BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merek menjadi bagian dari kekayaan intelektual karena keberadaan suatu merek adalah
hasil dari olah pikir manusia, dan merek telah menjadi hal yang sangat penting karena akan
bertalian erat dengan penjualan barang akan suatu barang dan/atau jasa1. Merek selain diatur
dalam hukum kekayaan intelektual juga terkait dengan hukum pencegahan persaingan curang
(unfair competition prevention law) dan hukum anti-monopoli atau hukum persaingan sehat
(competition law), sehingga mencegah adanya tindak persaingan yang memunculkan itikad
buruk dari seseorang untuk menjatuhkan nilai kualitas hasil produk tersebut2.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis (“UU Merek”) menyatakan merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara
grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua)
dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dan 2 (dua) atau lebih
unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau
badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Menurut jenisnya, merek
dapat dibedakan menjadi Merek Dagang, Merek Jasa, dan Merek Kolektif.
Terdapat fungsi merek bagi kosumen dalam memberikan informasi bagi konsumen
mengenai barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh para pengusaha, yaitu dengan cara
mempromosikan hasil usaha baik secara nasional maupun internasional dalam rangka
pendistribusian barang dan/atau jasa yang nantinya akan membuat merek tersebut
1
Indirani Wauran-Wicaksono, Pengantar Hukum Kekayaan Inteltual, Tisara Grafika, Salatiga, 2017, h. 8.
2
mempunyai nilai yang tinggi. Melalui merek, pelaku usaha juga dapat menjaga dan
memberikan jaminan akan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan mencegah
tindakan persaingan yang tidak jujur dari pelaku usaha lain.
Merek memiliki beragam manfaat yang dapat menciptakan sebuah hubungan baik bagi
pelaku usaha, pengusaha, maupun publik. Bagi konsumen merek di anggap mampu menarik
perhatian pembeli terhadap produk-produk baru yang mungkin akan bermanfaat bagi mereka.
Dalam suatu perusahaan merek dapat memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan
yang dimiliki oleh suatu produk. Sedangkan bagi publik pemberian merek memungkinkan
mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten.
Tujuan pemakaian merek adalah untuk memantapkan pertanggungjawaban pihak
produsen atas mutu barang yang diperdagangkan. Selain dari itu, dimaksudkan untuk
mengawasi batas-batas teritorial perdagangan suatu jenis barang.
Suatu produk tanpa identitas atau merek dapat dipastikan akan menemui kesulitan
dalam pemasaran, karena merek merupakan “penjual awal”3 bagi suatu produk untuk dijual kepada konsumen. Para konsumen membeli produk tertentu dengan melihat dari merek,
karena menurut konsumen merek yang dibeli berkualitas tinggi dan aman untuk dikonsumsi
disebabkan reputasi dari merek.
Berdasarkan reputasi (reputation) dan kemashuran (renown) suatu merek, merek dapat
dibedakan dalam tiga jenis, yakni merek biasa (normal marks), merek terkenal (wellknown
marks), dan merek termashur (famous marks). Dalam hal ini yang menjadi pokok
3
pembahasan adalah merek terkenal merupakan merek yang memiliki reputasi tinggi, sehingga
memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik pada kalangan masyarakat4.
Tahapan sebuah merek dari suatu produk menjadi sebuah merek yang dikenal (well
known/famous mark)5 oleh masyarakat konsumen dan menjadikan merek yang dikenal oleh
masyarakat sebagai aset perusahaan adalah tahapan yang sangat diharapkan oleh baik
produsen maupun pemilik merek. Setelah suatu perusahaan mencapai tahapan yang
menjadikan merek dikenal luas oleh masyarakat konsumen, dapat menimbulkan terdapatnya
para kompetitor yang memiliki itikad tidak baik untuk melakukan persaingan tidak sehat
dengan cara peniruan maupun pembajakan. Bahkan, dapat dilakukan dengan cara pemalsuan
produk (counterfeiting product) bermerek dengan mendapatkan keuntungan dagang dalam
waktu singkat. Tindakan-tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh para kompetitor yang tidak dibenarkan untuk dilakukan.
Terkenalnya suatu merek menjadi suatu well-known/famous mark, dapat lebih memicu
tindakan-tindakan pelanggaran merek baik yang berskala nasional maupun internasional.
