• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EROSI DENGAN METODE USLE DAN SI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS EROSI DENGAN METODE USLE DAN SI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EROSI DENGAN METODE USLE

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI SUB DAS NOONGAN-PANASEN DAERAH

TANGKAPAN HUJAN DANAU TONDANO penggunaan lahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan unit lahan sebagi satuan analis dan pemetaan Metiode pendugaan erosi dihitung dengan model USLE. Penentuan tingkat bahaya didasarkan atas tingkat kehilangan tanah dan kedalaman tanah dengan mengacu pada Perhut No. 32/II/2009. Hasil analisis diperoleh sebagian besar tingkat bahaya erosi di wilayah penelitian tergolong sangat ringan sampai ringan, yang menempati wilayah seluas 52,89% dari luas wilayah. Sekitar 3350 ha atau 31,63% tingkat baya erosi diwilayah ini tergolong berat sampai sangat berat dengan faktor penyebab uatama adalah kemiringan lereng, solum tanah yang dangkal, dan pengolahan lahan yang berlebihan. Arahan penggunaan lahan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi di wilayah ini adalah dengan berbagai teknik koservasi seperti : Teras Gulud, Budidaya Lorong, Pagar Hidup, SilvipasturaTanaman Penutup Tanah, Rorak, Strip rumput atau strip tanaman alami, Teras Kredit, Teras Kebun, Teras Bangku, dan Teras Individu

A. PENDAHULUAN

(2)

Lama dan Tanggari, PDAM Manado, irigasi dan perikanan bagi penduduk di sekitar danau serta keindahan alam untuk objek wisata serta kebutuhan air domestik bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Namun demikian danau tersebut dilaporkan telah mengalami pendangkalan secara terus-menerus sebagai akibat sedimentasi yang bersumber dari daerah tangkapan hujan (cathment area) di sekitarnya. Pada tahun 1996 pemetaan batimetri yang dilakukan oleh Dinas Pekejaan Umum Pengairan Sulawesi Utara memperoleh data kedalaman danau maksimum di bagian selatan (dekat inlet) sedalam 17 meter, dan berangsur-angsur menjadi sekitar 3 meter di bagian utara (dekat outlet). Sepuluh tahun kemudian pemetaan batimetri dilakukan Murdiyanto (2006) ditemukan kedalaman danau di bagian selatan dekat inlet telah mengalami pendangkalan menjadi sekitar 15 meter dan berangsur-angsur dibagian utara dekat outlet kedalamannya menjadi sekitar 2 meter. Berdasarkan data tersebut berarti selama kurun waktu sepuluh tahun telah terjadi pendangkalan danau rata-rata setebal 20 cm per tahun.

Mencermati fenomena di atas mengindikasikan bahwa daerah tangkapan hujan Danau Tondano telah mengalami degradasi lahan. Degradasi lahan secara umum dapat diartikan sebagai hilangnya atau menurunnya kemampuan produktivitas lahan atau potensi lahan sebagai akibat pengaruh faktor alam dan atau pengaruh manusia. Salah satu faktor alam yang menyebabkan degradasi lahan dan berpengaruh langsung terhadap pendangkalan Danau Tondano adalah erosi tanah.

(3)

