• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunitas Bulu Babi (Echonoidea) di Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau Setan Sumatera Barat Indra Junaidi Zakaria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Komunitas Bulu Babi (Echonoidea) di Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau Setan Sumatera Barat Indra Junaidi Zakaria"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Semirata 2013 FMIPA Unila |381

Komunitas Bulu Babi (Echonoidea) di Pulau Cingkuak, Pulau

Sikuai dan Pulau Setan Sumatera Barat

Indra Junaidi Zakaria

Jurusan Biologi Fmipa Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Kota Padang, Sumatera Barat, Email korespondensi: indrajunaidi@fmipa.unand.ac.id

Abstrak. Penelitian dilakukan dari April-Oktober 2007 di perairan Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau Setan, Propinsi Sumatera Barat, dengan metode survei dan pengambilan sampel menggunakan petak tunggal ukuran 50 x 50 meter yang terdiri dari plot-plot berukuran 5 x 5 meter. Data yang diambil adalah jumlah individu dan jenis serta faktor lingkungan perairan. Hasil penelitian, di Pulau Cingkuak, ditemukan bulu babi sebanyak 301 individu dari dua jenis bulu babi, yaitu: Echinotrix deadema (191 individu; 0,076 ind/m2; 63,46%) dan E. calamaris (110 individu; 0,044 ind/m2; 36,54%). Kemudian di Pulau Sikuai, didapatkan 543 individu dari tujuh jenis, dimana Diadema setosum (345 individu0; 138 ind/m2; 63,54%,) sebagai jenis terbanyak dan diikuti berturut-turut jenis E. deadema (114 individu; 0,046 ind/m2; 21,00%), E. calamaris (60 individu; 0,024 ind/m2; 11,05%), D. Antillarum (9 individu; 0,004 ind/m2; 1,66%), D. Savingii (6 individu; 0,002 ind/m2; 1,00%), Echinometra mathaei (6 individu; 0,002 ind/m2; 1,00%) dan Arbacia lixula (3 individu; 0,001 ind/m2; 0,55%). Selanjutnya di Pulau Setan, bulu babi dijumpai sebanyak 525 individu dari 5 jenis, dengan perincian sebagai berikut: D. Setosum (438 individu; 0,175 ind/m2; 83,43%,), D. antillarum (45 individu; 0,018 ind/m2; 8,57%), E. deadema (18 individu; 0,007 ind/m2; 3,43%), E. calamaris (15 individu; 0,006 ind/m2; 2,86%) dan E. mathaei (9 individu; 0,004 ind/m2; 1,7%.). Nilai indeks keanekaragaman bulu babi di Pulau

Cingkuak sebesar H‘= 0,658, di Pulau Sikuai adalah H‘=1,061 dan di Pulau Setan nilai yaitu H‘=0.649. Ketiga lokasi ini tergolong kategori keanekaragaman sedang. Hasil pengukuran kualitas perairan (suhu, kecerahan, kedalaman, substrat, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO), kabrodioksida bebas, BOD, fosfat dan nitrat) pada daerah studi masih dalam taraf toleransi hidup yang baik bagi bulu babi.

Kata kunci: bulu babi, kepadatan, komunitas, struktur komunitas,

PENDAHULUAN

Bulu babi (Sea Urchin) merupakan salah satu potensi sumberdaya perikanan yang mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia. Masyarakat Jepang sangat mengemari produk bulu babi terutama telur atau gonadnya. Telur bulu babi terasa lembut dan lezat serta mempunyai nilai gizi yang tinggi. Produk ini dikenal dengan

―uni‖ mempunyai harga jual yang sangat

mahal. Untuk satu kilogram uni harganya berkisar antara 50 sampai 500 US dolar, yang dinilai dari kualitas telur, terutama warna dan tektur. Bulu babi tidak hanya disukai oleh masyarakat Jepang, juga dikonsumsi oleh masyarakat yang tinggal di

California Amerika Serikat, Chili, Rusia, Kanada dan Korea Selatan.

(2)

sebagai komoditas ekspor dan bernilai gizi yang cukup tinggi, terutama gonadnya.

