BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Respon Siswa tentang Tes Literasi Sains
Tes berbasis literasi sains didapatkan melalui angket respon terhadap soal yang diisi oleh masing-masing siswa setelah mengerjakan soal di akhir pembelajaran. Angket terdiri dari 3 indikator yaitu konstruksi soal, isi soal, dan bahasa yang digunakan.
Respon siswa terhadap soal berbasis literasi sains dapat dilihat dari tanggapan dan masukan-masukan yang disampaikan siswa dalam lembar angket. Respon siswa terhadap soal berbasis literasi sains yang memiliki kriteria cukup berjumlah 14 di kelas kontrol dan 10 di kelas eksperimen. Kriteria sangat baik terdapat 2 siswa di kelas kontrol dan 4 siswa di kelas eksperimen. Kriteria baik terdapat 5 siswa di kelas kontrol dan 7 siswa di kelas eksperimen. Kriteria kurang terdapat 7 siswa di kelas kontrol dan 8 siswa di kelas eksperimen. Kemudian terdapat 3 siswa di kelas kontrol dan 2 siswa di kelas eksperimen yang menyatakan soal literasi yang disajikan sangat kurang.
Gambar 1. Rata-Rata Respon Siswa terhadap Tes Berbasis Literasi Sains di Kelas Kontrol dan Eksperimen
Gambar 2. Rata-Rata Skor Per Indikator Soal Literasi Sains di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
3.2 Respon Siswa tentang Sikap Ilmiah
Hasil sikap ilmiah siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen diukur melalui angket sikap ilmiah yang dibagikan dan diisi oleh masing-masing siswa setelah kegiatan pembelajaran selesai. Angket sikap ilmiah terdiri dari 3 indikator yaitu sikap ingin tahu, berpikir kritis, dan peka terhadap data atau fakta.
ilmiah cukup terdapat 14 siswa di kelas kontrol dan 18 siswa di kelas eksperimen. Jumlah siswa dengan sikap ilmiah kurang di kelas kontrol ada 5 dan kelas eksperimen ada 7 siswa. Kriteria sikap ilmiah sangat kurang, baik di kelas kontrol maupun eksperimen ada 2 siswa. Untuk mengetahui kriteria dalam sikap ilmiah, data yang mula-mula berupa skor yang terdapat di lembar angket di ubah menjadi data kualitatif dengan skala lima dan dilihat melalui tabel konversi skor menjadi nilai skala lima menurut Azwar (1999). Hal ini dapat dilihat dari jawaban masing-masing siswa dalam menanggapi setiap pernyataan yang sesuai dengan indikator sikap ilmiah yang biasa muncul dalam aktivitas pembelajaran khususnya pada mata pelajaran biologi materi sistem gerak. Pernyataan-pernyataan dalam angket dibuat sesuai dengan aktivitas-aktivitas siswa yang muncul pada saat kegiatan pembelajaran.
Gambar 3. Rata-Rata Sikap Ilmiah Kelas Kontrol dan Eksperimen
Gambar 4. Rata-Rata Skor per Indikator Sikap Ilmiah di Kelas Kontrol dan Eksperimen
3.3 Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Gambar 5. Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran yang digunakan
3.4 Hubungan antara Literasi Sains dengan Sikap Ilmiah
Hubungan kemampuan literasi sains dengan sikap ilmiah baik di kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional maupun Problem Based Learning terlebih dahulu diuji menggunakan uji asumsi klasik yaitu uji multikolinieritas, uji autokolinieritas, uji heteroskedasitas, uji normalitas, dan koefisien determinasi. Setelah melakukan kelima uji diatas, dilanjutkan uji regresi linier berganda untuk mengetahui kelayakan model dalam mengetahui hubungan antara kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah. Uji multikolinearitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Dalam uji ini nilai inflation factor (VIF) untuk variabel kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah di kelas kontrol dan eksperimen sama-sama 1,000, sedangkan Tolerance-nya 1,000. Karena nilai VIF dari kedua variabel tidak ada yang lebih besar dari 10 maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas pada kedua variabel bebas tersebut. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan dapat dikatakan bahwa antara kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah terjadi multikolinieritas. Uji yang selanjutnya adalah uji autokorelinieritas dakam Model Summaryb di kelas kontrol dengan nilai 1,813 dan kelas eksperimen 1,982. Hasil yang didapatkan dibandingkan dengan kriteria penerimaan dan penolakan dengan nilai dL dan dU melalui Tabel Durbin-Watson(DW) dengan
