• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM SEBAGAI LANGKAH MEWUJUDKAN PERSAINGAN USAHA SEHAT - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ratio Legis Perlindungan Merek Terkenal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB IV BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM SEBAGAI LANGKAH MEWUJUDKAN PERSAINGAN USAHA SEHAT - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ratio Legis Perlindungan Merek Terkenal"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM SEBAGAI LANGKAH MEWUJUDKAN PERSAINGAN USAHA SEHAT

A. Hukum Persaingan Usaha

Salah satu esensi penting bagi terselenggaranya pasar bebas adalah persaingan para

pelaku pasar dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam hal ini, persaingan usaha

merupakan sebuah proses dimana para pelaku usaha dipaksa menjadi perusahaan yang efisien

dengan menawarkan pilihan-pilihan produk barang dan jasa dalam harga yang lebih rendah.

Persaingan hanya ada bila dua pelaku usaha atau lebih menawarkan produk atau jasa kepada

para pelanggan dalam sebuah pasar.

Persaingan yang terjadi tidak akan selamanya berjalan sebaik apa yang dicita –

citakan, karena tidak bisa dihindari lagi bahwa adanya kekuatan –kekuatan yang akan muncul

nantinya untuk menguasai pasar demi kepentingan diri sendiri, sehingga menciptakan iklim

pasar yang kurang baik. Munculnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan

puncak dari berbagai upaya yang mengatur masalah persaingan antarpelaku usaha dan

larangan melakukan praktik monopoli.

Dalam melakukan persaingan usaha, pelaku usaha melakukan kegiatan bersaing untuk

merebut hati konsumen untuk memenangkan pangsa pasar dengan upaya menawarkan produk

barang atau produk jasa kepada konsumen dengan berbagai startegi pemasaran yang

diterapkannya1.

1. Konsep Persaingan Usaha

1

(2)

Terminologi persaingan adalah suatu konsep yang sering digunakan dalam ilmu

ekonomi untuk mengerti bagaimana pembentukan harga pasar dan keputusan penetapan

harga oleh suatu perusahaan atau penjual. Konsep persaingan usaha telah berkembang dari

semula teori klasik yang identik dengan persaingan sempurna, yaitu barang homogen dan

memiliki banyak penjual dan pembeli dengan menetapkan modal murah dan biaya rendah

menjadi persaingan teori modern dengan menetapkan barang heterogen dan biaya jauh lebih

efisien dari pasar persaingan sempurna.

Dalam aktivitas bisnis setiap pelaku usaha akan melakukan persaingan (competition).

Pelaku usaha akan berusaha menciptakan, mengemas, serta memasarkan produknya dengan

sebaik mungkin agar diminati oleh para konsumen. Persaingan usaha ini dapat berimplikasi

positif maupun negatif, jika dijalankan dengan perilaku negatif dan sistem ekonomi yang

menyebabkan tidak kompetitif. Persaingan usaha bermanfaat sebagai cara efektif untuk

mencapai pendayagunaan sumberdaya secara optimal, selain itu persaingan usaha juga dapat

menjadi landasan fundmental bagi kinerja rat-rata untuk jangka panjang dan dinamakannya

keunggulan bersaing lestari (sustainable competitive advantage) yang dapat diperoleh

melalui tiga strategi, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus biaya2.

Adapun untuk memenangkan konsumen dalam persaingan usaha, maka diperlukan

strategi-strategi pemasaran, antara lain3 :

1. Strategi persaingan : menarik, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan agar berhasil dalam persaingan perusahaan

2. Pemasaran relational dengan pelanggan, yaitu proses membentuk, mempertahankan, dab meningkatkan relasi yang kuat, yang penuh nilai dengan para pelanggan dan para pemegang saham.

2

Jhonny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Implikasi Penerapannya di Indonesia ), Bayu Media, Malang, 2013, h. 102-103.

3

(3)

3. Menetapkan nilai kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Kedua hal tersebut dijadikan bahan evaluasi dan tolak ukur untuk mengembangkan produk dan layanan yang lebih baik dan diminati para konsumen.

2.Tujuan Persaingan Usaha

Adapun tujuan persaingan usaha menurut Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1999 adalah sebagai

berikut4 :

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2. ewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persiangan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.

3. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.

4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

3. Persaingan Sehat (healthy competition)

Istilah ini menegaskan yang ingin di jamin adalah terciptanya persaingan yang sehat.

