• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(Jurnal Ilmiah)

Oleh

SHELLY MALINDA AZWAR

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)
(3)

ABSTRAK

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

Shelly Malinda Azwar, Upik Hamidah, S.H., M.H., Marlia Eka Putri, S.H., M.H. Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145 Email : shellyams12@gmail.com

Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan di Kabupaten Lampung Selatan diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2013 - 2031. Akan tetapi dalam pemanfaatan ruang belum terlaksana dengan optimal oleh karena itu perlu data-data penelitian pengendalian pemanfaatan ruang.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengendalian pemanfaatan ruang oleh pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dan faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaannya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari wawancara kepada responden sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Selatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pengaturan zonasi dengan cara mengklasifikasikan rencana penggunaan ruang, menyiapkan beberapa bentuk perizinan, Pemberian Insentif dan Disinsentif yang belum terlaksana. Penyebab belum terlaksananya Insentif dan Disinsentif di Kabupaten Lampung Selatan pada dasarnya pemanfaatan ruang yan tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti kawasan pendidikan jaraknya sangat dekat dengan kawasan industri yang ada dikecamatan kalianda. Hal inilah sebagian contoh kecil mengapa Insentif dan Disinsentif belum terlaksana. Beberapa hal lain penyebab pemerintah daerah belum melaksanakan insentif dan disinsentif dikarenakan tidak mempunyai akses terhadap rencana-rencana pembangunan sektoral yang dibuat dan ditentukan oleh pemerintah pusat. Sehingga sanksi yang tegas belum dapat terlaksana di Kabupaten Lampung Selatan.

(4)

kurangnya pemahaman aparatur pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah dan Pengendalian Pemanfaatan Ruangnya.

Kata Kunci: Pelaksanaan, Pengendalian, Pemanfaatan Ruang.

IMPLEMENTATION OF UTILIZATION SPATIAL IN SOUTH LAMPUNG DISTRICT

ABSTRACT

Control of the use of space is an effort to realize an orderly layout. Implementation of controlling the use of space regulated in Law Number 26 Year 2007 on Spatial Planning, Government Regulation No. 15 Year 2010 on the Implementation of Spatial Planning, and in South Lampung Regency is set in the Regional Regulation No. 15 Year 2012 on Spatial Planning of South Lampung regency in 2013 - 2031. But in the utilization of space has not done optimally therefore need research data control space utilization.

The problem in this research is how the government controls the use of space by South Lampung regency and factors What are some supporters and obstacles in its implementation.

The method used in this research is normative and empirical jurisdiction. The data collected are primary data and secondary data. The primary data obtained from interviews with respondents, while secondary data obtained through library research.

The results showed that the implementation of control utilization of space in South Lampung regency done in several ways, namely zoning regulation by classifying the planned use of space, setting up some form of licensing, Incentives and disincentives that have not been implemented. The cause has not been implementation of incentives and disincentives in South Lampung regency basically yan space utilization is not as intended, such as distance education area very close to the existing industrial area dikecamatan Trump. This is partly why a small sample Incentives and disincentives have not been implemented. Some other things cause local governments have yet to implement the incentives and disincentives due to not having access to sectoral development plans are created and determined by the central government. So that strict sanctions can not be implemented in South Lampung regency.

Factors supporting the development of the region for South Lampung regency spatial reference to the Local Regulation 15 of 2012 on Spatial Planning. While the inhibiting factors in the implementation of spatial planning in South Lampung regency namely the rapid growth of various fields such as the economy, social issues, problems carrying capacity of the environment and the problem of spatial planning, infrastructure such as infrastructure problems areas of underdeveloped areas, infrastructure development social field, the field of environmental capacity, agriculture and tourism, Regulation of the legislation is still general, population growth and land constraints led to a population density higher so that the efficiency of utilization of space into charges that could be avoided, the lack of human resources and funding as well as a lack of understanding of government officials regarding Spatial Planning and Control Its space utilization.

(5)

I. PENDAHULUAN

Disiplin perencanaan tata ruang merupakan disiplin yang telah lebih dari setengah abad dikembangkan di Indonesia dengan dikembangkannya mata kuliah tata ruang di perguruan tinggi, maka tata ruang dapat dikaji dari sudut pandang hukum sebagai wadah atau bingkai rumusan-rumusan di masa kini dan mendatang. Persoalan urbanisasi, manajemen transportasi yang buruk, squatter atau penghunian liar di kawasan kumuh (slums area), kenakalan anak-anak (juvenile delinquency),

kriminalitas, masalah lingkungan khususnya polusi, sampah, kesenjangan atau disparitas sosial warga perkotaan, sistem perekonomian dan sebagainya mengharuskan adanya langkah yang harus dipersiapkan terencana, bersasaran serta dilakukan dengan sistem kontrol sosial yang baik.23

Aturan hukum pertama yang mengatur penataan ruang di Indonesia yaitu Stadvormings Ordonannantie (SVO) Staatblad 1948 No.168 atau Undang-undang tentang Pembentukan Kota dan Stadvormings Verordening (SVV) Staatblad 1949 No.40 Peraturan Pemerintah tentang Pembentukan Kota merupakan regulasi produk kolonial Belanda bersifat sentralistrik, rigid (ketat), teknis, memberikan kewenangan kepada dewan haminte untuk melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan

haminte (Pemerintah Daerah) mengenai penataan ruang di Daerah.

