• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM. yang menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan sebagai salah satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM. yang menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan sebagai salah satu"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Konsep Jasa Akomodasi Wisata

Pembahasan mengenai pariwisata menjadi pembahasan terkini dalam tataran regional, global maupun internasional. Indonesia adalah salah satu negara yang menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan sebagai salah satu tumpuan bagi pendapatan negara. Sebagai pemikiran yang lebih bijak maka sektor pariwisata perlu direncanakan, dikelola serta dikembangkan dengan baik dan berkelanjutan sehingga tidak menimbulkan bias dalam pelaksanaannya. Hukum diperlukan dalam mengatur berbagai tingkah laku masyarakat maupun membentuk pola perilaku yang dapat menunjang sektor pariwisata dalam suatu tajuk pembangunan nasional.

Konsep pariwisata sejatinya telah ada sejak zaman primitif, ditandai dengan adanya perjalanan (garis miring penulis). Hanya saja perjalanan ketika zaman primitif dilakukan dalam rangka mencari sumber makanan (binatang atau tumbuhan). Secara teoritis belum terdapat kesamaan pendapat mengenai pengertian dari pariwisata. Namun itu beberapa definisi dari beberapa orang maupun organisasi telah mencoba memberikan gambaran yang menyeluruh tentang apa itu pariwisata, antara lain sebagai berikut:

(2)

1. Pariwisata merupakan pergerakan sementara menuju suatu daerah tujuan yang berada di luar wilayah kerja dan tempat tinggal yang berupa kegiatan yang dilakukan selama berada di lokasi daerah tujuan.1

2. Pariwisata adalah gabungan dari berbagai macam fenomena dan hubungan yang saling terkait dan tercipta dari adanya interaksi antara penyedia bisnis, wisatawan, pemerintah setempat, serta penduduk lokal yang dalam proses menyambut serta menghibur para wisatawan dan para pendatang lainnya.2 3. Pariwisata merupakan perpindahan yang dilakukan manusia secara

sementara dengan tujuan keluar dari rutinitas dan keluar dari tempat tinggalnya. Aktifitas dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas tersebut dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka.3 4. "Tourism comprises the activities of persons traveling to and staying in

places outside their usual environment for not more than one consecutive

year for leisure, business and other purposes."4(Pariwisata terdiri dari

kegiatan orang-orang yang bepergian dan tinggal di tempat-tempat di luar lingkungan mereka yang biasa selama tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk liburan, bisnis dan keperluan lainnya)

5. Pariwisata ialah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,

1 Mathieson & Wall, 1982, Tourism; Economic, Physical And Social Impacts, Longman, Harlow, h.9

2 Mc Intosh, Robert.W, Goeldner, Charles.R &Ritchie, J.R.Brent, 1995, Tourism : Principles, Practices, Philosophies, 7 Edition, John Wiley & Sons, Inc. Canada, h.243

3 Happy Marpaung, 2002, Pengantar Pariwisata, Alfabeta, Bandung, h.13 4 The World Tourism Organization (UNWTO); definition of tourism

(3)

pemerintah, dan Pemerintah Daerah (UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan)

6. Gareth Shaw dan Allan M. Williams menyebutkan bahwa pariwisata adalah kegiatan untuk tujuan bersantai.5

Beberapa pandangan dan ketentuan tersebut memberikan sebuah gambaran mengenai apa yang dimaksud dengan pariwisata. Secara singkat pariwisata bisa dimengerti sebagai suatu perjalanan yang dilakukan seseorang secara sukarela ke tempat yang lain dengan meninggalkan tempat sebelumnya dan tidak bermaksud untuk mencari nafkah di tempat tersebut, hanya semata-mata mencari kesenangan atau suasana yang berbeda.

Konsep yang hampir sama yaitu “kepariwisataan” mengandung lingkup yang lebih luas. Secara gramatikal, imbuhan “ke-an” mengandung perluasan pengertian “segala hal yang berhubungan dengan”. Maka secara harfiah kepariwisataan merupakan segala hal yang berhubungan dengan pariwisata. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepariwisataan bahwa seluruh kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan dari setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.

5 Shaw, Gareth and Williams, Allan M., 1994, Critical Issues in Tourism : A Geographical Perspective, Blackwell, h. 6

(4)

Mengacu pada definisi pariwisata dan kepariwisataan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kepariwisataan maka dipahami bahwa kegiatan pariwisata menimbulkan implikasi terhadap berbagai kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang mampu mendukung pariwisata, hal mana berbagai kegiatan yang timbul sebagai akibat dari pariwisata tersebut disebut terangkum dalam konsep “kepariwisataan”.