Dengan melihat beberapa istilah di atas dapat dikatakan bahwa apapun istilah yang di pakai,

semuanya berkaitan tiga hal yaitu5 :

1. Pencegahan atau peniadaan praktek monopoli; 2. Menjamin persaingan yang sehat;

3. Melarang persaingan yang tidak jujur.

Secara umum, konsep dari persaingan usaha secara sehat ini ialah untuk melindungi

pelaku usaha baru baik yang sejenis maupun yang berkaitan dengan usaha lain yang

merupakan pesaingnya. Dengan adanya konsep persaingan usaha secara sehat ini, pelaku

4

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

5

(4)

usaha tersebut akan tetap bisa bersaing. Sehingga kegiatan usaha yang dilakukan pelaku

usaha baru ininantinya tidak dapat dibendung oleh pelaku usaha yang sudah lama terdapat

pada suatu pasar tertentu.

4. Persaingan Tidak Sehat (unfair competition)

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan

kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak

jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat juga tercantum

maksud dari perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk

mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik secara

tertulis maupun tidak tertulis. Tiga prinsip pokok larangan dalam hukm persaingan usaha

yang terdapat dalam UU No.5 Tahun 1999 adalah perjanjian yang dilarang, kegiatan yang

dilarang, dan posisi dominan, adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian yang dilarang

Perjanjian yang dilarang diatur dalam BAB III Pasal 4-16 UU No. 5 Tahun 1999.

Definisi perjanjian yang dirumuskan oleh Undang-Undang ini bahwa perjanjian adalah suatu

perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih

pelaku usaha lain dengan nama apa pun baik tertulis maupun tidak tertulis. Sepintas bahwa

definisi perjanjian pada Pasal 1 di atas tidak berbeda dengan perjanjian dalam Kitab

Undang-Undang Hukum (KUHPerdata) Pasal 1313 “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya kepada orang lain atau lebih6.

Perjanjian dalam teori hukum persaingan usaha adalah upaya dua pelaku usaha

6

(5)

atau lebih dalam konteks strategi pasar. Dengan demikian, esensi perjanjian adalah saling

bersepakatnya antarpesaing tentang tingkah laku pasar mereka, baik seluruhnya ataupun

menyepakati tingkah laku bagian tertentu dari keseluruhan tingkah laku pasar. Setiap

perjanjian mensyaratkan paling sedikit dua pihak yang saling bersepakat tentang prilaku di

pasar. Penting ditegaskan, latarbelakang kesepakatan tidak menjadi penting untuk

diperhatikan. Sebab, perjanjian dalam persaingan usaha terkadang hanya didasarkan pada

“feeling”untuk menyatakan harga dan mengikuti pola pesaing lainnya7.

2. Kegiatan yang dilalarang

Di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tidak terdapat definisi kegiatan, namun

demikian jika ditafsirkan secara a contrario terhadap definisi perjanjian yang diberikan

dalam UU No.5 Tahun 1999, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan

kegiatan adalah tindakan atau perbuatan hukum sepihak yang dilakukan oleh satu pelaku

usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa ada keterkaitan hubungan (hukum) secara langsung

dengan pelaku usaha lainnya8.

3. Posisi Dominan yang Dilarang

Pasal 1 Ayat (4) UU No.5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti

di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha

mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan

kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan

untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Undang-Undang

No.5 Tahun 1999 melarang posisi dominan karena mengakibatkan pihak yang mempunyai

7

Partnership for Business Competition, Persaingan Usaha dan hukum yang Mengaturnya di Indonesia,

Elips Project, Jakarta, 2001. h. 44.

8

(6)

posisi dominan dapat dengan mudah mendikte pasar dan menetapkan syarat-syarat yang tidak

sesuai dengan kehendak pasar9.

Berkaitan dengan efektivitas pengaturan penyalahgunaan posisi dominan dapat dilihat

dari beberapa contoh kasus yang salah satunya adalah kasus PT. Forisa Nusapersada dalam

Program Pop Ice The Real Ice Blender. PT. Forisa Nusapersada yang didirikan pada Tahun

1995 merupakan salah satu perusahaan yang mempunyai fokus pada produksi dan pemasaran

berbagai macam minuman kemasan dalam bentuk minuman serbuk. Program Pop Ice The

Real Ice Blender terdiri dari tiga program yaitu Progam Bantuan Tukar (BATU) Kios

Minuman, Program Display Kios Minuman dan Program Display Toko Pasar. Persyaratan

bagi kios minuman dan toko pasar untuk mengikuti program yaitu tidak menjual dan tidak

mendisplay produk kompetitor. Kios minuman dan toko di pasar akan mendapatkan hadiah

dari PT. Forisa Nusapersada jika selama mengikuti program memenuhi persyaratan yang

telah ditentukan dari Program Pop Ice The Real Ice Blender. Kios minuman yang mengikuti

program menandatangani surat perjanjian kontrak Display Pop Ice yang di dalamnya terdapat

klausul peraturan bersedia mendisplay produk Pop Ice secara exclusive dan tidak menjual

produk kompetitor10.