antara sangat rendah sampai rendah yang meliputi sebagaian besar (94,2 %) wilayah tersebut. Hanya sekitar 5,8 % dari wilayah tersebut yang memiliki erosi potensial antara menengah sampai sangat tinggi. Lima tahun kemudian Lengkong (2001) melakukan penelitian di daerah yang sama dengan pendekatan yang sama (USLE) memperkirakan besarnya laju erosi telah berada di atas ambang batas kewajaran, yaitu pada tingkat bahaya erosi tinggi (180 - 480 ton/ha/tahun) sampai sangat tinggi (> 480 ton/ha/tahun) yang menempati sebagian besar wilayah tersebut. Pada saat yang sama JICA (2001) melakukan studi rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis di DAS Tondano melaporkan kehilangan tanah di daerah tersebut jauh lebih rendah, yaitu rata-rata 24,3 ton/ha/tahun dengan nilai maksimum 87,6 ton/ha/tahun dan minimum 5,2 ton/ha/tahun. Pada studi tersebut JICA juga melaporkan kehilangan tanah di catchment area Danau Tondano khusus pada lahan kering dengan topografi yang terjal rata-rata 19,1 ton/ha/tahun. Memperhatikan beberapa data sebagaimana tersebut di atas meskipun terdapat berbedaan yang signifkan masih dapat menjadi petunjuk adanya indikasi degradasi lahan di daerah tangkapan hujan Danau Tondano. Atas dasar itulah maka penggunaan lahan di daerah tersebut mendesak ditata dan dikelola kembali sesuai dengan kualitas lahan setempat agar laju erosi dapat dikendalikan. Rekomendasi tersebut didasarkan atas hasil kajian beberapa peneliti sebagaimana tersebut di atas yang menyimpulkan bahwa penyebab erosi yang utama adalah faktor vegetasi dan pengelolaan lahan.

Wilayah penelitian dibatasi pada bagian selatan daerah tangkapan hujan Danau Tondano, yaitu wilayah yang dilalui oleh dua sungai utama yang masuk ke Danau Tondano dan memberi kontribusi besar terhadap pendangkalan danau.. Sungai tersebut adalah Sungai Noongan dan Panasen, yang selanjutnya daerah penelitian ini disebut Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan danau Tondano.

(4)

membatasi pada masalah erosi sebagai faktor penenyebab pendangkalan danau. Bagaimana pola spasial sebaran tingkat bahaya erosi dan model arahan penggunaan lahan di Sub-DAS Noongan Panasen DAS Tondano yang mampu meminimalisir laju tingkat bahaya erosi.

Penelitian ini bertujuan memetaan tingkat bahaya erosi dan merumuskan model arahan penggunaan lahan berdasarkan laju tingkat erosi di sub-DAS Noongan-Panasen DAS Tondano, yang diharapkan bermanfaat untuk digunakan sebagai rujukkan dalam perencanaan penggunaan lahan yang berbasis konservasi lahan dalam rangka pengendalian erosi di Sub DAS Noongan Panasen DAS Tondano

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan spasial (spatial). Dalam kaitannya dengan itu, maka teknik yang digunakan untuk mengkaji tingkat bahaya erosi dan arahan penggunaan lahan adalah unit lahan (land unit), yang selanjutnya digunakan sebagai satuan analisis. Unit lahan diperoleh dari hasil overlay secara digital dengan ektensi geoprocessing terhadap peta jenis tanah dan peta bentuklahan dengan bantuan teknologi SIG. Model spasial arahan pengunaan lahan dirumuskan berdasarkan tingkat bahaya erosi.

Setiap unit lahan dilakukan pengamatan dan pengukuran lapangan terhadap indeks erosivitas, indeks erodibilitas, indeks kelerengan, indeks vegetasi dan indeks praktek konservasi untuk menenduga besarnya kehilangan tanah per tahun dihitung dengan metode USLE yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978), dengan rumus

A = R x K x LS x C x P , dimana :

A = jumlah kehilangan tanah akibat erosi (ton/ha/tahun), R = indeks erosivitas hujan,

K = faktor erodibilitas tanah,

LS = faktor panjang dan kemiringan lahan,

(5)

Selanjutnya tingkat bahaya erosi (TBE) yang ditentukan berdasarkan besarnya kehilangan tanah rata-rata tahunan (ton/ha/tahun) dan kedalaman solum tanah (cm) pada setiap unit lahan. Kelas bahaya erosi tersebut diklasifikasikan menjadi 5 kelas dari sangat ringan sampai sangat berat (Permen Kehutanan No. : P.32/Menhut-II/2009).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Analisis Nilai Indeks Penduga Laju Erosi

Nilai indeks masing-masing faktor yang digunakan untuk menghitung besarnya kehilangan tanah setiap unit lahan adalah sebagai berikut.