Merujuk pada Undang-Undang Kepariwisataan maka muncul beberapa konsep yang berhubungan dengan pariwisata, antara lain:

1. Wisata merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan berkunjung ke tempat tertentu untuk tujuan berrekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara (Pasal 1 angka 1) 2. Wisatawan merupakan orang yang melakukan wisata. (Pasal 1 angka 2) 3. Daya Tarik Wisata ialah segala sesuatu yang mempunyai keunikan,

keindahan, serta nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. (Pasal 1 angka 5)

4. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut dengan Destinasi Pariwisata ialah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. (Pasal 1 angka 6)

(5)

5. Usaha Pariwisata ialah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. (Pasal 1 angka 7)

6. Pengusaha Pariwisata merupakan orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata. (Pasal 1 angka 8)

7. Industri Pariwisata ialah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.(Pasal 1 angka 9) 8. Kawasan Strategis Pariwisata merupakan kawasan yang mempunyai

fungsi utama pariwisata atau mempunyai potensi untuk pengembangan pariwisata yang berpengaruh penting pada satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan (Pasal 1 angka 10)

Pariwisata merupakan salah satu segmen dalam perekonomian yang melibatkan banyak disiplin ilmu dalam pelaksanaannya. Pariwisata yang baik dan terencana akan berimplikasi pada perekonomian bangsa. Lahirnya Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan diharapkan mampu memberikan barometer sekaligus kontrol terhadap perkembangan kepariwisataan Indonesia sehingga mampu mencapai tujuan-tujuan baik internal maupun eksternal. Pasal 4 Undang-undang a quo secara eksplisit mengatur bahwa segala kegiatan kepariwisataan di Indonesia harus senantiasa berorientasi pada beberapa tujuan antara

(6)

lain: meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa serta mempererat persahabatan antar bangsa. Segala aspek yang menjadi lingkup kepariwisataan harus diarahkan atau dilaksanakan berdasarkan tujuan tersebut di atas.

Salah satu aspek penunjang pariwisata adalah usaha pariwisata. Usaha pariwisata merupakan kegiatan menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Dilihat dari perspektif ekonomi, usaha pariwisata bersifat mencari keuntungan (profit oriented) dimana komoditas yang disediakan berupa barang atau jasa yang kegiatannya sangat tergantung dari dinamika wisatawan ataupun kegiatan pariwisata yang ada.

Usaha pariwisata dapat diidentifikasi terdiri dari beberapa jenis kegiatan atau usaha, antara lain:

Tabel. 2.1. Klasifikasi Jenis Usaha Pariwisata

Klasifikasi Usaha

Akomodasi

Hotel, Motel, Tourist Courts, Tourist Home

(7)

park

Penjualan Pakaian Usaha Areal Rekreasi

Usaha perjalanan Agen Perjalanan, biro tur dan guide

Pelayanan makanan Restoran, Bar, Klub Malam

Kebudayaan dan Entertainment

Museum

Taman Botanical dan Zoologica Teater dan Entertainment Taman Hiburan

Usaha kendaraan Service Kendaraan dan Penitipan

Kendaraan

Lain-lain

Toko Kamera dan Photografi Toko Hadiah dan Souvenir Laundry dan Optik

Transportasi

Transportasi Udara

Antar Kota dan Transit Pedesaan Bus dan Kendaraan Carter Penyewaan Mobil

Transportasi Air

Sejalan dengan pengklasifikasian tersebut maka dalam berbagai jenis usaha pariwisata terdapat salah satu usaha yang bergerak di bidang akomodasi. Bidang usaha akomodasi dapat terdiri dari Hotel, Motel, Tourist Courts, Tourist Home, Camping Ground Dan travel Trailer park, Penjualan Pakaian, Usaha Areal Rekreasi. Usaha Hotel, Motel, Tourist Courtsm Tourist Home dapat digolongkan sebagai jenis usaha akomodasi yang memperdagangkan jasa. Pelayanan yang diberikan berupa

(8)

pemondokan akan dibayar dengan sejumlah nominal oleh wisatawan yang memanfaatkan layanan/jasa tersebut.

Dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Kepariwisataan diatur bahwa yang termasuk ke dalam usaha pariwisata antara lain:

a. daya tarik wisata; b. kawasan pariwisata; c. jasa transportasi wisata; d. jasa perjalanan wisata; e. jasa makanan dan minuman; f. penyediaan akomodasi;

g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;

h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;

i. jasa informasi pariwisata; j. jasa konsultan pariwisata; k. jasa pramuwisata;

l. wisata tirta; dan m. spa.

Penjelasan autentik atas Pasal 14 ayat (1) huruf f Undang-undang Kepariwisataan menerangkan bahwa yang dimaksud dengan akomodasi pariwisata ialah usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya. Usaha ini dapat berupa hotel, vila, pondok wisata, bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan akomodasi lainnya yang dipergunakan untuk tujuan pariwisata. Fokus dalam penelitian ini ialah jasa akomodasi pariwisata, jasa dimaksud adalah jasa akomodasi homestay yang ditujukan untuk wisatawan. Perdagangan jasa atau trade in services adalah sederet kegiatan yang terdiri atas pemasok jasa (supplier) yang bertanggung jawab dalam penyediaan berbagai macam jasa untuk para konsumen jasa serta para supplier bertanggung jawab untuk

(9)

menyalurkannya kepada pengguna jasa (konsumen jasa, turis) tersebut.6 Kegiatan perdagangan jasa yang sejenis ini pastinya akan tetap memakai prinsip transaksi bisnis pada umumnya dimana pada kegiatan ini akan tetap adanya transaksi pembayaran (payment system) berdasarkan kesepakatan dari masing-masing pihak. Pariwisata yang adalah bentuk perdagangan jasa tentunya mempunyai sistem tersendiri. Sistem perdagangan jasa tersebut ialah adanya sistem transaksi yang dilakukan oleh komponen perdagangan jasa pariwisata dimana transaksi ini dilakukan antara penyedia jasa (supplier) dengan pemakai jasa (consumer, konsumen, wisatawan).

Bentuk dari komponen penyedia jasa (supplier) ini mempunyai tujuan untuk memberi cirri khas tentang jenis jasa yang ada untuk kemudian ditawarkan kepada konsumen jasa melalui transaksi jasa pariwisata. Jasa yang ditawarkan oleh penyedia jasa merupakan jasa-jasa yang memang diperlukan oleh para pengguna jasa selama mereka berada di kawasan pariwisata. Adapun beberapa jenis jasa yang umum ditawarkan antara lain (a) jasa angkutan wisata (transportation); (b) jasa akomodasi (accommodation); (c) jasa boga (food and restaurant services); (d) jasa atraksi-atraksi wisata (tourism attractions); (e) jasa informasi wisata (tourism information services).7

Dalam Undang-undang a quo telah ditentukan bahwa dalam konsep kepariwisataan banyak pihak dilibatkan termasuk pelaku usaha, pemerintah maupun

6 Ida Bagus Wyasa Putra, 2010, “Fungsi Hukum Dalam Pengaturan Pariwisata Sebagai Bentuk Perdagangan Jasa: Inkonsistensi Konsep Dalam Kebijakan Pariwisata dan Penyerapan General Agreement on Trade In Services Dalam Pengaturan Perdagangan Jasa Pariwisata Internasional Indonesia”, Disertasi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, h. 415

(10)

pemerintah daerah. Menilik lagi kepada apa yang dimaksud dengan jasa akomodasi pariwisata, maka hotel, vila, pondok wisata, bumi perkemahan, persinggahan caravan maupun home stay merupakan usaha jasa yang sepenuhnya dilakukan oleh orang perseorangan atau badan hukum swasta dan bukan pemerintah.

Beranjak dari asumsi demikian maka pelaku usaha akomodasi pariwisata yang berbentuk badan usaha akan tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang perusahaan serta usaha mikro, kecil, menengah maupun besar. Keberadaan usaha jasa akomodasi pariwisata tentu layak untuk diperhitungkan sebagai salah satu sektor yang memberikan pengaruh terhadap perekonomian nasional. Pertumbuhan sektor usaha penyediaan akomodasi yang tidak dibarengi dengan pengaturan yang baik oleh pemerintah dapat menyebabkan terjadinya berbagai bentuk kecurangan pelaku usaha yang faktanya dilarang oleh undang-undang.

