• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS LAJU EROSI DAN USAHA KONSERVASI LAHAN DI DAS BOGEL KABUPATEN BLITAR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS LAJU EROSI DAN USAHA KONSERVASI LAHAN DI DAS BOGEL KABUPATEN BLITAR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LAJU EROSI DAN USAHA KONSERVASI LAHAN DI DAS BOGEL KABUPATEN BLITAR BERBASIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

Ardi Prakoso, Suwanto Marsudi, Sumiadi

Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 -Telp (0341)567886

Email : ardiprakoso97@yahoo.com

ABSTRAK

DAS Bogel merupakan salah satu DAS yang berada di Kabupaten Blitar, bertepatan pada Wilayah Blitar selatan. DAS Bogel salah satu DAS yang memiliki kondisi kritis, ditandai dengan bencana banjir di hilir DAS Bogel setiap musim hujan. Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi DAS Bogel menjadi kritis adalah karena bertambahanya penduduk setiap tahun yang mengakibatkan pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman. Dengan luasan pemukiman 9,587 km2 atau 17,11% dari luas total DAS memungkinkan terjadinya erosi.

Metode yang digunakan dalam menghitung laju erosi adalah dengan menggunakan Software AVSWAT 2000 berupa metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation).

Dan pengolahan data-data spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).

Berdasarkan hasil analisis DAS Bogel memiliki luas 5761,25 Ha dengan besarnya debit limpasan rata-rata pada DAS Bogel mulai tahun 2002 sampai dengan 2012 sebesar 22,296 m3/dt, laju erosi rata-rata sebesar 58,278 ton/ha/tahun atau sekitar 4,857 mm/tahun.

Berdasarkan analisis tingkat bahaya erosi, DAS Bogel memiliki kelas bahaya erosi sangat ringan seluas 9,25%, ringan: 9,04%, sedang: 28,14%, berat: 33,64%, dan sangat berat:

19,93%. Sedangkan untuk tingkat kekritisan lahan yaitu, potensial kritis: 18,29%, semi kritis:

28,14%, dan kritis: 53,57%. Dalam pengendalian laju erosi diperlukan upaya rekomendasi berdasarkan Arahan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (ARLKT). Arahan fungsi kawasan di DAS Bogel terdiri dari 3 (tiga) kawasan, yaitu Kawasan Lindung: 1,46%, Kawasan Penyangga: 51,31% dan Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan: 47,23%. Dengan adanya usaha konservasi lahan didapatkan perubahan nilai laju erosi sebesar 21,572 ton/ha/tahun atau sebesar 1,797 mm/tahun.

Kata Kunci: DAS (Daerah Aliran Sungai), Erosi, Konservasi, Sistem Informasi Geografis (SIG)

ABSTRACT

Bogel watershed is one of the watershed that located in the Blitar district, right on south region Blitar. it has a critical condition, by sign flooding in downstream Bogel watershed every rainy season. One of factors that cause the condition became critical is the increasing population each year that effect to change agricultural land became residential. The area of residential is 9,587 km2 or just 17,11% of the area watershed allows erosion.

The method used in calculating the rate of erosion is using software AVSWAT 2000 include MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation), and management of spatial data using Geographic Information System (GIS). Based on the results of the analysis Bogel watershed has area 5761,25 Ha with amount of the average runoff in the Bogel watershed beginning in 2002 until year 2012 amounted to 22,296 m3/sec, the average erosion rate amounted to 58,278 ton/ha/yrs, or approximately 4,857 mm/yrs. Based on erosion hazard level, Bogel watershed has very light area of 9,25%, light: 9,04%, medium: 28,14%, heavy:

(2)

33,64%, very heavy: 19,93%. While the critical level of land which, potential critical:

18,29%, semi-critical: 28,14%, dan critical: 53,57%. In controlling the erosion rate required effort recommendation based Tutorial Land Rehabilitation and Soil Conservation (ARLKT).

Landing area function in Bogel watershed consist of 3 (three) area, protected area: 1,46%, cantilever zone: 51,31% and cultivation zone: 47,23%. By the land conservation effort, changes in the value of the rate of erosion amounted to 21,572 ton/ha/yrs, or approximately 1,797 mm/yrs.

Key word: Watershed, Erosion, Conservation, Geographic Information System (GIS)

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah salah satu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung- punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya kelaut melalui sungai utama. Dimana wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA atau catchment area) yang merupakan ekosistem dengan usur utamanya terdiri atas sumber daya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam (Asdak, 2004).

