SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI MAKANAN
DAN TINGKAT KONSUMSI GIZI DENGAN STATUS
GIZI ANAK USIA SEKOLAH
DI PANTI ASUHAN
(Studi Di Panti Asuhan Muhammadiyah Surabaya, Panti Asuhan Putri Aisyiyah Surabaya, Panti Asuhan Al Huda Surabaya, Panti Asuhan Muslim
Surabaya, Panti Asuhan Assalafiyah Surabaya)
Oleh :
RIRIN INDAH SETYAWATI 100110892
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
PENGESAHAN
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) pada tanggal 2 Februari 2006
Mengesahkan Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dekan,
Prof. Dr. Tjipto Suwandi, dr., M.OH., SpOK NIP. 130517177
Tim Penguji : 1. Ratna Dwi Wulandari, S.KM., M.Kes.
2. Prof. Bambang Wirjatmadi, dr., M.S., M.CN., Ph.D., SpGK.
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
Oleh :
RIRIN INDAH SETYAWATI NIM. 100110892
Surabaya, 10 Februari 2006
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Bagian Pembimbing
Annis Catur Adi, Ir., M. Si. Prof. Bambang W., dr., M.S., M.CN., Ph.D., SpGK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “Hubungan Antara Pola Konsumsi Makanan Dan Tingkat Konsumsi Gizi Dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah Di Panti Asuhan”, sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
Dalam skripsi ini dijabarkan hubungan antara pola konsumsi makan
terhadap tingkat konsumsi gizi, sehingga nantinya dapat diketahui pula
hubungannya dengan status gizi. Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah
anak usia sekolah di panti asuhan karena ditengarai penyelenggaraan makanan di
panti asuhan masih kurang baik sehingga berakibat pula pada status gizi
warganya.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Prof. Bambang Wirjatmadi, dr., M.S., M.CN.,
Ph.D., SpGK selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi
serta saran hingga terwujudnya skripsi ini.
Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan pula kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Tjipto Suwandi, dr., M.OH., SpOK. selaku Dekan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
3. Seluruh bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga yang telah banyak membantu.
4. Keluarga di rumah yaitu Bapak, Ibu dan adik tercinta atas kasih
sayang, motivasi dan doanya sehingga penulis dapat menjadi seperti
sekarang ini.
5. Laila, Ranu –thanx for the house, the computer and also the spirit, Alvia –my guardian angel, thanks for everything especially the shoulder to cry on-, Faiz, Uun –thanx for the joy you bring-.
And for all of u girls….thanx for our friendship! it means a lot for me, help me through four and a half years in FKM.
6. Abang Qeis, untuk rasa sayang, kesabaran, pengertian, semangat dan segala bantuannya selama ini. Thanx for being myGess....
7. Keluarga besar Perisai Diri, khususnya AREPADU, bang Roch my fav coach, mas Dwi, om Fauzi, mas Nugie, mas Angga, mbak Litha, mbak Arik, mbak Enggi, Fatin, Endah, Ratna, Neni, mas-mbak-adek yang tak
tersebutkan.... terima kasih untuk keceriaan, persahabatan, ilmu,
pengalaman dan kesempatan berprestasi.
8. Eka, Yuan, Denok, Niken dan angkatan 2001 lainnya yang tidak
mungkin saya sebutkan satu persatu atas motivasi yang diberikan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga skripsi ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun
ABSTRACT
School age children need more nutrition because they are in a period of fast growth and development. Nevertheless children are susceptible of having undernutrition. So does children who lives in the orphanages, they are suspected to be more susceptible of undernutrition.
This research was conducted to learn the relation between food consumption pattern and nutrition consumption level in school age orphans who live in the orphanage. This was descriptive analytic research, and cross sectional according to the time. The population was children in 4th until 6th grade of elementary school in the chosen orphanage. 41 children as the sample was taken proportionaly from every orphanage. The independent variables were food consumption pattern and nutrition consumption level, while the dependent variable was orphan's nutritional status.
The result showed that 90,2% of respondents have 3 times eats a day, with rice, side dish and vegetables. Besides, there were 65,9% respondents who had snack habit everyday. Total energy and protein obtained from main food and snack consumption had not fulfilled the RDA, but 78% of respondents classify in normal nutritional status. Statistics analysis using Spearman Correlation showed that there were no significant relation between food consumption pattern and nutrition consumption level with nutritional status. This condition occured because this research was conducted in a certain moment. Meanwhile nutritional status obtained from long term consumption.
The conclusion of this research was that snack habit affected children consumption pattern. The weekly moslem ceremonial also gives contribution on energy and protein intake so that completed the insufficiency of nutrition consumption from orphanage and snack. Suggested to improve the arrangement of food in the orphanage.
ABSTRAK
Anak usia sekolah membutuhkan zat gizi yang lebih karena mereka berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Namun hal ini masih kurang disadari sehingga mereka rentan mengalami kurang gizi. Demikian juga dengan anak usia sekolah yang tinggal di panti asuhan, mereka dicurigai lebih rentan mengalami kurang gizi.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi anak usia sekolah yang tinggal di panti asuhan itu. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik, sedangkan menurut waktunya bersifat cross sectional. Populasi penelitian adalah semua anak kelas 4-6 SD yang tinggal di panti asuhan sasaran. Sedangkan sampel sebanyak 41 anak diambil secara proporsional dari setiap panti. Variabel independen adalah pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi, sedangkan variabel dependen adalah status gizi anak asuh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 90,2% mempunyai pola makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk pauk dan sayur. Selain itu 65,9% responden mempunyai kebiasaan jajan setiap hari. Energi dan protein total yang didapat dari keduanya masih belum mencukupi AKG. Namun ternyata status gizi dari 78% responden adalah normal. Hasil uji statistik menggunakan Korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi. Kenyataan tersebut terjadi karena penelitian hanya dilakukan pada satu waktu tertentu. Sedangkan status gizi menggambarkan apa yang dikonsumsi dalam waktu lama.
Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah ada faktor kebiasaan jajan yang mempengaruhi pola konsumsi anak. Adanya budaya pengajian yang dilakukan minimal 1 minggu sekali ikut menambah asupan energi dan protein sehingga dapat mencukupi kekurangan konsumsi gizi dari panti dan dari makanan jajanan. Untuk itu disarankan perbaikan penyelenggaraan makanan di panti asuhan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRACT vii
ABSTRAK viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xv
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang 1 I.2 Iden
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT
II.1 Tujuan Umum 6
II.2 Tujuan Khusus 6
II.3 Manfaat 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Penyelenggaraan Makanan 8
III.2 Pola Konsumsi 15
BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL 29
BAB V METODE PENELITIAN
V.1 Rancang Bangun Penelitian 31
V.2 Populasi dan Sampel Penelitian 31
V.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 33
V.4 Variabel dan Definisi Operasional 34
V.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 36
V.6 Teknik Analisis Data 38
VI.2 Karakteristik Responden 44
VI.3 Status Gizi Responden 45
VI.4 Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan Responden 46
VI.5 Pola Konsumsi dan Kebiasaan Jajan Responden 53
VI.6 Tingkat Konsumsi Gizi Responden 57
VI.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi dengan Status Gizi
Responden 58
BAB VII PEMBAHASAN
VII.1 Status Gizi Responden 60
VII.2 Tingkat Konsumsi Gizi Responden 61
VII.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi dengan Status
Gizi Responden 63
VII.4 Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan Responden 64
VII.5 Pola Konsumsi dan Kebiasaan Jajan Responden 65
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