Indeks erosivitas ( R ), adalah daya erosi hujan untuk membuat erosi pada suatu tempat yang dapat dihitung berdasarkan data hujan yang diperoleh dari penakar hujan otomatik atau penakar hujan biasa.

Tabel . 1. Data Curah Hujan dan Indeks Erosivitas Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano

(6)

9 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Utara, 2007

Nilai indeks erosivitas dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Bols.

I30 = 6,119(Rain)1,21(Day S)-0,47(Max P)0,53

Berdasarkan data curah hujan yang tersedia di wilayah penelitian diperoleh indeks erosivitas sebesar 2963,494 yang tersebar di bagian hilir wilayah penelitian dan 1826,688 tersebar disebagain besar unit lahan di bagian hulu wilayah penelitian (lihat Tabel 1).

Indeks Erodibilitas (K) tanah adalah daya tahan tanah terhadap erosi, yang di tentukan oleh berbagai sifat fisik dan kimia tanah. Indeks K dihitung dengan a = kandungan bahan organik (% C x 1,724)

b = kelas struktur tanah c = kelas permeabilitas

Tabel 2. Nilai Indeks Erodibilitas pada Berbagai Jenis Tanah di Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano

Jenis Tanah Indeks K Luas (Ha) Persen (%)

Humic Udivitrands 0,1220 2716.186 25.58

Typic Endoaquands 0,2173 2886.651 27.18

(7)

Alfic Hapludands 0,2116 1738.749 16.37

Sumber : Hasil analisis peta tanah

Indeks Erosivitas juga dapat ditentukan berdasarkan peta tanah yang tersedia di wilayah tersebut atau data penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan di wilayah tersebut. Hasil analisis diperoleh nilai indeks erodibilitas tanah di wilayah penelitian sebagaimana dalam Tabel 2 . Berdasarkan tabel di atas ternyata tingkat erodibilitas di wilayah penelitian tergolong rendah ( 0,11 – 0,20) sampai sedang (0,21 – 0,32), yang berarti ketahanan tanah terhadap erosi cukup baik, sehingga kemungkinan terjadinya erosi yang berat disebabkan oleh faktor lainnya.

Indeks Kelerengan (LS), merupakan gabungan dari faktor panjang lereng (L) dan faktor kemiringan lereng (S) yang dalam perhitungan erosi digabungkan menjadi faktor kelerengan (LS). Faktor kelerengan diperoleh berdasarkan analisis DEM dari peta topografi dengan menggunakan extention spatial analysis pada program ArcView. Hasil analisis tersebut selanjutnya diplotkan kedalam peta unit lahan untuk memperoleh Peta Indeks Kelerengan sebagaimana dalam Tabel : 3

Tabel 3 Indeks Kelerengan di Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano

No. Indeks LS Luas (Ha) Persentase (%)

1 0.4 7137.747 67.22

(8)

Berdasarkan Tabel 3 ternyata sebagaian besar (67,22%) wilayah penelitian memiliki nilai indeks kelerengan 0,4 yang berarti faktor lereng bukan menjadi penyebab utama terjadinya laju erosi di wilayah tersebut.

Indeks Vegetasi dan Tindakan Konservasi, memiliki peran penting dalam erosi tanah. Kedua faktor tersebut menjadi perhatian utama dalam setiap perencanaan tata guna lahan dan koservasi tanah di daerah aliran sungai. Faktor vegetasi dan tindakan koservasi lebih mudah dikendalikan atau dimodifikasi sesuai dengan tujuan, dibadingkan dengan faktor erosi lainnya. Indeks vegetasi (C) dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan peta Tutupan Lahan BPDAS Tondano 2007, sedangkan faktor praktek konservasi dijaring melalui pengamatan lapangan. Hasil analisis tersebut diperoleh data Indeks CP sebagai berikut

Tabel : 4 Indeks CP Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano

No. Indeks CP Luas (Ha) Persen (%)

1 0.001 414.253 3.90

Sumber : Hasil Analisis Peta Tutupan Lahan dan Pengamatan Lapangan

2. Pendugaan Besarnya Kehilangan Tanah dan Tingkat Bahaya Erosi

(9)

dioverlaykan secara bertahap. Operasi ini digunakan untuk memotong input theme dan secara otomatis meng-overlay antara theme yang dipotong dengan theme pemotongnya, dan outputnya berupa theme yang memiliki atribut data dari kedua theme yang dioverlaykan. Dari hasil penggabungan atribut data dilanjutkan penghitungan laju erosi dengan fasilitas Field Calculate sehingga diperoleh data sebagai mana dalam Tabel 5.

Dari tabel tersebut diperoleh data laju tingkat erosi di wilayah penelitian sebagai berikut

Tabel 5. Tingkat Laju Erosi

Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano

No Tingkat Erosi (ton/ha/tahun) Luas (Ha) Persentase (%)

1 Sangat rendah (< 15) 4899.285 46.14

2 Rendah ( 15 - 60) 2147.89 20.23

3 Sedang (60-180) 1661.599 15.65

4 Tinggi (160 - 480) 773.528 7.28

5 Sangat Tinggi (>480) 1136.374 10.70

Jumlah 10618.676 100

Sumber :Hasil Analisis data Pengukuran Erosi

Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 1 ternyata tingkat laju erosi di wilayah penelitian tergolong sangat rendah sampai sampai rendah, yang tersebar pada wilayah seluas 8047.175 ha atau 66,37% dari luas wilayah penelitian.

(10)
(11)

Hasil interpretasi dan analisis peta tingkat erosi dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 32/Menhut-II/2009, ternyata tingkat bahaya erosi di wilayah penelitian tergolong ringan.

Tabel : 6 Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano

No. Tingkat Bahaya Erosi Luas (Ha) Persen (%)

1 Sangat Ringan 2292.960 21.59365

Sumber : Hasil Analisis Peta Tingkat Bahaya Errosi

3. Arahan Penggunaan Lahan

Arahan pengunaan lahan dalam penelitian ini ditujukan untuk pengendalian erosi di Sub DAS Noongan-Panasen, sehingga diharapkan pendangkalan Danau Tondano dapat diminimalisir. Untuk itu tingkat bahaya erosi (TBE) di wilayah penelitian perlu diketahui sebagai dasar dalam perumusan arahan penggunaan lahan. Untuk mencegah dan mengendalikan erosi permukaan harus sesuai dengan kondisi lahan setempat dengan tetap memperhatikan faktor penyebab erosi sebagaimana dalam persamaan USLE terutama faktor C (vegetasi penutup) dan faktor P (tindakan konservasi).

(12)

dengan pertimbangan prioritas pada lahan usaha tani, melibatkan masyarakat tani, dan pengelolaan tindakan yang wajar.

Arahan penggunaan lahan pada setiap satuan lahan diawali dengan mengidentifikasi faktor CP yang menyebabkan tingkat bahaya erosi di wilayah tersebut berat sampai sangat berat. Berdasarkan Peta Tingkat Bahaya Erosi, diperoleh data faktor-faktor yang yang menyebabkan tingkat bahaya erosi sedang sampai sangat berat.

Dari dat tersebut nampak faktor yang menyebabkan tingkat bahaya erosi di daerah penelitian pada tingkat sedang sampai sangat tinggi disebabkan oleh faktor kedalaman solum tanah, kemiringan lereng, pengelolaan tanaman dan praktek konservasi. Tingkat bahaya erosi yang sangat berat memiliki faktor penghambat yang lebih kompleks, yaitu kemiringan lereng curam (> 45%), pada tanah yang dangkal yang digunakan untuk lahan pertanian dan belukar.dengan tanpa tindakan konservasi.

Mendasarkan pada beberapa faktor tersebut maka arahan penggunaan lahan untuk pengendalian erosi dapat dirumuskan. Faktor kedalaman tanah dan kemiringan lereng merupakan faktor yang sulit untuk disekenariokan kecuali dengan tindakan koservasi vegetative maupun mekanik. Beberapa arahan penggunaan lahan yang dapat dilakukan untuk pengendalian erosi di wilayah penelitian sebagaimana dalam Tabel 7

(13)
(14)

Tabel 7

Arahan Penggunaan Lahan Untuk Pengendalian Erosi

Pada Unit Lahan Dengan Tingkat Bahaya Erosi Sedang Sampai Sangat Berat Di Sub DAS Noongan-Panasen

Erosi (TBE) Faktor Penyebab TBE Arahan Penggunaan Lahan Model

1 H1End Sedang Kedalaman Solum tanah yang dangkal

Penghijauan dan teras bangku, BL,

dan teras kridit (TD) I

2 H1Tro Sedang Kemiringan lereng 15 – 25% dengan solum tanah dangkal

TG,BL,PH,SP,PT,PR,ST, Propori maks 50% tanaman semusim danmin

50% tanaman tahunan II

3 H3AHap Sedang Kemiringan lereng 15 – 25% dengan solum tanah dangkal

TG,BL,PH,SP,PT,PR,ST, Propori maks 50% tanaman semusim danmin

50% tanaman tahunan II

4 H3Arg Sedang Kemiringan lereng 15 – 25% dengan solum tanah dangkal

TG,BL,PH,SP,PT,PR,ST, Propori maks 50% tanaman semusim danmin 50% tanaman tahunan

II

5 H3End Sedang Solum tanah dangkal Penghijauan dan teras bangku, BL,dan teras kridit (TD) I

6 H3Tro Sedang Kemiringan lereng 15 – 25% dengan solum tanah dangkal

TG,BL,PH,SP,PT,PR,ST, Propori maks 50% tanaman semusim danmin 50% tanaman tahunan

(15)

7 M5End Sedang Solum tanah dangkal Penghijauan dan teras bangku, BL,dan teras kridit (TD) I

8 V2HUd Sedang Lahan belukar tanpa konservai Penghijauan dan teras bangku, BL,dan teras kridit (TD) I

9 V8Arg Sedang Kemiringan lereng 25 – 45% TG,BL,PH,PT, Dengan Proporsi Tanaman Semusim Maks 25% Dan Tahunan: Min 75%

III

10 V8Tro Sedang Solim tanah yang dangkal

11 H1Hfs Berat Lereng 15 – 25% dengan penggunaan lahan belukar

TB,BL,PH,SP,PT,PR,ST dengan proporsi tanaman semusim : tahunan

=maks50% Min 50% II

12 V3.5HUd Berat Penggunaan lahan pertanian tanpa konservasi pada solum tanah yang dangkal

TG,BL,PH,PT, Dengan Proporsi Tanaman Semusim Maks 25% Dan Tahunan: Min 75%

III

13 V2Arg Berat Lahan belukar tanpa koservasi Penghijauan dan teras bangku, BL,dan teras kridit (TD) I

14 V4AHap Berat Pertanian lahan kering pada solum tanah yang dangkal

TG,BL,PH,PT, Dengan Proporsi Tanaman Semusim Maks 25% Dan Tahunan: Min 75%

III

15 V4End Berat Pertanian lahan kering pada solum tanah yang dangkal

TG,BL,PH,PT, Dengan Proporsi Tanaman Semusim Maks 25% Dan Tahunan: Min 75%

III

16 V8Hfs Berat Lereng dengan kemiringan 15 – 25 %

TB,BL,PH,SP,PT,PR,ST dengan proporsi tanaman semusim : tahunan =maks50% Min 50%

(16)

17 H1Arg Sangat Berat

Lereng dengan kemiringan 15 – 25% untuk pertanian lahan kering tanpa konsevasi

TB,BL,PH,SP,PT,PR,ST dengan proporsi tanaman semusim : tahunan =maks50% Min 50%

II

18 M5MHa Sangat Berat Lereng 15 – 25% digunakan untuk pertanian lahan kering

TB,BL,PH,SP,PT,PR,ST dengan proporsi tanaman semusim : tahunan

=maks50% Min 50% II Tanaman Semusim Maks 25% Dan

Tahunan: Min 75% IV

20 V3.4End Sangat Berat Lahan belukar tanpa konservasi pada lereng > 45% dengan solum dangkal

TI, TK dengan proporsi tanaman

semusim 0% dan tahuan 100% IV

21 V3.4MHa Sangat Berat Lereng > 45% dengan penggunaan lahan belukar tanpa konservasi TI, TK dengan proporsi tanaman semusim 0% dan tahuan 100% IV

22 V8End Sangat Berat Lereng 15 – 25% dengan penggunaan lahan belukar tanpa konservasi

TB,BL,PH,SP,PT,PR,ST dengan proporsi tanaman semusim : tahunan =maks50% Min 50%

II

Sumber : Analisis data hasil penelitian Kete rangan

(17)

Gambar : 3 Peta Arahan Penggunaan Lahan Pada Wilayah Tererosi Sedang-Sangat Berat di Wilayah Suib DAS Noongan-Panasen DAS Tondano

Model : 1

(18)

terasering model teras bangku (TB), teras kredit (TD), budidaya lorong (BL) dan penghijauan

Model : 2

Model ini konservasinya dengan teknik teras guludan (TG), budidaya lorong (BL), Pagar Hidup( PH), : Silvipastura (SP), Tanaman Penutup Tanah (PT), :Rorak (PR), Strip rumput atau strip tanaman alami (ST), dengan proporsi tanaman semusim dan tanaman tahun berbanding maks 50% untuk tanaman semusim dan min 50% untuk tanaman tahunan

Model : 3

Bentuk konservasi yang dapat diterapkan pada model ini adalah teras guludan (TG), budidaya lorong (BL), Pagar Hidup( PH), dan tanaman Penutup Tanah (PT)d engan proporsi tanaman semusim dan tanaman tahunan berbanding maksimu 25% untuk tanaman semusim dan minimal 75% untuk tanam tahunan Model : 4

Model ini diterapkan untuk lahan dengan kemiringan > 40 %, dengan teknik konservasi teras individu ( TI,), teras kebun (TK) dengan proporsi tanaman semusim 0% dan tahunan 100%

Dari keempat model tersebut jika diplotkan kedalam peta tingkat bahaya erosi akan menghasilkan peta arahan penggunaan lahan untuk pengendalian erosi sebagai mana dalam Gambar : 3

D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

(19)

penyebab uatama adalah kemiringan lereng, solum tanah yang dangkal, dan pengolahan lahan yang berlebihan

Arahan penggunaan lahan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi di wilayah ini adalah dengan berbagai teknik koservasi seperti : Teras Gulud, Budidaya Lorong, Pagar Hidup, SilvipasturaTanaman Penutup Tanah, Rorak, Strip rumput atau strip tanaman alami, Teras Kredit, Teras Kebun, Teras Bangku, dan Teras Individu.

2. Saran

1. Megingat sebagian besar wilayah penelitian dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering, maka diperlukan tindakan konservasi dalam usaha tani lahan kering.

2. Reboisasi di kawasan hutan diperlukan mengingat senmakin menurunnya luas hutan di wilayah penelitian sebagai akbat perambahan

3. Direkomendasikan proporsi tanaman semusim dan tahunan memperhatikan tingkat kemiringan lereng

DAFTAR PUSTAKA

Amore, E., et al. 2004. Scale Effect in USLE and WEPP Application for Soil Erosion Computation from Three Sicilian Basins. Journal of Hydrology 293 (2004) 100–114. http://www.elsevier.com/locate/jhydrol

Anonim. 2009. Lampiran Peraturan Direktour Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : P.04/V-SET/2009 tanggal 05 Maret 2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Alran Sungai.

