• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Merek NonTradisional Berbasis Daya Pembeda di Indonesia T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Merek NonTradisional Berbasis Daya Pembeda di Indonesia T1 BAB II"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HUKUM MEREK

A. HUKUM MEREK DI INDONESIA

Perlindungan merek di Indonesia telah dimulai sejak diundangkannya Reglement Industriele Eigendom Kolonien pada 1912, zaman pemerintahan Hindia Belanda.1 Peraturan tersebut selanjutnya diganti dan diperbaharui sebanyak empat kali, dimulai dari Undang undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan dan berakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Sebagai ius constitutum, hal-hal dalam UU Merek dan Indikasi Geografis yang sifatnya fundamental akan diuraikan secara mendalam dalam pembahasan pada bab ini. Hal ini dimaksudkan untuk menerka peluang dan hambatan akan gagasan perlindungan bunyi, bentuk dan aroma sebagai merek di Indonesia.

1. Pengertian, Fungsi, dan Jenis Merek

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 UU Merek dan Indikasi Geografis, merek adalah:

“tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

Pada rumusan tersebut, istilah Merek diartikan tidak lepas dengan tujuan penggunaannya yaitu untuk kegiatan perdagangan barang dan jasa. Konsep definisi

(2)

seperti ini pararel dengan pandangan Jeremy Philips, seorang ahli hukum merek yang menegaskan bahwa merek:

“Proposed to be used in relation to goods for the purpose of indicating, or so as to indicate, a connection in the course of trade between the goods and some person having the right either as proprietor or registered user to use the mark, whether with or without any indication of the identity of the person.”2

Menurut Philips, merek tanda yang membangun hubungan antara barang atau jasa dengan pemiliknya. Dalam pemasaran, merek berperan sebagai tanda yang menuntun konsumen untuk mengidentifikasi sumber barang yang dilekatinya. Argumen seperti ini juga ditegaskan Philip S. James, bahwa merek “used in connection with goods which a trader uses in order to tignity that a certain type of

good are his.”3 Sehingga pada intinya gagasan pemaknaan merek berdasarkan peruntukannya adalah pengertian sebagaimana yang disampaikan Harsono Adisumarto. Bahwa merek adalah “tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dan milik orang lain..,”4

Pemaknaan merek sebagai alat perdagangan, selanjutnya dapat dilihat pada 3 (tiga) fungsi merek oleh P.D.D Dermawan, yaitu5:

a. Fungsi Indicator Sumber

Dalam fungsi ini, merek adalah tanda yang menunjukan keabsahan akan suatu produk yang bersumber pada kegiatan usaha tertentu. Melalui merek, konsumen dapat mengenal asal dan sumber barang atau jasa.

2 Jeremy Phillips, Op. Cit., h. 229.

3 H. Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2013, h.345.

4 Harsono Adisumarto, Hak Milik Perindustrian, Akademika Pressindo, Jakarta, 1990,

h.44.

5 Adi Purwadi, Aspek Hukum Perdata pada Perlindungan Konsumen, Majalah Fakutas

(3)

Artinya merek merupakan an indication of origin, yaitu memberikan pengenalan akan sumber barang yang dilekatinya. Sehingga tidak dibingungkan dengan maraknya perusahaan yang berbeda namun memproduksi barang yang sejenis.

b. Fungsi Indicator Kualitas;

Merek adalah jaminan atas kualitas barang dan jasa. Hal ini berkaitan dengan produk-produk bergengsi yang dalam pemasarannya kerap ditiru oleh pelaku usaha lain. Dengan memproduksi barang sejenis dengan pengenalan umum yang hampir sama, tapi dengan menurunkan kualitas barang guna merauk keuntungan sebesar-besarnya. Terhadap hal ini merek hadir sebagai a gurantee of quality. Sehingga ketika suatu barang telah memperoleh kepercayaan kualitas dari konsumen, melalui merek kepercayaan tersebut dapat dilindungii.

c. Fungsi Sugestif

Merek adalah pemberi kesan kepada konsumen atas barang atau jasa yang diwakilkannya. Dalam fungsi ini, merek menjadi penarik perhatian konsumen atas barang dan jasa.

(4)

merek juga dilakukan atas penggunanya yaitu yang digunakan oleh perseorangan, ataupun yang digunakan secara bersama yang disebut merek kolektif6.

Selanjutnya pada pengertian di atas juga disebutkan jenis merek secara explisit, yaitu berupa: “gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna,

dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut.” Pada rumusan demikian, UU Merek menyebutkan sekurangnya dua jenis tanda dalam hukum merek. Berupa tanda tradisional (gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna) dan nontradisioanal (dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram). Tetapi apakah tanda non-tradisional sebagaimana disebutkan tersebut benar-benar dilindungii oleh UU Merek dan Indikasi Geografis? TIDAK, UU Merek 2016 benar bahwa memberikan perluasan perlindungan tanda sebagai merek. Namun dikarenakan adanya syarat penampilan grafis yang harus dipenuhi tanda non-tradisional maka sesungguhnya tanda non-tradisional tidak dapat dilindungii!.

UU Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan frasa “merek adalah tanda

yang dapat ditampilkan secara grafis” dan kemudian meletakan frasa “untuk membedakan barang dan/atau jasa” pada bagian akhir pengertian. Artinya, untuk menjadi merek suatu tanda harus dapat ditampilkan secara grafis sebelumnya. Ini tidak dapat dilakukan oleh tanda non-tradisional! Misalnya tanda bunyi, sebagai

6 Pada Pasal 1 butir 4 UU Merek dan Indikasi Geografis 2016, merek kolektif dijelaskan

(5)

tanda yang jelas tidak dapat dilihat sehingga bagaimana mungkin dapat ditampilkan secara grafis. Atas hal ini, UU Merek tidak memberikan perlindungan terhadap tanda non-tradisional. Namun, hanya sebatas untuk disebutkan semata.

