Modifikasi dan Aplikasi
Porter’s
5 Forces Model
untuk
UMKM/IKM Banten di masa Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Oleh: Hermansyah Andi Wibowo, M.M.
Universitas Serang Raya
Pendahuluan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM-nomenklatur di dinas koperasi) atau
Industri Kecil Menengah (IKM- nomenklatur di dinas perindustrian) merupakan entitas
bisnis yang cenderung tidak mendapat perhatian khalayak umum. Kendatipun demikian,
eksistensi UMKM/IKM di Banten diakui lebih memiliki daya ungkit bagi upaya
pemerataan kue ekonomi masyarakat Banten. Setidaknya ada dua Satuan Kerja Perangkat
Dinas (SKPD) Provinsi Banten yang memiliki tanggung jawab terkait upaya memajukan
dan meningkatkan daya saing UMKM/IKM Banten, kedua SKPD tersebut adalah Dinas
Koperasi dan UMKM serta Dinas Perindag Provinsi Banten1. Untuk selanjutnya, istiltah
UMKM akan dipilih untuk maksud yang sama juga dengan IKM.
SKPD pertama yaitu Dinas Koperasi dan UMKM bertanggung jawab dalam
meningkatkan kualitas pengelolaan UMKM dan koperasi, administrasi organisasinya,
dan pendanaannya. SKPD kedua yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan bertanggung
jawab lebih kepada meningkatkan kualitas proses produksi dan pemasaran dari UMKM
yang dibinanya. Akan tetapi, apakah UMKM di Provinsi Banten memiliki daya saing
yang cukup untuk menjamin keberlangsungan usahanya di masa Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) yang sudah berlaku? Faktor-faktor kekuatan apa saja yang eksis dan
berpengaruh terhadap jalannya persaingan usaha UMKM di masa MEA?
Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan dasar tujuan pembuatan makalah ini.
1 Lihat http://dinkopumkm.bantenprov.go.id/id/read/tugas.html dan
Tujuan Penulisan Makalah
Pada makalah ini, akan dibahas mengenai pemanfaatan hasil model untuk
menjelaskan bagaimana situasi persaingan yang dihadapi UMKM di Provinsi Banten,
selepas Masyarakat Ekonomi ASEAN dilaksanakan. Untuk menggambarkan bagaimana
posisi dan kondisi UMKM di Provinsi Banten dalam percaturan usaha di ASEAN,
makalah ini mengadaptasi Model 5 Kekuatan Porter dan memodifikasinya sesuai dengan
kondisi yang terjadi di Indonesia dan khususnyanya Banten. Makalah ini menggunakan
data hasil observasi lapangan ke lokasi usaha UMKM Banten di semua kota dan
kabupatennya. Wawancara terhadap pengusaha, konsumen, dan instansi terkait, juga
FGD dengan Biro Ekbang Provinsi Banten. Pengumpulan data dilakukan penulis selama
menjadi konsultan UMKM di Provinsi Banten pada tahun 2012 sampai dengan 2015.
Aplikasi Model
Berdasarkan hasil wawancara dan FGD dengan para pihak serta tinjauan pustaka2,
khususnya hasil FGD pada tema regulasi baru yang berlaku dan berdampak terhadap
persaingan, penulis dapat menggambarkan situasi persaingan yang dihadapi oleh UMKM
Banten sebagai berikut.
2 Lihat situs https://en.wikipedia.org/wiki/Porter%27s_five_forces_analysis dan
Gambar 1.