VIII.1 Kesimpulan 68
VIII.2 Saran 70
DAFTAR PUSTAKA 72
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
III.1 Angka Kecukupan Energi Rata-rata/Orang/Hari 20
III.2 Angka Kecukupan Protein Rata-rata/Orang/Hari 21
III.3 Kategori Status Gizi Menurut WHO-NCHS 27
IV.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Pengukuran,
Klasifikasi dan Skala Data Penelitian 34
VI.1 Distribusi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Responden
di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005 44
VI.2 Status gizi Berdasarkan BMI for age Responden di Panti
Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005 45
VI.3 Jenis Bahan Makanan dan Rata-rata Konsumsi Harian Responden
di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005 46
VI.4 Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Konsumsi Harian dan Mingguan Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun
2005 48
VI.5 Frekuensi Makan Harian Responden di Panti Asuhan di
Surabaya pada Tahun 2005 50
VI.6 Kebiasaan Makan Pagi Responden di Panti Asuhan di Surabaya
pada Tahun 2005 50
VI.7 Susunan Makanan Responden yang Makan Pagi di Panti
Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005 51
VI.8 Susunan Makan Siang Responden di Panti Asuhan di Surabaya
pada Tahun 2005 51
Nomor Judul Tabel Halaman
VI.9 Susunan Makan Malam Responden di Panti Asuhan di Surabaya
pada Tahun 2005 52
VI.10 Jenis Jajanan dan Rata-rata Konsumsi Harian Responden di Panti
VI.11 Jenis Jajanan dan Frekuensi Konsumsi Harian dan Mingguan
Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005 53
VI.12 Kebiasaan Makan Jajanan Responden di Panti Asuhan di Surabaya
pada Tahun 2005 54
VI.13 Frekuensi Jajan Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya
pada Tahun 2005 54
VI.14 Tempat Membeli Jajanan Responden di Panti Asuhan di Surabaya
pada Tahun 2005 55
VI.15 Kebiasaan Membawa Bekal ke Sekolah Responden di Panti
Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005 55
VI.16 Bekal ke Sekolah Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada
Tahun 2005 56
VI.17 Kategori Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan AKE Responden
di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005 57
VI.18 Kategori Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan AKP Responden
di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005 57
VI.19 Distribusi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi dan Status Gizi
Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005 58
VI.20 Distribusi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein dan Status Gizi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
IV.1. Bagan Hubungan Antara Pola Konsumsi Makan dan Tingkat Konsumsi Gizi dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah di Panti
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran
1. Kuesioner
2. Formulir Frekuensi Makan per Hari
3. Formulir Konsumsi Makan per Hari
4. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan Per Orang Per Hari
5. Percentiles of BMI For Age
6. Rata-rata Konsumsi Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
7. Hasil Uji Statistik Korelasi Spearman
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Daftar Arti Lambang
% = persen
/ = per
> = lebih dari
< = kurang dari
≥ = lebih dari sama dengan
± = lebih kurang
Daftar Arti Singkatan
kal = kalori
gr = gram
AKE = Angka Kecukupan Energi
AKP = Angka Kecukupan Protein
AKG = Angka Kecukupan Gizi
BB = Berat Badan
TB = Tinggi Badan
BMI = Body Mass Index
NCHS = National Centre for Health Statistics
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada masa kemajuan ilmu dan teknologi saat ini, kualitas manusia
sangat menentukan keberhasilan suatu bangsa untuk maju dan berkembang
menjadi bangsa yang sejahtera. Salah satu aspek dari usaha peningkatan
kualitas manusia tersebut adalah usaha perlindungan terhadap anak (Depkes,
2001).
Anak usia sekolah merupakan kelompok rawan gizi yang memerlukan
perhatian dan penanganan khusus. Mereka dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan sehingga membutuhkan zat gizi lebih banyak, padahal anak
cenderung memilih-milih makanan. Selain itu kebiasaan makan anak dapat
dipengaruhi oleh kebiasaan makan keluarga dan lingkungan (Moehji, 2002).