Di perairan pantai Sumatera Barat dan juga di beberapa daerah lain di Indonesia belum banyak dilakukan penelitian tentang bulu babi, baik besarnya potensi, identifikasi jenis-jenis yang ada, struktur dan komposisi. Oleh sebab itu dilakukan penelitian struktur dan komposisi, yang merupakan informasi awal untuk melakukan pembudidayaan. Sebab, jika bulu babi dimanfaatkan secara ekonomis dan berkelanjutan tanpa adanya upaya pembudidayaan, kelestariannya di perairan akan terganggu. Terganggunya kelestarian bulu babi yang merupakan salah satu bagian rantai makanan di perairan pantai, terutama di ekosistem terumbu karang, otomatis akan menggangu keseimbangan ekosistem tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Oktober 2007, bertempat di perairan Pulau Cingkuak, Kabupaten Pesisir Selatan, Pulau Sikuai dan Pulau Setan, Kota Padang, Propinsi Sumatera Barat. Identifikasi dan perhitungan sampel dilakukan di laboratorium Ekologi Perairan, Jurusan Biologi Fakutas MIPA Universitas Andalas. Bahan yang dipakai adalah sampel bulu babi yang didapatkan dari lokasi penelitian. Kemudian bahan kimia yang diperlukan adalah MnSO4, KOH/KI, H2S04, Na2S2O3

(Thiosuifat), amilum, NaOH, phenolptaiin (pp), lugol dan aquades, formalin 4% dan alkohol 70% serta bahan kimia untuk analisa fosfat dan nitrat.

Peralatan yang digunakan adalah tali

plastik, thermometer, hand

refraktosalinometer, sechi disc, meteran, timbangan, jangka sorong, peralatan untuk analisa kualitas air, cool box, kertas pH universal, pinset, disecting microscope, petridish, gunting. Selanjutnya juga dipakai camera digital dan peralatan selam SCUBA serta alat tulis.

Metode penelitian adalah metode survei. Teknik pengambilan sampel dilakukan pada lokasi dimana bulu babi tersebut ditemukan dengan menggunakan petak tunggal ukuran 50 x 50 meter dan terdiri dari plot-plot berukuran 5 x 5 meter, yang terbuat dari tali plastik.

Petak diletakan dari daerah surut terendah ke arah laut dengan mengikuti kontur rataan terumbu karang. Pengamatan dan koleksi sampel langsung dilakukan di lapangan. Jika perairan cukup dalam untuk mengamati dan mengkoleksinya dilakukan dengan penyelaman (menggunakan alat SCUBA diving). Data yang diambil adalah jumlah individu dan jenis. Kemudian untuk identifikasi dan analisis data dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Perairan Universitas Andalas Padang dan menggunakan literatur yang sesuai dan pengidentifikasian.

Faktor lingkungan yang diukur adalah suhu, kecerahan, salinitas, pH, kedalaman dan substrat dasar perairan, phospat, nitrat, oksigen terlarut, BOD dan kadar karbondioksida bebas. Semua faktor lingkungan ini diukur langsung di lokasi penelitian dan di Laboratorium Ekologi Perairan Universitas Andalas Padang.

Data yang diperoleh dianalisis untuk menghitung kepadatan, kepadatan relatif dan Indeks Diversitas dengan indeks diversitas Shannon-Wiener.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Komunitas Bulu Babi

(3)

Semirata 2013 FMIPA Unila |383 Kemudian di Pulau Sikuai (Tabel 2), total

individu bulu babi ditemukan sebanyak 543 individu dari tujuh jenis, dimana Diadema setosum (345 individu) sebagai jenis yang terbanyak dan diikuti berturut-turut jenis Echinotrix deadema (114 individu), E. calamaris (60 individu), Diadema Antillarum (9 individu), D. savingii (6 individu), Echinometra mathaei (6 individu) dan Arbacia lixula (3 individu). Selanjutnya di Pulau Setan (Tabel 3), bulu babi dijumpai sebanyak 525 individu dari 5 jenis, dengan perincian sebagai berikut: D. Setosum (438 individu) merupakan jenis yang terbanyak serta D. antillarum (45 individu), E. deadema (18 individu), E.

calamaris (15 individu) dan E. mathaei (9 individu).