Maka dari itu untuk menghindari hal-hal tersebut, merek terkenal diperlukan perlindungan
baik secara nasional maupun internasional. Mengingat bahwa pelanggaran merek terkenal
tidak hanya terjadi di batas nasional tetapi juga internasional.
Perlindungan merek terkenal secara internasional telah diatur dengan ketentuan yang
terdapat pada Pasal 6 bis Konvensi Paris berbunyi sebagai berikut6:
“The countries of the Union undertake, ex officio if their legislatio so permits, or at the request of an interested party, to refuse or to cancel the registration, and to prohibit the use of a trademark which constitus a reproduction, an imitation, or an translation, liable to create confusion, of a mark considered by the competent authority of the country as being already the mark of a person entitled to the benefits of this Convention
4
M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1996, h. 69.
5
Frederick W. Mostert, Famous And Well-Known Marks, Butterwoths, United Kingdom, 1997, h. 3.
6
and used for identical or similiar goods. These provisions shall also apply when the essential part of the mark constitutes a reproduction of any such well-known mark or an imitation liable to create confusions there with.”
Di dalam TRIPs juga terdapat ketentuan yang mengatur tentang merek terkenal. Dalam
perjanjian TRIPs ditentukan standar yang dapat dipakai oleh negara-negara peserta dalam
memberikan pengertian merek. Hal ini diatur pada ketentuan Pasal 15 ayat (1) Perjanjian
TRIPs berbunyi7 :
“Any sign, or any combination of signs, capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of other undertakings, shall be capable of constituting a trademark. Such signs, in particular words including personal names, letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well as any combination of such signs, shall be eligible for registration as trademarks. Where signs are not inherently capable of distinguishing the relevant goods or services, Members may make registrability depend on distinctiveness acquired through use. Members may require, as acondition of registration, that signs be visually perceptible”.
Dalam TRIPs tersebut juga menegaskan bahwa untuk menentukan apakah suatu merek
terkenal (well-known) harus dipertimbangkan pengetahuan mengenai merek ini di dalam
lingkungan yang relevan dari pada masyarakat bersangkutan, termasuk pengetahuan di dalam
negara anggota yang telah diperoleh sebagai hasil dari pada promosi atas merek yang
bersangkutan8.
Untuk dapat lebih memahami perbedaan antara merek terkenal dengan merek biasa,
ialah dimana merek terkenal sebagai merek dagang yang telah lama dikenal dan dipakai
disuatu wilayah oleh seseorang atau badan untuk jenis barang tertentu. Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat dipetik 2 (dua) unsur yang mengakibatkan suatu merek menjadi
merek terkenal yaitu : pertama, telah lama dikenal; kedua, dipakai dalam suatu wilayah.
Adapun suatu pertimbangan dikemukakannya merek terkenal adalah : pertama, karena
pemakaian merek terkenal milik orang lain akan menyesatkan masyarakat tentang asal-usul
7
Andrew Christie dan Stephen Gare, Blackstone’s Statutes on Intellectual Property, Blackstone Press, London, 2001, h. 7.
8
serta kualitas barang; kedua, untuk melindungi masyarakat dari kekeliruan memilih barang
yang bermutu baik9.
Dengan demikian, sebenarnya merek terkenal memperoleh perlindungan hukum khusus
yang lebih luas cakupannya dibandingkan dengan merek pada umumnya. Dalam hal ini,
perlindungan tersebut ditujukan terhadap goodwill atau reputasi yang melekat pada suatu
merek karena upaya untuk memperoleh goodwill yang secara hukum patut dihargai.
Pada prinsipnya, suatu perbuatan dapat disebut sebagai pelanggaran atas merek apabila
termasuk tiga unsur utama. Pertama, pelanggaran yang menyebabkan persamaan yang
membingungkan mengenai sumber, sponsor, afiliasi, atau koneksi. Kedua, pemalsuan dengan
penggunaan merek yang secara substansial tidak dapat dibedakan. Ketiga, adanya dilusi
merek yang mengurangi kapasitas sebuah merek terkenal untuk identifikasi dan membedakan
barang atau jasanya.
Suatu kasus terkenal yang dapat dikemukakan adalah kasus Merek Terkenal
Bloomingdale’s. Perseteruan ini berawal dari adanya merek terkenal Merek Bloomingdale’s
dengan Nomor IDM000255669 yang sudah terdaftar di berbagai negara Internasional
maupun di Indonesia. Pada saat yang sama, merek Bloomingdale dengan Nomor
IDM000147839 dan Nomor IDM000177962 juga mempunyai niat dalam mendaftarkan
mereknya di Indonesia. Namun dalam putusan Mahkamah Agung, hakim menolak gugatan
dari merek Bloomingdale yang menyatakan bahwa jangka waktu dari merek Bloomingdale’s
telah habis masa berlakunya, sehingga sudah tidak terdaftar dalam merek di Indonesia.
Hakim menilai merek Bloomingdale mempunyai itikad tidak baik dalam persamaan pada
pokoknya yang penyebutan kata maupun kegunaan dari merek tersebut sama dengan merek
9
Bloomingdale’s. Dengan ini hakim menerima bahwa merek Bloomingdale’s sebagai merek
terkenal yang berakibat merek Bloomingdale’s diakui secara hukum.
Perselisihan merek diatas adalah perselisihan merek yang sering terjadi pada dunia
usaha. Titik permasalahan lebih banyak berada pada masalah itikad tidak baik pada kemasan
sebuah produk yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Bentuk perselisihan merek melalui trade dress merupakan tindakan persaingan curang
yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek yang umumnya terjadi pada
merek-merek terkenal10.
Maraknya industry suatu perusahaan akan berpengaruh terhadap tiga hal utama, yaitu
goodwill, persaingan usaha tidak sehat, dan perlindungan konsumen. Setiap konsumen berhak
mendapatkan goodwill dari hasil usaha dimana salah satu reputasi baik dapat berupa merek
yang sudah dikenal oleh masyarakat luas sesuai strategis dari para pelaku usaha. Masalah
merek erat kaitannya dengan persaingan tidak sehat (unfair competition), bila pelaku usaha
dalam melakukan usahanya yang sejenis bersama-sama berusaha dalam daerah yang sama
pula maka masing-masing dari mereka berusaha sekeras-kerasnya melebihi yang lainnya
untuk mendapatkan tempat di hati konsumen secara kompetitif. Jadi tidak hanya merek yang
dipertaruhkan, lebih dari itu adalah kualitas barang atau keunggulan produk serta pelayanan
kepada konsumen. Untuk perlindungan konsumen atas barang dan harga ini dimaksudkan
agar penggunaan barang dengan kualitas yang dibawah standar atau kualitas yang lebih
rendah daripada nilai harga yang dibayar. Dengan perlindungan yang demikian, maka
konsumen tidak akan diberikan barang dengan kualitas yang lebih rendah dari pada harga
yang dibayarkannya11. Yang melindungi konsumen dari penggunaan barang yang tidak sesuai
dengan standar yang ditentukan, adalah Pasal 8 ayat (1) a, yang menyatakan bahwa pelaku
10
Beverly W. Pattishal, David C Hilliard, Joseph Nye Welch, Trademarks and Unfair Competition,
Lexis Publishing, USA, 2000, h. 14.
11
usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Meskipun telah ada Undang-Undang tentang Perlindungan Usaha Tidak Sehat dan UU
Perlindungan Konsumen, tetapi permasalahan merek pelik dengan goodwill itu sendiri.
Dalam hal persaingan usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen itu masih belum dibahas
lebih rinci di hukum Indonesia, seperti misalnya untuk merek asli atau tiruan, biasanya sangat
terlihat jelas pada harga. Konsumen juga pada dasarnya telah memahami adanya perbedaan
tersebut, akan tetapi tidak menjadi hal yang merugikan oleh konsumen. Terlihat masih
banyak barang KW (tiruan) dengan berbagai kualitas buatan Negara atau industry lain. Hal
tersebut dijadikan konsumsi bagi konsumen yang tingkat ekonominya tidak mampu membeli
merek yang asli.
Adapun ketiga hal tersebut yang menjadi ratio legisnya perlu dibuat Undang-Undang
Merek. Menurut penulis, adanya kemunculan Undang-Undang Merek karena banyak terjadi
merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal
untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan
umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Apabila
hal-hal diatas belum dianggap cukup, maka Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga
yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai
terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakkan12.