Peran negara melalui pemerintah dalam mengatur serta mengelola pertumbuhan jasa penyediaan akomodasi pariwisata mutlak diperlukan demi mewujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana diharapkan sebagai bentuk ideal perekonomian Indonesia. Iklim persaingan usaha jasa akomodasi pariwisata yang tidak terkendali dan tidak terarah akan menurunkan pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan cita-cita pemerataan kesempatan usaha bagi setiap warga negara Indonesia.

Melalui perspektif yang berbeda dapat diperhatikan bahwa penyediaan akomodasi pariwisata adalah salah satu sektor usaha yang sangat penting dalam

(11)

berjalannya bidang pariwisata. Mengingat kegiatan pariwisata dapat saja dilakukan oleh wisatawan lebih dari satu hari. Meskipun waktu berwisata yang bersifat sementara, namun dalam prakteknya apabila melebihi satu malam akan membutuhkan jasa akomodasi berupa hotel atau pemondokan untuk beristirahat.

2.2. Konsep Persaingan Usaha

Tujuan bangsa Indonesia tertuang pada alenia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Salah satu tujuan dibentuknya negara Indonesia ialah senantiasa mengupayakan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kesejahteraan masyarakat dimaksud berupa kesejahteraan materiil serta formil. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan materiil serta formil mutlak diperlukan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Terpenuhinya kebutuhan secara materiil merupakan salah satu parameter untuk membentuk suatu keadaan yang disebut kesejahteraan. Lebih jauh dapat dipahami bahwa kesejahteraan materiil dapat diukur dari kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya.

Terpenuhinya berbagai kebutuhan hidup masyarakat seolah menjadi petunjuk yang mengarahkan perhatian pada situasi perekonomian negara (global). Situasi perekonomian global tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai macam faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal dimaksud ialah situasi perekonomian internasional yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian global. Pemahaman tersebut dapat diterangkan bahwa dalam dunia globalisasi dengan

(12)

kemajuan transaksi dan kerjasama internasional, maka segala faktor eksternal tidak dapat dikesampingkan sebagai upaya mewujudkan keseimbangan perekonomian suatu negara.

Sisi lain yang juga harus diperhatikan ialah situasi dalam negeri suatu negara Indonesia (internal). Dalam porsi yang tidak kalah dengan faktor ekternal, stabilitas ekonomi suatu negara tentunya harus diwujudkan dengan menjaga stabilitas ekonomi suatu negara. Dalam beberapa riset dikemukakan bahwa perekonomian negara Indonesia ditentukan dari iklim usaha yang menjadi sektor mayoritas penunjang perekonomian. Iklim usaha yang baik menjadi titik awal (starting poin) yang harus dibenahi guna menuju sebuah iklim perekonomian yang baik. Usaha dimaksudkan sebagai kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum di bidang ekonomi dengan maksud memperoleh keuntungan (profit).

Dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sebagai pengejawantahan prinsip “berkeadilan” maka diterapkanlah kebebasan bagi setiap individu maupun badan hukum untuk melakukan usaha yang digerakkan dalam bidang barang maupun jasa di semua wilayah di Indonesia. Demokrasi ekonomi yang diinginkan dapat saja dimanfaatkan oleh beberapa pelaku usaha untuk berbuat curang dengan cara menguasai pasar atau melakukan kerjasama

(13)

yang curang antar pelaku usaha. Kemungkinan ini mendorong pemerintah untuk bergerak aktif dalam mengendalikan iklim usaha di Indonesia agar perekonomian menjadi stabil dengan tidak hanya berpusat pada pelaku usaha yang memiliki modal besar.

Usaha pemerintah untuk mengendalikan iklim perekonomian dilakukan melalui proses perencanaan, proses penganggaran, proses pelaksanaan, serta proses pemantauan dan proses evaluasi seluruh regulasi, kebijakan, dan program pembangunan guna mewujudkan iklim usaha yang lebih kompetitif. Dengan memberi kesempatan yang sama dapat diciptakan iklim usaha yang lebih kompetitif dari sisi regulasi maupun infrastruktur dan pelayanan publik, terhadap pelaku usaha, dan juga mengurangi hak eksklusif (privileged) yang bisa didapatkan oleh beberapa pemain. Pemberian kesempatan yang sama terhadap semua pelaku usaha diharapkan dapat menciptakan iklim persaingan yang kompetitif guna menjauhkan arus perekonomian yang mengarah kepada persaingan yang tidak sehat.

