIMAS ACHMAD AFFANDI MASYHAR
NIM I 0106050
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Dimas Achmad A.M, 2012, Komponen Baja Concrete-Filled Steel Tube (CFT) Sebagai Inovasi Alternatif Struktur Kuda-Kuda Untuk Bangunan Gedung
Makalah ini menjelaskan mengenai penggunaan Steel Tube (ST) sebagai komponen struktur kuda-kuda, dengan mengelaborasi penggunaan komponen struktur Concrete-Filled Steel Tube (CFT) sebagai batang tekan kuda-kuda baja,dimana batang baja CFT dibentuk dari ST yang pada umumnya digunakan masyarakat sebagai material mebel, (iron furniture), kemudian diisi beton dan Steel tube (ST) sebagai batang tarik. Penelitian ini berawal dari permasalahan mengenai sering terjadinya kasus runtuhnya atap baja ringan sebagai akibat kegagalan struktur yang disebabkan belum adanya Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengatur mengenai perancangan struktur baja ringan. Berawal dari masalah tersebut memberi peluang untuk mencari alternatif pengganti struktur tersebut yaitu dengan Concrete-Filled Steel Tube (CFT). Analisa SAP 2000 versi 11 untuk membandingkan struktur rangka batang ST dan CFT memberikan hasil bahwa dengan pembebanan yang sama, defleksi yang terjadi pada struktur rangka batang CFT lebih kecil 20,08% dari defleksi yang terjadi pada struktur rangka batang ST.
Dimas Achmad A.M, 2012,The Structural Component of Concrete-Filled Steel Tube as an Alternative Innovation of Roof Trusses Structure for Buildings
This article explains about the use of Steel Tube (ST) as the structural component of trusses, by elaborating the structural component of Concrete-Filled Steel Tube (CFT) as the compressive beam for steel trusses, in which CFT beam is made of CFT used widely within the society as the furniture material (iron furniture), and then is filled in with concrete and Steel tube (ST) as impressive beam. This study departs from the problems concerning the light steel roof collapse case frequently occurring due to the structural failure because there has been no Indonesian National Standard (SNI) governing about the light steel structure design. Departing from this problem, an opportunity emerges to find the alternative structure, with Concrete-Filled Steel Tube (CFT). SAP 2000 version 11 analysis was carried out to compare the structure of ST and CFT beams frame providing that in the same loading, deflection occurring in the CFT beam frame structure is 20.08% less than that occurring in ST beam frame structure.
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Penyusunan skripsi ini sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Berkembangnya kemajuan zaman dan bertambahnya masalah terutama dalam bidang
konstruksi atap bangunan di dunia teknik sipil membuat mahasiswa harus memberikan
kontribusi dalam memberikan alternatif pilihan struktur atap bangunan. Penulis berharap
skripsi mengenai Struktur Baja Concrete-Filled Steel Tube (CFT) Sebagai Inovasi
Alternadtif Struktur Kuda-Kuda untuk Industri Perumahan ini dapat membantu dan
memberikan alternatif dalam menentukan konstruksi struktur atap yang stabil dan kuat,
sehingga dapat memberikan pengetahuan bagi penulis dan orang lain yang membacanya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr.Ir.Agus P.Rahmadi, MSCE selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan Dosen
Pembimbing Akademik.
2. S.A.Kristiawan, ST, M.Sc, Ph D selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
3. Wibowo, ST, DEA dan Achmad Basuki, ST, MT selaku Dosen Penguji Sidang
Pendadaran.
4. (Almarhum) Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan dan doa bagi
penulis.
5. Teman-teman angkatan 2006 (Rieda, Mas Winda, Edo Maharu, Doni) yang telah
membantu dalam Penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
penelitian yang akan datang.
Surakarta, Februari 2012
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR MOTTO ... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi 2.1. Tinjauan Pustaka ... 5
2.1.1. Umum ... 5
2.2.3. Batas Berlaku Persamaan Euler ... 19
2.2.4. Keadaan Pasca Tekuk ... 20
commit to user
x
2.2.6. Sifat Beton ... 25
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum ... 27
3.1.1. Metode Penelitian... 27
3.1.2. Benda Uji Penelitian ... 27
3.1.3. Variabel yang digunakan ... 27
3.2. Tahapan Penelitian ... 28
3.3. Peralatan Penelitian ... 29
3.4. Diagram Alir Penelitian ... 33
BAB 4 ANALISA HASIL PENGUJIAN BENDA UJI 4.1. Pengujian Sifat Material ... 35
4.1.1. Pengujian Kuat Tekan Beton ... 35
4.1.2. Pengujian Modulus Elastisitas Beton ... 36
4.1.3. Pengujian Kuat Tekan Steel Tube (ST) ... 39
4.1.4. Pengujian Kuat Tekan Concrete-Filled Steel Tube (CFT) .... 40
4.1.5. Pengujian Modulus Elastisitas Steel Tube (ST) ... 41
4.1.6. Pengujian Modulus Elastisitas CFT ... 42
4.1.5. Pengujian Tarik Steel Tube (ST) ... 43
4.2. Faktor Koreksi Modulus ... 44
4.3. Pengujian Tekuk ... 46
4.3.1. Pengujian Tekuk ST dan CFT ... 46
4.4. Pembahasan Pengujian Tekuk ... 48
4.5. Analisis Simulasi Pembebanan Kuda-Kuda dengan Progran SAP 2000 Versi 11 ... 50
4.5.1. Analisis Pembebanan Kuda-Kuda Aksial Tekan pada Ujung Kuda-Kuda ... 50
commit to user
xi
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 70
5.2. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kondisi Tekuk Berdasar Jenis Tumpuan Ujung ... 14
Tabel 2.2. Tegangan Leleh Baja Struktural berdasar Mutu Baja ... 24
Tabel 4.1.Pengujian Kuat Tekan Terhadap 3 Sampel Silinder Beton ... 35
Tabel 4.2. Data Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Sampel 1 ... 37
Tabel 4.3. Data Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Sampel 2 ... 38
Tabel 4.4. Data Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Sampel 3 ... 39
Tabel 4.5. Data Modulus Elastisitas Beton ... 39
Tabel 4.6. Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Steel Tube ... 40
Tabel 4.7. Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Concrete-Filled Steel Tube ... 40
Tabel 4.8. Tabel Perhitungan Tegangan-Regangan Steel Tube ... 41
Tabel 4.9. Tabel Perhitungan Modulus Elastisitas Steel Tube ... 41
Tabel 4.10. Tabel Perhitungan Tegangan-Regangan Concrete- Filled Steel Tube ... 42
Tabel 4.11. Tabel Perhitungan Modulus Elastisitas Concrete- Filled Steel Tube ... 43
Tabel 4.12. Hasil Pengujian Tarik Steel Tube ... 44
Tabel 4.13. Perbandingan Modulus Elastisitas CFT Hasil Analisis dengan Hasil Empiris.. ... 46
Tabel 4.14. Variasi Panjang Benda Uji ... 46
Tabel 4.15. Pengujian Tekan Pada Masing-Masing Sampel ... 47
Tabel 4.16. Nilai Beban Kritis Hasil Pengujian Tekan Masing- Masing Sampel ... 49
Tabel 4.17. Nilai Sifat Material Concrete dan Steel ... 50
Tabel 4.18. Perbandingan Nilai Defleksi ( ) ST dan CFT ... 55
Tabel 4.19. Beban Tekan Maksimum Untuk Batang ST dan Batang CFT ... 55
Tabel 4.20. Rekapitulasi Gaya Batang dengan Variasi Pembebanan untuk Struktur Rangka Batang ST ... 57
commit to user
xiii
Tabel 4.22. Perbandingan Gaya Batang yang diijinkan dengan
Gaya Batang yang Terjadi untuk Kuda-Kuda ST ... 59