tingkat signifikansi 5%(α = 0,05). Nilai DW hitung pada kelas kontrol 1,813 lebih besar dari 1,4957 (dU) dan lebih kecil dari 2,637 (4- dL) yang artinya
berada pada daerah tidak ada autokorelasi. Sedangkan nilai DW hitung pada kelas eksperimen sebesar 1,982 lebih besar dari 1,5019 (dU) dan lebih kecil
dari 2,6266 (4- dL). Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi
Tabel 6 . Uji Asumsi Klasik Model Regresi Linier Berganda
Heteroskdasitas Scatterplot Tidak ada pola Tidak ada pola Normalitas Normal P-P Plot Mendekati
garis
Tabel 7. Uji Korelasi Bivariat Product Moment Pearson
Variabel Deskripsi
3.5 Peningkatan Literasi Sains
kelas kontrol dan Problem Based Learning pada kelas eksperimen. Perbandingan rata-rata tingkat literasi sains antara kelas kontrol (XI MIPA 2) dan kelas eksperimen(XI MIPA 3) dapat dilihat seperti gambar yang ditunjukkan di bawah ini:
Gambar 6. Rata-Rata Tes Kemampuan Literasi Sains antara Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
3.6 Peningkatan Sikap Ilmiah
Gambar 7. Rata-Rata Observasi Sikap Ilmiah di Kelas Kontrol dan Eksperimen
Gambar 8. Rata-Rata Skor Per Indikator Observasi Sikap Ilmiah di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Selain itu, hubungan antara kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah dapat pula dikatakan memiliki hubungan yang positif dan searah. Artinya semakin tinggi kemampuan literasi sains siswa, maka sikap ilmiah akan semakin tinggi. Hubungan antara literasi sains dan sikap ilmiah melalui implementasi PBL memiliki hubungan yang positif namun masuk dalam kategori tetapi lemah. Hubungan antara kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah terletak antara 0,201-0,400. Meskipun dalam kategori lemah, kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah melalui implementasi PBL juga memiliki hubungan positif atau searah karena tidak ada tanda di depan angka 0,331. Hubungan positif ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi kemampuan literasi sains maka semakin tinggi sikap ilmiah siswa.
Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa kemampuan literasi sains melalui implementasi model PBL menunjukkan rata-rata yang sangat tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol (Gambar 1). Kelas eksperimen memiliki kriteria kemampuan literasi sains yang sangat tinggi karena melalui model Problem Based Learning siswa dilatih memecahkan permasalahan dengan cara mengaitkan dengan referensi. Gaya pembelajaran dengan melatih siswa untuk membaca dan memahami teks akan melatih siswa dalam literasi. Khusus dalam sains, siswa juga dapat dilatih melalui aktivitas praktikum dan berusaha mengaitkan ke aplikasi sehari-hari. Sementara aktivitas pembelajaran kelas kontrol, siswa diajak untuk berdiskusi melalui kelompok. Ternyata melalui model PBL, kemampuan literasi sains siswa dapat lebih ditingkatkan. Rata-rata siswa yang belajar melalui model PBL memiliki kriteria kemampuan literasi sains sangat tinggi karena soal tes mencakup permasalahan dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Materi sistem gerak yang diajarkan melalui model pembelajaran PBL menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Eviani, dkk (2014) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang berbasis masalah dapat memberikan pengaruh yang tinggi terhadap tingkat literasi sains siswa.
setiap indikator sikap ilmiah. Siswa di kelas eksperimen lebih mendominasi daripada kelas kontrol hal ini dapat dilihat dari Gambar 8. Bahwa hampir semua siswa di kelas eksperimen memiliki sikap ingin tahu, berpikir kritis, dan peka terhadap data atau fakta yang jauh lebih tinggi dibandingkan siswa di kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran di kelas eksperimen yang memotivasi siswa untuk meningkatkan sikap ilmiahnya. LKS dan pembelajaran yang diberikan sudah masuk dalam kategori untuk mengukur kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa. Hal ini sejalan dengan Zuriyani (2012), yang menyatakan bahwa sikap ilmiah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan literasi sains. Bila sikap ilmiah yang dimiliki siswa baik, maka kemampuan literasi sains juga akan baik.