Aktivitas pengelolaan lahan yang dilakukan di sekitar DAS daerah hulu yang tidak memperhatikan sistem konservasi dapat mendorong terjadinya erosi yang berlebihan. Tentunya erosi yang berlebihan dapat menimbulkan dampak di daerah hiir dalam bentuk pendangkalan sungai atau saluran irigasi karena pengendapan sedimen hasil erosi di daerah hulu.

Dengan memanfaatkan teknologi berbasis SIG (Sistem Informasi Geografis) yang saat ini berkembang dengan pesat diharapkan dapat menggambarkan dan memetakan kejadian yang terjadi pada DAS dan tubuh sungai tersebut terutama dalam proses erosi dan sedimentasi. Serta dalam melestarikan DAS Bogel agar berkurang dari bencana banjir serta laju erosi yang mengakibatkan sedimentasi pada sungai, sehingga perlu upaya konservasi tanah pada DAS tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Kondisi lahan di wilayah DAS Bogel yang merupakan berupa lahan pertanian

dan perkebunan terbuka dengan material tanah yang lepas, sehingga bila musim penghujan tiba air limpasan dan partikel tanah mudah terangkat oleh aliran air.

Selain itu adanya pengurangan vegetasi di daerah hulu DAS Bogel dan pembangunan kawasan pemukiman akan merubah tata guna laha yang berakibat berubahnya nilai koefisien limpasan dan daya ikat tanah terhadap aliran permukaan.

Dalam beberapa tahun terakhir, sistem jaringan Kali Bogel selalu mengalami pendangkalan dan berakibat banjir saat musim hujan tiba, sehingga sarana prasarana pada kecamatan Sutojayan terendam banjir, lahan sawah tergenang luapan banjir Kali Bogel, dan hingga menjangkau wilayah pemukiman penduduk.

Berkaitan dengan latar belakang dan identifikasi dari permasalahan diatas, maka diperlukan adanya studi tentang analisis laju erosi beserta usaha konservasi tanah pada DAS Bogel. Dalam analisis laju erosi dilakukan dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) berupa AVSWAT 2000.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaat dari studi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui besarnya laju erosi di DAS Bogel.

2. Untuk mengetahui tingkat bahaya erosi dan tigkat kekritisan lahan pada DAS Bogel.

3. Untuk mengetahui klasifikasi kemampuan lahan pada DAS Bogel.

4. Untuk mengetahui usaha konservasi lahan yang dapat dilakukan di DAS Bogel.

(3)

Adapun manfaat dari hasil kajian ini adalah agar bisa digunakan sebagai informasi terkait dalam upaya pengendalian erosi dan usaha konservasi tanah pada DAS Bogel, serta dapat menerapkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) kedalam studi tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Erosi

Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2002). Indonesia merupakan daerah lembab yang mana proses terjadi erosi disebabkan oleh penghayutan air, dengan rata-rata curah hujan melebihi 1500 mm/tahun.

Proses terjadinya erosi bermula dengan hancurnya agregat tanah oleh air hujan yang jatuh ke bumi dan penghancuran agregat tanah tersebut kemudian dipercepat dengan adanya daya penghancuran dan daya urai dari air hujan itu sendiri. Hancurnya agregat ini kemudian menyumbat pori-pori tanah sehingga mengakibatkan berkurangnya infiltrasi sehingga air akan mengalir dipermukaan tanah yang kemudian disebut dengan limpasan permukaan (run off), aliran air ini nantinya akan mengikis dan mengangkut partikel-partikel yang telah dihancurkan. Selanjutnya jika tenaga aliran permukaan tersebut tidak mampu lagi untuk mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut maka akan terjadi pengendapan.

Analisis laju erosi pada studi ini menggunakan software AVSWAT (Soil And Water Assessment Tool) 2000. Yang telah banyak diaplikasikan pada beberapa DAS di Indonesia. Penggunaan model AVSWAT 2000 penting dilakukan mengingat terbatasnya ketersediaan data sedimen, erosi dan limpasan di DAS Bogel, sehingga hasil analisisnya akan dapat bermanfaat dalam pengelolaan DAS Bogel.

2.2 Erosi Yang Di Perbolehkan (Edp) Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat diperbolehkan atau

ditoleransikan adalah perlu, karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng. Erosi yang diperbolehkan adalah kecepatan erosi yang masih berada dibawah laju pembentukan tanah. Terjadinya erosi pada suatu lahan tidak dapat dihentikan sehingga tidak terjadi erosi sama sekali. Pengendalian erosi yang dilakukan dimaksudkan agar erosi yang terjadi tidak mengganggu keseimbangan alam. Erosi di lahan pertanian dibatasi pada tingkat dimana erosi tidak mengganggu produktivitas tanaman (Utomo, 1994).

n Tanah Kelestaria

valen Tanah Ekui Kedalaman

Edp

Kedalaman ekuivalen diperoleh dengan mengalikan data kedalaman tanah dengan faktor kedalaman.

