• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paradigma Teori Konsep Pembangunan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Paradigma Teori Konsep Pembangunan yang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

“Paradigma/Teori/Konsep Pembangunan yang Tepat untuk

Indonesia”

Oleh: Hery Sopari

PENDAHULUAN

A. Paradigma Pembangunan

Paradigma pembangunan (development paradigm) adalah pandangan mendasar tentang ontologi dan epistemologi pembangunan. Sebuah pandangan mendasar tentang suatu disiplin ilmu itu berkembang karena teori-teori yang mendukungnya dimana teori-teori yang relatif sama pandangannya untuk menjelaskan sesuatu akan menjadi satu paradigma. Teori-teori pembangunan berkembang karena perbedaan pandangan dari kumpulan-kumpulan teori.

Paradigma pembangunan merupakan pandangan mendasar tentang apa itu pembangunan dan bagaimana cara pembangunan itu dilaksanakan. Dibawah setiap paradigma pembangunan berkembang sejumlah teori-teori. Teori merupakan pernyataan yang menggambarkan hubungan logis antara dua atau lebih konsep yang menggambarkan realitas. Oleh karena itu teori lahir karena adanya konsep, yang dalam bahasa ilmiah konsep merupakan nama dari suatu realitas.

Pembangunan muncul ketika USA dan sekutunya memikirkan apa yang harus mereka lakukan terhadap negara-negara yang kalah Perang Dunia II (PD II) dan negara-negara yang baru merdeka setelah PD II. USA membuat desain untuk Jerman dan Negara Eropa lain yang kalah pada PD II dengan sebuah rencana pembangunan yang disebut Marshall Plan. Sementara untuk negara-negara berkembang USA dan sekutunya membuat badan kelembagaan internasional yang ditugasi memberikan bantuan pada negara-negara berkembang untuk mendorong pembangunan secara terencana yaitu Bank Dunia dan IMF. Saat itulah muncul pertama kali kata Develompment sebagai sebuah fraksis dalam peradaban manusia. Walt Rostow sebagai ilmuwan yang terlibat dalam menentukan langkah USA dan sekutu dalam bukunya The Stage of Economic Development (non communist manifesto) mengatakan bahwa ada 5 tahapan yang relatif sama yaitu tahapan primitif, tahapan pra take off, tahapan take off , Tahapan tumbuh Otomatis, dan tahapan high mass consumption yang dikenal dengan Teori Rostow yang sebagai fondasi dasar modernisasi ekonomi (paradigma liberal).

(2)

kompleksitas tersebut. Diharapkan masing-masing paradigma dapat diaplikasikan nila-nilai positifnya, sehingga masing-masing paradigma berkontribusi positif pada pembangunan .

B. Paradigma Pembangunan Indonesia

Tujuan Pembangunan di Indonesia yaitu mencapai kesejahteraan sosial yang dijelaskan pasal 33 UUD 1945. Yaitu

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama, berdasarkan atas asas kekeluargaan 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup

rakyat banyak dikuasai oleh negara

3. Bumi dan air serta kekayaan yang terkandung didalamnya, dikuasasi negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut M. Dawam Rahardjo (2008) Paradigma pembangunan Indonesia esensinya adalah pertama dari segi ontologi perekonomian Indonesia adalah warisan kolonial yang dualistis yang terdiri dari lapis kekuatan ekonomi kapital kolonial di atas lapis kekuatan ekonomi rakyat bawah. Kedua, dari segi epistemologi perekonomian pasca kolonial perlu didekati dengan prinsip demokrasi ekonomi yang mendampingi demokrasi politik yang ditopang dengan dua prinsip, yaitu partisipasi rakyat dan emansipasi rakyat dari segala bentuk dominasi dan ketergantungan, sehingga menjadi perekonomian yang mandiri. Ketiga dari segi aksiologi, pembangunana Indonesia menuju kepada masyarakat adil dan makmur yang disebut juga kesejahteraan sosial.