Tabel 4.23. Perbandingan Gaya Batang yang diijinkan dengan Gaya Batang yang Terjadi untuk Kuda-Kuda CFT... 60
Tabel 4.24. Berat Penutup Atap masing-masing titik buhul... 62
Tabel 4.25. Berat Gording masing-masing titik buhul...62
Tabel 4.26. Berat Plafond masing-masing titik buhul...63
Tabel 4.27. Beban Air Hujan dan Beban Pekerja masing-masing titik buhul...64
Tabel 4.28. Beban Angin masing-masing titik buhul...66
Tabel 4.29. Penguraian Beban Angin terhadap sumbu vertikal dan sumbu horisontal masing-masing titik buhul...67
Tabel 4.30. Defleksi yang terjadi pada kuda-kuda ST dan CFT (Joint Displacement)...68
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Keseimbangan Stabil dan tidak stabil ... 10
Gambar 2.2. Keseimbangan dinamis dan statis ... 11
Gambar 2.3. Konsep Stabilitas ... 12
Gambar 2.4. Konsep Batang Tertekuk ... 13
Gambar 3.1. Penggunaan Gerinda Tangan ... 29
Gambar 3.2. Penggunaan Mesin Cut Off ... 30
Gambar 3.3. Kondisi Loading Frame untuk Pengujian Tekan ... 30
Gambar 3.4. Kondisi Hidraulic Jack merk Hi-Force ... 31
Gambar 3.5. load cell dan Transducer Indicator ... 31
Gambar 3.6. Penggunaan Dial Indicator ... 32
Gambar 3.7. Diagram Alir Penelitian ... 33
Gambar 4.1. Pengujian Kuat Desak Beton dengan Mesin UTM ... 35
Gambar 4.2. Pengujian Modulus Elastisitas Beton ... 37
Gambar 4.3. Pengujian Kuat Tekan Steel Tube dengan Mesin UTM ... 40
Gambar 4.4.Sampel Steel Tube Pengujian Tarik ... 43
Gambar 4.5. Kondisi Pembebanan Tekan Pada Pengujian Tekuk ... 47
Gambar 4.6. Batang Steel Tube Mengalami Tekuk Lokal ... 48
Gambar 4.7. Diagram Alir Analisis SAP 2000 Versi 11 ... 50
Gambar 4.8. Desain Truss jenis Fink Bentang 6 meter ... 52
Gambar 4.9. Tampilan Material Property Data Concrete dan Steel ... 53
Gambar 4.10. Kuda-Kuda ST ... 53
Gambar 4.11. Kuda-Kuda CFT ... 54
Gambar 4.12. Pembebanan Titik pada Kuda-Kuda ... 54
Gambar 4.13. Posisi Gaya Batang Nomor 18,19,20,21 ... 59
Gambar 4.14. Posisi Gaya Batang Nomor 44,45,46 ... 60
Gambar 4.15. Pembebanan Mati (Dead Loads) ... 67
Gambar 4.16. Pembebanan Hidup (Live Loads) ... 67
Gambar 4.17. Pembebanan Angin Kiri (wind Left) ... 67
commit to user
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Jangkauan Kekuatan Kolom Terhadap Angka Kelangsingan ... 18
Grafik 2.2. Hubungan Kekuatan Kolom Terhadap Angka Kelangsingan Untuk menentukan Euler Berdasar Panjang Batang... 18
Grafik 2.3. Bifurkasi dan Divergensi... 20
Grafik 4.1. Hubungan Regangan-Tegangan ... 36
Grafik 4.2. Hubungan Regangan-Tegangan Beton Sampel 1 ... 37
Grafik 4.3. Hubungan Regangan-Tegangan Beton Sampel 2 ... 38
Grafik 4.4. Hubungan Regangan-Tegangan Beton Sampel 3 ... 38
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang sangat pesat mengakibatkan
peningkatan jumlah kebutuhan tempat tinggal atau perumahan. Sebagian
masyarakat masih memiliki pemikiran konvensional, membangun rumah tempat
tinggal menggunakan bahan dasar kayu untuk beberapa komponen struktur. Salah
satunya struktur atap terutama pada konstruksi kuda-kuda. Kondisi saat ini pola
penggunaan kayu untuk bahan konstruksi harus mulai dikurangi mengingat
beberapa kondisi alam yang terjadi akhir-akhir ini akibat penebangan hutan.
Pemberitaan Antara News 70% dari luas daratan Indonesia adalah kawasan hutan
atau sekitar 130 juta Ha. Dari jumlah tersebut,43 juta Ha merupakan hutan primer
atau sekitar 42%. Namun kondisi saat ini 42 juta Ha sudah tak berhutan lagi alias
gundul karena penebangan. Sehingga mulai sekarang ini perlu pembatasan
penebangan hutan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi efek pemanasan
global (global warming). Akibat dari pembatasan penebangan hutan tersebut, ketersediaan kayu di pasaran mulai langka dan kalaupun ada maka harganya
relatif lebih tinggi dari harga normalnya.
Kondisi tersebut menyebabkan sebagian kalangan mulai beralih menggunakan
baja ringan sebagai konstruksi rangka atap. Banyak merk dan produsen baja
ringan menawarkan dengan berbagai keuntungan untuk menarik konsumen agar
beralih menggunakan baja ringan. Beberapa keunggulan dari baja ringan
dibandingkan kayu yaitu : baja ringan ditawarkan dengan harga lebih murah
berkisar Rp.140.000-Rp.200.000/m2, baja ringan beratnya sekitar 9-10 kg/m2 lebih
ringan daripada kayu 15-18 kg/m2, cara pemasangan relatif lebih cepat dan mudah
Kenyataan di lapangan menunjukkan banyaknya fenomena kegagalan sistem atap
baja ringan berupa runtuh atau ambruknya atap yang terbuat dari baja ringan
karena tidak ada peraturan yang mengatur secara khusus tentang keberadaan
konstruksi baja ringan, dalam hal ini Standar Nasional Indonesia (SNI).
Kegagalan sistem atap baja ringan bukan kebetulan semata, karena sering
dijumpai bangunan runtuh setelah dibangun atau direnovasi yang menggunakan
atap baja ringan. Hal ini menjadi bom waktu bagi para pemilik bangunan yang
atapnya terbuat dari baja ringan.
Keruntuhan sistem atap baja ringan menurut Dr.Ir.Agus P.Rahmadi,MT diduga
akibat profil baja ringan sendiri yang menggunakan profil jenis penampang
terbuka (open section). Penggunaan material baja ringan open section memberi pengaruh besar terhadap kegagalan sistem baja ringan. Penampang open section memiliki pengertian bahwa penampang tersebut terbuka (profil C dan profil Z)
sehingga tegangan maksimum yang terjadi meningkat hampir 70 kali lipat jika
dibandingkan dengan penampang closed section.
Berawal dari permasalahan tersebut lahir sebuah ide untuk mencari solusi
alternatif pengganti baja ringan yang lebih stabil. Akhirnya memilih material yang
mudah diperoleh di pasaran dan memiliki harga yang relatif murah yaitu baja
non-struktural yang pada masyarakat umum biasa digunakan untuk bahan mebeler atau
pagar rumah.
Penelitian ini mengangkat topik penggunaan tabung baja persegi non-struktural
(Steel Tube) atau yang disingkat ST untuk komponen utama struktur rangka batang dan selanjutnya mengkombinasikan beton diisikan ke dalam baja tabung
(Concrete-Filled Steel Tube) atau yang disingkat CFT untuk menaikkan kaspasitas pikul beban material.
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang muncul sebagai berikut :
1. Bagaimana modus kegagalan batang tekan yang terjadi pada sampel Steel Tube dan Concrete-Filled Steel Tube?
2. Bagaimana pengaruh pengisian beton pada Concrete-Filled Steel Tube dibandingkan Steel Tube?
3. Apakah material baja non-struktural dapat digunakan sebagai komponen
utama struktur rangka batang (truss)?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Merancang suatu struktur rangka batang (truss) menggunakan baja non-struktural sebagai komponen utama struktur.
2. Mengetahui batas kekuatan tekan masing-masing elemen batang tekan
berdasar uji tekan laboratorium, selanjutnya menentukan jenis keruntuhan
batang tekan.
3. Memberikan pengetahuan mengenai pengaruh akibat pengisian beton ke
dalam Steel tube.
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Memberikan gambaran mengenai perancangan komposit baja
non-struktural berisi beton (concrete-filled steel tube).