2. Syarat Perlindungan Merek

Agar dapat dilindungii sebagai merek di Indonesia, suatu tanda yang digunakan oleh seorang atau badan hukum haruslah memenuhi syarat perlindungan sebagai merek. Adapun berdasarkan Pasal 20 UU Merek dan Indikasi Geografis 2016, sekurangnya terdapat enam syarat yang harus dipenuhi yaitu tidak:

a. bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang

dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

c. memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungii untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

e. memiliki daya pembeda; dan/atau

f. Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

Dalam rangka menjelaskan syarat pada rumusan di atas, menurut hemat penulis pendapat Prof.Mr.Dr. Sudargo Gautama ketika membahas UU Merek 1961 masih relevan untuk dikutip lebih lanjut. Gautama berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan kelima syarat perlindungan merek tersebut adalah:

a. Memiliki Daya Pembeda

(6)

Mie yang kualitasya Super. Tanda semacam ini tidak dapat membedakan antara barang dan jasa yang dilekatinya dengan barang sejenis. Sebab, pada hakikatnya tanda tersebut hanya berupa gambaran atas barang pada umumnya yang mana sangat mugkin menunjuk barang yang lain asalkan sejenis.

b. Tidak Menjadi Milik Umum

Tanda milik umum adalah tanda yang telah dikenal dan dipakai secara luas dan bebas di berbagai kalangan masyarakat. Misalnya, tanda “tengkorak manusia yang dibawahnya digambarkan tulang yang bersilang” tanda tersebut secara umum telah dikenal sebagai tanda

bahaya akan racun. Selain telah dikenal dan digunakan secara bebas, suatu tanda dikatakan menjadi milik umum adalah ketika tanda tersebut menunjukan kelaziman dan atau kebiasaan suatu budaya atau komunitas masyarakat7. Misalnya tanda “kepalan tangan dengan ibu jari mununjuk ke atas” yang disebut “Jempol”. Tanda tersebut oleh masyarakat

Indonesia merupakan kelaziman sebagai simbol pujian atas hal yang menakjubkan.

Dalam hukum merek, tanda milik umum juga meiputi a mark that describes the general category to which the underlying product belongs8. Misalnya kata “Komputer” untuk produk dan peralatan computer. Atas hal ini, merek yang adalah milik umum (public domain) haruslah diperhatikan.

7 Rahmi Jened, Op. CIt., h. 103

8Overview of Trademark Law,

(7)

Salah contoh kasus adalah kata Gudang yang pada prinsipnya menunjuk kepada tempat penyimpanan, namun karena oleh Pemerintah pada 1990-an dilakuk1990-an penyuluh1990-an agar semua industri rumah t1990-angga d1990-an industri kecil untuk mendaftarkan rokoknya dengan merek Gudang. Sehingga dewasa ini, terhitung sekitar 47 merek Gudang dari berbagai produsen Rokok yang berbeda satu diantaranya merek Gudang Mas.

c. Bertentangan Dengan Keasusilaan Dan Ketertiban

Suatu tanda tidak dapat dilindungii sebagai merek, manakala tanda tersebut dalam pengartiannya menyinggung bahkan melanggar kesopanan, keasusilaan khlayak umum ataupun masyarakat tertentu. Misalnya gambar yang memuat unsur porngrafi, ataupun kata-kata cacian. Hal yang sama juga dengan tanda yang bertentangan dengan Undang undang, misalnya pendaftaran merek gambar daun Canibus yang notabenenya adalah daun ganja9. Hal ini dikarenakan tanda tersebut menyangkut materi larangan narkotika yang terdapat pada Undang undang Nomor. 05 tahun 1997 tentang Psikotrapika.

Suatu tanda juga tidak dapat didaftarkan sebagai merek ketika tanda tersebut menyinggung moralitas agama. Misalnya tanda Salib yang menunjuk pada agama Kristen dan Katolik, atau gambar Bulan Bintang yang menunjuk pada agama Islam. Tanda untuk didaftarkan sebagai merek juga harus memperhatikan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, misalnya pendaftaran tanda Palu Arit yang adalah lambing Partai Komunis Indonesia (PKI).

(8)

d. Merupakan Keterangan Yang Berkaitan Dengan Barang/ Jasa Yang Dimohonkan

Tanda juga tidak dapat dilindungii sebagai merek, ketika tanda tersebut hanya sekedar merangkan objek yang diwakilinya semata. Misalnya merek berupa “gambar kopi” untuk produk kopi, ataupun “kata mobil”

untuk produk mobil. Namun, terhadap jenis tanda seperti ini pada prinsipnya dapat dilindungi sebagai merek yaitu ketika dapat membangun secondary meaning10.

3. Pendaftaran, Perpanjangan, Dan Pembatalan Perlindungan Suatu Tanda Sebagai Merek

Pendaftaran tanda sebagai merek dapat dilakukan dengan dua sistem pendaftaran, yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif. Dalam system deklaratif, pemegang merek adalah pengguna merek pertama kali. Sedangkan sistem konstitutif yang juga dikenal dengan first to file system adalah pemegang merek ditentukan sebagai pendaftar pertama dan bukan pengguna pertama. Indonesia menganut system konstitutif.

3.1. Pedaftaran Dengan Itikad Baik

Sekalipun Indonesia menganut sistem pendaftaran konstitutif, tidak berarti bahwa tanda yang dapat didaftarkan sebagai merek merupakan tanda berupa tiruan atas tanda yang belum didaftarkan. Prinsip ini dikenal dengan pendaftaran merek berdasarkan itikad baik.

(9)

Penegasan perlindungan merek yang berdasarkan itikad baik di atur dalam Pasal 21 ayat (3) UU Merek dan Indikasi Geografis yaitu: “Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.” Prinsip itikad baik tersebut pada prinsipnya pararel dengan asas pelaksanaan perjanjian dalam Pasal 1338 ayat (3) Burgerlijk Wetboek (BW) yang menegaskan bahwa:

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Menurut Nieuwenhuis11, itikad baik dalam rumusan Pasal 1338 di atas tergolongan sebagai pemaknaan itikad baik dalam pengertiannya yang objektif. Sedangkan di lain sisi, BW juga merumuskan pengertian itikad baik dalam pengertian subjektif yaitu dalam Pasal 1977.

Telah ditegaskan bahwa pendaftaran merek harus berdasarkan itikad baik, namun apakah yang dimaksud dengan itikad baik tersebut? BW tidak memberikan pengertian yang tegas atas hal ini. Pengertian yang dapat dirujuk adalah definisi goof faith dalam Black’s law dictionary bahwa itikad baik adalah:

A state of mind consisting in (1) honesty in belief or purpose, (2)

faithfulness to one’s duty or obligation, (3) observance of

reasonable commercial standarts of fair dealing in a given trade or a business, or (4) absence of intent to defraud or to seek unconscionable advantage12.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perlindungan merek berdasarkan itikad baik adalah perlindungan suatu tanda dengan memperhatikan sekurangnya empat hal terkait tujuan dan motivasi Pendaftar, yaitu:

11 J.H. Nieuwenhius, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Universitas Airlangga, Surabaya, h.

43.