Pada sisi lain, aspek lingkungan dengan sistem drainase yang tertata dan terpelihara ternyata mampu mengatasi problema yang senantiasa dihadapi oleh pemerintah kota yakni banjir dan pencemaran serta kemacetan lalu lintas.24 Baru tahun 1993

23

RDH Koesoemahatmadja, Penanan Kota Dalam Pembangunan Ditinjau Secara Historis, Yuridis, Komparatif, Sosiologis, Ekonomis, Politis, Cetakan Pertama, Binacipta, Bandung, hlm.89-93

24

Soedjono Dirdjosisworo, Segi-segi Hukum

menanggapi diundangkannya Undang-undang N0.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, maka Adiputera Parlindungan melakukan kajian hubungan korelasi antara penatagunaan tanah, laut dan/atau air serta udara, penataan kembali penguasaan dan pemilikan tanah pertanian khususnya dipedesaan (landreform), pengadaan tanah untuk kepentingan tertentu, penetapan sonasi (zoning)

khususnya di perkotaan dipertautkan dengan skenario atau rencana program pembangunan waktu itu yaitu Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dituangkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat beserta peraturan perundang-undangan operasionalnya.25

Dalam penyusunan peraturan zonasi, definisi dan klasifikasi penggunaan lahan yang jelas secara hukum sangat diperlukan untuk menjadi landasan utama dan sebagai acuan untuk menentukan apakah suatu permohonan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang atau tidak. Klasifikasi penggunaan lahan yang jelas akan mempermudah menentukan apakah izin dapat diberikan atau ditolak. Sesuai dengan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mekanisme insentif dan disinsentif merupakan bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang. Mekanisme insentif dan disinsentif dianggap mampu untuk mendorong perkembangan kota dan dapat menimbulkan dampak positif yang menunjang pembangunankota atau upaya pengarahan pada perkembangan yang berdampak negatif untuk mengefektifkan pembangunan/rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pengendalian pemanfaatan tata ruang dilakukan agar pemanfaatan tata ruang dapat berjalan

tentang Tata Bina Kota diIndonesia, Cetakan Pertama, Karya Nusantara, Bandung, hlm.110-111 dan 189-192

25

(6)

sesuai dengan rencana tata ruang. Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang tersebut diselenggarakan untuk menjamin terwujudnya tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang.

Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang. Kebijakan pembangunan berkelanjutan tentu tidak bisa dilepaskan dari instrumen hukum tata ruang. Melalui instrumen tata ruang berbagai kepentingan pembangunan baik antara pusat dan daerah, antardaerah, antarsektor, maupun antarpemangku kepentingan dapat dilakukan dengan selaras, serasi, seimbang, dan terpadu.26

Permasalahannya bahwa meningkatnya kebutuhan ruang dalam pelaksanaan pembangunan berimplikasi terhadap penggunaan ruang yang tidak sesuai dengan rencana peruntukkan. Padahal baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota telah disusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Melalui RTRW ini penggunaan ruang telah dipilah-pilah berdasarkan struktur dan fungsi ruang. Struktur dan fungsi ruang inilah yang seharusnya menjadi dasar dalam penggunaan ruang. Struktur ruang memuat susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sementara itu, pola ruang memuat distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

Kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan ruang sebagaimana ditetapkan dalam RTRW menimbulkan

26

Muhammad Akib, Charles jackson dkk , Hukum Penataan Ruang, PKKPUU FH UNILA, Bandar Lampung. 2013. hlm.2

berbagai permasalahan lebih lanjut, seperti tumpang tindih penggunaan ruang, alih fungsi lahan, konflik kepentingan antarsektor (kehutanan, pertambangan, lingkungan, prasarana wilayah, dan lain-lain), dan konflik antara pusat dan daerah, konflik antardaerah, serta kemerosotan dan kerusakan lingkungan hidup.27

Salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang adalah perizinan. Izin yang berlaku pada sebagian besar daerah di Indonesia hanya sampai pada Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tidak sampai pada izin memanfaatkan bangunan, dimana pelanggaran pemanfaatan ruang berawal. Di samping itu, izin yang dikeluarkan oleh masingmasing instansi/SKPD tidak mengacu kepada rujukan yang sama, yaitu rencana rinci tata ruang, sehingga sering terjadi kurang koordinasi. Untuk itu, masing-masing daerah harus memiliki rencana rinci dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang. Secara kelembagaan, mekanisme perijinan satu atap cukup efektif untuk menekan pelanggaran pemanfaatan ruang, karena memungkinkan terjadi koordinasi yang lebih intensif antara instansi-instansi yang terkait dalam memberikan izin.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang salah satunya dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan. Program yang dilaksanakan di Kabupaten Lampung Selatan yakni pembangunan jalan tol yang rencananya dibangun sepanjang 140 kilometer (km) dengan luas jalan 150 meter (m). Medan jalan masing-masing 60 m, yang mana di tengahnya akan dibangun rel kereta api dan pipa gas. Rencana pembangunan jalan tol Sumatera khususnya di Lampung sudah berada pada tahap pembentukan tim pembebasan lahan. Ada 70 desa yang akan terkena penggusuran yang tersebar di tiga kabupaten yakni Lampung Selatan, Pesawaran dan Lampung Tengah. Namun dalam pembangunan jalan tol sumatera ini

27

(7)

terdapat desa-desa yang merupakan sentra pertanian yang akan terkena program pembangunan jalan tol diantaranya adalah Desa Way Panji, Desa Palas, Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Oleh sebab itu terdapat penolakan-penolakan terhadap pembangunan jalan tol tersebut karena menggunakan lahan yang masih produktif sebagai area pembangunan. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan dalam Pasal 9 angka 6 huruf c Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) Merbau Mataram terletak di Kecamatan Merbau Mataram yang berfungsi sebagai pertanian, terminal batu bara dan Industri, tetapi pada kenyataannya terdapat pemukiman dan perumahan.

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan dan pedesaan, suatu tempat dimana penduduk tinggal dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Terdapat perumahan bernama Griya Tanjung Rame yang terletak di desa tanjung baru kecamatan merbau mataram. Menurut teori Pengendalian Pemanfaatn Ruang di daerah merbau mataram harusnya berfungsi sebagai pertanian, terminal batu bara dan Industri, tetapi di Lampung Selatan di kecamatan merbau mataram ini terdapat perumahan dengan warga sekitar 300 orang. Jumlah penduduk perempuan di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan berjumlah 25.113 dan laki-laki berjumlah 25.644. Berdasarkan uraian, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Selatan.

Menyusul diundangkannya Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menggantikan Undang-Undang No.24 tahun 1992 dijelaskan beberapa aspek, disisi hukum administrasi negara kajian teoritiknya adalah tentang penatagunaan tanah, ruang terbuka hijau

(RTH), konsolidasi tanah serta dua kasus hasil penelitian tentang aspek hukum bangunan dan pemilikan bangunan menurut hukum agraria kini serta beberapa catatan tentang reklamasi laut.28

Pengendalian Pemanfaatan Ruang diselenggarakan melalui kegiatan Pengawasan dan Penertiban terhadap pemanfaatan ruang agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang. Pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah.29 Pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.30 Pembinaan dan pengawasan secara nasional dikoordinasikan oleh menteri.31

Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 (UUPR), bahwa setiap daerah mempunyai kewajiban untuk melaksanakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Bahwa disetiap daerah mempunyai kewajiban melaksanakan RTRW sesuai dengan peraturannya. Di Kabupaten Lampung Selatan masalah RTRW diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Selatan tahun 2011-2031. RTRW Kabupaten Lampung Selatan 2011-2031 merupakan Penjabaran RTRW Provinsi Lampung 2009-2029 ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota. RTRW Kota adalah rencana pengembangan kota yang disiapkan secara teknis dan non-teknis oleh Pemerintah Daerah yang merupakan rumusan kebijaksanaan

28

Hasni., Hukum Penataan Ruang dan

Penatagunaan Tanah, Cetakan Pertama, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 68

(8)

pemanfaatan muka bumi wilayah kota termasuk ruang di atasnya yang menjadi pedoman pengarahan dan pengendalian dalam pelaksanaan pembangunan kota.32

RTRW Kabupaten Lampung Selatan tahun 2011-2031 merupakan perwujudan aspirasi masyarakat yang tertuang dalam rangkaian kebijaksanaan pembangunan fisik Kabupaten Lampung Selatan yang memuat pedoman, landasan dan garis besar kebijaksanaan bagi pembangunan fisik Kabupaten Lampung Selatan dalam jangka waktu 20 tahun, dengan tujuan agar dapat mewujudkan kelengkapan kesejahteraan masyarakat dalam hal memiliki kota yang dapat memenuhi segala kebutuhan fasilitas. Berisi suatu uraian keterangan dan petunjuk-petunjuk serta prinsip pokok pembangunan fisik kota yang berkembang secara dinamis dan didukung oleh pengembangan potensi alami, serta sosial ekonomi, sosial budaya, politik, pertahanan keamanan dan teknologi yang menjadi ketentuan pokok bagi seluruh jenis pembangunan fisik, baik yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, Pemerintah Provinsi Lampung, maupun Pemerintah Pusat dan masyarakat secara terpadu.