Paradigma pembangunan tersebut memang telah kita miliki sejak setengah abad yang lalu. Namun dalam perjalanannya perekonomian Indonesia sering menyimpang dari jalan lurus, karena paradigmanya bergerak ke kiri dan ke kanan seperti bandul jam, yang sebenarnya sejalan dan dipengaruhi oleh paradigma ekonomi politik dunia yang terdiri dari dua kutub, kapitalisme dan sosialisme, keduanya adalah paradigma yang lahir dari sejarah Eropa-Barat yang bercorak imperialis. Dimasa pasca kolonial, memang telah terjadi pergeseran paradigmatik yang saat ini harus kita evaluasi. Oleh karena itu kedepan, kita perlu melakukan penemuan kembali berdasarkan wacana yang berubah, karena negara ini senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan. Wacana terakhir diketahui bahwa perekonomian Indonesia menghadapi krisis ekonomi multi-dimensi sebagai akibat dari ketergantungan ekonomi. Karena itu Indonesia perlu mengatasi ketergantungan itu dengan membangun perekonomian yang dinamis, mengikuti perkembangan spirit zaman.

C. Perlunya Paradigma Pembangunan Baru

(3)

Beberapa kritik Sain Baru terhadap paradigma pembangunan yang lalu yang berbasis Sains Modern yaitu:

1. Tujuan.

Tidak dikenal adanya tujuan yang dijabarkan /ditiru dari kondisi Negara “maju”. Oleh karena itu silahkan tiru teori-teori pembangunan yang lahir dari Negara maju, namun jangan mentah-mentah, perlu modifikasi agar sesuai dengan kondisi lokal.

2. Proses:

 Tidak dapat direkayasa, tetapi bersifat terberi (given), padahal ada spirit zaman, hendaknya sebuah proses pembangunan itu sejalan dengan spirit zaman yang sedang berlangsung. Jadi proses pembangunan itu harus dikembangkan, serta perlu berfikir secara global dan bertindak secara lokal.  Tidak tumbuh secara mandiri, tetapi berevolusi secara bersama (co-evolution

for co-exist). Pemerintah, masyarakat, tidak tumbuh secara mandiri.  Tidak dapat diulang secara pasti (tidak bersifat homeostatis).

Setiap ilmu pengetahuan selalu berubah, kadang tidak sesuai dengan target kita

3. Entitas Pembangunan

 Dualitas dalam teori pembangunan tidak dapat lagi diperintahkan.

Teori pembangunan sering dianggap ada kelebihan dan kelemahan, mungkin kelemahan yang dimaksud mungkin tersebut ada di negara kita, fakta-fakta yang ada yang dijadikan landasan teori mungkin cocok dengan kondisi di negara maju dimana teori itu diciptakan dan belum tentu benar diterapkan di negeri kita. Jadi bukan teorinya yang salah, namun karena fakta/kondisi negara yang berbeda, maka teori – teori pembangunan yang ditiru seolah-olah menjadi salah. Teori-teori yang bersifat holistik dapat diimplementasikan di negara manapun, akan tetapi teori yang berdasarkan pada kondisi negara tertentu maka akan terdapat kelemahanan terutama diterapkan di negara kita. Oleh karena itu perlu modifikasi agar sesuai dengan kondisi Negara Indonesia. Pembangunan harus holistik, ada transfer ilmu pengetahuan, interaksi antar berbagai ilmu pengetahuan, bukan hanya peningkatan kapasitas, namun juga harus ada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kondisi Indonesia yang begitu kompleks, berbagai macam kondisi fisik, budaya, sosial, potensi, perlu berbagai paradigma dalam pembangunannya. Masing-masing teori pembangunan memiliki kelebihan dan kekurangan. Pembangunan multiparadigma menurut hemat saya perlu dilakukan dengan mengambil nilai-nilai positif dari masing-masing teori pembangunan, dan modifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia.