(10)

kejujuran (honesty), kesetiaan (faithfulness), sesuai standar (reasonable commercial standarts), dan tidak berniat menipu (absence of intent to defraud).

Yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 16 Desember 1986 dengan Nomor. 220/PK/1996 mengenai perkara Nike, menjadi contoh pentingnya memperhatikan itikad baik dalam melindungi tanda sebagai merek. Dalam kasus tersebut, Mahkamah memberikan pertimbangan bahwa:

Pendaftaran merek No.141589 milik tergugat asal 1 jelas merupakan perbuatan yang beritikad buruk karena mempunyai kesamaan secara keseluruhan atau persamaan

pada pokoknya dengan merek dagang Nike dan nama

perniagaan Nike milik penggugat asal. Itikad buruk tergugat asal 1 untuk meniru nama perniagaan dan merek dagang Nike milik pengguat asal dengan tujuan membonceng pada ketenaran nama perniagaan dan merek dagang penggugat asal

Perlindungan terhadap merek dengan memperhatikan itikad baik dimaksudkan untuk mencegah tindakan tidak jujur. Berupa mengklaim merek orang lain dengan maksud menikmati keuntungan dari ketenaran merek tersebut, dalam contoh di atas yaitu merek Nike. Dalam pendaftaran merek itikad baik merupakan syarat substantif. Sehingga penjelasan yang tepat atas pendaftaran dengan system konstitutif yang dianut di Indonesia adalah pengertian yang dikemukakan oleh Rahmi Jened, bahwa “pemohon pertama yang mengajukan pendaftaran dengan itikad baik adalah pihak yang berhak atas merek sampai terbukti sebaliknya.

3.2. Mekanisme Pendaftaran

(11)

menyebutkan bahwa berkas permohonan pendaftaran merek harus mencantumkan beberapa hal diantaranya:

a. Tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;

b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;

c. Nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;

d. Warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna;

e. Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan f. Kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang

dan/atau jenis jasa.

Mekanisme pendaftaran merek dimulai dengan pengajuan berkas dengan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya. Dalam hal Pemohon adalah lebih dari satu orang ataupun badan hukum secara bersama-sama. Maka semua pemohon harus dicantumkan di surat permohonan, dengan memilih satu orang untuk menandatangani dengan menyertakan lampiran persetujuan yang lain. Serta menunjuk salah satu alamat dari pada pemohon sebagai alamat bersama. Dalam pengajuannya, berkas perkara permohonan harus dilampirkan dengan:

a. Label Merek dan bukti pembayaran biaya

b. Surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan pendaftarannya

c. Surat kuasa, jika permohonan diwakili dengan kuasa

Indonesia juga mengakomodir permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas13, sebagaimna di atur dalam Pasal 9 dan 10 UU Merek dan Indikasi Geografis, bahwa:

13 Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari

(12)

Pasal 9

Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan Industri (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) atau anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization).

Pasal 10

(1) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas wajib dilengkapi dengan bukti penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali menimbulkan Hak Prioritas tersebut. (2) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Permohonan tersebut tetap

Berdasarkan pengajuan permohonan pendaftaran merek di atas, selanjutnya kantor merek menetapkannya sebagai merek dengan diikuti pengumuman pada papan pengumuman khusus dan diterbitkan pada berita resmi merek, dengan jangka waktu enam bulan untuk diajukan keberatan.

(13)

be for a term of no less then seven years. The registration of a trademark shall be renewable indefinitely.”

Perlindungan atas pendaftaran dan perpanjangan terhadap pendaftaran adalah minimal 7 tahun. Penetapan waktu tujuh tahun pada TRIPS tersebut adalah batas minimal perlindungan, oleh karenanya sebagai Negara anggota Indonesia memberikan penambahan waktu perlindungan merek yaitu sampai 10 (sepuluh) tahun sejak didaftarkan. Penetapan waktu tersebut tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) UU Merek dan Indikasi Geografis bahwa: “Merek terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan.” Dan kemudian diatur lebih lanjut pada Pasal 35 ayat (2) bahwa “Jangka waktu

pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.”

Lebih jauh, terkait dengan perpanjangan waktu ketika habis jangka waktu perlindungan merek. Artikel 6 Paragraf (2) Paris Convention menjelaskan bahwa: “however in no case shall the renewal of the registration of the mark in the country

(14)

Sedangkan dalam hal penghapusan dan pembatalan perlindungan merek sekurangya terdapat dua cara, yaitu melalui prakarsa Direktorat Jenderal HAKI dan Prakarsa sendiri (pemilik merek). Namun, biasanya atas prakarsa Direktorat Jenderal HAKI akan dibuka peluang untuk pihak ketiga terkait dengan pengajuan gugatannya di Pengadilan Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga. Ketika gugatan tersebut di kabulkan oleh pengadilan, maka oleh Ditjen HAKI akan dilakukan penghapusan register merek yang bersangkutan dari daftar umum merek dan selanjutnya diumumkan dalam berita resmi merek.

4. Tinjauan Umum Perjanjian Internasional Tentang Merek

Dalam perlindungannya terhadap merek, Indonesia telah menjadi Negara anggota dalam beberapa perjanjian internasional tentang merek. Berbagai klausul perlindungan merek dalam perjanjian multilateral tersebut, kemudian menjadi bingkai standar perlindungan merek dalam tingkat nasonal. Namun, selain perjanjian yang telah diratifikasi Indonesia sebagai merek. Dalam perkembangannya, muncul berbagai perjanjian tentang merek yang dihormati Indonesia dalam pemberlakuan ketentuan perlindungan merek dalam negeri. Berikut berbagai perjanjian multilateral tentang merek:

a. Agreement On Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs)

(15)

a. Legislative choice b. National treatment c. MFN principel

d. Non-discriminatory principle e. Dlln

Dalam kaitannya dengan tulisan ini, Penulis akan mendasarkan tesis perlindungan BBA sebagai merek karena memiliki daya pembeda, pada Pasal 15 ayat (1) yang pada intinya menegaskan: “Any sign, or

any combination of signs capable of distinguishing goods or services of one undertaking from those of undertakings shall capable of constituting of trademark

Dimana frasa “any sign” diasumsikan sebutan implisit terhadap jenis

merek bunyi, bentuk dan aroma (BBA).

b. The Paris Convention For The Protection of Industrial Prperty Rights

Paris convention adalah perjanjian yang berperan penting dalam upaya perlindungan merek. Indonesia telah meratifikasi Paris convention dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.15/1997. Beberapa hal yang ditetapkan dalam perjanjian ini adalah:

a. Independence of protection b. Peralihan hak merek

(16)

Trademark Law Treaty (TLT) adalah perjanjian yang dibuat di Jenewa-Swiss pada 24 Oktober 1994. Kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Keppres No.17/1997. Hal-hal yang ditetapkan dalam perjanjian ini adalah sebagai berikut:

a. Prosedur standar permohonan perdaftaran merek

b. Pembatasan pemberlakuan perjanjian atas jenis merek tertentu c. Melampirkan petunjuk teknis

d. The Madrid Agreement Concerning The International Registration of Marks

Perjanjian Madrid adalah dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemberian perlindungan merek secara lintas Negara. Sama halnya dengan TLT, konvensi ini juga dilengkapi berbagai protocol, seperti:

a. Pendaftaran merek secara internasional b. Perpanjangan jangka waktu

c. Biaya

e. The Madrid Agreement Concerning The Reputation Of False Indication of Origin (1891)

Perjanjian ini diadakan pada 14 April 1891, yang ditujukan untuk mengatasi indikasi palsu yang dapat salah paham atas asal usul barang yang dilekati oleh merek. Perjanjian ini, hanya sedikit mengatur mengenai merek dan cenderung menetapkan hal-hal terkait indikasi asal barang.

(17)

Perjanjian ini diadakan pada 31 Oktober 1958, dengan konsentrasi pada perlindungan terhadap merek berdasarkan nama geografis Negara ataupun wilayah tertentu. Beberapa hal yang diatur dalam perjanjian ini adalah:

a. Penyusuna sistem notofikasi merek

b. Perlindungan atas penggunaan yang merupakan rampasan merek c. Pencegahan penggunaan instilah generic

Atas berbagai perjanjian tentang merek di atas, sikap Indonesia terhadap setiap klausul pada perjanjian tersebut adalah dilakukan dengan berdasarkan Pasal 31 Vienna Convention on The Law of Treaties, yang menyataan bahwa:

“The treaty shall be interpreted in good faith..., in the light of its object and purpose.. Shall comprises.. The preamble some what limited because its not operational, in the sense it can not be used to modify (broaden pr narrow) obligations that are clearly established in the provision of the agreement.”

Artinya Indonesia dalam menerapkan kaidah dalam perjanjian internasional di atas termasuk di dalamnya ketentuan Pasal 15 TRIPS. Haruslah dilaksanakan berdasarkan itikad baik, secara sadar serta pro aktif.

Atas uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa saat ini hukum merek di Indonesia tidak dengan tepat memberikan perlindungan terhadap merek nontradisioanal yaitu diantaranya Bunyi, Bentuk dan Aroma. Adapaun pada sub “tinjauan umum perjanjian internasional” Indonesia telah disebutkan bahwa telah

(18)
(19)

B. PEMAKNAAN TANDA DAN KONSEP DAYA PEMBEDA DALAM PERLINDUNGAN MEREK

Kesimpulan pada sub bab sebelumnya merek adalah tanda, tanda yang memiliki daya pembeda. Namun, apakah yang dimaksud dengan “tanda” tersebut?

dan bagaimanakah daya pembeda itu? Pada sub bab ini, Penulis akan mengulas mengenai jenis dan ragam tanda baik tradisional maupun non-tradisional, konsep daya pembeda dan pertimbangannya dalam perlindungan tanda sebagai merek.

1. Hakikat Tanda

Penelusuran pemaknaan “tanda” pertama kali dilakukan secara filosofis oleh Charles Sanders Peirce, dalam artikel What Is a Sign? Ia menjelaskan:

There are three kinds of signs. Firstly, there are likenesses, or icons; which serve to convey ideas of the things they represent simply by imitating them. Secondly, there are indications, or indices; which show something about things, on account of their being physically connected with them. Thirdly, there are symbols, or general signs, which have become associated with their meanings by usage. Such are most words14.

Pada pendapatnya, Charles menjelaskan bahwa tanda dapat dimengerti melalui tiga penampakannya. Pertama, tanda sebagai persamaan (likenesses) terhadap sesuatu hal. Foto misalnya, sebagai hasil potret dari objek yang dipotret memiliki kemiripan yang sangat sempurna dengan objek. Kesempurnaan persamaan tersebut lah yang menjadikan foto sebagai “tanda” atas objek potret tersebut. Sehingga sesuatu

dikatakan sebagai tanda manakala ia memiliki kemiripan dengan objek yang dilekatinya; Kedua, tanda sebagai indikasi (indications) yaitu memberikan petunjuk atas sesuatu dengan menarik perhatian (intention). Charles menjelaskan

14 Charles Sanders Peirce, What Is a Sign?,

(20)

bahwa: Anything which focuses the attention is an indication15, dalam ciri ini tanda dimaknai sebagai sesuatu yang menggambar hal tertentu dengan cara yang menarik; Ketiga, tanda sebagai simbol yaitu dikatakan sebagai tanda jika ia digunakan bersama objek tertentu (meanings by usage).

Sekalipun dapat diidentifikasi bahwa sesuatu disebut sebagai tanda jika ia tampak diantara ketiga penampakan di atas. Namun, sesuatu yang seperti apakah yang layak diklasifikasi berdasarkan tiga penampakan tersebut? Atas hal ini maka lebih lanjut dapat dikutip pendapat Giovanni B. Ramello yang menyatakan bahwa: “a sign is anything that stands for something else.., used to represent objects,

experiences, states of mind and much more16. Jika mendasarkan pada pendapat Giovanni tersebut maka sesungguhnya kata “sesuatu” adalah berarti luas yaitu segala hal (anything) asalkan ia merupakan perwakilan objek tertentu. Sehingga yang dimaksud dengan “tanda” adalah suatu representasi akan suatu objek.

Selain merumuskan pengertian tanda, Giovanni juga menjelaskan penggunaan istilah tanda dalam tata bahasa. Ia menjelaskan:

“A sign is a container whose significance can be extended in different directions: it can have a literal meaning, that is to say a direct and straightforward interpretation, as well as a series of more complex and indirect complementary meanings, which contribute in different ways to the communication process.”17

Secara peristilahaan, tanda dapat dapat memiliki satu dari antara dua arti yaitu secara harafiah maupun makna pelengkap. Secara harafiah tanda adalah istilah yang digunakan untuk menyederhanakan pemaknaan objek dalam rangka interpretasi.

15 Ibid.,

16 Giovanni B. Ramello, What's in a Sign? Trademark Law and Economic Theory,

Department of Public Policy and Public Choice, Chicago, 2006, h.2.

(21)

Sedangkan secara pelengkap, tanda adalah istilah untuk mengkomunikasikan objek yang dilekatinya.

Jika sebelumnya diuraikan akan pengertian tanda menurut para ahli, maka selanjutnya Penulis mengutip pertimbangan Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam sengketa antara Qualitex Co Vs Jacobson Prods untuk meletakan pengertian tanda secara hukum merek. Dalam kasus tersebut, pengadilan menjelaskan bahwa “a trademark may be almost anything at all that is capable of

carrying meaning”. Disebut sebagai hampir segala sesuatu yang mampu membawa makna mengandung arti bahwa Pengadilan telah mengambil posisi terbuka terhadap pengertian tanda. Hal tersebut terlihat pada interpretasi mahkamah atas Lanham Act of the United States yang menyatakan: any word, name, symbol, or device, or any combination thereof.., to identify and distinguish his or her goods, including a unique product, from those manufactured or sold by others and to indicate the source of the goods, even if that source is unknown.

Pada kasus di atas, sekalipun tidak secara explisit disebut tanda warna sebgai bagian dari antara tanda yang dimaksud dalam Lanham Act of the United States. Majelis hakim dengan mendasarkan pada tesis bahwa warna dapat digolongankan sebagai sesuatu yang mampu membawa arti tertentu, maka mahkamah melakukan interpretasi atas frasa “any.., symbol or device” yaitu bahwa “warna” termasuk di dalamya.

(22)

Sehingga tidak semua hal adalah tanda, melainkan hanya beberapa hal saja yaitu yang mampu membawa makna secara hukum merek18. Atas hal ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam Hukum Merek, tanda merupakan simbol yang merepresentasikan suatu barang dan Jasa yang sifatnya complementary, yaitu memberikan informasi kepada konsumen tentang sumber barang dan jasa tersebut.

2. Jenis Tanda

Pada perkembangannya tanda terbagi menjadi dua yaitu tanda yang disebut tradisional dan non-tradisional. Terhadap kedua pembedaan ragam tanda terebut, International Trademark Association (INTA) dalam Artikel “Fact Sheets Types of Protection” menjelaskan bahwa:

“Traditionally, trademarks have consisted of a word, a logo or a combination of both,,,Over time, other elements besides words, logos and graphic designs have come to serve as identifiers of the source of goods or services, thus serving the function of marks. These are called nontraditional marks.”19

Dijelaskan bahwa eksistensi tanda non-tradisional adalah muncul kemudian setelah tanda tradisional. Tanda non-tradisional disebut sebagai “other elements“ yang juga serving the function of marks. Artinya keberadaan tanda non-tradisional menunjuk pada perkembangan (over time) dalam dunia perdagangan, yaitu semula eksis dengan tanda tradisional saja yang kemudian diramaikan dengan tanda non-tradisional. Berikut uraiakan masing-masing ragam tanda tersebut.

18Frasa “capable of carrying meaning” mengandung arti lebih spesifik yaitu dalam hukum

merek disebut daya pembeda. interpretasi ini pararel dengan pendirian Mahkamah yang melegalkan

perlindungan tanda “warna” sebagai merek di Amerika karena memiliki daya pembeda sebagai

merek. Lihat hal, 60.

19 INTA, Fact Sheets Types of Protection,

(23)

2.1. Tanda Tradisional

Jenis tanda yang disebut tradisional dapat dilhat pada UU Merek sebelumnya (UU Merek 2001) yang saat ini telah juga disebutkan pada sebagian frasa UU Merek dan Indikasi Geografis, yaitu meliputi tanda:

a) Gambar

Gambar merupakan jenis tanda berupa logo atau icon. Penggunaan gambar sebagai tanda khusus merupakan gambar hasil imajinasi bukan gambar senyatanya seperti pemandangan alam hasil fotografi. Misalnya, gambar lengan berotot digabungkan dengan bangun segitiga untuk merek Live Haaf atau gambar kelinci pada merek Dua Kelinci.

b) Nama

Pada dasarnya nama yang dapat didaftarkan sebagai merek adalah nama pribadi seseorang yang telah membangun secondary meaning dalam pengunaannya. Dalam praktik perdagangan di Indonesia, tanda berupa nama biasanya digunakan sebagai merek jasa ketimbang merek dagang. Misalnya, tempat salon dan spa dengan merek Martha Tilaar.

c) Kata

(24)

d) Huruf-huruf

Berbeda dengan tanda kata yang adalah gabungan dari pada huruf. Tanda huruf adalah serangkaian huruf acak yang tidak berbentuk kata, misalnya PCW untuk merek konsultan manajemen ataupun huruf F sebagai merek Facebook.

e) Angka-angka

Misalnya angka 3 untuk provider kartu GSM Three. f) Susunan warna

Tanda jenis ini adalah berupa perpaduan antara masing-masing warna, misalnya warna merah, putih, dan biru untuk minuman Pepsi ataupun warna merah, biru, dan hijau untuk logo Pertamina. g) Kombinasi dari unsur-unsur tersebut

Merek jenis ini adalah merek yang memadukan semua tanda di atas, ataupun sebagian tanda saja. Misalnya merek Aqua untuk air mineral yang terdiri atas Kata Aqua, Gambar gunung yang abstrak, Berwarna biru, biru kemudaan, dan hijau.

(25)

menggunakan lebih dari satu indra dan akrab dengan pengenalan sejenis saja, berkut urainnya.

2.2. Tanda Non-tradisional

Bahwa Pasal 1 angka 1 UU Merek dan Indikasi Geografis telah sedikit menyebutkan akan jenis tanda non-tradisional yaitu meliputi tanda “dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram”. Namun, sesungguhnya juga terdapat tanda lain seperti aroma. Adapun berbagai jenis tanda yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a) Warna (colour)

Color is essential to the brand-building process because it’s the most visible first point of communication20. Warna (color) yang dimaksudkan di sini, berbeda dengan konsep warna dalam tanda tradisional. Sebagai tanda non-tradisional warna dipandang secara eksklusif yaitu tanda tanpa gabungan dari tanda lain. Sedangkan sebagai tanda tradisional warna dianggap tidak dapat dipisahkan dengan features berupa tanda lain, misalnya warna “merah, biru, hijau” yang menyatu dengan tanda “kata Pertamina” sebagai merek

Pertamina. Melainkan warna tanpa gabungan dengan tanda lain. b) Aroma (scent)

Tanda jenis aroma adalah tanda yang memiliki kemampuan untuk membedakan antara barang/ jasa berdasarkan pengenalannya yang non visual. Salah satu contoh tanda ini adalah bau lavender di restoran Prancis. Nagourney, dalam artikel Sensations: A Hint of

(26)

Lavender and the Scent of Money menjelaskan bahwa Lavender scents could influence many consumption environments21. Atas hal ini, bau adalah tanda yang berdasar pada indra penciuman konsumen.

c) Bunyi (sound)

Sebagai tanda, bunyi tampil berdasarkan indra pendengar. Bunyi yang dimaksud bukanlah bersifat lagu, melainkan kutipan dan atau penggalan bunyi yang digunakan untuk membedan barang dan jasa. Berikut beberapa pendaftaran Bunyi di USPTOn yaitu:

 Pendaftaran bunyi berupa tertawa dalam seorang laki-laki, dengan deskripsi ‘Ho-Ho-Ho’. Bunyi didaftarkan dalam Reg. No. 2519203.

 Pendaftar suara bebek yang berarti ‘AFLAC’” oleh perusahan asuransi, yang selanjutnya didaftarkan dengan nomor Reg No. 2607415.

d) Rasa (Flavor)

Brands that can incorporate taste can clearly build a very strong brand platform22. Kedudukan rasa sangat strategis di dunia perdagangan antar barang. Sebagai contoh, dibedakannya antara minuman soda oleh konsumen berdasarkan rasa (taste) masing-masing minuman seperti antara Cola-cola dan Pepsi misalnya.

21 Eric Nagourney, Sensations: A Hint of Lavender and the Scent of Money, The New York

TImes:2005, http://www.nytimes.com/2005/07/05/health/sensations-a-hint-of-lavender-and-the-scent-of-money.html?_r=0, di kunjungi pada tanggal 21 September 2016 pukul 17.00.

(27)

e) Gambar Bergerak (motion)

A trademark may identify and distinguish goods by using images in motion, perhaps on a television, movie or computer screen23. Gambar bergerak yang dimaksud adalah inovasi dari logo atau gambar dalam merek tradisional. Jika logo atau gambar berorientasi pada bidang cetak, gabar bergerak (motion) lebih kepada penampilan dalam layar program. Yaitu berikaitan dengan kemampuan “pergerakan” yang hanya dapat ditampilkan dalam

program saja.

f) Bentu Tiga Dimensi (three dimensional shapes)

Lindstrom membagi bentuk tiga dimensi menjadi 4 (empat) bidang, yaitu:

 Bentuk produk

 Bentuk pengepakan barang

 Bentuk bangunan

 Bentuk Dekorasi ruangan

Adapun lebih lanjut Penulis akan memfokuskan pembahasan mengenai tanda non-tradisional hanya pada ketiga jenis tanda saja yaitu Bunyi, Bentuk dan Aroma (BBA)24. Pemilihan ketiga tanda tersebut didasarkan pada perkembangan perdagangan dan hukum merek yang menunjukan bahwa ketiga tanda tersebutlah

23 Ibid., h. 806.

24 Pemilihan ketiga jenis tanda yaitu BBA merupakan batasan penulis untuk menelaah lebih

(28)

yang mendapat perhatian lebih dibandingkan dengan tanda non-tradisional yang lain. Hal ini terlihat dari prospek perlindungannya yang mana telah dilakukan lebih lama dibandingan tanda lain, yaitu; Bentuk, berupa bentuk alat seperti botol/ kemasan suatu produk. Pendaftarannya sebagai merek telah dilakukan oleh Coca Cola di Amerika Serikat pada 1916;25 Bunyi, tanda berupa alunan nada yang menggambarkan barang atau jasa dalam pemasarannya. Pendaftaran bunyi telah dilakukan atas deru motor oleh Harley Davidson di Amerika pada 1997;26 Aroma, yaitu tanda yang memberikan bau dan harum yang berbeda sebagai pembeda antara produk. Prospek pendaftarannya terkenal dengan kasus smell of fresh cut grass di Belanda 1996

2.3. BBA Adalah Tanda

BBA adalah tanda! kesimpulan ini merupakan hasil penelusuran bentuk, bunyi dan aroma terhadap karakteristik tanda pada angka 1 dalam sub bab ini. Dimana sesuatu dikatakan sebagai tanda jika ia memenuhi tiga karakter tanda, yaitu: merupakan simbol, merepresentasikan dan digunakan bersama dengan sesuatu yang diwakilinya, sifatnya menerangkan sesuatu lain dan bukan tanda itu

sendiri (complementary meaning). Berikut ulasan ketiga syarat tersebut kepada BBA.

Bentuk

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “bentuk” diartikan sebagai “wujud yang ditampilkan (tampak).27 Pengertian

25 Rahmi Jened, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan hak Eksklusif, Airlangga

University Press, Surabaya, 2007, h. 89.

26 Verena V.Boomhard, European Trademark Law, Planck Institute, Jerman, 2004, h.28. 27

(29)

tersebut jika dimaknai bersama dengan definisi “shape” yang menjelaskan “the physical form or appearance of a particular

person or thing.”28 Maka berarti bahwa bentuk adalah wujud dan atau penampakan dari sesuatu, pengertian ini dapat lebih spesifik jika mendasarkan pada denifinisi KBBI yang menyebut jenis penampakan berupa “lengkung; lentur dlln”. Sehingga bentuk merupakan wujud berupa model tertentu.

Dalam sifatnya sebagai wujud, penampakan bentuk berdasarkan pemaknaan tanda oleh Charles S. Pierce adalah tergolong pada jenis tanda berupa symbol. Pemaknaan demikian tentu harus diartikan ketikan bentuk hadir bersama objek yang lain. Dalam tulisan ini, bentuk adalah tanda karena bentuk hadir sebagai representasi barang dan atau produk tertentu. Misalnya botol Cola-cola. Bentuk melalui penampakannya yang menarik seperti menggunakan wujud segitiga misalnya dapat menerangkan dan memberikan kekhasan terhadap produk.

Bunyi

KBBI memberikan pengertian bunyi sebagai “sesuatu yang

terdengar (didengar) atau ditangkap oleh telinga.”29 Pemaknaan demikian dapat lebih spesifik jika diartikan bersama pamaknaan dalam kasus NBC Chimes, yang mejelaskan karakteristik bunyi

28

http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/shape, dikunjungi pada tanggal 23 Januari 2017 pukul 11.45.

46

(30)

(sound) sebagai “the chimes as a brief musical composition

consisting of three sounds, set to a specific tempo, in a specific order, and played by a specific instrument.” Artinya bunyi yang dimaksudkan pada tulisan ini, yaitu keberadaan bunyi sebagai tanda berupa composisi nada yang note dan cara memainkannya berbeda dan spesifik.

Bunyi tergolong sebagai tanda dengan sifat symbol karena karakteristiknya yang menggunakan note spesifik dan hanya menggambarkan objek yang diwakilinya. Misalnya bunyi NBC Chimes yang digunakan untuk tanda jasa Radio NBC. Artinya, sama seperti bentuk yaitu bunyi dikatakan sebagai tanda hanya ketika ia juga digunakan bersama dengan barang atau jasa guna menerangkan barang dan jasa tersebut.

Aroma

Jika dilihat dalam KBBI, aroma berarti “bau-bauan yang harum (yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau akar-akaran.”30 Aroma yang dikatakan sebagai tanda adalah bukan diantaranya Parfum, sebab jika parhum hadir sebagai objek atau produk itu sendiri. Sedangkan aroma dalam pengertian tanda adalah bau yang digunakan untuk mewakilkan jasa tertentu.

30

(31)

Dalam penelitian di Prancis misalnya31, diketemukan bahwa konsumen mengidentikan restoran tertentu melalui baunya yaitu bau Lavender.

BBA merupakan tanda yang merepresentasikan masing-masing objek, seperti Bunyi dan Aroma yang mewakili jasa tertentu dan Bentuk yang juga mewakili produk tertentu. Maka BBA jelas merupakan tanda. Namun kemudian sebagaimana yang telah juga ditegasan pada pembahasan tersebut, bahwa pemaknaan tanda dalam hukum merek dilakukan dengan tertutup secara hukum merek. Artinya, apakah tanda yang mewakili dan menerangkan barang dan jasa dapat langsung disebut sebagai merek? Tidak, merek adalah tanda yang bukan hanya sekedar mewakili dan menerangan saja melainkan hadir sebagai pembeda antara barang dan jasa tersebut. Daya pembedalah lah yang ikut menentukan “sesuatu” untuk menjadi tanda dalam hukum merek. Sehingga tesis bahwa BBA

adalah tanda yang dimaksud dalam hukum merek, harus dibuktikan dengan diketemukannya daya pembeda pada BBA.

3. Konsep Daya Pembeda

Kemampuan membedakan yang dimiliki tanda merupakan alasan utama tanda tersebut dilindungii sebagai merek. Tesis ini sejalan dengan Pasal 15 ayat (1) Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), yang menerangkan bahwa: “Any sign, or any combination of signs capable of distinguishing goods or services of one undertaking from those of undertakings shall capable of constituting of trademark. Namun, apakah daya pembeda itu? Dalam artikel “What

(32)

makes a trade mark distinctive?” menjelaskan bahwa daya pembeda adalah whatever makes32 it capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of another33. Atas hal ini, konsep daya pembeda merupakan teori tentang kemampuan tanda untuk mengidentifikasi sumber barang, atau yang disebut source distinctiveness theory.

Dalam hukum merek, Geoffrey Hobbs QC membagi konsep pembedaan tanda menjadi dua yaitu secara alami dan secara penggunaan. Pandangan tersebut merupakan komentar Geoffrey atas frasa “devoid of any distinctive character”

dalam bagian 3 ayat (1) hurub (b) of the Trade Marks Act 1994 (UK) yang menegaskan bahwa “The following shall not be registered- trade marks which are

devoid of any distinctive character.” Frasa “devoid of any distinctive character” dalam terjemahan lain dipadankan dengan “no distinctive character”, sehingga Geoffrey lebih lanjut berpendapat:

“What does devoid of any distinctive character mean? I think the phrase requires consideration of the mark on its own, assuming no use. Is it the sort of word (or other sign) which cannot do the job of distinguishing without first educating the public that it is a trade mark? A meaningless word or a word inappropriate for the goods concerned (North Pole for bananas) can clearly do so. But a common laudatory word such as “Treat” is, absent use and recognition as a trade mark, in itself (I hesitate to use the word from the old Act but the idea is much the same) devoid of any inherently distinctive character.”34

32Pada frasa “whatever makes” tersebut mengandung arti konsep daya pembeda berifat

“open contex” atau dengan kata lain daya yang membedakan adalah tidak terbatas. Melainkan disebut sebagai hal yang membedakan ketika pada praktiknya, hal tersebut membuat tanda mampu untuk membedakan antara barang yang satu dan yang lain. Atas dasar inilah kemudian dalam tulisan

ini, Penulis akan membangunan tesis bahwa daya pembeda dapat pula sebagai “hubungan emosional”.

33 CAM Trade Marks & Ip Services, What Makes a Trade mark distinctive,

http://www.camtrademarks.com/index.php?q=node/44, dikunjungi pada tanggal 24 September 2016 pukul 11.30.

34 New Zealand intelectual Property Office, Absolute grounds distinctiveness,

(33)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep pembedaan adalah dapat terjadi secara alami (nature) dan pembedaan berdasarkan penggunaan (nurture). Tanda dengan pembedaan “alami” adalah tanda yang penampakannya dapat langsung membedakan barang dan jasa yang satu dan yang lain. Artinya pembedaan alami merupakan pembedaan kuat dengan kekhasan. Sedangkan tanda yang memiliki pembedaan bersifat “pengunaan” adalah tanda yang dikatakan

memiliki pembeda karena dikenal sebagai pembeda dalam penggunaanya terhadap barang dan jasa.