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 1995) didapatkan bahwa
47,3 % anak usia sekolah menderita anemia gizi (Depkes, 2000).
Realita yang terdapat di masyarakat saat ini bahwa ada sejumlah anak
usia sekolah yang tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan baik jasmani,
rohani maupun sosial. Berdasarkan pasal 34 UUD 1945 bahwa fakir miskin
dan anak terlantar dipelihara oleh negara, maka dibentuklah suatu institusi
sosial yang disebut panti asuhan. Berdasarkan hasil survei status gizi di panti
sosial asuhan anak di wilayah Jakarta, Tangerang dan Bekasi pada tahun 1999
tingkat berat (Depkes, 2000).
Untuk itu panti asuhan perlu memperhatikan program perbaikan gizi
bagi warganya seperti yang telah diupayakan oleh Dinas Kesehatan Jawa
Timur melalui Upaya Perbaikan Gizi Institusi (UPGI). UPGI merupakan salah
satu program perbaikan gizi yang bertujuan mendorong agar institusi
pemerintah dan swasta memberikan perhatian yang lebih besar pada
peningkatan gizi warganya (Depkes, 2001).
I.2 Identifikasi Masalah
Panti Asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang
bertanggung jawab memberikan pelayanan pengganti dalam memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial anak asuh, sehingga memperoleh
kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya
sesuai dengan yang diharapkan (Depkes, 2000).
Disinyalir pemberian makanan di panti asuhan masih kurang seimbang
karena panti asuhan dituntut untuk dapat menyediakan makanan yang
berkualitas baik dengan menu seimbang sesuai kebutuhan anak asuh dalam
keterbatasan sarana dan biaya.
Pola konsumsi dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau
sekelompok dalam memilih hidangan dan memakannya sebagai tanggapan
pengaruh psikologi, fisiologi, budaya dan sosial. Pola konsumsi dapat
dinamakan kebiasaan makan (Soehardjo, 1990).
pengolah makanan mempengaruhi penyelenggaraan makanan, sehingga secara
tidak langsung akan mempengaruhi pula pola konsumsi anak asuhnya,
mengingat sebagian besar makanan yang mereka konsumsi berasal dari sana.
Selain penyelenggaraan makanan, perlu diperhatikan juga adanya
pantangan dan kesadaran gizi anak asuh. Karena walaupun susunan makanan
yang dihidangkan sudah memenuhi kebutuhan tubuh, tapi sebagian besar anak
kesadaran gizinya masih kurang sehingga cenderung memilih-milih makanan.
Kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan anak akan
mempengaruhi tingkat konsumsi energi dan proteinnya. Adanya penyakit
infeksi juga berpengaruh pada tingkat konsumsi karena menghambat
kemampuan absorbsi tubuh. Selanjutnya tingkat konsumsi dapat dilihat
melalui status gizi anak.
Pemantauan status gizi harus dilakukan sejak bayi karena status gizi
pada masa itu akan berdampak pada masa depan anak itu sendiri. Pada
keluarga, dimana ada ibu yang selalu memantau keadaan anaknya, masih
dapat terjadi kekurangan gizi. Apalagi pada panti asuhan yang hanya
mempunyai beberapa pengasuh untuk mengurus semua anak asuh di sana,
perhatian mereka tidak dapat tercurah penuh hanya pada satu anak saja. Maka
tidak mengherankan bila dari hasil survei gizi di panti asuhan wilayah Jakarta,
Tangerang dan Bekasi tahun 1999 menunjukkan 56,7% anak asuh mengalami
kurang gizi.
Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui status gizi anak asuh
menjadi masukan bagi pihak panti asuhan maupun pemerintah daerah untuk
lebih memperhatikan keadaan warga panti asuhan khususnya anak karena
mereka adalah aset pembangunan bangsa di masa depan.
I.3 Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka
batasan dan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada
hubungan antara pola konsumsi makanan dan tingkat konsumsi gizi dengan
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
II.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara
pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi anak usia
sekolah di panti asuhan.