Model persaingan usaha UMKM Banten di masa MEA
Sumber: Wibowo, (2015)
Menurut Wibowo (2015) “Bagi UMKM Provinsi Banten, penjabarannya model di
atas adalah sebagai berikut:
1. Daya Tawar Pemasok
Daya tawar pemasok di sini yaitu bargaining position dari pemasok kebutuhan
produksi UMKM. Dimana bargaining position ini berlawanan arah antara
pemasok dengan UMKM. Pemasok tentu menginginkan kontinuitas permintaan
dari UMKM, dengan margin yang menguntungkan. Jika UMKM Banten hanya
memiliki pemasok tunggal untuk suatu komoditi sumber daya produksinya, maka
tidak banyak yang bisa dituntut UMKM Banten terhadap pemasoknya. Maka dari
itu, untuk meningkatkan daya saing UMKM Provinsi Banten, maka mereka harus
meningkatkan bargaining positionnya terhadap pemasok dengan cara: tidak
menggantungkan pemenuhan kebutuhan dari satu pemasok saja, berkolaborasi
dengan sesama UMKM pengguna pasokan dalam hal berbisnis dengan pemasok.
Untuk situasi MEA, pemasok dari ASEAN bisa jadi memberi penawaran yang
2. Daya Tawar Konsumen
Sama seperti bargaining position pemasok, bargaining position konsumen
terhadap UMKM berbanding terbalik. Peningkatan daya tawar konsumen berarti
menurunnya bargaining position UMKM. Konsumen meningkat daya tawarnya
jika produk UMKM sifatnya komoditi (tidak unik) yang menyebabkan
ketersediaan produk sejenis sangat tinggi. Peningkatan daya tawar konsumen
juga terjadi jika hanya ada sedikit permintaan untuk banyaknya produk yang
ditawarkan. Untuk situasi MEA, jika fokus UMKM Banten masih melayani
permintaan konsumen lokalnya maka dengan dihilangkannya hambatan
perdagangan, secara serta merta diikuti oleh meningkatnya daya tawar
konsumen. Solusinya, UMKM Banten harus meningkatkan daya saingnya dengan
standardisasi produk, proses produksi, dan personnya. Hal ini pada gilirannya
akan menghasilkan keluaran yang baik seperti produk yang unik dan kapasitas
produksi yang meningkat. Dampaknya adalah penjualan meningkat.
3. Ancaman pendatang baru
Pendatang baru di sini adalah semua perusahaan yang berpotensi untuk ikut
meramaikan persaingan yang sudah ada. Tinggi rendahnya ancaman dari
pendatang baru dilihat dari ukuran asetnya dan akses terhadap jalur distribusi.
Bertambahnya pemain dalam persaingan usaha menyebabkan diperlukannya
kesetimbangan baru dalam persaingan. Untuk mengurangi dampak negatif dari
hal ini, UMKM Banten harus membuat yang baru dan/atau memertahankan
jejaring bisnis khususnya penguasaan jalur distribusi.
4. Ancaman produk pengganti
Produk pengganti di sini adalah produk yang menyelesaikan masalah kebutuhan
yang sama. Artinya pesaing produk dari UMKM Banten bukan pesaing merek,
tetapi pesaing penyedia solusi masalah. Dengan demikian, bukan hanya UMKM
atau perusahaan besar dengan produk sejenis saja yang harus diwaspadai
UMKM Banten, melainkan juga produk dari siapapun yang fungsinya mampu
mengganti fungsi dari produk UMKM Banten. Kuat tidaknya ancaman produk
pengganti ini, ditentukan dengan perbedaan harga dan manfaat yang ditawarkan
produk pengganti, dibandingkan dengan yang ditawarkan produk UMKM.
mengganti fungsi produknya. Selain itu, juga harus meningkatkan efisiensi
produksinya agar harga dan manfaat yang ditawarkan ke konsumen lebih baik
dari produk pengganti.
5. Persaingan Industri UMKM
Persaingan industri UMKM di sini adalah tingkat/intensitas persaingan
antarpelaku yang berada pada lahan bisnis yang sama. Tingkat persaingan
industri UMKM dipengaruhi oleh seberapa banyak jumlah pemain dalam
persaingan dan juga bagaimana tingkat pertumbuhan industri. UMKM Banten
harus memahami bahwa daya saing mereka harus ditingkatkan untuk bisa
bertahan dalam persaingan intensitas tinggi.
6. Kekuatan Regulasi Nasional
Kesemua faktor dalam teori 5 Forces Porter, untuk kasus UMKM Banten,
dipengaruhi oleh kekuatan regulasi yang berlaku berdasarkan teritorial. Di
Indonesia, KPPU memegang peranan penting dalam mengatur bagaimana
jalannya persaingan usaha yang bebas dari monopoli, namun juga menghargai
HaKI. Menindaklanjuti pernyataan Kuncoro (2015) tentang pentingnya revisi UU
persaingan usaha agar KPPU bisa menindak selain para pelaku usaha nasional,
juga para pelaku usaha asing (ASEAN),. Wilayah yurisdiksi peraturan tentang
persaingan usaha yang diemban oleh KPPU adalah nasional. Oleh karena itu,
UMKM Banten harus memahami bagaimana regulasi persaingan yang ada di
Indonesia dijalankan karena semua faktor yang sudah dibahas berada di dalam
yurisdiksi KPPU
7. Kekuatan Regulasi Regional
Selain kekuatan regulasi nasional juga ada kekuatan regulasi regional. Sebagai
bagian dari komunitas masyarakat ekonomi di ASEAN, UMKM Banten harus
memahami bagaimana mekanisme pelaksanaan MEA 2015 yang berpengaruh
terhadap aktivitas bisnisnya. Bagaimanapun juga MEA 2015 adalah kesepakatan
yang mengatur bagaimana aktivitas ekonomi khususnya persaingan usaha
dijalankan karena kesepakatan ini memengaruhi kesemua faktor dan kekuatan
yang berdampak terhadap jalannya persaingan usaha yang dihadapi UMKM
Banten.”
Sebagai sebuah aplikasi model yang mencoba menjelaskan fenomena, model hasil
modifikasi ini masih relevan untuk digunakan menggambarkan situasi persaingan usaha
UMKM di Banten pada masa MEA. Kendatipun masih memerlukan sejumlah langkah
teknis untuk menjadikannya bisa dimanfaatkan oleh para pihak yang berkepentingan
terhadap maju dan meningkatkanya daya saing UMKM di Provinsi Banten. Lebih spesifik
lagi, penjabaran gambar 1 telah memberikan arahan bagi para pegiat UMKM baik
pengusahanya maupun instansi-instansi yang bertanggungjawab, untuk membuat
kebijakan dan implementasinya terkait apa yang sedang/akan dihadapi oleh UMKM di
Provinsi Banten, menggunakan model Wibowo (2015).
Penutup
Makalah ini bertujuan menggambarkan situasi persaingan menggunakan model
hasil modifikasi Porter’s 5 Forces Model oleh Wibowo (2015). Dari hasil penjabaran
model modifikasi, kita bisa lihat bahwa situasi persaingan usaha yang dihadapi oleh
UMKM/IKM di Provinsi Banten, selain dipengaruhi oleh eksisnya kekuatan-kekuatan
yang bersifat ekonomi/bisnis, ternyata, juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang
lebih luas dan mengikat, yaitu faktor politik dan hukum. Hal ini terjadi karena dengan
berlakunya MEA di akhir tahun 2015, saat ini UMKM kita terikat oleh regulasi baru yang
daya ikatnya secara nasional dan regional. Implikasinya, hasil penjabaran 7 kekuatan
pada makalah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan para pihak yang berkepentingan
dengan kemajuan dan meningkatnya daya saing UMKM/IKM di Provinsi Banten.
Referensi
Kuncoro, Mudrajad. 2015. Perlunya Revisi UU Persaingan. Wawancara wartawan Banten Ekspose. http://www.bantenekspose.com/2015/03/revisi-uu-persaingan-usaha-perlu.html [diakses 19 Oktober 2015].
Wibowo, H. A. (2015). KAJIAN DAMPAK TERHADAP PERSAINGAN USAHA
TERKAIT PELAKSANAAN FREE TRADE AREA ( FTA ) DI PROVINSI BANTEN.
Diambil dari