Berikut adalah tabel erosi yang diperbolehkan (Edp) dengan melihat kedalaman solum tanah.

Tabel 1. Nilai Edp Berdasarkan Keda- laman Daerah Perakaran

Kedalaman Solum Tanah

Edp (ton/ha/tahun) Tanah

Terbaharui

Tanah Tak Terbaharui

< 25 2,2 2,2

25-51 4,5 2,2

51-102 6,7 4,5

102-152 9,6 6,7

> 152 11,2 11,2

Sumber: Utomo (1994)

2.3 Kelas Bahaya Erosi dan Kekritisan Lahan

Tingkat bahaya erosi merupakan tingkat ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh erosi pada suatu lahan.

Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh dengan cara membandingkan tingkat erosi pada suatu unit lahan dengan kedalaman efektif. Semakin dangkal solum tanah maka semakin besar tingkat bahaya erosi pada suatu unit lahan. Sedangkan tingkat kekritisan lahan dilihat dari tingkat bahaya erosi yang terjadi.

(4)

Tabel 2. Kriteria Penetapan Kelas Bahaya Erosi

Solum Tanah (cm)

Kelas Bahaya Erosi

I II III IV V

Erosi (ton/ha/tahun)

< 15 15-60 60-180 180-480 >480 Dalam

(>90) SR R S B SB

Sedang

(60-90) R S B SB SB

Dangkal

(30-60) S B SB SB SB

Sangat Dangkal

(<30)

B SB SB SB SB

Sumber: Departemen Kehutanan (1998) dalam (Utomo, 1994)

Keterangan:

SR = Sangat Ringan (Potensial kritis) R = Ringan (Potensial kritis) S = Sedang (Semi Kritis) B = Berat (Kritis) SB = Sangat Berat (Kritis)

2.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan Pekerjaan yang dilakukan untuk menilai faktor-faktor yang menentukan daya guna lahan, kemudian mengelompokkan atau menggolongkan penggunaan lahan sesuai dengan sifat yang dimilikinya yang dimaksud dengan klasifikasi kemampuan lahan. Dalam klasifikasi kemampuan lahan yang dinilai hanyalah faktor pembatas lahan, jadi hanya kualitas lahan. Lebih khusus lagi kualitas lahan dalam hubungannya dengan erosi.

USDA telah mengembangkan sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan di Negara agraris termasuk Indonesia, yaitu (Utomo, 1994):

a. Divisi

Pembagian lahan menjadi divisi berdasarkan pada mampu tidaknya suatu lahan untuk diusahakan menjadi lahan pertanian. Ada 2 divisi lahan, yaotu divisi (1) untuk lahan yang dapat diusahakan menjadi lahan pertanian dan divisi (2) untuk lahan yang tidak dapat dijadikan sebagai lahan pertanian.

b. Kelas

Kelas merupakan klasifikasi kemampuan tanah yang lebih detail dari pada divisi. Penggolongan dalam kelas berdasarkan pada intensitas faktor pembatas yang tidak dapat diubah, yaitu

kelerengan lahan, tektur tanah, kedalaman efektif, kondisi drainase tanah, dan tingkat erosi yang terjadi. Lahan dikelompokkan ke dalam kelas 1 sampai VIII. Tanah kelas 1-IV sesuai dengan usaha pertanian sedangkan kelas V-VIII tidak sesuai dengan usaha pertanian.

c. Subkelas

Sub kelas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan jenis faktor penghambat dominan, yaitu bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap perakaran tanaman (s), lereng (g) dan iklim (c).

2.4 Arahan Penggunaan Lahan

Arahan penggunaan lahan ditetapkan berdasarkan kriteria dan tata cara penetepan hutan lindung dan hutan produksi yang berkaitan dengan karakteristik fisik DAS yaitu kemiringan lereng, jenis tanah dan kepekaannya terhadap erosi dan curah hujan harian rata- rata.

Berikut ini adalah kriteria yang digunakan oleh BRLKT (Balai Lahan dan Konservasi Tanah, Departemen Kehutanan) untuk menentukan status kawasan berdasarkan fungsinya:

a. Kawasan Lindung

Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisiknya sama dengan atau lebih besar dari 175 dan memenuhi salah satu atau beberapa syarat di bawah ini:

1. Mempunyai kemiringan lereng >45%

2. Tanah dengan klasifikasi sangat rawan erosi.

3. Mempnyai jalur pengamanan aliran sungai minimal 100 m.

4. Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 m dari pusat mata air.

5. Berada pada ketingguan >2000 m dpl 6. Guna kepentingan khusus dan

ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung.

b. Kawasan Penyangga

Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisik antara 125-174 serta memenuhi kriteria umum sebagai berikut:

(5)

1. Keadaan fisik areal memungkinkan untuk dilakukan budidaya pertanian secara ekonomis.

2. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga.

3. Tidak merugikan dari segi ekologi/lingkungan hidup.

c. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan

Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisik < 124 serta sesuai untuk dikembangkan usaha sesuai untuk dikembangkan usaha tani tanaman tahunan seperti hutan produksi tetap, hutan tanaman industri, hutan rakyat, perkebunan dan tanaman buah-buahan. Selain itu, areal tersebut harus memenuhi kriteria umum untuk kawasan penyangga.

2.5 Konservasi Tanah

Konservasi tanah adalah usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanah.

Metode konservasi tanah berdasarkan Badan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) sebagai berikut:

1. Metode Vegetatif

Cara vegetatif dalam usaha pengendalian erosi didasarkan pada peranan dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran permukan dan erosi.

Metode vegetatif mempunyai fungsi antara lain (Arsyad, 2000):

a. Melindungi tanah terhadap daya rusak butir-butir hujan yang jatuh.

b. Melindungi tanah terhadap daya rusak aliran air di atas permukaan tanah.

c. Memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permukaan.

2. Metode Mekanis

Metode mekanis adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan

penggunaan lahan. Metode mekanik dalam konservasi tanah berfungsi (Suripin, 2002):

1. Untuk memperlambat aliran permukaan

2. Menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak 3. Memperbesar kapasitas infiltrasi air ke

dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah.

4. Penyediaan air bagi tanaman.

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi

DAS Bogel merupakan salah satu Sub DAS Wilayah Sungai Brantas yang memiliki luas 57,653 km2, dengan 3 anak sungai utama yaitu: Kali Bogel, Kali Gesing, dan Kali Kedungwungu. Secara geografis terletak diantara 112o9’55’’ - 112o17’28’’ Bujur Timur, dan 8o8’32’’ - 8o12’54’’ Lintang Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kecamatan Kanigoro

 Sebelah Timur : Kecamatan Binagun

 Sebelah Selatan : Kecamatan Wonotirto

 Sebelah Barat : Kecamatan Kademan Tabel 3. Lokasi Stasiun Hujan DAS

Bogel

No Nama Koordinat Elevasi

XPR YPR (dpl)

1 Sta. Judeg 634773 9092171 154 2 Sta. Bacem 638393 9094901 156 3 Sta. Lodoyo 633976 9096742 155 Sumber: Hasil Analisa

3.2 Data

Data-data yang diperlukan antara lain:

1. Peta, yang digunakan antara lain:

a. Peta topografi b. Peta tata guna lahan c. Peta solum tanah

d. Peta lokasi stasiun hujan e. Peta jenis tanah

2. Data hidrologi, yang diperlukan antara lain:

a. Data curah hujan 11 tahun (Tahun 2002-2012)

3.3 Langkah Penyelesaian Studi

Langkah-langkah penyelesaian studi sebagai berikut:

(6)

1. Menguji data curah hujan tahunan dengan menggunakan analisa kurva massa ganda.

2. Melakukan pengaturan DEM (Digital Elevation Model) dengan input peta digitasi topografi.

3. Melakukan pengaturan Land Use &

Soil Defination dengan input peta tata guna lahan dan jenis tanah.

4. Input data hujan sesuai dengan lokasi stasiun yang tersedia.

5. Melakukan Running AVSWAT 2000 untuk mendapatkan Output debit dan erosi.

6. Melakukan Calibration tools dengan data lapangan.

7. Menentukan kelas bahaya erosi dengan melakukan overlay antara peta laju erosi dan kedalam solum tanah.

8. Menentukan kekritisan lahan berdasarkan hasil analisis kelas bahaya erosi.

9. Melakukan analisis kelas kemampuan lahan sesuai dengan kemampuan lahan DAS Bogel.

10. Melakukan analisis arahan fungsi kawasan dengan melakukan skoring terhadap faktor-faktor yang berpengaruh.

11. Menentukan rekomendasi usaha konservasi tanah berdasarkan kelas kemampuan lahan.

12. Menentukan rekomendasi usaha konservasi tanah berdasarkan Arahan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (ARLKT).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tahapan Pengolahan Data 4.1.1 Uji Konsistensi

Data-data hujan tahunan tiap stasiun selama 11 tahun terlebih dahulu diuji konsistensi dengan teknik lengkung massa ganda seperti yang dijelaskan dalam bab kajian pustaka. Uji ini bertujuan untuk membandingkan data dari stasiun yang

diamati dengan stasiun sekitarnya.

Hasil analisa uji konsistensi dilampirkan pada halaman selanjutnya tabel 6 dan gambar 1.

4.1.2. Penentuan Batas DAS dan Pembuatas DEM AVSWAT 2000 Penentuan batas DAS pada studi ini menggunakan bantuan software ArcView GIS 3.3 dalam menentukan batas DAS dibutuhkan beberapa extension sebagai alat bantu antara lain GeoProxessing Wizard, Spatial Analyst, Hydrologic Modelling, 3D Analyst, Xtools dan AVSWAT 2000.

4.1.3 Pengolahan Data Hujan

Data hujan yang digunakan dalam studi ini adalah data hujan pada stasiun hujan di daerah DAS Bogel. Banyaknya stasiun hujan yang digunakan berjumlah 3 stasiun hujan. Dengan jangka waktu 11 tahun yakni antara 2002-2012.

Input data hujan dalam AVSWAT 2000 digunakan untuk memperoleh nilai- nilai statistic presipitasi, standart deviasi, kepencengan, probabilitas, dan curah hujan maksimum.

Sebelum input dilakukan data diolah kedalam hujan bulanan selama 11 tahun dengan 3 stasiun hujan.

4.1.4 Tata Guna Lahan dan Jenis Tanah Kondisi sebaran tata guna lahan dan jenis tanah di wilayah DAS Bogel disajikan dalam berikut ini:

Tabel 4. Sebaran Tata Guna Lahan DAS Bogel

Tabel 5. Sebaran Jenis Tanah DAS Bogel

Km2 Ha %Luas

1 Pemukiman 9,857 985,69 17,11

2 Sungai 0,174 17,425 0,3

3 Padang Rumput 1,682 168,186 2,92 4 Sawah Tadah Hujan 9,866 986,645 17,13 5 Sawah irigasi 1,813 181,333 3,15

6 Kebun 20,416 2041,6 41,69

7 Semak 0,029 2,937 0,05

8 Tanah Ladang 10,174 1017,43 17,66 57,613 5761,25 100 No Tata Guna Lahan Luas

Total

Sumber: Analisa Spasial AVSWAT 2000

Km2 Ha %Luas

1 Litosol 41,702 4170,15 72,38

2 Regosol 15,911 1591,1 27,62

57,613 5761,25 100 No Tata Guna Lahan Luas

Total

Sumber: Analisa Spasial AVSWAT 2000

(7)

Tabel 6. Uji Konsistensi Stasiun Hujan Judeg Panggungrejo Tahun

Statiun Judeg

(mm)

Komulatif Judeg

(mm)

Statiun Lodoyo (mm)

Statiun Bacem (mm)

Retata St, Pembanding

(mm)

Komulatif Pembanding

(mm)

2002 1695 1695 1624 1653 1638,5 1638,5

2003 2032 3727 1478 1728 1603 3241,5

2004 2095 5822 2149 854 1501,5 4743

2005 1763 7585 1480 1480 1480 6223

2006 1436 9021 1096 828 962 7185

2007 1668 10689 1706 1368 1537 8722

2008 1264 11953 1291 1288 1289,5 10011,5

2009 1077 13030 1353 1132 1242,5 11254

2010 2085 15115 2745 1813 2279 13533

2011 1153 16268 1366 1631 1498,5 15031,5

2012 1272 17540 1913 1615 1764 16795,5

Sumber: Hasil perhitungan

Gambar 1. Grafik Uji Konsistensi Data Curah Hujan Stasiun Judeg 4.1.5 Penentuan Klasifikasi Tanah dan

Curve Number (CN)

Nilai Curve Number (CN) atau bilangan kurva air limpasan ditentukan berdasarkan dua parameter fisik dari sub DAS, yaitu kondisi jenis tanah dan jenis penutup lahan. Dari kondisi jenis tanah akan didapatkan klasifikasi kelompok tanah menurut SCS (Hydrology Soil Grup).

Tabel 7. Nilai CN II Setiap Penutup Lahan

No Tata Guna Lahan Nilai CN

A B C D

1 Pemukiman 49 69 79 84

2 Sungai 92 92 92 92

3 Padang Rumput 49 69 79 84 4 Sawah Tadah

Hujan 62 73 81 84

5 Sawah irigasi 62 73 81 84

6 Kebun 36 60 73 79

7 Semak 39 61 74 80

8 Tanah Ladang 67 77 83 87 Sumber: Analisa Spasial AVSWAT 2000

(8)

4.2 Pembahasan Hasil Permodelan AVSWAT 2000

Dalam studi ini yang akan didapatkan adalah nilai keluaran berupa limpasan dan erosi pada setiap titik outlet.

Dimana faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut adalah jenis tanah, tata guna lahan, curah hujan dan debit.

Perkiraan hasil laju erosi di DAS Bogel dengan model SWAT diperhitungkan dari erosi yang terjadi di unit lahan HRU, kemudian erosi yang terjadi di setiap unit lahan HRU akan di bawa oleh limpasan permukaan sampai ke anak sungai utama

sebagai erosi di masing-masing sub DAS, dimana sebagian akan terdeposisi di cekungan-cekungan permukaan lahan.

Kemudian erosi pada masing-masing sub DAS diperhitungkan dengan rata-rata, sehingga didapatkan laju erosi rata-rata.

Dari gambar grafik dapat dilihat bahwa erosi yang terjadi setiap tahun mengalami fluktuasi dengan nilai diatas erosi yang diperbolehkan (Edp). Dapat disimpulkan bahwa kondisi DAS Bogel termasuk DAS kritis. Hasil analisa simulasi tahunan dilampirkan pada halaman selanjutnya tabel 8 dan gambar 2.

Tabel 8. Analisa Hasil Simulasi Tahunan Tahun Luas

Limpasan Permukaan

(m3/dt)

Laju Erosi

(ton/thn) (ton/ha/thn) (mm/thn) 2002 5761,25 19,344 418328,61 72,611 6,051 2003 5761,25 24,95 496071,52 86,105 7,175 2004 5761,25 53,085 694628,04 120,569 10,047 2005 5761,25 22,146 325181,95 56,443 4,704 2006 5761,25 14,377 209876,89 36,429 3,036 2007 5761,25 22,669 313293,19 54,379 4,532 2008 5761,25 14,312 215598,08 37,422 3,119 2009 5761,25 12,428 173420,11 30,101 2,508 2010 5761,25 30,539 406550,77 70,566 5,881 2011 5761,25 13,53 185159,67 32,139 2,678 2012 5761,25 17,878 255217,93 44,299 3,692

Rata-rata

Tertimbang 22,296 335756,98 58,278 4,857 Sumber: Hasil Analisa

Gambar 2. Grafik Erosi yang Terjadi Tiap Tahun

(9)

4.3 Analisa Kelas Bahaya Erosi dan Kekritisan Lahan

Analisa kelas bahaya erosi dilakukan untuk mengetahui tingkat bahaya erosi suatu lahan dengan mempertimbangkan laju erosi yang terjadi dengan kedalaman solum tanah. sedangkan kekritisan lahan dilihat dari tingkat bahaya erosi yang terjadi.

Berikut adalah hasil analisa kelas bahaya erosi dan kelas kekritisan lahan di DAS Bogel:

Tabel 9. Kelas Bahaya Erosi DAS Bogel Kelas Bahaya

Erosi

Luas Lahan

(ha)

Persentase (%) Sangat Ringan 534,5 9,252

Ringan 522,4 9,042

Sedang 1625,6 28,138

Berat 1943,4 33,638

Sangat Berat 115,14 19,93

Jumlah 5759,2 100

Sumber: Hasil Analisa

Tabel 10. Kelas Kekritisan Lahan DAS Bogel

Kelas Kekritisan

Lahan

Luas Lahan

(ha)

Persentase (%) Potensial Kritis 1056,9 18,294

Semi Kritis 1625,6 28,138

Kritis 3094,8 53,569

Jumlah 5759,2 100

Sumber: Hasil Analisa

Berdasarkan gambar diatas bahwa DAS Bogel memiliki kelas bahaya erosi berat (33,64%) dengan kondisi lahan kritis (53,57%).

4.4 Analisa Kelas Kemampuan Lahan A. Penentuan Kelas Kemampuan

Lahan

Dalam menentukan kelas kemampuan lahan berdasarkan tiap HRU pada sub DAS. sub DAS 1 memiliki kemiringan lereng 0,1% tergolong I0 (0-3%), berada pada posisi kelas I. kelas 1 tergolong dalam divisi I.

B. Penentuan Sub Kelas Kemampauan Lahan

Dari hasil kelas bahaya erosi setiap HRU pada sub DAS. dapat digolongkan sebagai berikut:

Sangat ringan, ringan : g (genangan air) Sedang : s (solum tanah) Berat, sangat berat : e (erosi lahan) Tabel 11. Hasil Analisa Kelas Kema-

mpuan Lahan DAS Bogel Kelas Kemampuan Luas Persentase

ha %

Ig 607,4 10,5466

Is 585,7 10,16982

Ie 111,1 1,929087

IIg 545,3 9,468329 IIs 286,5 4,974649 IIe 616,5 10,70461 IIIg 561,3 9,746145 IIIs 293,5 5,096194

IIIe 186 3,229615

Ivg 1009,5 17,52848 Ivs 297,1 5,158703 Ive 659,3 11,44777 Jumlah 5759,2 100 Sumber: Hasil Analisa

Berdasarkan gambar grafik diatas sebagian besar DAS Bogel memiliki kelas kemampuan lahan kelas IV (IVg,s,e).

sehingga diperlukan usaha konservasi tanah.

4.5 Analisa Arahan Fungsi Kawasan A. Penentuan Skor Kemiringan

Lereng

Dari data diketahui bahwa DAS Bogel memiliki kemiringan lereng antara 0 – 29,67 % yang terbagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu kelas I (0-8%), kelas II (8-15%), kelas III (15-25%), dan kelas IV (25-45%) dengan nilai skor 60.

B. Penentuan Skor Intensitas Hujan Dari hasil simulasi model SWAT didapatkan intensitas hujan 0 - 16,40 % mm/tahun. Maka terbagi menjadi 2 (dua) kelas yaitu kelas 1 ≤ 13,6 mm/hari dan kelas II 13,6-20,7 mm/hari dengan nilai skor 20.

(10)

C. Penentuan Skor Jenis Tanah

DAS Bogel memiliki jenis tanah regosol dan litosol termasuk kelas 5 dengan nilai skor 75.

Berikut adalah hasil analisa arahan fungsi kawasan DAS Bogel:

Tabel 12. Hasil Analisa Arahan Fungsi Kawasan DAS Bogel

Arahan Penggunaan Lahan

Luas (ha)

Persentase (%) Kawasan Budidaya

Tanaman 2719,8 47,225

Kawasan Lindung 84,2 1,462 Kawasan Penyangga 2955,2 51,313

Total 5759,2 100

Sumber: Hasil Analisa 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil simulasi SWAT DAS Bogel memiliki luas 5761,25 Ha dengan debit limpasan permukaan rata- rata tahun 2002-2012 sebesar 22,296 m3/dt. Dengan nilai erosi 335756,98 ton/thn setelah dibagi dengan luas menjadi 58,278 ton/ha/tahun atau sekitar 4,857 mm/tahun.

2. a. Kelas bahaya erosi di DAS Bogel dengan kelas sangat ringan seluas 534,5 ha (9,25%), ringan: 522,4 ha (9,04%), sedang: 1625,6 ha (28,14%), berat: 1943,4 ha (33,64%), dan sangat berat: 115,14 ha (19,93%). Sehingga DAS Bogel termasuk dalam kelas Berat.

b. Kelas kekritisan lahan di DAS Bogel menjadi 3 (tiga) kelas yaitu: potensial kritis: 1056,9 ha (18,29%), semi kritis:

1625,6 ha (28,14%), dan kritis: 3094,8 ha (53,57%). Sehingga DAS Bogel termasuk dalam DAS kritis.

3. Kelas kemampuan lahan di DAS Bogel di klasifikasikan menjadi 4 (empat) kelas yaitu, kelas I (22,64% (terdiri dari Ig, Is, Ie)), kelas II (25,15% (terdiri dari IIg, IIs, IIe)), kelas III (18,07% (terdiri dari IIIg, IIIs, IIIe)), kelas IV (34,13%

(terdiri dari IVg, IVs, IVe)). Sehingga

DAS Bogel cocok untuk usaha pertanian.

4. a. Rekomendasi usaha konervasi tanah yang dipakai dalam studi ini adalah berupa Arahan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (ARLKT). DAS Bogel terdiri dari 3 (tiga) kawasan, Kawasan Lindung (1,46%), Kawasan Penyangga (51,31%) dan Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan (47,23%) dari luas wilayah DAS. dengan menggabungkan metode vegetatif dan metode mekanis menurut jenis kawasan dan tingkat bahaya erosi dan karakteristik DAS.

b. Rekomendasi usaha konservasi tanah berdasarkan kelas kemampuan lahan dengan kelas I (22,64%) berupa mempertahankan kesuburan tanah dengan penggunaan tanah yang cocok pertanian sangat intensif, kelas II (25,15%) berupa mempertahankan kesuburan dan konservasi tanah dengan penggunaan tanah yang cocok pertanian intensif, kelas III (18,07%) berupa menutup tanah dengan sempurna dan dilakukan usaha pengawetan tanah dengan penggunaan tanah yang cocok pertanian sedang, dan kelas IV (34,13%) berupa pembuatan teras atau saluran drainase dengan penggunaan tanah yang cocok pertanian terbatas.

c. Dengan adanya usaha konservasi tanah maka didapatkan perubahan nilai laju erosi. Nilai laju erosi rata-rata sebelum konservasi sebesar 58,278 ton/ha/thn atau sebesar 4,856 mm/thn, dan sesudah konservasi sebesar 36,706 ton/ha/thn atau sebesar 1,797 mm/thn.

Maka selisih yang dihasilkan sebesar 36,706 ton/ha/thn atau sebesar 3,058 mm/thn.

5.2 Saran

1. Studi analisis ini masih memiliki kekurangan dikarenakan data serta kelengkapan data penunjang keakuratan dengan lapangan masih terbatas. Karena studi yang dibangun secara spasial

(11)

dengan SIG ini dapat memudahkan instansi untuk mengetahui daerah- daerah kritis yang perlu diwaspadai atau dilakukan rehabilitasi secara maksimal, maka disarankan agar instansi yang terkait menyempurnakan kelengkapan inventaris data seperti pemasangan alat AWLR dan pengambilan contoh sedimen dimana hal itu akan mendukung dilakukannya studi dengan hasil yang lebih mendekati kenyataan.

2. Perlu diterapkan usaha konservasi dan rehabilitasi terutama di daerah pemukiman, tanah ladang, dan lahan kosong, karena lokasi tersebut berpotensi besar dalam meningkatkan laju erosi. Salah satu penanganan penting adalah melakukan reboisasi pada lahan-lahan tersebut, karena lahan kosong/tanpa vegetasi dapat mengakibatkan erosi tebing. Selain itu, upaya pengendalian banjir atau longsir dapat lebih efektif jika disertai dengan bangunan pengendali banjir, misal check dam atau terjunan yang sesuai diterapkan pada daerah yang memiliki kemiringan curam.

3. Erosi disebabkan oleh air, angin dan tindakan campur tangan manusia.

Namun penyebab terbesar terjadinya erosi di suatu lahan adalah karena ulah manusia misalnya melakukan pembukaan hutan atau penebangan hutan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kebijakan dari pemerintah khususnya pemerintah daerah setempat dalam melibatkan masyarakat untuk turut menjaga kelestarian hutan, misalnya mengadakan suatu program pemeliharaan hutan bersama antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu perlu juga diterapkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang mengacu pada ARLKT dimana ARLKT

tersebut adalah suatu arahan penggunaan lahan yang ideal dalam melakukan suatu konservasi tanah.

Daftar Pustaka

Ai Dariah, U. H. 2006. Teknologi Konservasi Tanah Mekanik, Teknologi Konservasi Tanah Mekanik, 103-124.

Arsyad, Sitanala. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press

Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kasdi Subagyono, S. M. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif.

Sumber Daya Tanah Indonesia, 1-38 M. Di Luzio, R. S. 2002. Arcview Interface

For SWAT2000. User’s Guide, 1-345 Prahasta Eddy. 2005. Konsep-konsep

Dasar Sistem Informasi Geografis.

Bandung: CV Informatika.

Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi.

Soewarno, 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid I. Bandung: Nova.

Soemarto, C. D. 1993. Hidrologi Teknik.

Jakarta: Erlangga,

Sosrodarsono Suyono, 2003, Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Utomo, Hadi, Wani. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: IKIP Malang.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat

Pemikiran Fazlur Rahman secara intrinsik yang berkaitan dengan pendidikan Islam adalah; (1) desakralisasi produk-produk pemikiran ulama klasik; (2) pembaruan metode pendidikan

uc Use Case Manajer HRD Data Kriteria Data Karyawan Kontrak Login Sistem Data Penilaian Kinerja Pimpinan Logout Sistem Cetak Penilaian Kinerja Data User Rekomendasi

Selain itu, dalam Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) merupakan data empirik yang dapat dianalisis dengan lima pembahasan yaitu; struktur, proses

kejadian masa lalu akan bersfat statis kedepan sehinga sejarah emisi dari masa lalu akan diekstrapolasi.. Penentuan REL pada metode ini bahwa emisi masa lalu dapat digunakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur persepsi harga, kualitas layanan dan ketersediaan informasi terhadap kepuasan pelanggan pada Adorable Project 2016.Metode

(3) Surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf e, dibuat oleh pelaksana Wasrik dan dikrim kepada Obrik yang tidak menindaklanjuti temuan sesuai jadwal yang

Keterampilan berbicara dalam ragam formal siswa SDN 02 Bantabolang akan mengalami peningkatan apabila pembelajaran keterampilan berbicara dilaksanakan dengan menggunakan media