Beberapa pertimbangan tersebut mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi dalam bentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU Anti Monopoli).Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diatur dalam berbagai undang-undang yang disebut Antitrust Law. Undang-Undang tersebut terdiri atas 4 (empat) undang-undang yang utama antara

(14)

lain : Sherman Act, Clayton Act, Robinson-Patman Act, dan Federal Trade Commision Act.8

Undang-Undang Persaingan Usaha sangat dipengaruhi oleh Antitrust Law Amerika Serikat dalam pembuatannya bahkan merupakan terjemahan dan juga isinya dari Antitrust Law tersebut. Karena di Indonesia sejak lama telah menginginkan undang-undang yang secara komprehensif mengatur persaingan sehat. Keinginan tersebut didorong oleh munculnya praktek perdagangan yang tidak sehat terutama karena penguasa sering memberikan perlindungan ataupun preveleges kepada para pelaku bisnis tertentu, sebagai bagian dari praktek-praktek kolusi, korupsi, krooni dan nepotisme. Dikatakan secara komprehensif karena sebenarnya secara pragmentaris batasan-batasan yuridis terhadap praktek-praktek bisnis yang tidak sehat atau curang dapat ditemukan secara tersebar di berbagai hukum positif. Tetapi karena sifatnya yang sektoral, perundang-undangan tersebut sangat tidak efektif (secara konseptual) untuk memenuhi berbagai indikator sasaran yang ingin dicapai oleh undang-undang persaingan sehat tersebut.9

Konsep persaingan usaha tidak sehat dapat dilihat pada Pasal 1 huruf f yang menyebutkan: “Persaingan usaha tidak sehat ialah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan

8 Jurnal Hukum Bisnis, “UU Anti Monopoli; Tantangan dan Masalah di Seputarnya”, h. 5. 9 Muladi, “Menyongsong Keberadaan UU Persaingan Sehat di Indonesia “, dalam UU Antimonopoli Seperti Apakah yang Sesungguhnya Kita Butuhkan? Newsletter Nomor 34 Tahun IX, Jakarta, Yayasan Pusat Pegkajian Hukum, 1998, h. 35.

(15)

usaha”. Perumusan konsep tersebut memberikan pemahaman bahwa persaingan usaha tidak sehat menunjuk pada beberapa unsur antara lain:

1. Pelaku usaha

2. Menjalankan kegiatan produksi dan atau barang dan jasa

3. Tidak jujur, melawan hukum atau menghambat persaingan usaha

Jelaslah bahwa yang menjadi sentral perhatian dalam larangan atas persaingan usaha tidak sehat ialah perilaku para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya yang dapat menciderai prinsip keadilan dalam hakikat demokrasi ekonomi. Secara eksplisit UU Anti Monopoli tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan persaingan usaha.

Secara terminologi, persaingan usaha atau “competition” (Inggris) oleh Webster didefinisikan sebagai ”… a struggle or contest between two or more persons

for the some objects”10

Menurut Munir Fuady, persaingan curang adalah suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan memasarkan barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.11

Berdasarkan UU Anti Monopoli, terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan atau perbuatan yang termasuk atau memunculkan persaingan usaha tidak sehat. Bentuk

10 Ari Siswanto, 2002, Hukum Persingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.13 11 Munir Fuady, 2005, Hukum Pailit: Dalam Teori Dan Praktek, PT Citra Aditya, h. 213

(16)

kegiatan atau perbuatan tersebut adalah: perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan penyalahgunaan posisi dominan.

a. Perjanjian yang dilarang

Perjanjian yang dilarang adalah suatu persetujuan yang tertulis atau lisan untuk mengikatkan dirinya yang dilakukan satu atau lebih pelaku usaha dengan satu atau lebih pelaku usaha lainnya dan menaati apa yang disepakati dalam persetujuan itu dimana isi perjanjian tersebut melanggar Undang-Undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU Anti Monopoli, perjanjian merupakan suatu perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha dengan nama apapun, baik tertulis ataupun tidak tertulis. Bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang dalam UU Anti Monopoli adalah:

a. Perjanjian oligopoli;

b. Perjanjian penetapan harga; c. Perjanjian pembagian wilayah; d. Pemboikotan; e. Kartel; f. Trust; g. Oligopsoni; h. Integrasi vertikal; i. Perjanjian tertutup;

j. Perjanjian dengan pihak luar negeri; b. Kegiatan yang Dilarang

Menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja kegiatan yang dilarang adalah tindakan atau kegiatan hukum sepihak yang dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa adanya keterkaitan hubungan