Pada kesempatan ini, akan menyampaikan beberapa paradigma/teori/konsep pembangunan yang menurut hemat saya sesuai serta dapat diaplikasikan di Indonesia sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Teori dan Paradigma Pembangunan dibawah bimbingan Dosen Prof. Dr. Ir. Sitti Bulkis, MS. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat guna perbaikan pembangunan kedepannya.

PEMBAHASAN

(4)

1. Konsep Kemandirian Lokal

2. Paradigma Pembebasan (Pemberdayaan masyarakat)

3. Modernisasi dengan modifikasi oleh Pendekatan Kebutuhan Dasar dan Pembangunan Berkelanjutan.

A. Konsepsi Kemandirian Lokal

Prof. Mappadjantji Amien menyatakan bahwa Kemandirian lokal adalah sintesis dari wawasan baru temuan-temuan sains baru. Konsepsi ini cenderung memilih jalan yang ditawarkan oleh paradigma Holisme-Dialogis walaupun tidak menolak metah-mentah kebenaran yang ada pada paradigma Digitalis-Informatis. Itu tidak sulit dilakukan karena pada dasarnya paradigma Holisme-Dialogis (HD) memahami kemenduaan sehingga tidak menolak adanya kebenaran lain.

Holisme adalah acuan utama konsepsi Kemandirian Lokal. Paham ini meyakini bahwa semesta merupakan perwujudan interkoneksitas, karena itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Holisme juga menyadarkan kita bahwa semesta bukan hanya tanggung jawab kita beserta entitas semesta lainnya tetapi juga merupakan asal dan sekaligus akan menciptakan masa depan setiap entitas. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari semesta setiap entitas ikut berpartisipasi dalam proses evolusi demi untuk menjaga keberlangsungan semesta karena melaui proses itu setiap entitas lahir dan melalui proses yang sama setiap entitas akan berakhir. Hal ini tidak terlalu sulit untuk dilakukan karena setiap entitas selalu ingin menjaga keberlangsungan keberadaannnya.

Analisis yang digunakan dalam Kemandirian Lokal berbasis pada konsep interkoneksitas. Fenomena yang ingin dikaji selalu dilihat sebagai perwujudan interkoneksitas. Misalnya pada pembangunan wilayah, kajian difokuskan pada interkoneksitas yang ada pada wilayah yang bersangkutan. Wilayah dilihat sebagai perwujudan interkoneksitas antara berbagai entitas seperti penduduk, sumber daya alam, kelembagaan dan lainnya. Masalah pembangunan wilayah ditemukenali berdasarkan kinerja interkoneksitas itu, demikian juga dengan pemecahannya.

Kemandirian lokal juga mengembangkan konsep tatanan sebagai perangkat analisis utamanya. Konsep ini dikembangkan mengacu pada premis bahwa pada dasarnya interkoneksitas yang mewujud dalam berbagai entitas dan fenomena alam maupun sosial memiliki karakteristik yang serupa. Tatanan adalah hasil “gabungan” atau interkoneksitas dari berbagai tatanan, memiliki sumber daya alam dan atau fitur baru yang bukan merupakan penjumlahan dari fitur-fitur yang dimiliki sebelumnya oleh tatanan-tatanan pembentuknya (emergence resources).

Konsepsi Pembangunan Menurut Kemandirian Lokal

(5)

Konsepsi kemandirian lokal memberikan porsi yang sama bagi setiap entitas pembangunan untuk menentukan sendiri masa depannya, serta meninggalkan keseragaman (uniformisme) dan mengangkat akan perlunya keberagaman (diversitas) dalam pembangunan. Sehingga perlu desentralisasi dalam semua tahapan dan kegiatan pembangunan, dengan tatanan sebagai unit analisis sekaligus sebagai entitas pembangunan. Konsepsi Kemandirian Lokal merekomendasikan agar pembangunan dilaksanakan dengan memanfaatkan ketersediaan sumberdaya lokal dengan mengacu kepada karakteristik spesifik yang dimiliki. Pembangunan seyogianya diarahkan untuk meningkatkan kualitas tatanan yang indikator utamanya adalah terjaganya keadilan berpartisipasi bagi semua komponen tatanan serta meningkatkannya kapasitas swatata tatanan (self-organization).