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah pengendalian

pemanfaatan ruang oleh pemerintah Kabupaten Lampung Selatan?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Selatan?

32

Penjelasan atas Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan No.15 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Lampung Selatan 2011-2031

II. METODE PENELITIAN

2.1Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan terhadap nilai dan norma hukum untuk mempelajari kaedah hukum yang dengan mempelajari, menelaah, peraturan perundang-undangan dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

2.2Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari study lapangan, yaitu hasil wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder terdiri dari berbagai sumber seperti study dokumentasi dan literatur.

2.3Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperoleh dalam penelitian ini digunakan dengan cara-cara :

1. Studi Kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan dilakukan dengan cara menelaah, membaca buku-buku, mempelajari, mencatat, dan mengutip buku-buku, peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya/ berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

(9)

akan dilakukan dengan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum.

2.4Analisis Data

Sebagai tindak lanjut dari pengolahan data adalah diadakan analisis terhadap data tersebut. Dalam menganalisis data yang diperoleh, metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan mengangkat fakta keadaan, variable, dan fenomena-fenomena yang terjadi selama penelitian dan menyajikan apa adanya. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian yang bersifat sosial adalah analisis secara deskriptif kualitatif, yaitu proses pengorganisasian dan pengurutan data kedalam pola, kategori dan satu urutan dasar sehingga dapat dirumuskan sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan kata lain analisis deskriptif kualitatif, yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan data dalam bentuk uraian kalimat.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Berdasarkan ketentuan Pasal 87 Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Lampung Selatan, pengendalian pemanfaatan ruang meliputi pengaturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, dan pengenaan sanksi. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian dari kegiatan penataan ruang yang dipersiapkan sejak awal proses perencanaan tata ruang.

Sebagai wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat di bidang tata ruang diantaranya adalah Standar Pelayanan Minimal disusun berdasarkan kepada kewenangan wajib pemerintah Kabupaten Lampung Selatan yang harus diberikan kepada masyarakat, jenis pelayanan dasarnya yaitu sebagai berikut :

1. Sumber Daya Air

Penyediaan air baku untuk kebutuhan masyarakat dengan indikator :

a. Persentase tersedinya air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari; dan

b. Persentase tersedinya air irigasi untuk pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada sesuai dengan kewenangannya.

2. Jalan

Penyediaan jalan untuk melayani kebutuhan masyarakat dengan indikator:

a. Persentase tingkat kondisi jalan kabupaten/kota baik dan sedang;dan b. Persentase terhubungnya pusat-pusat

kegiatan dan pusat produksi (konektivitas) di wilayah kabupaten/kota.

3. Cipta Karya

a. Penyediaan air minum dengan indikator persentase penduduk yang mendapatkan akses air minum yang aman.

b. Penyediaan sanitasi dengan indikator:

1) persentase penduduk yang terlayani sistem air limbah yang memadai;

2) persentase pengurangan sampah di perkotaan;

3) persentase pengangkutan sampah; 4) persentase pengoperasian Tempat

Pembuangan Akhir (TPA);dan 5) persentase penduduk yang

telayani sistem jaringan drainase skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 6 jam) lebih dari 2 kali setahun.

c. Penataan Bangunan dan Lingkungan dengan indikator persentase jumlah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan;

d. Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan dengan indikator persentase berkurangnya luasan permukiman kumuh di kawasan perkotaan.

4. Jasa Konstruksi

(10)

persentase tersedianya 7 (tujuh) jenis informasi Tingkat Kabupaten/Kota pada Sistem Informasi Pembina Jasa Konstruksi (SIPJAKI);dan

b. Perizinan Jasa Konstruksi dengan indikator persentase tersedianya layanan Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) dengan waktu penerbitan paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah Persyaratan Lengkap.

5. Penataan Ruang

a. Informasi Penataan Ruang dengan indikator persentase tersedianya informasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah Kabupaten/Kota berserta rencana rincinya melalui peta analog dan peta digital; dan

b. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik dengan indikator persentase tersedianya luasan RTH publik sebesar 20% dari luas wilayah kota/kawasan perkotaan.33

Pelayanan dasar tersebut diatas harus memenuhi kriteria yang melindungi hak-hak konstitusional perorangan maupun masyarakat secara umum, melindungi kepentingan nasional yang ditetapkan berdasarkan konsensus nasional, dan memenuhi komitmen nasional yang berrkaitan dengan perjanjian dan konvensi internasional.

Salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang adalah pengaduan, dengan adanya pengaduan masyarakat menunjukkan adanya kepedulian masyarakat dalam pemanfaatan ruang, mengingat pengaduan merupakan umpan balik dari masyarakat dimana pelayanan kepada masyarakat perlu disusun Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang Aspek Pengaduan Masyarakat mengembangkan keterbukaan didalam penanggapan penyelesaian pengaduan.

33

Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 1 tahun 2014

A.Pengaturan Zonasi

Ketentuan umum peraturan zonasi menjadi pedoman bagi penyusunan peraturan zonasi oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan wawancara dengan kabid tata ruang dinas pekerjaan umum ketentuan umum peraturan zonasi Kabupaten Lampung Selatan meliputi:34

a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;

b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan

c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana.

Tindakan-tindakan dalam penerapan peraturan zonasi di Kabupaten Lampung Selatan adalah sebagai berikut:

1. Rezoning, berupa perubahan peraturan dan peta zoning;

2. Penelaahan yang terdiri dari variasi (pembebasan dari aturan standar), keberatan (mendengar dan memutuskan dugaan adanya kesalahan), dan pengecualian khusus (daftar penggunaan yang tidak sesuai rencana yang diperkenankan melalui telah khusus);

3. Penegakkan Zoning, seperti pengendalian Izin Mendirikan Bangunan tepat waktu, konsisten, dapat diperkirakan dan tegas (penghentian pembangunan tanpa izin atau menyimpang), peneriban kegiatan yang tidak sesuai ketentuan.

Contoh permasalahan tentang penegakkan zoning dalam penertiban kegiatan yang tidak sesuai ketentuan. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang bertujuan untuk menyelenggarakan pembangunan gedung yang tertib, baik secara administratif maupun secara teknis, agar terwujud bangunan gedung yang fungsional. Dalam hal ini terdapat salah satu bangunan atau

34

(11)

gedung dikecamatan kalianda yang diperuntukkan fungsinya sebagai hotel (sarana hiburan). Gedung tersebut yaitu hotel 56, yang berada di jalan lintas sumatera (jalinsum) atau persisnya disimpang fajar, kecamatan kalianda. Sejak berubah fungsi dari pusat perbelanjaan menjadi hotel 56 hingga kini belum bermanfaat hingga maksimal. Oleh karena itu pemerintah kabupaten lampung selatan berinisiatif untuk mengambil alih gedung tersebut yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.

Berdasarkan uraian tersebut menyatakan bahwa di Kabupaten Lampung Selatan yang menjadi kawasan pendidikan hanya berada di kecamatan kalianda dan natar, dan juga kawasan pendidikan ini jaraknnya dekat dengan kawasan peruntukkan industri, kawasan peruntukkan pariwisata dan pertambangan yang tentunya dapat menggangu aktivitas belajar. Pendidikan merupakan hal yang penting untuk membentuk karakter manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadikan kabupaten lampung selatan lebih baik dari berbagai hal, baik itu dilihat dari pembangunan, ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.

Kawasan pendidikan yang berada di kecamatan natar dan kalianda saja menunjukkan bahwa pengaturan zonasi di Kabupaten Lampung Selatan tidak memenuhi asas perlindungan kepentingan umum dalam penataan ruang. Asas perlindungan kepentingan umum mengatakan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu kepentingan umum masyarakat yang harus dipenuhi, karena dengan pendidikan generasi penerus akan menghasilkan perubahan yang lebih baik untuk Kabupaten Lampung Selatan.

Selain itu tidak adanya pusat perkantoran, yang ada hanya pusat pemerintahan provinsi, dan pusat pemerintahan

kabupaten, dan juga kawasan hutan lindung yang menjadi kawasan perumahan di daerah jati agung, rajabasa, dan merbau mataram, dan juga di kecamatan merbau mataram kawasan peruntukkan terminal batubara belum terwujud/dibangunnya terminal batubara, ini menunjukkan tidak memenuhi asas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam penataan ruang.

B.Perizinan

Ketentuan Perizinan pemanfaatan ruang dan bangunan diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai Perizinan pemanfaatan ruang dan bangunan sendiri telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2011-2031 dalam Pasal 145 (1) huruf b meliputi Izin Lokasi, Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) dan Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Izin Penggunaan Bangunan (IPB) wajib dimiliki oleh kegiatan investasi dan usaha yang membangunan bangunan untuk usaha dan akan menggunakan bangunan tersebut. IPB diurus seteah bangunan jadi dan akan digunakan.