Menurut penulis, tindakan yang seperti dilakukan oleh PT. Forisa Nusapersada sangat

memiliki potensi menimbulkan dampak persaingan usaha yang tidak sehat dalam pasar

minuman serbuk mengandung susu di seluruh Indonesia.

B. Bentuk Perlindungan Merek Terkenal terhadap Persaingan Usaha Tidak Sehat

9

Ibid., h. 66.

10

(7)

Ditinjau dari aspek hukum masalah merek terkenal menjadi sangat penting, sehubungan

dengan persoalan perlu adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemilik atau

pemegang merek terkenal dan perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai konsumen

atas suatu barang atau jasa yang memakai suatu merek agar tidak terkecoh oleh merek-merek

lain, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masalah penggunaan merek terkenal oleh pihak yang

tidak berhak, masih banyak terjadi di Indonesia11.

Perlindungan hukum berdasarkan sistem first to file principle diberikan kepada

pemegang hak merek terdaftar yang ‘beritikad baik’ bersifat preventif maupun represif.

Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pendaftaran merek, dan perlindungan

hukum represif diberikan jika terjadi pelanggaran merek melalui gugatan perdata maupun

tuntutan pidana dengan mengurangi kemungkinan penyelesaian alternatif diluar pengadilan.

1. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan hukum preventif di sini ialah perlindungan sebelum terjadi tindak pidana

atau pelanggaran hukum terhadap merek dan merek terkenal. Dalam hal ini sangat

bergantung pada pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya agar mendapat perlindungan

hukum. Dengan demikian, perlindungan merek diberikan kepada pemilik merek terdaftar.

Namun demikian, dimungkinkan pula perlindungan terhadap merek tidak terdaftar dengan

syarat bahwa merek tersebut termasuk dalam kategori merek terkenal. Dengan itu maka

jelaslah bahwa pemilik merek terkenal akan memperoleh perlindungan hukum secara

preventif dengan adanya berbagai persyaratan permohonan pendaftaran merek tersebut.

Mekanisme perlindungan merek terkenal selain melalui inisiatif pemilik merek tersebut dapat

11

(8)

juga ditempuh melalui penolakan oleh kantor merek terhadap permintaan pendaftaran merek

yang sama pada pokoknya dengan merek terkenal12.

2. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang bersifat represif dilakukan jika terjadi pelanggaran hak atas

merek melalui gugatan perdata dan atau tuntutan pidana.

a. Melalui Hukum Perdata

Pemakain merek tanpa hak dapat digugat berdasarkan perbuatan melanggar hukum

(Pasal 1365) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sebagai pihak penggugat harus

membuktikan bahwa ia karena perbuatan melanggar hukum tergugat, penggugat menderita

kerugian. Gugatan demikian bersifat keperdataan, tidak bisa digabungkan dengan

permohonan pembatalan merek, sebab upaya hukumnya tunduk pada Hukum Acara Perdata

(terbuka upaya hukum banding dan kasasi). Sebaiknya gugatan ganti rugi atas perbuatan

melanggar hukum, didahului adanya putusan gugatan pembatalan yang telah mempunyai

kekuatan hukum yang tetap. Guagatan ganti rugi dapat pula dilakukan oleh pemilik merek

baik secara sendiri atau bersama-sama dengan pemilik merek yang bersangkutan13.

b. Melalui Hukum Pidana

Di dalam ketentuan pidana dibidang merek diatur dalam Bab XVIII Pasal 100

angka (1) Undang-Undang nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek yaitu bahwa Setiap orang

yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek

terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau

12

Didi Irwandi Syamsudin, Pemalsuan Merek Terkenal dan Penegakan Hukum, Majalah Eksekutif No. 250, 2000, h. 12.

13

(9)

diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana

denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)14.