Masyarakat yang mendiami suatu bentang ruang tertentu dengan kelembagaan dan sistem kepercayaan yang beragam, serta sumberdaya alam dan kondisi lingkungan hidup, semuanya mesti dilihat sebagai satu kesatuan, tepatnya sebagai suatu jejaring interkoneksitas yang kuat, tetapi tetap terbuka, dalam arti merupakan “bagian” dari entitas lain yang memiliki dimensi ruang maupun dimensi fungsional yang lebih luas. Wujud interkoneksitas inilah yang dinamakan tatanan.

Konsep kemandirian lokal menurut hemat saya, sangat tepat dalam pembangunan saat ini, dimana pembangunan didasarkan pada karakteristik wilayah masing-masing. Masyarakat bukan dianggap sebagai objek pembangunan, namun masyarakat diajak berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam konsep kemandirian lokal yang sangat diperhatikan adalah interkoneksitas yang tercipta antara kelompok-kelompok masyarakat yang antara lain diukur apakah ada sumberdaya dan atau fitur baru yang tercipta sebagai akibat dari interkoneksitas tersebut, sebagai contoh yaitu dalam pengembangan dan peningkatan kualitas modal sosial (social capital). Keterhubungan tatanan dengan lingkungannya juga merupakan pokok analisis dalam konsep kemandirian lokal, yaitu apakah dampak interkoneksitas tersebut baik atau tidak terhadap tatanan.

Selanjutnya Prof.Mapadjantji Amien (2005) menyatakan bahwa jika kita ingin memahami kinerja dari suatu daerah, analisis mengenai ketersediaan sumber daya alam, kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia dan berbagai potensi atau sumber daya lainnya memang sering memberi kita pada penjelasan yang bersifat analitik dan dianggap benar, tetapi pada hakikatnya hanyalah berupa kumpulan informasi yang berkeping-keping, yang umumnya tidak mampu memberikan gambaran yang memadai mengapa daerah itu mampu berkembang atau mengalami stagnasi. Sebaliknya melihat sebagai sesuatu jejaring interkoneksitas yang unik akan memberikan gambaran yang jauh lebih komprehensif.

B. Paradigma Pembebasan

(6)

Beberapa asumsi dasar paradigma pembebasan yaitu 1) pembangunan mestinya identik dengan proses pembebasan manusia dari ketertindasan, 2) ideologinya yaitu : pembebasan, demokratisasi, partisipasi warga dan kemandirian atau kemampuan menolong diri sendiri 3) Freire (1975) mengemukakan bahwa yang penting bagi kaum tertindas adalah “proses penyadaran”: Proses penumbuhan kesadaran kritis dalam diri individu tentang situasi lingkungannya agar dengan itu individu dengan kemampuan sendiri dapat mengontrol lingkungannya.

Dalam paradigma pembebasan masyarakat diusahakan mampu memiliki kesadaran kritis. Kesadaran kritis ini tercapai dengan “ melihat ke dalam diri sendiri” dan “menggunakan apa yang didengar, dilihat dan dialami”, untuk memahami apa yang terjadi pada kehidupannya. Masyarakat harus didampingi untuk menganalisis sendiri masalahnya, mengidentifikasi masalahnya, memutuskan sendiri apa kebutuhannya. Masyarakat dapat bertindak baik secara “ individual” maupun “kolektif” untuk menentang unsur penindas termasuk memutuskan hubungan dengan subyek dan obyek untuk membentuk “esensi partisipasi”. Tercakup pada paradigma ini pembebasan yaitu Gerakan Gender yang Seimbang.