Izin pemanfaatan ruang yang memiliki dampak skala kabupaten diberikan atau mendapat persetujuan dari Bupati, setelah mendapat masukan/ rekomendasi dari Tim Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kabupaten, selanjutnya pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(12)

akan mempermudah pengendalian dan pembinaan pelangggaran rencana tata ruang. Bila mekanisme perizinan tidak diselenggarakan dengan baik, maka timbullah penyimpangan pemanfaatan ruang secara legal.

C.Pemberian Insentif dan Disinsentif Ketentuan insentif dan disinsentif merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif. Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi. Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukakn oleh masyarakat maupun pemerintah. Bentuk insentif tersebut antara lain dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan dan pemberian penghargaan.

Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Penyebab belum terlaksananya Insentif dan Disinsentif di Kabupaten Lampung Selatan pada dasarnya pemanfaatan ruang yan tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti kawasan pendidikan jaraknya sangat dekat dengan kawasan industri yang ada

dikecamatan kalianda. Hal inilah sebagian contoh kecil mengapa Insentif dan Disinsentif belum terlaksana. Beberapa hal lain penyebab pemerintah daerah belum melaksanakan insentif dan disinsentif dikarenakan tidak mempunyai akses terhadap rencana-rencana pembangunan sektoral yang dibuat dan ditentukan oleh pemerintah pusat. Sehingga sanksi yang tegas belum dapat terlaksana di Kabupaten Lampung Selatan.35

D.Pengenaan Sanksi

Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pengenaan sanksi dilakukan terhadap: a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai

dengan rencana struktur ruang dan pola ruang;

b. Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;

c. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; d. Pemanfaatan ruang tidak sesuai

dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;

e. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; f. Pemanfaatan ruang yang menghalangi

akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau

g. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

1. Pengawasan 2. Penertiban

3. Perjinan Pemanfaatan Ruang

35

(13)

3.2 Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kabupaten Lampung Selatan

Berdasarkan hasil penelitian penulis pada Bidang Tata Ruang Dinas PU Kabupaten Lampung Selatan, berikut penulis uraikan faktor pendukung dan penghambat pengembangan wilayah bagi tata ruang Kabupaten Lampung Selatan menurut potensi pengembangan fisik, ekonomi, pariwisata, sosial, daya lingkungan dan masalah tata ruang.

A.Faktor Pendukung

1. Potensi Pengembangan Fisik

Kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah yang memiliki karakteristik wilayah yang beraneka ragam, mulai dari daerah pantai di bagian timur dan utara, dataran di bagian tengah dan daerah pengunungan di bagian barat. Masing-masing wilayah memiliki potensi yang berbeda, daerah pantai berpotensi untuk pengembangan budidaya tambak, bagian tengah/dataran berpotensi untuk pengembangan budidaya pertanian dan daerah pegunungan berpotensi untuk pengembangan kawasan wisata yang mengandalkan keindahan alam yang menyatu dengan kawasan lindung.

2. Potensi Pengembang Ekonomi

Sektor yang menjadi penggerak utama kegiatan perekonomian Kabupaten Lampung Selatan adalah sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan basis dan leading sektor. Hal ini ditandai dengan kontribusinya dari tahun ketahun dan laju pertumbuhan yang cukup tinggi. Hingga tahun 2015 diperkirakan sektor pertanian tetap menjadi basis sektor perekonomian Kabupaten Lampung Selatan. Subsektor pertanian yang mempunyai potensi berkembang adalah perikanan, peternakan dan perkebunan yang menyebar di seluruh Kecamatan,

sedangkan potensi subsektor pariwisata yang sangat diminati terdapat di Kecamatan Kalianda. Sektor industri pengolahan hasil pertanian atai agrobisnis di Kabupaten Lampung Selatan sangat berpotensi untuk dikembangkan. Karena bahan baku hasil pertanian di Kabupaten Lampung Selatan cukup banyak dan sangat menunjang. Industri yang perlu dikembangkan adalah industri pengolahan hasil perkebunan dan perikanan dengan menggunakan teknologi modern agar dapat mengolah hasil turunan dari bahan mentah hasil perkebunan dan perikanan.

3. Potensi Pengembangan Pariwisata Potensi pariwisata Kabupaten Lampung Selatan cukup beraneka ragam, mulai dari wisata alam, budaya dan sejarah. Perkembangan pariwisata Kabupaten Lampung Selatan masih terbatas pada kawasan wisata pantai, sedangkkan kecamatan lain masih perlu ditingkatkan lagi. Untuk menjadikan sektor pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan di Kabupaten Lampung Selatan, perlu peningkatan aspek-aspek penunjang pariwisata, seperti sarana dan prasarana, sistem informasi dan aspek kualitas lingkungan.