Di Pulau Sikuai, ditemukan jumlah total individu dan jenis bulu babi lebih banyak dibandingkan dengan Pulau Setan dan Pulau Cingkuak. Hasil penelitian ini juga menunjukkan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah total individu dan jenis bulu babi yang ditemukan di Pulau Pasumpahan, Kota Padang, yang merupakan hasil penelitian [5]. Dari penelitian tersebut ditemukan 4 jenis bulu babi, yaitu D. setosum, D. antillarum, Tripneutes gratilla dan E. callamaris.

Tabel 1. Komposisi komunitas bulu babi di Pulau Cingkuak

No Jenis Jumlah (Individu) K (ind/m2) KR (%)

1 E. deadema 191 0,076 63,46

2 E. calamaris 110 0,044 36,54

301

Tabel 2. Komposisi komunitas bulu babi di Pulau Sikuai

No Jenis Jumlah (individu) K (ind/m2) KR (%)

1 D. setosum 345 0,138 63,54

2 E. deadema 114 0,046 21,00

3 E. calamaris 60 0,024 11,05

4 D. antillarum 9 0,004 1,66

5 D. savingii 6 0,002 1,10

6 E. mathaei 6 0,002 1,10

7 A. lixula 3 0,001 0,55

543

Tabel 3. Komposisi komunitas bulu babi di Pulau Setan

No Jenis Jumlah (individu) K (ind/m2) KR (%)

1 D. setosum 438 0,175 83,43

2 D. antilallarum 45 0,018 8,57

3 E. deadema 18 0,007 3,43

4 E. calamaris 15 0,006 2,86

5 E. mathaei 9 0,004 1,71

(4)

Di Pulau Cingkuak, kepadatan dan kepadatan relatif yang terbesar adalah bulu babi jenis E. deadema dengan nilai 0,076 ind/m2 dan 63,46%, dan diikuti oleh jenis E. calamaris dengan nilai 0,044 ind/m2 dan 36,54%. Untuk Pulau Sikuai, kepadatan dan kepadatan relatif terbesar dari jenis D. setosum dengan nilai 0,138 ind/m2 dan 63,54%, selanjutnya diikuti jenis E. deadema (0,046 ind/m2 dan 21,00%), E. calamaris (0,024 ind/m2 dan 11,05%), D. Antillarum (0,004 ind/m2 dan 1,66%), D. Savingii (0,002 ind/m2 dan 1,00%), E. mathaei (0,002 ind/m2 dan 1,00%) dan A. lixula (0,001 ind/m2 dan 0,55%). Kemudian di Pulau Setan, kepadatan tertinggi dari jenis D. setosum dengan nilai 0,175 ind/m2 dan 83,43%, D. Antillarum dengan nilai 0,018 ind/m2 dan 8,57%, E. deadema (0,007 ind/m2 dan 3,43%), E. calamaris (0,006 ind/m2 dan 2,86%) dan jenis E. mathaei dengan nilai kepadatan 0,004 ind/m2 serta nilai kepadatan relatif 1,7%.

Secara umum jenis D. setosum merupakan jenis yang terbanyak di temukan dilokasi penelitian (kecuali di Pulau Cingkuak karena tidak ditemukan). Banyaknya bulu babi jenis D. setosum disebabkan pada lokasi penelitian banyak ditemukan turf alga, merupakan makanan yang digemari oleh bulu babi jenis ini. D. setosum suka hidup mengelompok dan sering berada di perairan sedikit terbuka, sehingga mudah dijumpai. Menurut D. setosum juga sering ditemukan pada berbagai tipe perairan, mulai dari perairan yang bersih sampai ke perairan kurang bersih. Kemudian jenis ini mampu bertahan terhadap masukan sedimen dari daratan ke perairan, sehingga dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan dari ekosistem terumbu karang, dimana kehadiran populasi bulu babi jenis ini dalam jumlah yang besar maka kondisi terumbu karangnya kurang baik. Pada perairan Pulau Sikuai dan Pulau Setan kehadiran populasi bulu babi jenis D. setosum cukup besar, keadaan ini

berhubungan dengan kondisi terumbu karangnya banyak yang rusak dan ditumbuhi oleh truf alga. Disamping itu juga, sedimentasi di perairan ini cukup tinggi, ini dibuktikan dengan kecerahan perairan yang cukup rendah berkisar antara 8,5 -19 meter dari hasil penelitian ini dan 2 sampai 18 meter hasil penelitian.