Selanjutnya atas kedua pembedaan, baik alami dan oleh penggunaan dalam hukum merek dikenal sebagai “sifat pembeda tanda” atau yang juga disebut “spectrum of distinctiveness”. Identifikasi masing-masing sifat pembeda yaitu meliputi pembedaan alami dan penggunaan muncul dalam kasus Abercrombie & Fitch Co. Vs Hunting World di Amerika Serikat, dimana menegaskan bahwa daya pembeda pada tanda dapat berupa:

a. Fanciful

(34)

dilatarbelakangi oleh kesukaan George Eastman sebagai Pengusaha kamera atas alphabet K.35 Ia yakin bahwa kata berawaln dan berakhiran dengan K lebih kuat dan menarik. Sehingga lahirlah merek Kodak di 1888 tersebut.

b. Arbitrary

Berbeda dengan tanda fanciful yang menggunakan unsur khayalan, tanda arbitrary lebih menggunakan makna yang secara langsung memiliki kaitan dengan objek yang lain dibandingkan barang atau jasa yang direpresentasikannya. Tujuan tanda ini adalah memfokuskan pembedaan suatu barang jasa, dengan terlebih dahulu mengenal tanda khas yang melekat padanya. Misalnya kata Apple yang notabenenya merupakan nama buah, namun dijadikan merek untuk barang/ produk komputer. Sebagaimana merek mobil sport yang menggunakan nama Jaguar.

c. Suggestive

Sebagai kebalikan dari fanciful dan arbitrary, tanda yang tergolongan sebagai suggestive lebih mengutamakan penciptaan kesan tanda mana memiliki hubungan erat dan bahkan langsung dengan barang dan jasa. Misalnya, kata World Book untuk encyclopedia dan kata Liquid Paper untuk merepresentasikan produk penghapus tinta cair.

d. Descriptive

Tanda dengan sifat descriptive merupakan tanda yang menggambarkan langsung akan kondisi suatu barang atau jasa yang dilekatinya.

35 W.M Kiplinger, "The story behind Kodak Trademark". Kiplinger's Personal Finance,

(35)

Sehingga ketimbang memberikan pembeda pada barang dan jasa melalui pemaknaan terkait dengan tanda. Sebagaimana yang dilakukan oleh tanda suggestive, tanda descriptive lebih mengutamkan deskripsi langsung suatu objek yang dilekatinya. Misalnya, kata Supermie, dimana bentuk deskripsi atas kualitas suatu mie yaitu super.

e. Generic term

Tanda yang disebut generic adalah tanda yang menggambarkan genus produk yang direpresentasikannya. Oleh karenanya, perlindungan terhadap tanda generic akan merugikan barang sejenis. Sebab ketimbang memberikan pembeda khusus atas objek, tanda jenis ini lebih bersifat menerangkan objek secara umum. Misalnya, kata Larutan Penyegar untuk produk larutan penyegas, atau kata Tas untuk produk tas.

Selain kelima klasifikasi di atas, dewasa ini juga muncul berbagai klasifikasi sifat pembeda lain sebagaimana yang dijelaskan oleh Rahmi Jened yaitu36:

a. Deceptive misdescriptive

Kebalikan dari tanda descriptive, tanda ini adalah memberikan gambaran langsung atas suatu produk lain yang tidak diwakilinya. Berbeda dengan tanda arbitrary yaitu menggunakan pemaknaan yang berbeda degan benda yang dilekatinya, tanda miss descriptive lebih mengutamakan memberikan gambaran yang keliru. Misalnya, Baby Dry untuk produk diapers bayi.

(36)

b. Personal names

Tanda ini berupa individual karakter, yaitu nama seseorang sebagai pembeda yang melekat pada barang atau jasa. Misalnya, Marta Tilar untuk Spa.

c. Desceptive

Tanda yang menipu dan menyesatkan Konsumen melalui gambaran tanda terhadap barang dan jasa yang diwakilinya. Contoh tanda ini misalnya, Lamb Skin sebagai merek cover seat jok mobil padahal tidak terbuat dari bulu domba.

d. Geographically desceptively misdescriptive.

Tanda pada golonganan ini merupakan tanda yang menipu secara geografis. Misalnya, produk yang diproduksi di Indonesia tetapi diberikan merek kata berupa “Made In Thailand”. Sehingga akan

menyesatan konsumen, ketika ia hendak membeli barang hasil produksi Negara tertentu dalam hal ini adalah Thailand.

Berbagai sifat pembeda pada tanda di atas tidak hanya berguna untuk mengidentifikasi kekuatan pembeda pada setiap tanda. Melainkan lebih lanjut digunakan sebagai tolak ukur dalam prinsip perlindungan suatu tanda sebagai merek. Hal ini ditegaskan oleh Eric dan Mark, yang menjelaskan bahwa atas setiap sifat pembeda yang dimiliki tanda maka dapat digolongankan tiga golongan perlindungan tanda sebagai merek yaitu:37:

a) Inherently distinctives: eligible for immediate protection upon use.

37 Eric Gastinel dan Mark Milford, The Legal Aspects of Community Trade mark, Kluwer

(37)

Golonganan ini terdiri atas dua, yaitu fanciful, arbitrary dan suggestive.

b) Capable of becoming distinctive: eligible for protection only after development of consumer association (secondary meaning).

Tanda yang termasuk pada golonganan ini adalah tanda Descriptive, Deceptive miss descriptive, dan Personal names.

c) Incapable of becoming distinctive: not eligible for trademark protection regardless of length of use.

Generic term, desceptive, dan geographically desceptively misdescriptive.

Gambar

Gambar merupakan jenis tanda berupa logo atau icon. Penggunaan
Gambar bergerak yang dimaksud adalah inovasi dari logo atau

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “ Studi Korelasi antara Prestasi Belajar Bahasa Indonesia dengan Prestasi Belajar Matematika pada Soal Cerita di Smp Sore Pule Trenggalek 2009

banyak melakukan investasi dalam usaha dealer mobil Toyota. 4) Berdasarkan hasil analisis strategi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan selama ini belum. dapat meningkatkan daya

Pengendalian dalam proyek konstruksi pada umumnya menyangkut tiga aspek utama, yaitu, biaya, waktu dan SDM.Didalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi, perencanaan

Ketika kita sudah bermental positif, tidak ada seorang pun yang dapat menghentikan kita untuk mencapai tujuan. Berpikir positif menjadikan diri kita memiliki

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

iv) Kalau tak biasa makan sarapan pada awal pagi, boleh makan makanan yang tinggi karbohidrat sebelum tidur sehari sebelum perlawanan contohnya bijirin, oat, roti sapu

Guru sebagai pendidik, pembimbing dan fasilitator bagi siswa dan juga merupakan seseorang yang paling sering berinteraksi dengan siswa- siswanya seharusnya seorang guru

Berdasarkan pandangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penerapan kesepakatan damai melalui mediasi penal yang berkedudukan untuk menghentikan proses perkara