Bahwa pemilik merek terdaftar mendapat perlindungan hukum atas pelanggaran hak

atas merek baik dalam wujud gugatan ganti rugi atau penghentian semua perbuatan yang

berkaitan dengan penggunaan merek tersebut maupun berdasarkan tuntutan hukum pidana

melalui aparat penegak hukum. Pemilik merek terdaftar juga memiliki hak untuk mengajukan

permohonan pembatalan pendaftaran merek terhadap merek yang ia miliki yang didaftarkan

orang lain secara tanpa hak.

Pemakaian merek yang mirip dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak

berhak dapat menyesatkan konsumen terhadap asal-usul, dan atau kualitas barang. Pemakaian

merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak

baik. Penggunaan produk dengan merek-merek tertentu disamping good will yang dimiliki

oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari konsumen terhadap merek tersebut

yang dianggap mempunyai kelebihan atau keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik

yang dimiliki oleh konsumen tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada

juga mengutamakan prestise dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainya sehingga

dengan memakai persepsi mereka adalah suatu “simbol” yang akan menimbulkan gaya hidup

baru (life style). Adanya perbedaan persepsi didalam masyarakat mengenai merek

menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu berarti bahwa tindakan

orang-orang yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik orang-orang lain

tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan yang tidak

bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan membenarkan seseorang

untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak jujur15.

14

Undang-Undang Merek No 20 Tahun 2016, Bab XVIII. 15

(10)

Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan perlindungan

hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen maka Negara mengatur

perlindungan merek dalam suatu hukum merek dan selalu disesuaikan dengan perkembangan

perkembangan yang terjadi di dunia perdagangan internasional yang tujuannya adalah

mengakomodasikan semua kepentingan-kepentingan yang ada guna menciptakan suatu

perlindungan hukum.

Perlindungan bagi merek yang terkenal ini meliputi semua jenis barang dan jasa,

sehingga peniruan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi oleh “itikad tidak

baik” dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dengan membonceng keterkenalan suatu

merek orang lain sehingga tidak selayaknya mendapatkan perlindungan hukum. Untuk

menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan perlindungan hukum kepada

pemilik atau pemegang merek serta konsumen maka negara mengatur perlindungan merek

dalam suatu hukum merek dan selalu disesuaikan dengan perkembangan perkembangan yang

terjadi di dunia perdagangan Internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua

kepentingan-kepentingan yang ada guna menciptakan suatu perlindungan hukum. Pemakaian

merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak

baik16.

Adapun Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU, sebagai lembaga Independen

telah ditunjuk oleh Undang-undang No. 5 Tahun 1999, sebagai lembaga yang bertugas

mengawasi dan menegakkan pelaksanaan atas undang-undang tersebut17. Peranan KPPU dalam menegakkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah mengambil tindakan sesuai

dengan wewenang KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 36 khususnya yang berkaitan

dengan wewenang melakukan peyelidikan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek

16

Ridwan Khairandy, Op.,Cit, h. 196. 17

(11)

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh

pelaku usaha atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil penelitian. Disamping itu komisi

juga melakukan suatu peranan untuk memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya

kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat serta menjatuhkan sanksi berupa

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan inilah yang menjadi catatan penting bagi pemerinta desa boyong pante karena dengan adanya kendala ini dimana pembangunan masyarakat lebih tepatnya

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar (66,7%) dari seluruh ruangan rawat inap dengan tingkat pengetahuan perawat yang baik, merupakan ruangan yang

Dilihat dari identifikasi masalah dapat diketahui banyaknya masalah yang berkaitan dengan prokrastinasi akademik maka penelitian ini dibatasi. pada hubungan antara

Namun peristiwa yang terjadi dalam Kisah Para Rasul 2:4 harus dipahami sebagai sebuah penggenapan atas janji Bapa yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 1:5,

Sewaktu terjadinya Agresi Militer Belanda II di Selatpanjang Letda Abdul Murad Saidun mengambil alih komando menjadi seorang pimpinan Kompi setelah Kapten Simon Delima

kecepatan otot dalam melangkah. Kekuatan otot tungkai ini digunakan saat lari menggiring bola, dan menendang bola, dengan otot tungkai yang kuat maka tendangan akan

Di tandai dengan: keluhan nyeri, kekakuan dalam pergerakan, aktivitas terganggu Di tandai dengan: keluhan nyeri, kekakuan dalam pergerakan, aktivitas terganggu Tujuan: nyeri

Soraya hanya diam tak menjawab, masih dengan tatapan kosongnya, lalu perawat duduk mendekat dengan