(17)

hukum secara langsung dengan pelaku usaha atau kelompok usaha lainnya.12 Bentuk kegiatan yang dilarang dalam UU Anti Monopoli adalah:

1. Monopoli; 2. Monopsoni; 3. Penguasaan pasar; 4. Persekongkolan;

c. Penyalahgunaan Posisi Dominan

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Anti Monopoli, posisi dominan ialah keadaan dimana pelaku usaha tidak memiliki pesaing yang berarti di pasar bersangkutan yang berkaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi paling tinggi di antara para pesaingnya di dalam pasar bersangkutan terkait dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Posisi dominan yang dilarang oleh UU Anti Monopoli yaitu;

a. Posisi dominan secara umum; b. Jabatan Rangkap;

c. Pemilikan saham mayoritas;

12 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, 2001, Transaksi Bisnis Internasional:Ekspor Impor dan Imbal Beli, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.31

(18)

d. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

2.3. Konsep Perizinan

Izin merupakan konsep yang dikenal dalam lapangan hukum administrasi negara. Sebelum menukik lebih jauh mengenai izin, layak dipahami terlebih dahulu tentang hakikat administrasi negara yang mana di dalamnya terdapat pula konsep ketetapan dalam salah satu wujudnya yang dikenal sebagai izin (vergunning).

Konsep Administrasi negara jika dipahami secara diveregensi terdiri dari kata administrasi dan negara.Secara etimologis istilah administrasi berasal dari bahasa Inggris, dari kata Administration yang bentuk infinitifnya adalah administer. Kata Administrasi juga berasal dari bahasa Belanda, yaitu Administratie yang mempunyai pengertian mencakup stelselmatige verkrijging en verwerking van gegeven (tata usaha), bestuur (manajemen dari kegiatan-kegiatan orang), beheer (manajemen dari sumber daya, seperti financial, personel, gudang. Negara secara etimologis berasal bahasa Inggris State yang artinya dalam bahasa latin yaitu status yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat yang tegak dan tetap atau lebih sering disebut station yang berarti kedudukan.

E. Utrecht berpandangan bahwa administrasi negara merupakan gabungan jabatan-jabatan, aparat (alat) administrasi yang di bawah pimpinan pemerintah melakukan sebagaian dari pekerjaan pemerintah.13 Bachsan Mustafa memberikan pemahaman bahwa administrasi negara sebagai gabungan jabatan-jabatan yang

13 E. Utrecht, 1988, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, h.9

(19)

dibentuk dan disusun secara bertingkat (trapgewijs) yang diserahi tugas melakukan sebagaian pekerjaan dalam arti luas (overheid), yang tidak diserahkan kepada badan-badan pembuat undang-undang dan badan-badan-badan-badan kehakiman.14 Sondang. P. Siagian mengartikan administrasi negara sebagai keseluruhan kegiatan yang dilakukan seluruh aparatur pemerintah dari suatu negara dalam usaha untuk mencapai tujuan negara.15 Beberapa pengertian administrasi negara tersebut memberikan sebuah pemahaman bahwa konsep administrasi negara erat kaitannya dengan pemerintah.

Pemerintah dimaksud dapat dipahami dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Dalam arti luas pemerintah dimaksud melingkupi kekuasaan eksekutif, legislatif serta yudikatif (trias politica). Sedangkan dalam arti sempit, sejalan dengan pandangan Buchsan Mustafa bahwa pemerintah dimaksud hanyalah jabatan pada kekuasaan eksekutif. Tidak termasuk yudikatif ataupun legislatif.

Dengan mempersempit lingkup pengertian pemerintah ialah jabatan-jabatan dalam lingkup eksekutif, maka administrasi negara dimaksud merupakan kegiatan yang dilakukan oleh jabatan-jabatan pada ruang eksekutif dalam tujuannya untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan demi mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Sebagai bentuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan maka pemerintah melakukan perbuatan dalam lapangan hukum administrasi negara (hukum

14 Bachsan Mustafa, 1990, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.8

(20)

publik). Utrecht membagi perbuatan dalam lapangan hukum publik itu ke dalam dua macam:16

a. Perbuatan hukum publik bersegi satu b. Perbuatan hukum publik bersegi dua.