Di Lokasi penelitian, D. setosum banyak ditemukan pada berbagai zona di terumbu karang antara Iain ditemukan pada zona pasir, zona pertumbuhan alga, zona Iamun sampai daerah tubir dimana zona penyebarannya lebih banyak dibandingkan dengan bulu babi jenis yang Iain. D. setosum berukuran kecil banyak ditemukan pada daerah karang mati yang dekat dengan daerah pasang surut, sedangkan yang dewasanya banyak ditemukan pada daerah tubir karena pada daerah ini lubang-lubang karang lebih besar.

Jenis bulu babi Iain yang ditemukan di lokasi penelitian dengan keberadaan yang berbeda adalah: E. deadema, E. calamaris, D. Antillarum, D. savingii, E. mathaei dan A. lixula. Kesemuanya jenis bulu babi tersebut memiliki kepadatan dan kepadatan relatif lebih rendah dari jenis D. Setosum, dan tidak begitu jauh berbeda diantara jenis-jenis tersebut. Selanjutnya hewan-hewan ini ditemukan hidup sendiri-sendiri, namun ada juga ditemukan hidup berkelompok pada beberapa tempat.

BuIu babi umumnya hewan nokturnal atau aktiv di malam hari, sepanjang siang mereka bersembunyi di celah-celah karang dan keluar pada malam hari untuk mencari makanan. Karena penelitian ini dilakukan pada siang hari, jadi berkemungkinan ada bulu babi lain yang tidak terhitung.

Struktur Komunitas Bulu Babi

(5)

Semirata 2013 FMIPA Unila |385

Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman (H‘) bulu babi di Pulau Cingkuak

No Jenis K

(ind/m2)

Pi - Pi ln Pi

1 E. deadema 0,076 0,635 0,289

2 E. calamaris 0,044 0,366 0,398

H‘ = 0,658

Tabel 5. Nilai Indeks Keanekaragaman (H‘) bulu babi di Pulau Sikuai

No Jenis K (ind/m2) Pi - Pi ln Pi

1 D. setosum 0,138 0,635 0,288

2 E. deadema 0,046 0,210 0,328

3 E. calamaris 0,024 0,111 0,244

4 D.antillarum 0,004 0,017 0,070

5 D.savingii 0,002 0,011 0,050

6 E.mathaei 0,002 0,011 0,050

7 A. lixula 0,001 0,009 0,031

H‘ = 1,061

Tabel 6. Nilai Indeks Keanekaragaman (H‘) bulu babi di Pulau Setan

No Jenis K

(ind/m2)

Pi - Pi ln Pi

1 D. setosum 0,175 0,834 0,151

2 D. antilallarum 0,018 0,086 0,211

3 E. deadema 0,007 0,034 0,115

4 E. calamaris 0,006 0,029 0,103

5 E. mathaei 0,004 0,017 0,069

H‘ = 0,649

Semakin tinggi nilai indeks keanekaragamannya, maka semakin tinggi juga keanekaragaman suatu komunitas. Indeks keanekaragaman bulu babi yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 4,5 dan 6. Dari Tabel 4, menunjukan bahwa indeks keanekaragaman bulu babi di Pulau

Cingkuak sebesar H‘= 0,658. Kemudian di

Pulau Sikuai, nilai indeks keanekaragaman

bulu babi adalah H‘= 1,061 (Tabel 5). Selanjutnya di Pulau Setan nilai indek

keanekaragamannya yaitu H‘= 0.649 (Tabel

6). Dari ketiga lokasi ini menunjukan bahwa nilai indeks keanekaragaman Pulau Sikuai lebih tinggi dibandingkan dengan dua lokasi lain. Namun demikian, walaupun ada perbedaan dari harga nilai indek, ketiga lokasi ini masuk kedalam kategori keanekaragaman sedang. Hal ini sesuai

dengan pernyataan, bila nilai H‘ 0,0 1 - 0,1

berarti keanekaragamannya rendah, nilai H‘

0,1 - 3,0 keanekaragamannya sedang dan jika nilai H‘ lebih dari 3,0 keanekaragamannya tinggi. Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman dari suatu komunitas di suatu tempat tergantung pada kekayaan jenis dan kepadatan antar jenis. Menurut penelitìan yang dilakukan oleh keanekaragam bulu babi di Pulau Pasumpahan masuk ke dalam kategori rendah dengan nìlai indeks keanekaragam yang didapat berkisar antara

0,005 — 0,278. Sedangkan

(6)

dengan ketiga Pulau tersebut, dimana terumbu karang Pulau Pasumpahan tidak banyak dijumpai turf dan corallin alga, yang merupakan sumber makanan bagi bulu babi. Sedangkan kondìsi terumbu karang Pulau Setan, Pulau Sikuai dan Pulau Cingkuak banyak yang mengalami kematian (rusak) yang ditumbuhi oleh alga turf alga dan corallìn alga. Dugaan lain adalah tingginya sedimentasi yang mengandung zat nutrien di ketiga lokasi penelitian, yang turut memicu tingginya pertumbuhan dari turf algae. Salah satu indikator tingginya diversitas bulu babi di suatu ekosistem terumbu karang, menunjukan terumbu karang tersebut telah mengalami degradasi akibat sedimentasi.

KUALITAS PERAIRAN

Hasil pengukuran kualitas perairan pada daerah studi di Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau Setan dapat dilihat pada Tabel 7. Parameter yang diukur adalah: suhu, kecerahan, kedalaman, substrat, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO), kabrodioksida bebas, BOD, fosfat dan nitrat. Hasil pengukuran kualitas perairan pada daerah studi di Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau Setan masih dalam taraf toleransi hidup yang baik bagi bulu babi.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Di Pulau Cingkuak, ditemukan bulu babi sebanyak 301 individu dari dua jenis bulu babi, yaitu: Echinotrix deadema (191 individu; 0,076 ind/m2; 63,46%) dan E. calamaris (110 individu; 0,044 ind/m2; 36,54%), di Pulau Sikuai, 543 individu dari tujuh jenis, yaitu: Diadema setosum (345 individu0; 138 ind/m2; 63,54%,), E. deadema (114 individu; 0,046 ind/m2; 21,00%), E. calamaris (60 individu; 0,024 ind/m2; 11,05%), D. Antillarum (9 individu; 0,004 ind/m2; 1,66%), D. Savingii (6 individu; 0,002 ind/m2; 1,00%), Echinometra mathaei (6 individu; 0,002 ind/m2; 1,00%) dan Arbacia lixula (3 individu; 0,001 ind/m2; 0,55%), di Pulau Setan, 525 individu dari 5 jenis, dengan perincian: D. Setosum (438 individu; 0,175 ind/m2; 83,43%,), D. antillarum (45 individu; 0,018 ind/m2; 8,57%), E. deadema (18 individu; 0,007 ind/m2; 3,43%), E. calamaris (15 individu; 0,006 ind/m2; 2,86%) dan E. mathaei (9 individu; 0,004 ind/m2; 1,7%.).

Tabel 7. Kondisi kualitas perairan pada daerah studi di Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau Setan

Parameter Satuan P. Cingkuak P. Sikuai P. Setan Suhu °C 28 – 30 28 - 32 29 – 32 Kecerahan Meter > 10 > 15 > 8.5 Kedalaman Meter 0 – 12 0 – 19 0 – 8.5

Substrat - Karang berpasir

Karang berpasir

Karang berpasir sedikit berlumpur

Salinitas - 35 35 34 – 35

pH - 7.7 – 8.5 7.0 – 8.2 7.6 – 8.0 Oksigen terlarut

(DO)

Ppm 7.8 – 8.4 7.2 – 8.0 7.0 – 8.0

Karbondioksida Bebas

Ppm Tidak terseteksi

Tidak terdeteksi

Tidak terdeteksi

BOD Ppm 3.3 – 4.1 3.5 – 4.6 4.0 – 4.2

Fosfat mg/l 0.22 0.34 0.46

(7)

Semirata 2013 FMIPA Unila |387 Dari nilai indeks keanekaragaman bulu

babi di Pulau Cingkuak sebesar H‘= 0,658, di Pulau Sikuai adalah H‘=1,061 dan di

Pulau Setan nilai indek keanekaragamannya

yaitu H‘=0.649 dan ketiga lokasi ini masuk

kedalam kategori keanekaragaman sedang. Hasil pengukuran kualitas perairan pada daerah studi masih dalam taraf toleransi hidup yang baik bagi bulu babi.

Dari hasil penelitian ada beberapa penelitian lanjut yang perlu dilakukan, diantaranya:

Penelitian seksualitas (siklus seksualitas, gonad, sperma, fekunditas) dan penelitian reproduksi tahap skala laboratorium.

Teknik budidaya skala laboratorium dan aplikatif.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada DP2M DIKTI atas bantuan biaya penelitian dalam bentuk Hibah Fundamental Tahun Anggaran 2007.

DAFTAR PUSTAKA

A. Kurnia. 2006. Meraup Yen dengan Merneithara Bulu Bahi. www. beritaiptek. Com/pilih berita. 3 Februari 2006.

A.C. Wardlaw. 1985. Pratical Statistics for Experimental Biologist. John Wiley & Sons LTD.

G.J. Bakkus. 1990. Quantitative Ecology

and Marine Biology. A.A.

Balkema/Rotherdam.

A. Soegianto (1994). Ekologi Kuantitatif. Metode Analisis Populasi dan Comunitas. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, Indonesia.

Nasril, M. 2005. Studi Kelimpahan Bulu (Echinoidea) di Perairan Pasumpahan Kot Padang, Sumatera Barat. Skripis Sarjana Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Bung Hatta, Padang.

A. Aziz. 1995. Beherapa Catatan Mengenai Fauna Echinodermata di Lombok. Pengembangan dan Manfaat Potensi Kelautan, Potensi Biota, Teknik Budidaya dan Kualitas Perairan. Oseanologi LIPI Jakarta.

H. Sugiarto dan Supardi. 1995. Beberapa catatan tentang bulu babi marga Deadema. Oceana XX (4): 34-41.

I.J. Zakaria. 2004. On the growth of newly settled corals on concrete substrates in coral reefs of Pandan and Setan Islands, West Sumatera, Indonesia. Disertation zur Erlangung des DOktorgrades der Mathematische-naturwissenschaftlichen Fakultaet der Christian-albrechts-universitaet zu Kiel.

T. Zubi. 2006. Invertebrates. Multi-celled Animals (Metazoa).

http://www.starfish.ch/reef/echinoderms. html. 24 Januari 2007

(8)

Gambar

Tabel 1. Komposisi komunitas bulu babi di Pulau Cingkuak
Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman (H‘) bulu babi di Pulau Cingkuak
Tabel 7. Kondisi kualitas perairan pada daerah studi di Pulau Cingkuak, Pulau Sikuai dan Pulau

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari korelasi yang digunakan untuk menguji hipotesis antara kecanduan game online 0,97 dengan motivasi belajar adalah 0.491, tetapi tidak signifikan namun berhubungan

Si penerima membaca, melihat atau mendengar media itu yang memuat pesan ( message ) media dakwah elektronik biasanya dalam bentuk film, video, VCD, DVD, MP3 dan

Data akan diolah dengan menggunakan uji regresi untuk melihat pengaruh terhadap minat beli dan minat rekomendasi, uji anova digunakan untuk melihat perbandingan jawaban antara

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis telah berhasil menyelesaikan Karya Tulis akhir ini yang berjudul “Hubungan

Faktor patogenesis utama adalah pH urin yang rendah karena umumnya pasien dengan batu asam uran memiliki kadar eksresi asam urat yang normal (Pak et al, 2003).. At that pH,

Menurut Kotler (2008) “Atribut produk adalah karakteristik yang melengkapi fungsi dasar produk”. Pengembangan suatu produk atau jasa melibatkan pendefinisian manfaat yang akan

Secara etimologis, bahasa Inggris novel berasal dari bahasa Italia novella, yang berarti ’sebuah kisah, bagian dari kabar, atau berita-berita’. Definisi novel menurut Wikipedia adalah

Perbedaan gender yang juga disebut sebagai perbedaan jenis kelamin secara sosial budaya terkait erat dengan perbedaan secara seksual, karena dia merupakan produk dari pemaknaan