4. Potensi Pengembangan Sosial

(14)

B.Faktor Penghambat

Adapun faktor penghambat dalam pengembangan di Kabupaten Lampung Selatan adalah sebagai berikut:

1. Masalah Fisik

Identifikasi masalah fisik merupakan hal yang penting untuk dibahas dalam pengendalian pemanfaatan ruang, karena bisa terjadi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga memberikan hasil yang tidak optimal dan merugikan. Misalnya lahan yang seharusnya merupakan hutan lindung ternyata dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian, permukiman dan lain-lain. Begitu juga hutan bakau dan atau payau di Pantai Timur Laut Kabupaten Lampung Selatan berubah fungsi menjadi perikanan tambak, sehingga pada saat musim hujan atau debit air besar terjadi banjir/genangan air di bagian hilir Kabupaten Lampung Selatan.

2. Masalah Daya Dukung Lingkungan Masalah daya dukung lingkungan yang dihadapi Kabupaten Lampung Selatan saat ini adalah sebagai berikut:

a. Kepadatan penduduk masih terhitung rendah dibandingkan luas wilayah atau dengan kata lain kondisi wilayah masih memiliki daya dukung yang besar terhadap kebutuhan penduduk baik untuk pemukiman maupun untuk kegiatan usaha/mata pencaharian penduduk (pertanian, perkebunan), selain itu, tingkat pertambahan penduduk yang menunjukkan kecenderungan menurun, meng-akibatkan tekanan/permintaan dari sisi pertambahan penduduk tidak terlalu mengkhawatirkan.

b. Pembangunan daerah sempadan sungai sebagai daerah permukiman dan pengambilan bahan galian golongan C.

3. Masalah Tata Ruang

Masalah tata ruang yang dihadapi Kabupaten Lampung Selatan saat ini adalah:

a. Perambahan dan Penebangan liar di kawasan lindung yang terjadi di Kabupaten Lampung Selatan, yang terjadi untuk areal tambak maupun kebun/ladang serta sawah.

b. Terjadi tumpang tindih penggunaan lahan akibat hukum dan peraturan tidak ditaati, diantaranya:

1) Kawasan hutan pantai (hutan mangrove) sekarang sudah berubah menjadi areal pertambakan udang.

2) Daerah sempadan sungai sudah sebagai sebagai permukiman dan pengambilan bahan galian. c. Tingkat partisipasi dan

pendayagunaan RTRW masih rendah, baik oleh aparat pemerintah maupun masyarakat.

d. Lemahnya penegak hukum, kurangnya ketegasan aparat pemerintah dalam pengendalian tata ruang.

e. Tingkat pelayanan pusat pengembangan wilayah masih kurang terhadap wilayah penyanggap (hinterland).

f. Rencana tata ruang wilayah yang masih bersifat umum dan diperlukannya rencana detail tata ruang dalam bentuk peraturan daerah yang telah memiliki fungsi masing-masing.

g. Kurangnya pemahaman dari aparatur pemerintah penyelenggara perizinan mengenai RTRW Kabupaten Lampung Selatan, sehingga pada kenyataannya ditemui izin yang diberikan tidak sesuai dengan fungsi peruntukkan ruang.

(15)

untuk menguasai sumber daya alam untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemak-muran rakyat. Dalam menjalankan perannya, pemerintah berkewajiban mewujudkan, menumbuhkan, mengem-bangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dan masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung dan budidaya. Hal itu dapat dilakukan dengan mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan upaya pengendalian kawasan lindung, budidaya, penyangga dan kawasan tertentu hingga peraturan daerah, dan keputusan gubernur/bupati/walikota telah banyak disiapkan bersamaan dengan perangkat pendukungnya.

C.Kendala Dalam Pemanfaatan Tata Ruang

Pada dasarnya kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang tersebut antara lain: Pertama, Rencana yang tersusun tidak memperhitungkan keserasian, keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Karena itu jika rencana tersebut dijalankan sebagaimana yang ditetapkan maka diperkirakan dalam waktu jangka panjang akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainya. Kedua, Tidak adanya ketegasan hukum bagi setiap orang yang melanggar ketentuan dalam ruang. Artinya bahwa setiap orang yang melakukan penyimpangan penggunaan rencana tata ruang tidak pernah diberikan sanksi. Ketiga, Dalam perencanaan tata ruang selalu disatukan dengan rencana pengembangan. Sehingga penetapan rencana tata ruang menjadi kabur karena simpang siur dengan rencana pengembangan. Seharusnya rencana pengembangan mengacu pada rencana tata ruang. Keempat, Dalam penetapan rencana tata ruang lebih banyak di dominasi oleh keputusan politik, sehingga obyektifitas terhadap karakteristik wilayah menjadi

tidak dapat berjalan dengan baik. Kelima, Dalam menghadapi otonomi daerah setiap daerah dituntut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, sehingga setiap upaya pemanfaatan tata ruang diupayakan harus dapat memberikan sumbangan nilai ekonomi bagi daerah.

