• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEARIFAN LOKAL BUDAYA SASI MALUKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEARIFAN LOKAL BUDAYA SASI MALUKU"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK

KEARIFAN LOKAL BUDAYA SASI MALUKU

KELOMPOK 5 ADI ZULKARNAEN MUHAMMAD BASRI

SITI AISYAH AYU NOVITA SARI

ERWIN PRANATA MUH. AKRAM A.MURSALIM RANI RISTANTI IDA RAHMANIAN

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya , kami dapat menyelesaikan makalah “Kearifan Lokal Budaya Sasi Maluku” dengan baik dan lancar .

Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap kearifan lokal budaya sasi Maluku. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan, serta penarikkan garis kesimpulan dalam makalah ini.

Makalah kearifan lokal budaya sasi Maluku ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami mengenai kearifan lokal.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen matakuliah antropologi dan komunikasi masyarakat maritim yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya menyusun makalah kearifan lokal budaya sasi Maluku..

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sesuai dengan pepatah tak ada gading yang tak retak maka kami sadar akan kekurangan pada makalah ini baik dalam segi penulisan dan masalah penyusunan kata. Maka saran , kritik dan masukan yang membangun sangat kami harapkan dari seluruh pihak dalam proses membangun mutu dalam karya

selanjutnya.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

I. PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Tujuan...2

II. PEMBAHASAN...3

2.1. Sejarah Sasi...3

2.2. Mekanisme Pengelolaan Budaya sasi...3

2.3. Manfaat terhadap sumber daya...5

2.4. Sanksi...6

III. KESIMPULAN...7

(4)

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Kondisi lingkungan Indonesia menghasilkan keanekaragaman ekosistem beserta sumber daya alam, melahirkan manusia Indonesia yang berkaitan erat dengan kondisi alam dalam melakukan berbagai aktivitas untuk menunjung kelangsungan hidupnya. Manusia Indonesia menaggapi alam sebagai guru pemberi petunjuk gaya hidup masyarakat, yang terlahir dalam bentuk kebiasaan alami yang dituangkan menjadi adat kehidupan yang berorientasi pada sikap alam terkembang menjadi guru (Salim, 2006).

Secara ekologis, manusia merupakan salah satu subsistem dalam ekosistem lingkungan hidup. Dengan demikian manusia adalah satu kesatuan terpadu dengan lingkungannya dan dianta-ranya terjalin suatu hubungan fungsional yang sedemikian rupa.Dalam hubungan fungsional tersebut manusia tidak dapat dipisahkan dengan lingkungannya. Manusia akan selalu bergantungpada lingkungan yang sekaligus dipengaruhi dan mempengaruhi dan pada akhirnya akan mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan (Popi tahulele ).

Kini kelangsungan lingkungan hidup sedang berada di persimpangan dan pihak yang selama ini dianggap mengakibatkan kerusakan lingkungan yang besar adalah masyarakat adat/tradisional. Naman dari hasil penelitian beberapa dekade ini terbukti pihak yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dalam skala yang besar dan masif tidak dilakukan oleh masyarakat tradisional tetapi oleh industri besar dan negara yang kebijakanyannya tidak mengidahkan perlindungan atas lingkungan (Popi tahulele ).

Dalam hal lain, ada yang harus diketahui bahwa sahnyanya masayarakat yang menganut budaya khuhsusnya budaya kearfian local dipesisir memegang teguh dengan aturan budaya itu. Masyarakat pesisir yang menganut aturan lebih bisa melestarikan alam, hal ini disebabkan pola pikir menjaga kelastarian alam sudah tertanam sejak kecil dan menjadi kebiasaan pada daerah tertentu.