Paradigma Pembebasan memiliki beberapa pendekatan dalam pembangunan yang dapat dilaksanakan di berbagai wilayah nusantara. Pendekatan dimaksud yaitu : 1) Pembangunan dari Dalam( Development from Within)

Beberapa hal penting menurut Pendekatan ini yaitu: mengefektifkan pelayanan pada kelompok desa berarti mengefektifkan bekerjanya “basic comunities”; Pendekatan ini berorientasi pada pengembangan untuk masa depan; penanggulangan masalah golongan ekonomi lemah atau masyarakat miskin hanya bisa dilakukan melalui diri mereka sendiri atau melalui pembangunan dari dalam. Beberapa hal mengenai pembangunan dari dalam yaitu :

 mengembangkan potensi kepercayaan dan kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengorganisir diri serta membangun sesuai dengan tujuan yang mereka kehendaki.

 Usaha pengembangan itu perlu dilakukan didalam wadah kelompok kecil (kelompok swadaya) yang hidup sedemikian rupa sehingga interaksi diantara individu merupakan proses pendidikan saling “asah””asuh”dan “asih”.

 Dalam kelompok juga merupakan tepat untuk mendiskusikan msalah-masalah yang mereka hadapi bersama serta cara-cara mengatasinya. Sehingga didalam kebersamaan tersebut tidak hanya dicapai “self sufficiency” terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar, tetapi juga “self confidence”, unsur-unsur pokok bagi “self reliance”

2) Konsep Pemberdayaan Masyarakat

(7)

Pendekatan Pemberdayaan masyarakat adalah untuk mengembangkan kekuatan R-O-N (Reosurces, Organization, Norms) yaitu pengetahuan, skill, nilai-nilai, inisiatif dan motivasi penyelesaian masalah, mengelola sumber daya dan reaksi keluar dari kemiskinan. Ada empat elemen kunci dalam pemberdayaan yaitu; akses informasi, partisipasi, akuntabilitas dan kemampuan organisasi lokal (Narayan, 2002).

Ada dua dimensi utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu pertama peningkatan kemampuan (capability building) masyarakat, yang meliputi perluasan asset masyarakat baik individual maupun kolektif, kemudian peningkatan pengetahuan, keterampilan serta perubahan sikap. Kedua, Penguatan kelembagaan (institutional strengthening) yang meliputi perubahan nilai dan norma pada kelembagaan masyarakat dan penguatan organisasi pada komunitas miskin atau tidak berdaya itu sendiri. (Narayan, 2002).

Ada beberapa proses pemberdayaan masyarakat, pertama penyadaran (conscientization), yaitu proses memfasilitasi penanaman kesadaran kritis dan kepekaan kepada masyarakat , kedua pengorganisasian masyarakat (community organizing), yaitu “pembentukan” dan pengembangan organisasi dalam komunitas, dan ketiga, penghantaran sumberdaya (resources delivery), yaitu proses penghantaran tambahan sumberdaya kedalam komunitas.

Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu

penyediaan barang jasa skala kecil, tidak kompleks, dikerjakan melalui kerjasama lokal (common pool, public & civil goods).

Kondisi kegagalan pasar akibat pasar yang tidak sempurna dapat diatasi jika program dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan yaitu dengan tersedianya komplemen aktivitas publik.

(Sumber Paradigma Pembebasan: Prof. Sitti Bulkis. Bahan Mata Kuliah Teori dan Paradigma Pembangunan).