Perbuatan hukum bersegi dua dipahami sebagai suatu perjanjian berdasarkan hukum publik. Beberapa literatur mencantumkan beberapa pendapat yang tidak mengakui adanya suatu perbuatan hukum publik bersegi dua. Scheltema dan Sybenga menentang keras teori perbuatan hukum publik bersegi dua dengan alasan bahwa konsep perjanjian hanya terdapat dalam ranah hukum perdata. Hukum administrasi negara yang notabena merupakan hukum publik tidak mengenal konsep perjanjian. Ditunjang pula terhadap pandangan bahwa suatu perjanjian terbentuk dari persesuaian kehendak masing-masing pihak.Ketika dikaitkan dengan perjanjian dalam lapangan hukum publik, maka secara teoritis persesuaian kehendak sebagaimana dipersyaratkan dalam sebuah perjanjian tidak mungkin terjadi. Sedangkan dalam perjanjian lapangan hukum publik (perbuatan pemerintah bersegi dua), hanya salah satu pihak yang dapat menentukan kehendaknya yaitu pemerintah. Pada beberapa pendapat yang mendukung teori perbuatan pemerintah bersegi dua, persesuaian kehendak dimaksud dalam perjanjian dianggap/diasumsikan ada atau dijelaskan dengan teori fiksi.

Setelah beranjak dari jenis perbuatan hukum publik bersegi dua, maka terdapat pula perbuatan hukum publik bersegi satu yang dapat diterapkan oleh badan

(21)

administrasi negara. Dikenal konsep perbuatan publik bersegi satu dengan istilah ketetapan (beschikking). Salah satu bentuk ketetapan yang dikeluarkan pemerintah ialah izin (verguning).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, Izin merupakan pernyataan yang mengabulkan (tidak melarang dan sebagainya); persetujuan membolehkan.17 Izin dapat pula diartikan sebagai suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan suatu perbuatan yang pada umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat kongkrit.18 Sejalan dengan itu, Menurut Van der Pot mengungkapkan bahwa izin adalah suatu keputusan yang memperkenankan melakukan perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan.19

N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit. Izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang- undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Sedangkan izin dalam arti luas (perizinan) adalah suatu persetujuan penguasa yang didasarkan pada undang-undang atau peraturan pemerintah. Untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan- ketentuan larangan perundangan.20

17 http://kbbi.web.id/izin

18 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, 2012, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa Cendekia, Bandung h.90

19 Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan-Problem dan Upaya Pembenahan, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 7

20 Spelt N.M dan J.B.J Ten Berge, 1993, Pengantar Hukum perizinan, Yurika, Surabaya, h.2

(22)

Mengacu pada Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu menyebutkan bahwa, izin ialah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu.

Dalam beberapa literatur dikemukakan bahwa hakikat izin memiliki persamaan dengan beberapa konsep lain yang sering dipergunakan dalam ranah administrasi negara, antara lain:

1. Dispensasi merupakan keputusan administrasi Negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut. Sehingga suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi sesuatu yang istimewa (relaxation legis).

2. Lisensi ialah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau istimewa.

3. Konsesi adalah suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas pemerintah, tetapi pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah. Bentuknya bisa berupa kontraktual atau kombinasi

(23)

antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat tertentu.21

Beranjak dari beberapa pendapat serta perumusan mengenai konsep izin maka dapat ditarik beberapa unsur yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi perbuatan administrasi negara yang disebut sebagai izin, antara lain:

1. Instrumen yuridis

2. Peraturan perundang-undangan 3. Organ pemerintah

4. Peristiwa konkrit

5. Prosedur dan persyaratan

Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yaitu ketetapan yang memunculkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu. Dengan demikian izin merupakan instrumen yuridis yang bersifat konstitutif yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mengatur peristiwa konkrit.22 Undang-Undang hanya mengatur secara umum terhadap suatu obyek tertentu sehingga dalam beberapa ranah diperlukan izin untuk mengatur secara teknis dan konkrit suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh warga negara.

21 Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 196

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi,

Berdasarkan ketentuan pasal 8 ini, pelaku usaha ( supplier ) dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain (distributor) untuk menetapkan harga vertikal

Sesuai dengan tujuan di atas maka pada pasal 20 Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah dijelaskan pelaku usaha dilarang

2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,

Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313 KUHPerdata menentukan, “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

Di dalam Pasal 4 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama

Perjanjian dengan harga yang berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antar pelaku usaha, yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga