• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS VEGETASI DENGAN METODE KUADRAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS VEGETASI DENGAN METODE KUADRAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VEGETASI DENGAN METODE KUADRAT

Analysis of Vegetation By Quadratic Method

Ikke Arina Febriyanti/H712160571, Ananda Firsty Nur Maulida2

Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Jl. Ahmad Yani No. 117, Surabaya, (031) 8410298

Email : ikkearina20@gmail.com

ABSTRAK

Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Praktikum yang berjudul “Analisis Vegetasi Dengan Metode Kuadrat” dilakukan pada hari Sabtu, 20 Mei 2017 di Gununganyar. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan indeks diversitas dan nilai penting suatu komunitas. Metode analisa yang dilakukan bersifat kuantitatif, yaitu dengan menghitung distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density), dominansi (abudance), indeks nilai penting, dan indeks diversitas. Dari hasil praktikum, didapatkan hasil bahwa komunitas yang dianalisis ini merupakan komunitas kurang stabil karena indeks diversitas (E’) yang didapat kurang dari 1 yaitu sebesar 0,579672.

Kata Kunci : analisis,vegetasi, kuadrat, komunitas, diversitas

PENDAHULUAN

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya (Marsono, 1977).

Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa

petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan (Marsono, 1977).

Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian (Harjosuwarno, 1990).

(2)

(frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance) (Indriyanto, 2010).

Dalam pengambilan contoh kuadrat, terdapat empat sifat yang harus

4.

Cara meletakkan petak di lapangan. Jika berbicara mengenai vegetasi, tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari (Indriyanto, 2010) :

1. Belukar (Shrub) yaitu tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.

2. Epifit (Epiphyte) yaitu tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.

4. Palma (Palm) yaitu tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.

5. Pemanjat (Climber) yaitu tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.

6. Terna (Herb) adalah tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras. lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu : 1. Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.

2. Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.

3. Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

(Kurniawan, 2008)

Dalam analisa vegetasi ini terdapat banyak ragam metode analisa diantaranya yaitu: (Wolf dkk, 1990)

1. Dengan cara petak tunggal 2. Dengan cara petak berganda

3. Dengan cara jalur (Transek) dengan cara garis berpetak

4. Dengan cara-cara tanpa petak

(3)

digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya (Harjosuwarno, 1990).

Adapun parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah : (Indriyanto, 2010)

1. Nama jenis (lokal atau botanis)

2. Jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan

3. Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan

4. Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.

5. Tinggi pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir ukuran volume pohon.

Beberapa rumus yang penting diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu :

1. Kerapatan (Density)

Banyaknya (abudance) merupakan jumlah individu dari satu jenis pohon dan tumbuhan lain yang besarnya dapat ditaksir atau dihitung. Secara kualitatif dibedakan menjadi jarang terdapat, kadang-kadang terdapat, sering terdapat

a. Banyaknya Individu (abudance) dan kerapatan (density)

b. Persen penutupan (cover percentage) dan luas bidang dasar (LBD)/Basal gambaran bagimana pola penyebaran suatu jenis,apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok. Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasinya terhadap lingkungan (Wolf dkk, 1990).

4. Indek Nilai Penting (Importance Value Indeks)

Merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies dalam komunitas. Nilainya diperoleh dari menjumlahkan nilai kerapatan relatif, dominasi relaif dan frekuensi relatif, sehingga jumlah maksimalnya 300% (Wolf dkk, 1990).

Analisis vegetasi dapat dilanjutkan

untuk menentukan indeks

keanekaragaman, indeks kesamaan, indeks asosiasi, dan kesalihan yang dapat banyak memberikan informasi dalam pengolahan dan penilaian suatu kawasan (Indriyanto, 2010).

METODE Lokasi Studi

(4)

Tambaksumur, Waru, Sidoarjo, 7o20’40.5”S 112o47’12.1”E.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah 2 plot berukuran 1x1 meter untuk menentukan tempat yang akan dianalisis, dan meteran (rol meter).

Cara Kerja

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan 2 tempat yang akan di analisis. Pada percobaan ini diperlukan 2 plot berukuran 1x1 meter yang diletakkan pada tempat berbeda yang telah ditentukan sebelumnya. Kemudian dicatat semua spesies tumbuhan beserta jumlah tiap spesies yang ditemukan di tempat tersebut.

Setelah itu, hasil yang telah didapat dimasukkan dalam tabel worksheet dilakukan, ditemukan beberapa spesies dari 2 plot yang berbeda. Dari plot 1, bunga liar duri putih, dan duwet (Syzigium

cumini). Sedangkan dari plot 2, ditemukan tanaman kangkung (Ipomoea reptans Poir), turi (Sesbania grandiflora), bunga liar duri putih, duwet (Syzigium cumini), semangka (Citrullus lanatus), bayam berduri (Amaranthus spinosus), rumput daun ungu, waru (Hibiscus tiliaceus), dan beluntas (Pluchea indica). Ada 4 tanaman yang dapat ditemukan di kedua plot, yaitu kangkung, turi, bunga liar duri putih, dan duwet. Tanaman-tanaman yang telah disebutkan diatas ditemukan dalam jumlah yang berbeda-beda.

Menurut Latifah (2005), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah spesies di dalam suatu daerah antara lain sebagai berikut :

1.

Iklim Fluktuasi. Suhu maksimum yang ekstrim, persediaan air, dan sebagainya menimbulkan kemacetan ekologis (bottleck) yang membatasi jumlah spesies yang dapat hidup secara tetap di suatu daerah.

2.

Keragaman Habitat Habitat dengan dibandingkan dengan daerah sempit.

Beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa hubungan antara luasdan keragaman spesies secara kasar adalah kuantitatif.

(5)

dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

BA = r2

Berikut adalah data banyaknya jumlah, ukuran diameter, dan hasil perhitungan basal area tiap spesies.

Tabel 1. Worksheet Lapangan

No. Plot Spesies N R BA

1. 1 & 2 Kangkung (Ipomoea reptans Poir) 6 0,25 0,19625

2. 1 Rumput banto (Leersia hexandra Sw.) 73 0,05 0,00785

3. 1 Singkong (Manihot utillissima) 2 1 3,14

4. 1 Kacang Koro (Mucuna pruriens) 3 0,35 0,38465

5. 1 & 2 Turi (Sesbania grandiflora) 2 0,5 0,785

6. 1 & 2 Bunga liar duri putih 48 0,4 0,5024

7. 1 & 2 Duwet (Syzigium cumini) 5 0,5 0,785

8. 2 Semangka (Citrullus lanatus) 1 0,35 0,38465

9. 2 Bayam berduri (Amaranthus spinosus) 1 0,75 1,76625

10. 2 Rumput daun ungu 1 0,2 0,1256

11. 2 Beluntas (Pluchea indica) 1 0,5 0,785

12. 2 Waru (Hibiscus tiliaceus) 4 0,2 0,1256

(Sumber : Pribadi)

Setelah didapat data dalam bentuk tabel seperti diatas, kemudian dihitung dengan beberapa rumus sebagai berikut.

1. Densitas (N)

N =

individu suatu spesies Jml plot x luasminimal/satuan plot (1)

2. Dominansi (Dom)

Dom = basalarea suatu spesies Luas area

(2)

3. Frekuensi (F)

F = plot yang terdapat spesies aseluruh plot

(3)

4. Densitas relatif (NR)

NR = N suatu spesies

N seluru h spesies x 100 (4)

5. Dominansi relatif (DomR)

DomR =

Dom suatu spesies

Dom seluru h spesies x 100 (5)

6. Frekuensi relatif (FR)

FR = F suatu spesies

F seluru h spesies x 100 (6)

(6)

Tabel 2. Tabulasi Data Analisis Vegetasi

1. Kangkung 6 1,1775 3 4,08 1 12,5 0,58825 2,77 19,35 0,0556

2. Rumput banto 73 0,57305 36,5 49,6

5

0,5 6,25 0,28652

5

1,35 57,25 0,147

3. Singkong 2 6,28 1 1,36 0,5 6,25 3,14 14,8 22,41 0,02

4. Kacang koro 3 1,15395 1,5 2,04 0,5 6,25 0,57697

5

1 12,5 12,0576 56,93 102,08 0,1568

7. Duwet 5 3,925 2,5 3,4 1 12,5 1,9625 9,26 25,16 0,0456

8. Semangka 1 0,38465 0,5 0,68 0,5 6,25 0,19232

5

0,9 7,83 0,01468

8

9. Bayam berduri 1 1,76625 0,5 0,68 0,5 6,25 0,88312

5

4,16 11,09 0,01468

8 10. Rumput daun

ungu

1 0,1256 0,5 0,68 0,5 6,25 0,0628 0,29 7,22 0,01468

8

11. Beluntas 1 0,785 0,5 0,68 0,5 6,25 0,3925 1,85 8,78 0,01468

8

12. Waru 4 0,5024 2 2,72 0,5 6,25 0,2512 1,18 10,15 0,04212

 147 - 73,5 99,9

8

8 100 21,1793 99,91 299,89 0,57967

2 (Sumber : Pribadi)

Dari hasil penrhitungan diatas, didapatkan bahwa Frekuensi Relatif (FR) terbesar adalah kangkung (Ipomoea reptans Poir), turi (Sesbania grandiflora), bunga liar duri putih, dan duwet (Syzigium cumini) dengan FR sebesar 12,5 %. Nilai ini menunjukkan bahwa keempat tanaman tersebut memiliki kehadiran yang tinggi di tiap plot dibandingkan dengan spesies lainnya dimana keempat tanaman tersebut ditemukan di kedua plot.

Densitas Relatif (NR) terbesar ada pada rumput banto dengan NR sebesar 49,65 diikuti bunga liar duri putih dengan NR sebesar 32,65. Nilai ini menunjukkan bahwa rumput banto dan bunga liar duri putih memiliki kerapatan

yang tinggi bila dibandingkan dengan spesies lainnya.

Sedangkan Dominansi Relatif (DomR) terbesar ada pada bunga liar daerah tersebut dibandingkan tanaman yang lain, dimana bunga liar duri putih adalah yang paling mendominasi.

(7)

tumbuhan serta peranannya dalam komunitas (Jumin, 1992).

Yang terakhir, yaitu menghitung indeks diversitas. Indeks diversitas atau indeks keragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan

spesies dalam komunitas.

Keanekaragaman spesies terdiri dari 2 komponen, yaitu : (Jumin, 1992)

1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies.

2. Kesamaan spesies. Kesamaan

menunjukkan bagaimana

kelimpahan spesies tersebar diantara banyak spesies.

Indeks diversitas yang digunakan adalah indeks Shannon-Wiener, yang

dapat dipergunakan untuk

membandingkan kestabilan lingkungan dari suatu lingkungan dari suatu ekosistem. Indeks diversitas Shannon-Wiener memiliki rumus sebagai berikut :

E’ = -  (pi log pi) (7)

Semakin tinggi nilai E’, maka komunitas vegetasi tersebut semakin tinggi tingkat kestabilannya. Suatu komunitas yang memiliki nilai E’ < 1 dikatakan komunitas kurang stabil, jika nilai E’ antara 1-2 dikatakan komunitas stabil, dan jika nilai E’ > 2 dikatakan komunitas sangat stabil (Kent dan Paddy, 1992).

Bentuk kehidupan dari spesies

tumbuhan biasanya memiliki

karakteristik yang tetap. Namun spesies yang sama dapat menerima bentuk kehidupan yang berbeda ketika tumbuh dibawah kondisi lingkungan yang berbeda. Vegetasi dapat diklasifikasikan kedalam struktur tanpa menunjuk pada nama spesies. Ini telah dibuktikan terutama dalam floristik lokasi yang belum dijamah, dan dalam lokasi dimana vegetasi tidak dapat diklasifikasikan dengan mudah dengan spesies yang dominan. Ketinggian tumbuhan digunakan sebagai kriteria dalam klasifikasi bentuk kehidupan. Walaupun, berbagai bentuk kehidupan dapat memberikan pemikiran khusus dari stratifikasi atau pelapisan dalam komunitas (Jumin, 1992).

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa komunitas yang dianalisis ini merupakan komunitas kurang stabil karena indeks diversitas (E’) yang didapat kurang dari 1 yaitu sebesar 0,579672.

DAFTAR PUSTAKA

Harjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM : Yogyakarta. Indriyano. 2010. Ekologi Hutan.

Penerbit Bumi Aksara: Bandar Lampung.

Jumin, H.B. 1992. Ekologi Tanaman. Rajawali Press: Jakarta.

(8)

Practical Approach. CRC Press Inc: Boca Raton, Florida.

Kurniawan, A. 2008. Asosiasi Jenis-jenis Pohon Dominan di Hutan Dataran Rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Jurusan Biologi FMIPA UNS: Surakarta.

Latifah, S. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. USU Reository: Sumatera Utara.

Marsono, D. 1977. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. BIGRAF Publishing: Yogyakarta.

Wolf, Larry dan S.J. McNaughton. 1990. Ekologi Umum. UGM Press:

Jogjakarta.

LAMPIRAN

Gambar 1. Rumput banto (Leersia hexandra Sw.) Gambar 2. Singkong (Manihot utillissima)

(Sumber : Pribadi) (Sumber : Pribadi)

Gambar 3. Kangkung (Ipomoea reptans Poir) Gambar 4. Kacang koro (Mucuna pruriens)

(9)

Gambar 5. Turi (Sesbania grandiflora) Gambar 6. Bunga liar duri putih

(Sumber : Pribadi) (Sumber : Pribadi

Gambar 7. Duwet (Syzigium cumini) Gambar 8. Bayam berduri (Amaranthus spinosus)

(Sumber : Pribadi) (Sumber : Pribadi)

Gambar 9. Semangka (Citrullus lanatus) Gambar 10. Beluntas (Pluchea indica)

(Sumber : Pribadi) (Sumber : Pribadi)

Gambar 11. Waru (Hibiscus tiliaceus) Gambar 12. Rumput daun ungu

(10)

Gambar

Tabel 2. Tabulasi Data Analisis Vegetasi
Gambar 3. Kangkung (Ipomoea reptans Poir)(Sumber : Pribadi)
Gambar 5. Turi (Sesbania grandiflora)(Sumber : Pribadi)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan dan mengetahui indeks keanekaragaman dan dominansi berbagai jenis tumbuhan yang terdapat di Gunung Lawu

Hasil analisa tentang kerapatan relative jenis (RDi), frekuensi relative jenis (RFi) dan penutupan relative jenis (RCi) diperoleh nilai penting suatu jenis mangrove yang terdapat

Perhitungan analisis kerapatan absolut, kerapatan relatif, frekuensi absolut, frekuensi relatif, indeks keanekaragaman, indeks nilai penting, dan indeks kesamaan tumbuhan

Hasil analisis Kerapatan jenis, Kerapatan relatif, Frekuensi jenis, Frekuensi relatif, Penutupan jenis, Penutupan relatif dan Indeks Nilai Penting mangrove tingkat semai

Nilai frekuensi relatif (FR), kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR), nilai penting (NP), luas bidang dasar (LBD) dan kerapatan (K) dari 10 jenis pohon dengan NP

Indeks nilai penting biasa digunakan untuk menentukan dominansi jenis tumbuhan terhadap jenis tumbuhan lainnya, karena dalam suatu komunitas yang bersifat heterogen,

Hasil analisis Kerapatan jenis, Kerapatan relatif, Frekuensi jenis, Frekuensi relatif, Penutupan jenis, Penutupan relatif dan Indeks Nilai Penting mangrove tingkat semai

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis tumbuhan mangrove, kerapatan, frekuensi dan dominasi serta Indeks Nilai Penting (INP) dan pola penyebaran jenis