(8)

C. Modernisasi

Dalam modernisasi terjadi kesenjangan, ekologis, dan etnis. Perekonomian itu dikuasai konglomerat, yang menyumbang sebagian besar pertumbuhan ekonomi. Namun dibalik pertumbuhan ekonomi terjadi kerusakan ekologi seperti eksploitasi, Freeport, hutan dieksploitasi yang menyebabkan ekologi hancur. Begitu juga pada Etnis, modernisasi tidak berfikir lagi secara etnis, padahal setiap suku punya kearifan lokal. Jika produk dari kearifan lokal disentuh dengan teknologi, maka bisa lebih mahal untuk di ekspor, dan ini akan diminati oleh luar negeri. Oleh karena itu apa yang ada dalam masyarakat, harus dianggap sebagai potensi yang baik, bukan diabaikan sebagaimana yang dilakukan oleh modernisasi.

Kelemahan Teori: bukan teorinya yang keliru, namun jika kita tiru secara membabi buta untuk ditransfer ke negara kita, hal ini belum tentu sesuai dengan kondisi Indonesia baik budaya, fisik, dan berbagai aspek lainnya. Sebagai contoh trickle down effect (efek menetes ke bawah), hal ini sudah terbukti bahwa kaum pemodal sebagai sasaran pembangunan yang dibantu oleh pemerintah tidak memberikan efek “menetes” pada semua masyarakat. Kaum kapitalis menikmati pertumbuhan ekonomi, sedangkan masyarakat menengah ke bawah tidak dapat merasakan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai sebagaimana yang dirasakan kaum pemodal yang menjadi pemeran utama pembangunan serta mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Disparitas sosial semakin nampak, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin terpuruk.

Modernisasi yang mengusung pertumbuhan ekonomi perlu dimodifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia. Memang betul dalam pembangunan, kita perlu berbagai investasi untuk membangun berbagai infrastruktur bagi berlangsungnya pengelolaan Negara dan kehidupan masyarakat, begitu juga pertumbuhan ekonomi (Gross National Product, Pendapatan Domestik Bruto, dan ukuran lainnya) perlu menjadi perhatian sebagai indikator terukur dari perekonomian suatu Negara. Namun tidak cukup dengan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi kesejahteraan masyarakat haruslah menjadi tujuan utama dalam pembangunan.

Tidak dipungkiri pembangunan selama Orde Baru sampai saat ini merupakan kontribusi Teori Modernisasi khususnya dalam pembangunan infrastruktur, sarana-prasarana pendidikan dan kesehatan dan lainnya. Prof. Darmawan Salman (2012) mencatat aplikasi modernisasi di desa persawahan, Beliau menyatakan bahwa desa persawahan dicirikan oleh kedekatan dengan kota provinsi, kabupaten hingga kecamatan. Desa persawahan relatif terpenuhi kebutuhan infrastruktur dan pelayanan dasarnya. Infrastruktur transportasi, energi, komunikasi, informasi, pasar dan perbankan, serta relatif terpenuhi pelayanannya atas pendidikan, kesehatan, dan administrasi publik. Menurut hemat saya, hal ini merupakan hasil dari pembangunan dalam yang merupakan aplikasi dari teori modernisasi dan pendekatan kebutuhan dasar.

(9)

1. Pendekatan kebutuhan dasar dan pembangunan berkelanjutan harus menjadi perhatian utama dalam modernisasi, agar terjadi pemerataan pembangunan, terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh lapisan masyarakat serta pengelolaan SDA yang berkelanjutan (lestari) seperti penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan melakukann Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan benar.

2. Perlu ada intervensi pemerintah dalam pengaturan Investasi Asing, baik berupa regulasi maupun kebijakan yang berpihak kepada kepentingan rakyat dan Negara. Pasar bebas untuk pengelolaan sumberdaya perlu diatur sedemikian rupa agar investor luar negeri tidak mengeksploitasi SDA Indonesia. Investasi dalam pengelolaan sumber daya alam harus lebih memihak kepada masyarakat serta kedaulatan Negara, jangan seperti PT. Freeport, PT. Newmont, dan perusahaan lainnya yang telah mengeksploitasi kekayaan SDA Indonesia, sementara kontribusi terhadap Negara Indonesia serta rakyatnya sangat tidak sebanding.