1.5.
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini bertujuan agar penelitian dapat terarah
sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.Batasan-batasan masalah
dalam penelitian ini antara lain :
1. Kuda-kuda dirancang dengan menggunakan struktur rangka batang (truss) dengan bentang 6 m dan sudut kemiringan 25˚.
2. Struktur rangka pada penelitian ini menggunakan model dengan perletakan
sendi-rol.
3. Struktur rangka merupakan struktur statis tertentu.
4. Baja yang digunakan adalah baja furniture (non struktural), metode
concrete-filled steel tube.
5. Jenis baja adalah baja tabung persegi dimensi 40 mm x 40 mm dengan
ketebalan ± 1,4 mm.
6. Cara pengisian beton dilakukan ke dalam tabung baja untuk batang tekan.
7. Beban yang bekerja adalah beban aksial tekan
8. Analisis 2 dimensi menggunakan SAP 2000
9. Uji pembebanan dilakukan secara bertahap dan akan dihentikan apabila
salah satu batang mengalami keruntuhan, sehingga beban yang bekerja
pada saat runtuh dianggap beban maksimum dan simpangan yang terjadi
merupakan tekuk maksimum.
10.Tekuk yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah tekuk global.
11.Susut dalam sifat beton yang menjadi pengisi baja tidak diperhitungkan
atau dibahas secara mendetail.
12.Sambungan yang digunakan kuda-kuda pada proses simulasi pembebanan
dengan menggunakan program SAP 2000 versi 11 dianggap aman sampai
mencapai beban kritis tertentu karena dalam penelitian ini tidak
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Umum
Perencanaan suatu struktur dengan material komponen baru harus memiliki tujuan
yang jelas agar dapat memenuhi persyaratan fungsi (functional requirement), persyaratan ekonomis (economical requirement) dan persyaratan keindahan (aesthetical requirement). Ditinjau dari segi konstruksi perencanaan harus memenuhi 3 syarat yaitu aman, kuat, dan stabil.(Novianto Budi Nugroho,2008).
Rangka batang merupakan susunan elemen-elemen linier yang membentuk
segitiga atau kombinasi segitiga, sehingga menjadi bentuk rangka yang tidak
dapat berubah bentuk bila diberi beban eksternal tanpa adanya perubahan bentuk
pada satu atau lebih batangnya. Setiap elemen tersebut dianggap tergabung pada
titik hubungnya dengan sambungan sendi, sedangkan batang-batang tersebut
dihubungkan sedemikian rupa sehingga semua beban dan reaksi hanya terjadi
pada titik hubung.
Prinsip yang mendasari penggunaan rangka batang sebagai struktur pemikul
beban adalah penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga yang menghasilkan
bentuk stabil. Pada bentuk segiempat atau bujursangkar apabila dibebani maka
akan terjadi deformasi masif dan menyebabkan struktur tidak stabil. Berbeda
halnya dengan konfigurasi segitiga yang tidak dapat berubah bentuk atau runtuh,
sehingga dapat dikatakan bahwa bentuk tersebut stabil. (Dian Ariestadi,2008)
Rangka batang baja umumnya merupakan struktur yang dibangun dari
anggota-anggota individual yang secara bersama membentuk suatu rangka segitiga. Titik
hubung bisa baut, las, atau dipasak. Tapi dalam pembahasan sekarang ini titik
hubung diandaikan berfungsi sebagai sendi-sendi licin, dengan demikian
tidak ditujukan untuk mengalami lenturan karena ujung-ujungnya dianggap
sebagai sendi. Beban hanya bekerja pada titik-titk hubungnya. Pada tiap-tiap titik
hubung garis sumbu dan garis kerja masing-masing harus bertemu pada satu titik.
Sebenarnya pada batang tekan maupun batang tarik ada juga gaya lintang dan
momen, tetapi gaya lintang dan momen yang bisa timbul menjadi 20 % dari gaya
batang yang diperhitungkan, maka pada umumnya boleh diabaikan saja. (Frick,
Heinz, 1978)
Sambungan dapat dilakukan dengan las, baut, ataupun paku keling yang
kemungkinan akan memberikan pengaruh sekunder karena garis berat alat
sambung umumnya tidak selalu berhimpit secara tepat dengan garis berat batang.
Eksentrisitas alat sambung ataupun tidak sempurnanya garis berat bertemu pada
titik buhul, memberikan efek sekunder yang bersifat lokal, namun lazimnya cukup
kecil dan dapat diabaikan dalam praktek. (Binsar Hariandja, 1996)
Dalam membentuk batang tersusun diperlukan penghubung berupa plat atau
batang. Penghubung berfungsi menahan gaya lintang sepanjang kolom sehingga
batang tersusun dapat bekerja sebagai satu kesatuan dalam mendukung beban.
Batang-batang susun dapat disusun melintang, transversal, diagonal atau
kombinasi keduanya. (Padosbajoyo, 1991)
2.1.2. Stabilitas Rangka
Prinsip utama yang mendasari penggunaan rangka batang sebagai struktur
pemikul adalah penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga yang
menghasilkan bentuk stabil. Hal ini mengakibatkan konfigurasi segitiga pada
batang-batang dan sudut yang terbentuk di antara dua batang tidak akan berubah
meskipun struktur stabil tersebut dibebani. (Scholdek, L.D, 1999)
Struktur rangka batang (truss) terdiri dari tiga elemen batang, yaitu batang tekan, batang tarik dan batang netral. Rangka batang merupakan struktur yang terbangun
dari anggota-anggota elemen yang secara bersamaan membentuk suatu rangka
segitiga. Penyusunan elemen yang menjadikan konfigurasi segitiga akan
dan sudut yang terbentuk antara dua batng yang berimpit tidak akan berubah
meskipun struktur tersebut dibebani dari segala arah. Keadaan umum konstruksi
rangka sederhana yang diatur sedemikian sehingga batang membagi bidang
struktur menjadi berbentuk segiempat, tetapi kondisi tersebut memungkinkan
ketidakstabilan. Bangunan dengan bentuk struktur tersebut hanya akan stabil jika
memikul beban yang sangat khusus sebagai contoh gaya vertikal yang langsung
diterima batang kemudian diteruskan ke perletakan.
Syarat untuk suatu konstruksi rangka batang menjadi statis tertentu adalah dengan
menentukan reaksi tumpuan dan gaya batang masing-masing dengan syarat
keseimbangan. Suatu konstruksi dengan jumlah titik simpul (k) akan mempunyai dua kali ketentuan keseimbangan untuk menentukan gaya batang (s) masing-masing dan reaksi tumpuan (a) masing-masing, Frick Heinz menemukan persamaan :
Efek dari beban eksternal menyebabkan keadaan tarik murni atau tekan murni
pada setiap batang. Batang tarik merupakan batang yang menerima beban tarik
aksial pada ujung-ujung elemen, sedangkan batang tekan merupakan batang yang
menerima beban tekan aksial. Untuk batang tekan kemungkinan keruntuhan yang
terjadi disebabkan karena keruntuhan tekuk (buckling) akibat pengaruh batang panjang yang menerima gaya tekan. Hal itu disebabkan kapasitas beban batang
tekan berbanding terbalik dengan kuadrat panjang batang. Gaya tarik atau tekan
ini dapat timbul pada setiap batang dan mungkin saja terjadi pola bergantian
antara tarik dan desak.