Arsyad, Sintanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Bogor : IPB Press

(20)

MAPIN di Bandung pada Tanggal 10 Desember 2008. Denpasar : Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Udayana

Ginting, S. 2009. Kajian Erosi Dan Sedimentasi Di Das Garang. Prosiding Kolokium Pusair, 22-23 April 2009. Balai Hidrologi dan Tata Air, Pusat Litbang Sumber Daya Air. http://segelg.blogspot.com/2009/08/inflow-estimation-of-tondano-lake-using.html

Hikmatullah, 1995. Erosion Hazard Assessment in the Lake Tondano Catchment, North sulawesi, Indonesia with Respect to its Possible Siltation. Thesis for the degree of Master of Science in International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences (ITC) Enschede, The Netherlands.

Japan International Cooperation Agancy. 2001. Studi Rehabilitasi Hutan Lindung dan Lahan Kritis di DAS Tondano. Nippon Koei Co, Ltd-Kokusai Kogyo Co, Ltd

Karaburun, Ahmet. 2010. Estimation of C Control for Soil Erosion modelling using NDVI in Buyukcekmece Watershed. Ozean Journal of Applied Sciences 3 (1), 2010. ISSN 1943 – 2429 , Turkey Istambul

Kinnell., P.I.A. 2008. The Miscalculation of The USLE Topographic Faktors in GIS. Faculty of Science University of Canberra. Canberra Australia

Murdiyanto.2006. Analisis Perubahan Morfologi Dasar Danau Tondano Melalui Pemetaan Batimetri. Jurnal MIPATEKES Lembaga Penelitian Universitas Negeri Manado. Edisi September 2006 Vol 10 No. : 2

Purwanto, E. dan Ruijter. 2004. Hubungan antara Hutan dan Fungsi Daerah Aliran Sungai. Prosiding Lokakarya di Padang/Singkarak, Sumatera Barat, Indonesia, 25-28 Pebruari 2004.

Rachman, A. dan Dariah, A. 2009. Permodelan dalam Perencanaan Konservasi Tanah dan Air. Balai Penelitian Tanah Bogor. http://balittanah.litbang . deptan.go.id/dokumentasi/lainnya/ buku%20 bunga %20rampai%20kta%20 12-07%20 (achmad%20rachman).pdf

Sulastriningsih, H.S. 2002. Sumbangan Sedimen dari Sub DAS Panasen dan Noongan Terhadap Pedangkalan Danau Tondano di Sulawesi Utara. Jurnal Teknosains 15 (1), Januari 2002. Universitas Gadjah Mada

Widjayanto. 2006. Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan (Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Gumbasa Donggala). Disertasi S3 Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

(21)

Gambar

Tabel . 1. Data Curah Hujan dan Indeks Erosivitas Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano
Tabel  2.  Nilai Indeks Erodibilitas pada Berbagai Jenis Tanah di Sub DASNoongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano
Tabel 3  Indeks Kelerengan di Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano
Tabel : 4 Indeks CP  Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan DanauTondano
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya laju erosi yang ditoleransikan dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada tanah Andepts dengan tanaman jagung dan teras bangku

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Padang adalah 41,58% tingkat bahaya erosi sedang, 34,70% tingkat bahaya erosi ringan, 13,47%

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Padang adalah 41,58% tingkat bahaya erosi sedang, 34,70% tingkat bahaya erosi ringan, 13,47%

Data Nilai Faktor Kedalaman Tanah, Kedalaman Efektif Tanah, Umur Guna, Bulk Density, dan Erosi Diperbolehkan di Kecamatan Raya... Peta

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung laju erosi dan mengetahui kelas bahaya erosi yang terjadi pada Daerah Tangkapan Air (DTA) yang menjadi wilayah tangkapan air

Kecamatan Raya pada kemiringan 30% vegetasi jeruk dan rumput memiliki kriteria tingkat bahaya erosi berat, sedangkan pada kemiringan 15,4% vegetasi kopi tanpa

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya laju erosi yang ditoleransikan dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada tanah Andepts dengan tanaman jagung dan teras bangku

Tingkat bahaya erosi sedang dijumpai pada TPL 4, faktor dominan yang menyebabkan terjadinya erosi adalah LS (4,05) dan tingginya fraksi debu (54 %) (hasil