3. Perusahaan Swasta yang mengelola SDA maupun usaha lainnya harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Kewajiban melaksanakan Corporate Social Responsibility perlu diperketat.

4. Sasaran pembangunan harus tepat, kalau ada program peningkatan kesejahteraan masyarakat maka masyarakat miskinlah yang menjadi sasaran. Pemerintah harus punya komitmen dan membangun kelembagaan yang kuat untuk menciptakan pelaksanaan program-programnya dengan baik.

Demikianlah paradigma/teori/konsep pembangunan yang menurut pendapat saya tepat untuk diaplikasikan di Indonesia.

KESIMPULAN

1. Kondisi Indonesia yang semakin kompleks dan beragam, maka konsep kemandirian lokal yang dikembangkan oleh Prof. Mappadjantji Amien dari Univ. Hasanuddin merupakan konsep yang sangat tepat untuk pembangunan di Indonesia. Dimana yang menjadi penekanan adalah peningkatan kapasitas lokal untuk dapat mandiri sehingga mampu beradaptasi dengan spirit zaman yang sedang berlangsung.

2. Paradigma pembebasan (melalui pembangunan dari dalam dan pemberdayaan masyarakat) tetap sesuai dan dapat diaplikasikan di Indonesia. Namun perlu implementasi yang lebih baik lagi, diantaranya yaitu dilakukan secara bertahap, pendanaan yang cukup, pendampingan masyarakat sampai benar-benar mandiri dan kelembagaannya kuat.

3. Teori Modernisasi yang dijalankan saat ini diberbagai Negara di belahan dunia, dapat juga telah diaplikasikan di Indonesia menurut saya tetap dapat dijalankan dengan modifikasi agar sesuai dengan kondisi di Indonesia terutama menggunakan pendekatan kebutuhan dasar dan pembangunan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

(10)

 Bulkis, Sitti, Prof. Dr.Ir. MS. 2012. Bahan Kuliah Teori dan Paradigma Pembangunan (Paradigma Pembangunan ala Sains Baru, Paradigma Pembebasan).

 Salman, Darmawan, Prof. Dr. Ir. MS. 2012. Bahan Kuliah Teori dan Paradigma Pembangunan.

 Salman, Darmawan, Prof. Dr. Ir. MS. 2012. Sosiologi Desa. Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas.

Referensi

Dokumen terkait

Buah naga adalah salah satu buah eksotis yang memiliki manfaat tak terhitung yang ditawarkan untuk kulit, rambut, dan kesehatan

Data yang digunakan adalah data sekunder bulanan dari tahun 2007 sampai 2012 berupa harga saham perusahaan Jakarta Islamic Index 30 dan LQ45 dijadikan sampel,

Tahap awal proses dilakukan dengan melakukan pengumpulan data pada perusahaan kemudian melakukan analisis kondisi perusahaan untuk menentukan posisi kuadran

Pada tahun 1985 industri keramik Plered mulai berupaya untuk meningkatkan keramik gerabahnya baik secara kualitas dan kuantitasnya ke industri kerajinan keramik hias

Saifuddin Zuhri sebagai pejuang dalam rangka usaha untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan membandingkan isi dengan tema yang

Misalnya tidak ditemukan kasus yang relevan dengan sistem pembakaran injeksi, maka HDOs bisa mencoba untuk mengganti sistem pembakaran tersebut dengan sistem pembakaran

Kota Blitar Pengadaan sarana media akses informasi Terlaksananya pengadaan dan pemeliharaan perangkat lunak (software) 11 jenis 469.100.000 Dinas Komunikasi, Informatika

Gunakan tombol Pulse untuk menghancurkannya, lalu tambahkan sedikit air dan giling sampai menjadi pasta. • Panggang sebentar biji bunga poppy, lalu giling sampai