2.1.3. Concrete-Filled Steel Tube (CFT)
Nilai kekuatan ikatan antara baja dan beton pada struktur Concrete-Filled Steel Tube (ICST) bervariasi sekitar 0,4-1,0 MPa. Peneliti menyimpulkan bahwa ikatan tersebut tidak berhubungan dengan umur, kekuatan beton, panjang interface atau
diameter tabung melainkan mikro-makro penguncian dan kekasaran permukaan
baja. Peneliti mengusulkan kekuatan ikatan baja-beton sebesar 1 MPa untuk
Perilaku tabung baja diisi beton, hasil eksperimen menunjukkan bahwa beton
pengisi dapat menunda terjadinya tekuk dari tabung baja dan meningkatkan sifat
daktililasnya. Perbandingan eksperimen dengan hasil prediksi yang ditentukan
berdasarkan metode yang mendukung menunjukkan bahwa kapasitas beban aksial
hasil perhitungan prediksi mencakup hasil kapasitas beban (kekuatan tinggi baja
tabung diisi beton) memiliki tingkat akurasi 85 % terhadap kuat tekan baja tabung
diisi beton. Eksperimen ini menunjukkan bahwa daktilitas kelengkungan balok
kolom-kekuatan tinggi menurun secara signifikan dengan peningkatan beban
aksial atau rasio b / t (lebar/ketebalan) tabung baja. (A. H. Varma ; J. M. Ricles ;
R. Sause ; B. K. Hull ; and L. W. Lu, 2000)
Tabung diisi beton adalah anggota struktural komposit yang terdiri dari tabung
baja dan beton pengisi. Komposit struktur ini mengoptimalkan kontribusi kedua
komponen dengan meningkatkan efisiensi geometris mereka dan menggabungkan
kekuatan yang melekat dari keduanya. Dinding pengisi beton dibatasi oleh tabung
baja, sehingga dalam keadaan triaksial kompresi dapat meningkatkan kekuatan
dan kapasitas regangan beton. Pengisian beton pada baja perimeter secara
optimal, dapat menunda terjadinya local-global buckling tabung. Struktur ini mudah dan cepat dibangun dan menghasilkan kompresi yang signifikan.(Charles
W. Roeder, Dawn E. Lehman, Erik Bishop, 2010)
Penggunaan tabung baja yang diisi beton dalam berbagai bidang konstruksi tidak
hanya memberi solusi yang menarik, tetapi juga menyediakan peningkatan beban
daya dukung tinggi, menghemat anggaran biaya dan menyajikan konstruksi yang
cepat. Penggunaannya dalam bangunan bertingkat telah meningkat dalam
beberapa tahun terakhir karena manfaat kapasitas yang mampu memikul beban
yang besar untuk penampang yang relatif lebih diperkecil.
Penggunakan pengekangan dalam bentuk tabung baja dapat meningkatkan
daktilitas dari kondisi normal atau menjaga kekakuan beton. Bekisting atau
penguatan beton terutama bagian permukaan untuk menjaga dari bentuk
permukaan beton dan mengurangi abrasi permukaan. Tekuk lokal yang terjadi
pada bagian dinding baja yang relatif lebih tipis dapat ditunda atau dicegah,
Keuntungan dari tabung baja diisi beton Concrete-Filled Steel Tube (CFT), antara lain:
1. Menggabungkan sifat kekakuan material baja dan sifat tekan beton sehingga
memperoleh kekuatan yang lebih besar dan lebih kaku.
2. Pengikatan beton ke dalam baja meningkatkan kekuatan beton.
3. mengurangi ukuran penampang batang yang diperlukan.
4. tabung baja selain sebagai fungsi struktur, menjadi bekisting permanen untuk
beton.
5. Tahan gempa karena keuletan yang tinggi dan sifat menyerap enegi.
Kekurangan utama adalah degradasi sifat baja ketika terkena api, tetapi
elemen-elemen ini mungkin dilindungi oleh penyemprotan retardants api ke permukaan
luar tabung baja atau dengan eternit menggunakan dan isolasi rock wol. Selain itu,
kapasitas dukung beban di bawah api dapat ditingkatkan dengan menggunakan
batang tulangan internal.
2.1.3. Desain Struktur Rangka Batang
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mendesain struktur rangka batang
adalah konfigurasi eksternal, pola segitiga, penggunaan material dan cara
mendesain. Efisiensi struktural perlu diperhatikan untuk meminimalkan jumlah
bahan yang digunakan.
Apabila bahan dan ukuran penampang melintang telah ditentukan maka yang
perlu menjadi perhatian khusus adalah mengenai gaya batang. Batang yang hanya
memikul gaya tarik atau batang tarik dapat direncanakan terhadap penampang
melintang yang lebih kecil daripada batang yang memikul gaya tekan atau batang
tekan yang besarnya sama. Batang tarik membutuhkan luas penampang yang
diperlukan sama dengan gaya tarik dibagi tegangan ijin. Batang tekan perlu
diperhitungkan secara mendalam karena adanya efek keruntuhan tekuk (buckling) yang akan terjadi jika batang yang terlalu panjang memikul gaya tekan. Batang
tekan yang panjang memiliki kapasitas pikul beban batang tekan berbanding
Teori tersebut untuk mendesain suatu struktur rangka batang agar memiliki lebih
banyak batang yang memikul gaya tarik atau apabila terdapat batang tekan maka
sebisa mungkin menggunakan batang tekan yang pendek untuk menghindari
terjadinya tekuk.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Analisa Batang
Batang yang menyusun sebuah struktur dikategorikan ke dalam dua jenis batang
berdasarkan panjangnya yaitu batang pendek dan batang panjang. Batang pendek
diartikan sebagai jenis batang yang kegagalannya berupa kegagalan material
(ditentukan oleh kekuatan material), dapat juga dikatakan bahwa batang pendek
adalah elemen struktur batang yang mempunyai nilai perbandingan antara
panjangnya dengan dimensi penampang melintang relatif kecil. Sedangkan batang
panjang adalah batang yang kegagalannya ditentukan oleh tekuk (buckling), jadi kegalannya karena ketidakstabilan (Instability), bukan karena kekuatan. Dengan kata lain elemen struktur tekan yang semakin panjang akan semakin langsing yang
disebabkan oleh proporsinya, hal ini pun merupakan definisi dari batang panjang.
2.2.2. Tekuk Kolom (Buckling)
Masalah stabilitas struktur yang paling klasik adalah masalah tekuk kolom.
Bahaya tekuk timbul jika kolom diberi gangguan kecil pada arah lateral.
Keseimbangan kolom tersebut dapat diilustrasikan sebagai dua bola yang terletak
pada puncak dan lembah sebuah gelombang.
Gambar 2.1. Keseimbangan Stabil dan tidak stabil
a
Bola (a) yang terletak pada puncak akan tergelincir akibat gangguan kecil, tapi
bola (b) tetap stabil dan kembali pada posisi semula setelah gangguan kecil. Tanpa
gangguan kecil kedua bola tetap pada posisi seimbang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stabilitas adalah ukuran yang
menyatakan apakah dapat terjadi perubahan posisi dari seimbang menjadi tidak
seimbang. Sedangkan kesimbangan menyatakan apakah terjadi perpindahan atau
tidak. Jadi fenomena stabil dan tidak stabil berbeda dengan fenomena seimbang
dan tidak seimbang. Jika seimbang dan tidak seimbang disebut fenomena
stabilitas statik maka masalah teknik dan tidak tertekuk disebut fenomena
stabilitas geometri. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2. Keseimbangan dinamis dan statis
Gambar 2 (a) adalah keadaan seimbang dinamik dan tidak seimbang statik. Dan
Gambar 2 (b) adalh keadaan seimbang statik dan dinamik. Keadaan seimbang
statik terdiri dari seimbang netral, seimbang tidak stabil dan seimbang stabil.
Batas kemampuan batang untuk memikul beban tekan sangat bergantung pada
panjang dan dimensi melintang penampang, selain itu juga sangat dipengaruhi
sifat material yang digunakan.(Dewi, Sri Murni, dkk, 2007)
Konsep stabilitas sering dijelaskan dengan mempertimbangkan pada
kesetimbangan bola dalam 3 posisi. Posisi pertama (a) jika bola mendapatkan
sedikit gaya yang bekerja pada bola tersebut maka bola akan bergerak sebagai
bentuk reaksi dari gaya yang ditimbulkan. Tetapi jika gaya tersebut dihilangkan
maka posisi bola akan kembali ke posisi semula. Kondisi tersebut dikatakan
sebagai kesetimbangan yang stabil. Sebagai perbandingan, jika bola dalam posisi
bergerak lebih jauh dari posisi semula meskipun gaya yang bekerja dihilangkan
dan tidak akan kembali ke posisi semula. Kondisi tersebut merupakan
kesetimbangan yang tidak stabil. Pada posisi ketiga (c) bola mendapatkan gaya
maka akan bergerak ketika bola tersebut mendapatkan gaya, sedangkan jika gaya
dihilangkan maka bola tersebut akan diam. Kondisi tersebut disebut sebagai
kesetimbangan netral.