(5)

pada hakekatnya, juga merupakan suatu upaya untuk memelihara tata-krama hidup bermasyarakat, termasuk upaya ke arah pemerataan pembagian atau pendapatan dari hasil sumberdaya alam sekitar kepada seluruh warga/penduduk setempat. Saat ini, sasi memang lebih cenderung bersifat HUKUM ADAT bukan tradisi, dimana sasi digunakan sebagai cara mengambil kebijakan dalam pengambilan hasil laut dan hasil pertanian. Namun, secara umum, sasi berlaku di masayarakat sebagai bentuk etika tradisional. Sasi tidak berhubungan dengan ritus kelahiran, perkawinan, kematian dan pewarisan, melainkan lebih cenderung bersifat tabu dan kewajiban setiap individu dan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Seperti yang kita tahu, bahwa taboo atau tabu berfungsi untuk menjaga kestabilan hidup masyarakat. Tabu seringkali dikaitkan dengan sesuatu yang terlarang, karena akan mengakibatkan dampak buruk bagi orang yang melanggar tabu.

I.2. Tujuan

(6)

II. PEMBAHASAN II.1. Sejarah Sasi

Adat Sasi adalah sebuah kebudayaan negeri Maluku yang diwariskan oleh nenek moyang orang Maluku sejak berabad-abad lalu. Seiring perkembangan jaman kegiatan adat sasi masih tetap dilestarikan oleh masyarakat di tanah raja-raja ini.

Pada mulanya ada sasi dilakukan oleh raja raja Maluku pada zaman sebelum kemerdekaan. Budaya sasi ini dilakukan karena 2 prinsip, pertama bahwa hasil alam tidak boleh dinikmati dalam waktu yang ditentukan dalam hal ini tidak boleh kita menyentuh atau memanfaatkan hasil alam ketika belum layak digunakan. Ke dua untuk memberikan kepuasan tersendiri dari hasil usaha sendiri.Pada saat masuknya agama di bagian Maluku baik itu islam dan Kristen, budaya sasi dipegang teguh oleh para penanggung jawab masjid, dan para penjaga gereja.

Adat Sasi merupakan sebuah perintah larangan untuk mengambil hasil baik hasil pertanian maupun hasil kelautan sebelum waktu yang ditentukan. Hal ini dilakukan agar ketika datang waktu panen atau waktu diperbolehkan untuk mengambil, hasil pertanian atau kelautan dapat dipanen bersama-sama sehingga masyarakat benar-benar merasakan hasil kerja keras yang mereka lakukan. Apapun caranya asalkan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, namun kenyataan yang terjadi dilapangan banyak masyarakat yang mengeluh dengan diberlakukan adat sasi. Bagaimana tidak hasil yang mereka miliki tidak diperkenankan untuk diambil sebelum waktunya dilain sisi pencurian yang terjadi tidak mengenal waktu.

II.2. Mekanisme Pengelolaan Budaya sasi

Secara tradisional, sasi diterapkan dalam tiga tingkat, yaitu sebagai berikut :

1. Sasi perorangan, yakni melindungi sumber daya alam yang bisa menjadi milik pribadi dalam batas waktu tertentu.

2. Sasi umum, yakni yang diterapkan untuk perkebunan campuran berbagai pohon yang ada di Maluku dan Papua, disebut sebagai dusun, kemudian diterapkan untuk sumber daya tertentu yang ada dalam kebun tersebut.

3. Sasi desa, yakni berlaku bagi seluruh lapisan di desa tersebut, biasanya terdiri dari beberapa dusun.

Setelah kewenangan sasi semakin luas dan bertambah, akhirnya sasi berkembang menjadi empat kategori, yakni sebagai berikut :

(7)

2. Sasi umun, hanya berlaku untuk tingkat desa saja.

3. Sasi gereja dan sasi masjid, yaitu sasi yang disetujui oleh pihak gereja, masjid atau masyarakat umum.

4. Sasi negeri, yakni sasi yang disetujui oleh pemerintah lokal, seperti kepala desa, para bupati, contohnya untuk mengatasi masalah perselisihan mengenai batas wilayah