Solusi pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang yaitu dengan cara Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan harus melaksanakan proses pemberian izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebab izin merupakan salah satu bentuk instrumen yang pertama dalam konteks pemanfaatan ruang dan pemerintah kabupaten Lampung Selatan harus melaksanakan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012.

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka kesimpulan yang didapat dari penelitian dan pembahasan mengenai pengendalian pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:

1. Pengendalian pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dilakukan dengan pengaturan zonasi dengan cara mengklasifikasikan rencana penggunaan ruang, menyiapkan beberapa bentuk perizinan, Pemberian Insentif dan Disinsentif yang belum terlaksana, Pemberian Sanksi yang hanya dilakukan jika di perizinan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, pemberian sanksi yang tegas belum terlaksana. 2. Faktor pendukung pengembangan

(16)

Kabupaten Lampung Selatan yaitu cepatnya pertumbuhan berbagai bidang seperti masalah ekonomi, masalah sosial, masalah daya dukung lingkungan dan masalah tata ruang, infrastruktur seperti permasalahan infrastruktur bidang daerah tertinggal, pembangunan infrastruktur bidang sosial, bidang daya dukung lingkungan, pertanian dan pariwisata, Peraturan perundang-undangannya masih bersifat umum, pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan menyebabkan kepadatan penduduk semakin tinggi sehingga efisiensi pemanfaatan ruang menjadi tuntutan yang dapat dihindari, kurangnya sumber daya manusia dan pendanaan serta kurangnya pemahaman aparatur pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah dan Pengendalian Pemanfaatan Ruangnya.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan beberapa hal yakni: 1. Pemerintah Daerah Kabupaten

Lampung Selatan diharapkan dapat segera menyelesaikan penyusunan dan penetapan Rencana Detail Tata Ruang, karena Rencana Detail Tata Ruang sangat diperlukan dalam proses pemberian izin pemanfaatan ruang pada suatu wilayah.

2. Perlu adanya tindak lanjut oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan mengenai pelaksanaan pemanfaatan ruang perkotaan agar pemanfaatannya sesuai dengan apa yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012.

3. Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan harus melaksanakan Rencana Tata Ruang Wilayah yang diprogramkan dan harus mengikuti Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang. Agar pemanfaatan tata ruang wilayah Kabupaten Lampung Selatan dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Jika Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan tidak melaksanakan Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2010 maka banyak sanksi yang akan didapatkan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Koeswahyono Imam, 2012, Hukum Penatagunaan Tanah dan Penataan Ruang di Indonesia, Universitas Brawijaya Press.

Dirdjosisworo, Soedjono, Segi-segi Hukum tentang Tata Bina Kota diIndonesia, Cetakan Pertama, Karya Nusantara, Bandung.

AP Parlindungan, 1993, Komentar Atas Undang-undang Penataan Ruang (UU No.24 Th 1992), Cetakan Pertama, Mandar Maju, Bandung.

Akib, Muhammad, Jackson Charles, dkk. 2013, Hukum Penataan Ruang,. PKKPUU FH UNILA, Bandar Lampung.

Hasni. Lalu, 2008, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Cetakan Pertama, Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Peraturan-perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang

Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah

(17)

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional

Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah

Peraruran Daerah Provinsi Lampung No.1 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Lampung Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2029

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan permasalahan yakni Pusat Seni dan Budaya Dayak Kalimantan Barat di Pontianak yang komunikatif dan rekreatif melalui pengolahan ruang dalam dan ruang

Kolmogorov Smirnov dan uji Shapiro Wilk. 4) Jika kedua kelas berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan pengujian homogenitas varians melalui uji Levene. 5) Setelah kedua

Kondisi dan situasi yang dimaksud di sini bukal halya kondisi rlan situasi riil yang dihadapi pembelajar saat menggtttrakan bahasa .lcrrnan untuk berkomunikasi, narnut

Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan

Jumlah ini telah sesuai dengan Laporan Keuangan Konsolidasian Perseroan dan Entitas Anak untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2016, yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan

Defek kecil yang melibatkan margo palpebra superior dapat diperbaiki dengan penutupan langsung jika teknik ini tidak mengambil tekanan yang terlalu besar pada luka.. Penutupan

Faktor Lingkungan adalah keadaan lingkungan manusia, dan kuman yang mendukung untuk perubahan sehat menjadi sakit, contohnya : kondisi perumahan yang belum memenuhi syarat

Penelitian-penelitian yang mendukung riset rancangan proses training untuk mendukung penentuan kualitas air minum kemasan adalah implementasi Jaringan Syaraf Tiruan