Gambar 2.3. Konsep Stabilitas
Akibat karakteristik ketidakstabilan tersebut akan terjadi perubahan geometri yang
dihasilkan oleh kehilangan kemampuan memikul beban tersebut. Apabila beban P
< Pcr, maka kondisi struktur masih berada dalam keadaan stabil, dan sebaliknya
jika P > Pcr maka struktur berada pada kondisi tidak stabil. Nilai Pcr adalah suatu
nilai yang menjadi batasan kondisi struktur stabil atau tidak stabil. Apabila
penerapan beban melebihi Pcr, maka struktur akan mengikuti pola keruntuhannya
dan tidak dapat kembali lagi pada kondisinya semula, dengan kata lain telah
terjadi perubahan geometri dan sifat tegangan regangan bahan tersebut. Masalah
ini menjadi isyarat bagi perencana struktur untuk diterapkan selain pertimbangan
tercapainya kekuatan, kekakuan juga harus mempertimbangkan kondisi
P
Apabila kolom mengalamidefleksi kecil, masih dimungkinkan kembali ke konfigurasi semula apabila bebannya dihilangkan.(kondisi elastic).
Apabila kolom mengalami defleksi linier, maka akan tetap pada konfigurasi baru meskipun beban dihilangkan.
Kolom akan terus terdeformasi pada pembebanan konstan sampai mencapai keruntuhan total.
Sumber : Schodek Daniel L. Struktur, Cetakan Pertama
Tekuk adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan suatu
elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban. Saat kondisi tekuk terjadi,
tingkat gaya internal yang timbul sebagai reaksi pembebanan dapat sangat rendah.
Kondisi tekuk berkaitan dengan kekakuan elemen struktur, sehingga dapat
dikatakan bahwa suatu elemen yang mempunyai kekakuan yang kecil lebih
mudah mengalami tekuk dibandingkan elemen yang kekakuannya besar. Semakin
langsing suatu elemen struktur, semakin kecil kekakuannya.
Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk atau beban kritis (Pcr) antara lain
panjang kolom, perletakan kedua ujung kolom, dimensi dan bentuk penampang
kolom. Kemampuan pikul beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat
penampang kolom. Selain itu,faktor lain yang menentukan nilai Pcr adalah yang
berhubungan dengan karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material,
bentuk serta dimensi penampang). Kolom cenderung menekuk ke arah sumbu
terlemah. Tetapi, elemen tersebut dapat juga mempunyai kekakuan cukup pada
sumbu lainnya untuk menahan tekuk. Dengan demikian, kapasitas pikul beban
elemen tekan bergantung juga pada bentuk dan dimensi penampang. Ukuran
penampang ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia (I).
Faktor lain yang sangat penting dalam mempengaruhi besarnya beban tekuk Pcr
adalah kondisi ujung elemen struktur. Apabila ujung-ujung suatu kolom bebas
berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan pikul beban yang lebih kecil
dibandingkan dengan kolom yang sama yang kedua ujungnya dalam kondisi
dijepit.
Terdapat empat kondisi yang umum ditemui pada batang panjang dengan
penampang melintang yang relatif kecil dalam menerima gaya aksial dan
mengalami peristiwa tekuk seperti gambar di bawah ini:
Tabel 2.1. Kondisi Tekuk Berdasar Jenis Tumpuan Ujung
b. kolom jepit-sendi b. kolom jepit-jepit
b. kolom jepit-bebas a. kolom sendi-sendi
L L
L L
D C
B A
Pernyataan untuk beban kritis dari kolom dengan kondisi seperti pada
gambar telah ditemukan oleh ahli matematika Swiss L.Euler pada tahun 1783
yakni dengan melakukan penurunkan dari persamaan differensial garis elastic.
Sebagai contoh diambil kondisi kedua dari empat kondisi di atas yakni :
kolom langsing panjang sama dengan l pada bagian bawahnya dijepit sedangkan pada ujungnya yang lain bebas diberikan gaya tekan aksial P. Maka pada sebuah
titik yang berjarak X dari dasar akan terjadi momen lentur sebesar :
Berdasarkan persamaan garis elastik
!
"#$sehingga diperoleh
%
Dengan menggunakan elastik "#&, maka persamaan menjadi:
%
Penyelesaian persamaan tersebut akan memperoelh persamaan matematik umum
'()*+ % ' ,-) %
% '( ,-) % ' )*+ %$
Untuk mengetahui konstanta C1 dan C2 maka menggunakan syarat-syarat batas
sebagai berikut:
1. Untuk titik A berlaku bila x = 0; y = 0 berarti C2 = -d
2. Untuk titik A berlaku bila x = 0; = 0 berarti C1 = 0
Dari kedua syarat batas tersebut persamaan '()*+ % ' ,-) %
Menjadi ,-) %
3. Untuk titik B berlaku bila % .; didapat ,maka persamaan menjadi ,-) . atau
,-) . atau ,-) .
Dari persamaan tersebut menunjukkan ada dua kemungkinan yang terjadi
yaitu:
1. bila ujung kolom tetap ditempat atau kolom tetap tegak dalam
kondisi seimbang.
2. ,-) . berarti diperoleh nilai . / atau 01/
4. Nilai disubstitusikan ke dalam persamaan "#& akan menghasilkan
persamaan rumus gaya tekuk menurut Euler, yaitu:
2 .
Bila rumus ini disubstitusikan ke dalam persamaan ,-) % akan
menghasilkan persamaan Elastis untuk kolom.
Dengan cara yang sama didapat rumus gaya tekuk euler untuk empat kondisi
Kondisi tekuk 1 sendi-sendi dimana panjang tekuk . .
2 . 345
Kondisi tekuk 2 jepit-bebas dimana panjang tekuk . .
2 .345
Kondisi tekuk 3 jepit-jepit dimana panjang tekuk . (.
2 . 345
Kondisi tekuk 4 jepit-sendi dimana panjang tekuk . (.6
2 . 345
Ke empat rumus gaya tekuk euler tersebut dapat dihitung tegangan kritis yang
berlaku sampai batas berlakunya hukum hooke, yaitu:
7 82 . 8345
Dengan menggunakan jari-jari inersia 9345 #:;<= diperoleh
7 / "
> ?
;:;<@
$ dimana:
1
4:;< merupakan angka kelangsingan , sehingga rumus tegangan kritis menjadi:
7 ABC $
Tegangan ini menggambarkan suatu diagram lengkung asimtuth
Karena tegangan kritis berlaku dalam bats hokum hooke, maka :
Grafik 2.1. Jangkauan Kekuatan Kolom Terhadap Angka Kelangsingan
Sumber : Salmon, Charles G, Struktur Baja Desain dan Perilaku, Jilid I Edisi Kedua
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pada tiang-tiang yang mempunyai
faktor kerampingan yang besar, tekuk akan timbul sebelum tegangan tekan
mencapai batas elastisitas p, jadi dalam hal ini kekuatan kolom ditentukan
oleh rumus Euler, sehingga dapat dengan gambar sebagai berikut :
Grafik 2.2. Hubungan Kekuatan Kolom Terhadap Angka Kelangsingan Untuk menentukan Euler Berdasar Panjang Batang
2 5 0 2 0 0
1 5 0 1 0 0
5 0
?
s
T4 0 0 0
3 0 0 0
2 0 0 0
1 0 0 0
Tetramayer
2.2.3. Batas Berlaku Persamaan Euler
Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, dapat dilihat hubungan
antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom.
Dari persamaan berikut apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang,maka
diperoleh:
8 8
Dimana i2 = =# maka diperoleh :
8 J 9 K
Dimana L4M adalah angka kelangsingan ( ) maka diperoleh
7 B
Batang tekan panjang akan runtuh akibat tekuk elastic, dan batang tekan pendek
dapat dibebani sampai bahan tersebut meleleh atau sampai daerah pengerasan
regangan (strain hardening). Pada kondisi umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh. Keadaan ini disebut tekuk in elastic (tidak elastis).