Untuk itu, penulis berpendapat bahwa memang perlu adanya perlindungan khusus bagi
pemilik merek terkenal, karena perlindungan tersebut ditujukan terhadap goodwill atau
reputasi yang melekat pada merek yang menghasilkan sesuatu untuk dihargai, sehingga
12
merek terkenal berhak memperoleh atas adanya perlindungan hukum13. Mengingat Indonesia
masih sangat minim dalam pengawasan merek-merek terkenal. Contohnya masih banyak
terdapat gugatan terhadap klaim merek terkenal, sehingga banyak terjadi persaingan usaha
yang tidak sehat antar para pelaku usaha. Penulis juga beranggapan bahwa terciptanya suatu
merek harus memiliki perlindungan hukum supaya merek terkenal tetap memiliki kualitas
yang baik bagi kalangan masyarakat. Seperti hal nya kasus merek terkenal Bloomingdale’s
yang berada dalam Negara Internasional maupun Indonesia. Banyak masyarakat khususnya
Indonesia yang belum mengetahui kegunaan dari merek tersebut. Untuk dapat dikenal ke
berbagai kalangan masyarakat dan membuktikan bahwa suatu merek dapat dikatakan terkenal
dengan cara memberikan informasi dalam bentuk media cetak maupun online dan digunakan
secara efektif dengan diikuti persyaratan bahwa merek tersebut telah didaftar diberbagai
negara, misalnya minimal 3 negara.
Pada akhirnya, untuk dapat memiliki fokus terhadap rumusan masalah, maka penulis
mengambil judul Perlindungan Hukum Hak Merek Bagi Merek Terkenal di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang masalah, maka dapat dimunculkan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah ratio legis perlindungan merek terkenal di Indonesia?
C. Tujuan
13
Tujuan dari penelitian ini antara lain memperluas pemahaman terkait bentuk
perlindungan hukum merek di Indonesia. Sehingga pada akhirnya akan memberikan
sumbangan ilmu hukum yang berguna bagi pelaku usaha maupun konsumen.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan melalui penelitian ini terdiri dari :
1. Segi teoritis :
a. Bagi Penulis, dapat memperoleh gambaran dari teori-teori hukum yang berkaitan
dengan permasalahan yang berguna untuk menyajikan tulisan dalam fakta dan
informasi yang paling aktual.
b. Bagi Perguruan Tinggi, adanya tulisan tersebut sebagai penerapan salah satu dari tri
darma perguruan tinggi, yaitu penelitian.
c. Bagi ilmu pengetahuan, dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang merek untuk lebih memberikan kejelasan tentang
pelaksanaan perlindungan merek dan melihat sejauh mana ketegasan hukum di
Indonesia.
2. Segi praktis :
a. Bagi pelaku usaha, adanya penulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
kembali tentang perlindungan hukum bagi pelaku usaha yang memiliki merek
terkenal, sehingga ke depannya tidak dirugikan dengan adanya merek lain yang
memiliki kesamaan dengan merek terkenal.
b. Bagi konsumen, diharapkan dengan penulisan ini, baik konsumen atau masyarakat
umum dapat membedakan bahwa adanya kategori merek terkenal dengan merek yang
c. Bagi pemerintah, agar dapat lebih fokus untuk menyelesaikan segala sengketa merek
terkenal dan melakukan pencegahan kemiripan merek ke depannya.
E. Metode Penelitian
Penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis adalah penelitian hukum (legal research)
yang ditujukan pada konsep pendaftaran merek terkenal di Indonesia. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kasus,dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Pendekatan kasus karena bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kasus dari sebuah putusan. Sementara pendekatan konseptual, karena penulis akan merujuk
pada pandangan sarjana dan doktrin hukum. Ketiga pendekatan ini digunakan penulis dalam
rangka meletakkan secara tepat bagaimana konsep pada merek terkenal.
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini akan terbagi atas beberapa Bab, yang sistematikanya adalah sebagai berikut.
Bab I akan menguraikan mengenai latar belakang masalah yakni alasan dipilihnya judul dan
gambaran mengenai permasalahan penelitian, yaitu berkaitan dengan persamaan pada
pokoknya dalam perlindungan merek, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan metode penelitian. Bab II akan menguraikan konsep hukum merek terkenal,
konsep goodwill dalam hukum merek, dan meniru merek terkenal membuktikan adanya
itikad tidak baik. Selanjutnya Bab III Penulis akan berbicara mengenai perlindungan merek
terkenal merupakan upaya untuk melindungi konsumen yang terdiri dari tujuan perlindungan
kosnumen serta perlindungan konsumen melalui perlindungan merek terkenal. Dan untuk
pembahasan terakhir di Bab IV, Penulis akan membahas tentang perlindungan hukum sebagai
langkah mewujudkan persaingan usaha sehat. Terakhir Bab V Penutup, Penulis akan