Di laut (Sasi laut), sasi tersebut diberlakukan dari batas air surut ke batas awal air yang dalam pada saat tertentu, yakni sebagai berikut :

1. Menangkap ikan seperti lompa (Thryssa baelama) (Engraulidae) serta jenis ikan lainnya, termasuk teripang Holothuroidea dan udang;

2. Menangkap ikan-ikan di teluk-teluk tertentu dan pada waktu-waktu tertentu; 3. Menangkap ikan dengan menggunakn jaring yang bermata kecil (redi karoro); 4. Menangkap ikan dengan menggunakan bom atau bahan beracun;

5. Menangkap ikan dengan menggunakan jaring khusus untuk daerah penangkapan tertentu;

6. Mengambil lola (Trochus niloticus), karang laut, karang laut hitam, batu karang dan pasir;

7. Mengumpulkan rumput laut untuk keperluan makanan atau untuk dijual. Di pantai (Sasi pantai) pada saat:

1. Mengambil hasil hutan mangrove;

2. Mengambil telur burung gosong/maleo yang hitam.

(8)

bercampur dengan orang perempuan, dilarang mencuci pakaian atau bahan cucian apapun melewati tempat mengambil air minum, perahu bermotor atau jenis Speed Boat yang masuk ke kali tidak boleh menghidupkan mesinnya, pohon kayu di tepi kali di sekitar lokasi sasi tidak boleh di tebang kecuali pohon sagu. Contoh sasi sungai/ kali, seperti: ikan Lompa di pulau Haruku

II.3. Manfaat terhadap sumber daya

Lokollo (1925) menjelaskan bahwa terdapat enam tujuan falsafah yang mempengaruhi pelaksanaan adat sasi dan menjadi manfaat, yakni sebagai berikut:

1. Memberikan petunjuk umum tentang perilaku manusia, untuk memberikan batasan tentang hak-hak masyarakat;

2. Menyatakan hak-hak wanita, untuk memberikan definisi status wanita dan pengaruh mereka dalam masyarakat:

3. Mencegah kriminalitas, untuk mengurangi tindakan kejatahan seperti mencuri; 4. Mendistribusikan sumber daya alam yang mereka miliki secara merata untuk

menghindari konflik dalam pendistribusian sumber daya alam, yakni antara masyarakat dari desa atau kecamatan yang berbeda;

5. Menentukan cara pengelolaan sumber daya alam yang di laut dan di darat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

6. Untuk penghijauan/pelestarian alam (konservasi).

Manfaat dari sasi terhadap masyarakat adalah masyarakat dapat memiliki pendapat dari hasil hutan yang berupa pala dan kelapa yang dapat di panen sacara berkesinambungan dan hasil yang dapat di panen juga maksimal dan berkualitas sehingga nilai jualnya pun menjadi tinggi. Selain itu sasi juga menjadi suatu sistem yang dapat menekan terjadinya pencurian yang sering dilakukan pada hasil hutan apa bila sasi itu tidak di jalankan.

(9)

II.4. Sanksi

Hukum sasi terbagi atas dua macam yaitu hukum sasi adat dan hukum sasi denda. Yang di maksud dengan hukum sasi adat adalah perbutan yang dapat di pidana, sedangkan hukum sasi denda adalah sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara kewang mempergunakannya, dalam hal ini kewenangannya untuk menerapkan pidana ( Lakolo,1988 ).

Apa bila sasi telah berjalan dan kemudian ada masyarakat yang melangarnya maka mereka yang melangar akan di kenakan sangksi. Sangksi yang di berikan oeleh panitia ( kewang ) yaitu denda atas berapa banyak hasil yang di ambil dan mendapat cambukan sesuai dengan aturan adat yang telah di jalani secara turun temurun.

(10)

III. KESIMPULAN

Berdasrkan apa yang telah dijalaskan bahawa budaya sasi merupakan budaya yang betul memegang teguh akan kelestarian alam. Hal ini bisa dilihat dengan dijalankan sungguh sungguh oleh masyarakat setempat. Melihat hal ini juga, bahawa masyarakat lebih berperan menjaga kelestarian alam, dan sebenarnya yang sering merusak alam adalah orang yang memiliki kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan dampak yang dia lakukan contohnya perusahaan yang mengekrus kekayaan alam.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Tulisan ini diterbitkan dalam sebuah buku KOMPILASI PEMIKIRAN TENTANG DINAMIKA HUKUM DALAM MASYARAKAT (Memperingati Dies Natalis ke -50 Universitas Pattimura Tahun 2013), 2013

Anonim, Hak Rakyat atas Lingkungan Hidup, diakses pada tanggal 20 Maret 2013 dari http;//wodpress.com/ 2008/11/adat.jpg

Lihat, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang di undangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 140

Suhartini, Modul Pengeyaan Materi Pengelolaan Lingkungan Hidup,Universitas Negeri Yogyakarta, 2008, hal. 1

H.Maman Djumantri, Ruang Untuk MasyarakatLokal Tradisional ( Masyarakat Adat ) yang Semakin Terpinggirkan, Hal 1

Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradya Paramita, 1978,Jakarta hal 42

F.L. Cooley, Altar and Thone in Center ar Molukas Societies a Dissertation Presented to the Faculity on the Depertemen of Religion, Yale University. Hal 47

Kusumadi pujosewojo, 1959, Pedoman pelajaran Tata Hukum Indonesia, Universitas Indonesia, hal 43

Soepomo, 197, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Pradya Paramitha, Jakarta, Hal 8 Soejono Soekanto,2012, Hukum Adat Indonesia,Rajawali Press, jakarta, hal 93 Lihat Principle 22 dalam The Rio Declaration on Environment and Development.

Kosmaryandi, N. 2005, Kajian Penggunaan Lahan Tradisional Minangkabau Berdasarkan Kondisi Tanahnya (Study of Minangkabau Traditional Landuse Based on Its Soil Condition). Media Konservasi. Vol. X. No. 2. Hal 77 – 81.

H.Maman Djumantri, Op chit, Hal 2

Abdul Mukti, Beberapa Kearifan Lokal Suku Dayak Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam,2010 Brawijaya Malang, Hal 1

Popi Tuhulele, 2009, Pembakuan Nama Pulau Indonesia Upaya Mempertahankan Konsep Negara, Kepulauan, Tesis padaUniversitas Gadjah Mada, hal 102

Referensi

Dokumen terkait

Agar setiap karyawan mengerti standar prestasi kerja yang harus dicapai dan bagaimana mencapainya, yang keseluruhannya mengacu pada pelayanan dengan penuh cinta

Pada tata ruang rumah tinggal tradisional Jawa Tengah terdapat suatu inti ruang yang disebut dengan dalem ageng yaitu tempat tinggal keluarga sedangkan pada

✓ Peserta didik secara mandiri melihat tayangan video youtube tentang prinsip dan cara kerja routing statis, link video terdapat pada google classroom

Penelitian ini memiliki beberapa saran, yang apabila diatasi pada penelitian selanjutnya, dapat memperbaiki hasil penelitian yaitu:Penelitian ini menggunakan variabel

Pengelolaan hara spesifik lokasi berupaya menyediakan hara bagi tanaman secara tepat, baik jumlah, jenis, maupun waktu pemberiannya, dengan mempertimbangkan kebutuhan tanaman,

Dengan produk-produk seperti pinjaman pribadi tanpa jaminan atau kredit pemilikan rumah, kreditur akan mengenakan suku bunga yang tinggi terhadap konsumen yang berisiko

– Zat atau obat yg berasal dari tanaman a bukan tanaman, sintetis a semi sintetis yg dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

Based on the research that has been done, the results showed that students' understanding of the concept of subtraction number up to 20 can be supported on some