Kondisi umum kolom merupakan satu kesatuan dan tidak dapat berlaku secara
bebas tetapi kenyataannya tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan
stabil dan tak stabil yang terjadi pada batang tekan. Sehingga penentuan beban
maksimum tidak selaras dengan hasil percobaan. Hasil percobaan meliputi
pengaruh bengkokan awal pada batang eksentrisitas beban yang tak terduga, tekuk
2.2.4. Keadaan Pasca Tekuk
Deformasi tekuk yang besar berakibat menimbulkan tegangan atau gaya dalam
yang melebihi kekuatan nominal bahan. Kondisi akhir dari deformasi tekuk adalah
menimbulkan leleh atau plastis. Pada kondisi struktur statis tertentu, leleh atau
plastis akan menimbulkan keruntuhan, tetapi pada beberapa struktur yang lain
setelah terjadi leleh akan timbul keseimbangan baru yang disebut keadaan pasca
tekuk.
Keseimbangan baru yang terjadi dapat berupa keseimbangan stabil dan dapat pula
keseimbangan yang tidak stabil. Hubungan P-keadaan denganperilaku pasca tekuk
dapat dilihat pada gambar
B ifu rk a s i
v
p p
D iv e rg e n s i
v
Grafik 2.3. Bifurkasi dan Divergensi
Kondisi stabilitas dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tekuk bifurkasi dan
tekuk divergensi. Tekuk bifurkasi adalah tekuk yang terjadi akibat pengaruh gaya
tekan yang bekerja sendiri. Sedangkan tekuk divergensi adalah tekuk yang terjadi
akibat pengaruh gaya tekan yang bekerja bersamaan dengan gaya lateral (gaya
pada arah perpindahan tekuk).
Perpindahan tekuk dibedakan menjadi dua yaitu perpindahan lateral (tegak lurus
dengan gaya tekan), perpindahan rotasi atau torsi (terjadi pada tekuk puntir atau
warping pada balok dan kolom tipis / open section.
Batang jika dikategorikan berdasar gaya yang diterima, dibedakan menjadi dua
2.2.4.1. Batang Tekan
Batang tekan adalah elemen struktur yang memikul gaya tekan aksial. Batang
tekan dapat berupa batang tepi, batang diagonal, batang vertikal, dan
batang-batang pengekang (bracing). Kondisi sebenarnya batang tekan tidak hanya memikul gaya tekan aksial melainkan juga bekerja gaya-gaya lain seperti momen
lentur, gaya lintang maupun torsi.
Perencanaan batang tekan sedikit lebih sulit daripada perencanaan batang tarik
karena efek tekuk lateral yang menimbulkan momen sekunder (secondary moment) selain gaya aksial tekan. Efek tekuk lateral ini dipengaruhi oleh kelangsingan kolom yaitu perbandingan antara panjang efektif kolom dengan
jari-jari girasi penampang kolom. Keadaan dimana nilai kelangsingan sangat kecil
(kolom pendek), maka serat-serat bahan pada penampang akan mengalami
kegagalan tekan. Tetapi bila keadaan menunjukkan bahwa nilai kelangsingan
sangat besar (kolom langsing), maka akan mengalami kegagalan tekuk dan
serat-serat bahannya belum mencapai kuat tekannya atau masih berada dalam keadaan
elastik (lateral bucling failure). Perencanaan batang tekan biasanya menggunakan nilai kelangsingan di antara kedua nilai tersebut atau yang dikenal dengan
intermediate column.
2.2.4.2. Batang Tarik
Batang tarik merupakan batang yang direncanakan untuk menahan gaya aksial
tarik yang dikerjakan oleh gaya tarik aksial pada ujung-ujung batang. Kestabilan
gaya tarik sangat baik sehingga dalam perencanaannya tidak serumit pada
perencanaan batang tekan. Yang menjadi catatan adalah pada daerah sambungan,
distribusi tegangan tarik akan terjadi secara tidak merata, hal ini kemungkinan
dikarenakan terjadi pengurangan luas tampang bahan akibat penempatan alat
sambung.
Kekuatan batang tarik dapat dijelaskan menurut keadaan batas. Keadaan batas di
bruto pada tempat yang jauh dari titik sambungan dan retakan dari luas bersih
efektif (yakni melalui lubang-lubang) pada sambungan.
2.2.5. Sifat-Sifat Mekanis Baja Struktural
Sifat mekanisme pada baja struktur diperoleh berdasarkan hukum eksperimental
tegangan dan regangan yang didapatkan oleh Robert Hooke pada tahun 1678. Jika
benda mengalami pembebanan, didapatkan bahwa untuk bahan tertentu
perpanjangannya berbanding lurus dengan beban yang dipasang. Jika bahan
terbuat dari bahan terbuat dari bahan elastik yang penampangnya sama dibebani
menurut sumbunya, tegangannya sama pada seluruh penampang dan besarnya
sama dengan besar beban dibagi dengan luas penampangnya. Regangan sumbu
sama dengan pertambahan panjang dibagi dengan panjang semula, sehinggga
dapat ditulis:
7 8
N OP
7 N
Keterangan: P = gaya aksial yang bekerja pada penampang.
A = luas penampang.
Lo = panjang awal.
L = panjang setelah pembebanan.
E = modulus elastisitas.
Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel) kurang dari 0.15 %.
2. Baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel) sekitar 0.15 % - 0.29 %.
4. Baja dengan persentase zat arang tinggi (High carbon steel) sekitar 0.60 % - 1.7 %.
Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat arang yang
ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan
struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :
1. Modulus Elastisitas ( E )
Modulus elastisitas untuk semua baja struktur (yang secara relatif tidak tergantung
dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000 sampai 207000 Mpa.
Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000 Mpa.
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Indonesia ( PPBBI ), nilai modulus
elastisitas baja adalah 2,1 x 106kg/cm² atau 2,1 x 105MPa.
2. Modulus Geser ( G )
Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula :
Q
A(RSC"Dimana = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja. Dengan
menggunakan = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau 77000 MPa.
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ), nilai
modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106 kg/cm² atau 0,81 x 105 MPa.
3. Koefisien Ekspansi ( )
Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien ekspansi baja
diambil sebesar 12 x 10-6per 0C.
4. Tegangan Leleh ( 1 )
Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja. Tegangan leleh adalah
tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh. Dalam kenyataannya, sulit
menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap. Sebagai standar menentukan
besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar dengan sudut
kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0.2 %.
Tabel 2.2. Tegangan Leleh Baja Struktural berdasar Mutu Baja
Mutu
Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau 7,850
t/m3, atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf atau 76, 975
kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,85 t/m3. Untuk mengetahui
hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji
tarik di laboratorium.
Harga konstanta – konstanta diatas untuk baja structural adalah :
• Modulus Elastisitas E = 2,1 x 106 kg/cm²
• Modulus Geser G = 0,81 x 106 kg/cm²
• Angka Poison = 0,30
• Koefisien Muai 1 = 12 x 10-6 per º C
Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya :
• Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat
• Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu
• Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas
• Daktilitas yang tinggi
Disamping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal :
• Biaya perawatan yang besar
• Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost )
• Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk kecil
• Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang / periodik, hal
ini biasanya disebut dengan leleh atau fatigue.
2.2.6. Sifat Beton
Beton dapat dipakai dengan mencampurkan bahan-bahan agregat halus dan kasar
yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan
secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan
reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Semen
berfungsi sebagai pengikat, agregat sebagai bahan pengisi, serta air sebagai bahan
penyatu bahan-bahan tersebut.
Semen Portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai serta
merupakan jenis semen hidrolik yang penting. Semen Portland dipergunakan
dalam semua jenis struktural seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan
sebagian yang diperkuat dengan tulangan atau tanpa tulangan.
Kekuatan beton tergantung dari banyak faktor, seperti:
- Proporsi campuran
- Kondisi temperatur dan kelembaban dari tempat dimana campuran
ditempatkan dan mengeras
- Jumlah air yang relatif terhadap semen serta cara pengolahannya.
Faktor air semen (fas) sangat mempengaruhi kekuatan beton, fas merupakan
perbandingan antara berat air dengan semen dalam adukan beton. Secara umum
diketahui bahwa semakin tinggi nilai fas, semakin rendah mutu kekuatan beton.
Namun fas yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton
semakin tinggi. Nilai fas yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam
menurun. Umumnya nilai fas minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum
0,65. Rata–rata ketebalan lapisan yang memisahkan antara partikel dalam beton
sangat bergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butir
semennya.
Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan perbandingan semen, agregat
kasar dan halus, air dan berbagai jenis bahan campur. Kekuatan beton cukup
tinggi, dengan pengolahan khusus dapat mencapai 700 kg/cm2. Kuat tekan beton
relatif tinggi dibanding dengan kuat tariknya, yaitu kuat tarik beton antara 9 – 15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tinjauan Umum
3.1.1. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental, yaitu
metode penelitian dengan melakukan percobaan dengan program komputer.
Penelitian ini direncanakan menggunakan pengujian struktur rangka dengan
memberikan beban sentries secara bertahap.
3.1.2. Benda Uji Penelitian
Penelitian yang berjalan saat ini menggunakan benda uji tekuk berupa batang
tekan jenis Steel Tube dan Concrete-Filled Steel Tube sebanyak 7 variasi panjang (0,3meter, 0,54 meter, 0,8 meter, 1 meter, 1,24 meter, 1,4 meter, 1,5 meter dan 1,6
meter). Masing-masing variasi panjang terdiri dari 3 Steel Tube dan 3 Concrete-Filled Steel Tube.
3.1.3. Variabel yang Digunakan
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas
(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas merupakan variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang bersifat bisa
berubah sesuai dengan tinjauan, dalam penelitian ini variabel bebas adalah variasi
panjang batang yang mendapat perlakuan uji tekuk di laboratorium, sedangkan
dalam analisa program komputer yang menjadi variabel bebas adalah batang
penyusun kuda-kuda (komponen batang tekan dan komponen batang tarik).
Variabel terikat merupakan variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang
bersifat tetap pada setiap perlakuan benda uji. Penelitian ini menggunakan
simulasi kuda-kuda. Faktor lain seperti korosi,perubahan susunan ion akibat
pengelasan dianggap sebagai variabel yang tidak berpengaruh.
3.2.Tahapan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan sistematika yang jelas dan teratur
sehingga dapat dipertanggung jawabkan. Penelitian ini dibagi dalam beberapa
tahap sebagai berikut :
1. Tahap Pertama
Persiapan teori dan literatur yang mendukung penelitian
2. Tahap Kedua
Pemilihan material dan penentuan dimensi penyusun struktur rangka batang
3. Tahap Ketiga
Pemilihan alternatif bentuk/jenis struktur rangka batang (truss) yang paling kecil kemungkinan terjadinya tekuk.
4. Tahap Keempat
Pembuatan benda uji, untuk benda uji CFT dibuat dengan cara memasukkan
beton ke dalam ST dimana komposisi beton sendiri 1 pc : 2,5 pasir : 1 kerikil
Ø 5 mm dengan FAS 0,45.
5. Tahap Kelima
Uji laboratorium untuk sifat material steel tube, concrete-filledsteel tube dan pengujian tekuk pada batang tekan dengan menggunakan sampel batang
Concrete-Filled Steel Tube dan batang Steel Tube. Variasi benda uji (sub benda uji penelitian) digunakan untuk mendapatkan beban maksimum dan
panjang tekuk.
6. Tahap Keenam
Menyimpulkan pengaruh pengisian mortar-beton terhadap nilai beban
maksimum dan panjang tekuk pada batang tekan.
7. Tahap Ketujuh
Desain menggunakan program komputer dengan jenis struktur rangka
(bahasan tahap ketiga) dan material penyusun (bahasan sub benda uji
8. Tahap Kedelapan
Analisis hasil output program komputer, meliputi : gaya batang tekan
maksimum, gaya batang tarik maksimum, dan defleksi.
9. Tahap Kesembilan
Membuat perbandingan hasil analisis awal antara kondisi keseluruhan batang
Steel Tube dengan struktur dengan batang tekan berupa Concrete-Filled Steel Tube dan batang tarik berupa Steel Tube.
10.Tahap
Membuat kesimpulan antara hasil pengujian di laboratorium dengan hasil
analisis program.
3.3. Peralatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan peralatan meliputi :
1. Gerinda Tangan
Gerinda tangan merk Bosch GWS 6-100 Ø 100 mm digunakan untuk
meratakan permukaan masing-masing ujung benda uji sebelum dilakukan
pengujian tekan.
Gambar 3.1.Penggunaan Gerinda Tangan
2. Mesin Cut Off
Gambar 3.2. Penggunaan Mesin Cut Off 3. Loading Frame
Sebagai tempat dudukan benda uji pada saat pembebanan tekan.
Gambar 3.3. Kondisi Loading Frame untuk Pengujian Tekan
4. Alat Pembebanan
Alat yang digunakan untuk pembebanan adalah Hidraulic Jack merk Hi-Force model HP 227 serial No.AH5614, untuk memberikan tekanan pada
dapat memberikan tekanan sampai dengan 50 ton dengan menggunakan
sistem hidraulik dan dioperasikan dengan tenaga manusia.
Gambar 3.4. Kondisi Hidraulic Jack merk Hi-Force
5. Load Cell
Untuk mengetahui besarnya beban yang dipikul oleh benda uji maka
dipasang load cell (sel beban) selanjutnya dihubungkan dengan Transducer Indicator merk Showa type DS-1300, yang berfungsi untuk tempat pembacaan digital beban yang sedang bekerja.
Gambar 3.5. load cell dan Transducer Indicator
6. Waterpass Aluminium Magnet
Waterpas digunakan untuk mengatur tegak lurus batang benda uji pada
7. Dial Indicator
Alat ini berfungsi untuk mengukur simpangan atau deformasi yang terjadi
pada benda uji ketika pembebanan. Pengukuran dilakukan dari arah sumbu
x dan sumbu y.
3.4. Diagram Alir Penelitian
Studi literatur dan kajian pustaka
Pengujian tekan di laboratorium menggunakan Steel Tube
(Tabung baja persegi dimensi 40 mm × 40 mm, tebal 1,4 mm) dan Concrete-Filled
Steel Tube (tabung baja diisi beton)
A
Kesimpulan sementara mengenai pengaruh pengisisan mortar-beton terhadap beban
kritis tekuk dari data pengujian laboratorium
Pembuatan sampel pengujian meliputi: pemotongan baja, pembuatan sampel silinder beton (1 : 2,5 : 1) FAS 0,45,
pengisian beton ke dalam tabung baja.
Pengujian laboratorium sifat material meliputi pengujian tarik baja, pengujian modulus elastisitas
baja, pengujian kuat tekan beton dan pengujian modulus elastisitas beton
Data beban kritis dan deformasi maksimum pada masing-masing variasi panjang.
Gambar 3.7. Diagram Alir Penelitian
Melakukan perbandingan hasil output analisis
Analisis pertama:
Tabung baja persegi
Batang tekan dan batang tarik pada desain awal,keduanya menggunakan baja
tabung kosong (steel tube)
Analisis kedua:
Tabung baja persegi
Batang tekan diisi beton (concrete-filled steel tube),sedangkan batang tarik menggunakan tabung baja kosong (Steel
tube)
Membuat kesimpulan
Selesai
Desain analisis menggunakan program SAP 2000 V11 dengan menggunakan data hasil pengujian
sifat material
BAB IV
ANALISA HASIL PENGUJIAN BENDA UJI
4.1. Pengujian Sifat Material
4.1.1. Pengujian Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton dilakukan ketika beton telah berumur 28 hari. Sampel
kuat tekan beton menggunakan silinder beton dengan dimensi jari-jari 15 cm dan
ketinggian 30 cm. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin Universal Testing Machine (UTM) Laboratorium Mesin Material seperti terlihat dalam gambar 4.1.berikut :
Gambar 4.1. Pengujian Kuat Desak Beton dengan Mesin UTM
Hasil pengujian kuat tekan yang dilakukan terhadap 3 buah sampel silinder beton
adalah seperti yang terlihat dalam Tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1.Pengujian Kuat Tekan Terhadap 3 Sampel Silinder Beton
Sampel Luas Permukaan
Penampang (mm2)
Gaya Maksimum
(kN)
Kuat Tekan
(MPa)
1 17671.46 455.94 25.80
2 17671.46 461.97 26.14
3 17671.46 501.53 28.38
Nilai rata-rata benda uji ;
4.1.2. Pengujian Modulus Elastisitas Beton
Modulus elastisitas beton ditentukan berdasarkan rekomnedasi ASTM C-469,
yaitu: modulus chord dengan kecepatan pembebanan ± (341±34) KPa/s. Chord Modulus adalah sudut tangent dari garis yang ditarik di antara dua titik tertentu pada kurva tegangan-regangan yakni titik dimana regangan bernilai 0,00005,
sedangkan titik atas adalah titik dimana titik sama dengan 40 % dari tegangan
ultimate seperti yang ditunjukkan grafik regangan-tegangan berikut :
Adapun perhitungan modulus elastisitas chord (chord modul) :
Dimana :
Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)
S1 = Tegangan yang bersesuaian dengan regangan arah longitudinal sebesar
0.00005(MPa)
S2 = Tegangan yang terjadi di saat 40 % f’c (MPa)
1 = Regangan longitudinal yang terjadi akibat tegangan S1
2 = Regangan longitudinal yang terjadi akibat tegangan S2
Pengujian modulus elastisitas beton menggunakan Loading Frame dengan alat pembebanan berupa Hidraulic Jack. Pengujian ditunjukkan Gambar 4.2. berikut :
Gambar 4.2. Pengujian Modulus Elastisitas Beton
Grafik 4.2. Hubungan Regangan-Tegangan Beton Sampel 1
Tabel 4.2. Data Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Sampel 1
Pers.
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005
Grafik 4.3. Hubungan Regangan-Tegangan Beton Sampel 2
Tabel 4.3. Data Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Sampel 2
Pers.
Grafik 4.4. Hubungan Regangan-Tegangan Beton Sampel 3
y = 22919x + 0.692
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005
Series1
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005
Tabel 4.4. Data Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Sampel 3
Pers.
Linier
f’c
(MPa)
40 % × f’c
(MPa)
S2 1 2
26.77 10.71 1.8775 0.0004 0.00005
Dari ketiga nilai modulus elastisitas sampel sehingga dapat diperoleh modulus
elastisitas rata-rata yaitu :
Tabel 4.5. Data Modulus Elastisitas Beton
Sampel Modulus Elastisitas
1 25626
2 22748
3 25235
Total 73609
Nilai rata-rata modulus elastisitas beton (Ec) :
4.1.3. Pengujian Kuat Tekan Steel Tube
Pengujian kuat tekan Steel Tube menggunakan 3 buah sampel Steel Tube sepanjang 30 cm. Pengujian menggunakan mesin UTM seperti terlihat dalam
commit to user
Gambar 4.3. Pengujian Kuat Tekan Steel Tube dengan Mesin UTM
Tabel 4.6. Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Steel Tube
Sampel Luas Permukaan
4.1.4. Pengujian Kuat Tekan Concrete-Filled Steel Tube
Pengujian kuat tekan Concreet-Filled Steel Tube menggunakan 3 buah sampel Steel Tube sepanjang 30 cm. Pengujian menggunakan mesin UTM.
commit to user
4.1.5. Pengujian Modulus Elastisitas Steel Tube
Nilai modulus elastisitas Steel Tube diperoleh dari data hasilpengujian kuat tekan Steel Tube menggunakan 3 buah sampel Steel Tube sepanjang 30 cm. Langkah awal dengan mencari nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada ketiga
sampel. Nilai tegangan dan regangan dapat dilihat dalam Tabel 4.8.berikut:
Tabel 4.8. Tabel Perhitungan Tegangan-Regangan Steel Tube
Sampel Luas
Nilai Modulus elastisitas masing-masing sampel dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
& '
( ) * + ) ,*
Tabel 4.9. Tabel Perhitungan Modulus Elastisitas Steel Tube
2 123.65 5.93 × 10-4 208516.02
3 166.31 5 × 10-4 332620
Total 739267.6
Nilai rata-rata benda uji ;
!"#$$ %
4.1.6. Pengujian Modulus Elastisitas Concrete-Filled Steel Tube
Nilai modulus elastisitas Concrete-Filled Steel Tube diperoleh dari data hasil pengujian kuat tekan Concrete-Filled Steel Tube menggunakan 3 buah sampel Steel Tube sepanjang 30 cm. Langkah awal dengan mencari nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada ketiga sampel. Nilai tegangan dan regangan dapat
dilihat dalam Tabel 4.10.berikut:
Tabel 4.10. Tabel Perhitungan Tegangan-Regangan Concrete-Filled Steel Tube
Sampel Luas
Nilai Modulus elastisitas masing-masing sampel dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
& '
Tabel 4.11. Tabel Perhitungan Modulus Elastisitas Concrete-Filled Steel Tube
Sampel Tegangan
(N/mm2)
Regangan Modulus
Elastisitas
1 51.73 8 × 10-4 64662.5
2 47.09 9.67 × 10-4 48697
3 52.44 7.07 × 10-4 74172.56
Total 187532.06
Nilai rata-rata benda uji ;
!"#$$ %
4.1.7. Pengujian Tarik Steel Tube
Pengujian tarik dilakukan dengan 3 sampel lembaran baja yang dibuat dari hasil
pemotongan salah satu sisi steel tube sehingga memiliki dimensi permukaan 4 cm × 30 cm dengan ketebalan 1,4 mm seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3. berikut :
Gambar 4.4.Sampel Steel Tube Pengujian Tarik
Hasil Pengujian Tarik diperoleh data seperti yang disajikan dalam Tabel
Tabel 4.12. Hasil Pengujian Tarik Steel Tube
Faktor koreksi diperhitungkan untuk menentukan selisih nilai antara nilai modulus
elastisitas beton, modulus elastisitas baja (ST) dan modulus elastisitas komposit
(CFT) hasil analisis dengan hasil pengujian laboratorium.
Material CFT memikul beban tekan secara merata oleh adanya kontribusi kedua
komponen yaitu ST dan CFT, dengan meningkatkan efisiensi geometris dan
menggabungkan kekuatan yang dimiliki masing-masing material. Dinding beton
pengisi dibatasi oleh tabung baja, sehingga dalam keadaan memikul gaya tekan
dapat meningkatkan kekuatan dan kapasitas regangan beton. Pengisian beton
Berawal dari prinsip tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa material CFT
menerima gaya tekan aksial dengan cara mendistribusikan beban tekan tersebut
secara merata kepada material penyusunnya yaitu baja (ST) dan beton, sehingga
dapat dirumuskan :
/01 23 41
&/01) +/01 &23 ) + 23 &41) +41
!'/01) /01% ) +/01 !' 23 ) 23 % ) + 23 !'41) 41% ) +41
Penggabungan material beton dan material ST menjadi suatu material komposit
CFT memiliki sifat sewaktu pembebanan tekan aksial, regangan yang terjadi pada
CFT dapat diartikan bahwa regangan CFT memiliki nilai sama dengan regangan
yang terjadi pada beton dan ST karena pengaruh penggabungan tersebut, sehingga
nilai regangan dalam rumus tersebut dapat dieliminasi karena memiliki nilai yang
sama.
!'/01) /01% ) +/01 !' 23 ) 23 % ) + 23 !'41) 41% ) +41
/01) +/01 23 ) + 23 41) +41
Dimana:
/01 = Modulus elastisitas CFT hasil analisis (MPa)
+/01 = Luas permukaan penampang CFT (mm2)
23 = Modulus elastisitas beton hasil pengujian (MPa)
+ 23 = Luas permukaan penampang beton (mm2)
41 = Modulus elastisitas ST hasil pengujian (MPa)
+41 = Luas permukaan penampang beton (mm2)
/01) ! % ) ) 5! % ! %6
/01) ! % ) ) 5! % ! %6