II.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mempelajari karakteristik anak asuh.
2. Mempelajari status gizi anak asuh.
3. Mempelajari pola konsumsi makanan dan kebiasaan makan anak
asuh.
4. Mempelajari pola konsumsi jajanan dan kebiasaan jajan anak asuh.
5. Mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein anak asuh.
6. Mempelajari hubungan pola konsumsi makanan dan tingkat
konsumsi gizi dengan status gizi anak asuh.
II.3 Manfaat
1. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
pertimbangan bagi panti asuhan dalam menyelenggarakan makanan bagi
sehingga didapatkan hidangan yang sehat, bercita rasa baik dan memadai
kandungan gizinya. Dengan demikian dapat diperoleh status gizi yang baik
dari seluruh warga panti.
2. Bagi Penulis
Meningkatkan wawasan dan pengetahuan khususnya dalam
melakukan penelitian.
3. Bagi Peneliti Lain
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Penyelenggaraan Makanan 1. Penyelenggaraan Makan
Penyelenggaraan makan untuk orang banyak adalah
penyelenggaraan/pengolahan makanan untuk sekelompok orang dalam
jumlah lebih besar dari keluarga (50 orang). Digunakan batas 50 porsi
karena dianggap dalam batas itu kualitas makanan dapat dipertahankan
(Nursiah, 1983).
Karakteristik dalam penyelenggaraan makan sosial antara lain:
a) Pengelolaan oleh bantuan Departemen Sosial atau yayasan sosial
tertentu.
b) Melayani sekelompok masyarakat usia tertentu sehingga kecukupan
gizinya berbeda-beda.
c) Memperhitungkan bentuk makanan.
d) Konsumen mendapat makanan tiga kali sehari secara kontinyu pada
waktu tertentu.
e) Biaya terbatas.
f) Macam konsumen yang dilayani tetap.
g) Menu sederhana, variasi terbatas.
Permasalahan dalam penyelenggaraan makan dalam jumlah
besar pemilik belum menyadari pentingnya kecukupan gizi pada bayi,
anak atau remaja dalam kaitannya dengan kesehatan dan intelegensi
kelak. Selain itu banyak penyelenggaraan makan yang belum dikelola
oleh tenaga ahli di bidangnya.
Cara pelayanan makan dalam jumlah banyak:
a. Sentralisasi, semua makanan langsung dibagikan atau didistribusikan
pada alat makan yang tersedia dan langsung diberikan pada
konsumen.
b. Desentralisasi, semua makanan dibawa ke ruang makan lebih dulu
sebelum dibagikan ke konsumen.
c. Kombinasi antara keduanya.
2. Penyelenggaraan Makanan di Panti Asuhan
Panti asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang
bertanggung jawab memberikan pelayanan pengganti dalam memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial anak asuh, sehingga memperoleh
kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan
kepribadian sesuai yang diharapkan (Depkes, 1989).
Tujuan dari penyelenggaraan makanan di panti asuhan adalah
menyediakan makanan bagi anak asuh dalam jumlah dan mutu yang
memenuhi syarat gizi selain memenuhi standar sanitasi dan sistem
pelayanan makanan yang layak, tepat, dan cepat.
Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang
banyak bagi kelompok masyarakat di suatu institusi. Hal yang perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraan makanan di panti asuhan adalah :
a. Tenaga penyelenggaraan makanan, terdiri dari penanggung jawab,
pengawas dan pelaksana (juru masak dan pembersih).
b. Dana, terutama sumber dana panti asuhan yang dapat dibedakan
menjadi dua yaitu sumber dana tetap dan sumber dana tidak tetap.
c. Fasilitas. Panti asuhan minimal membutuhkan ruang dapur, ruang
pelayanan makan serta ruang makan dengan peralatannya. Luas
ruangan tergantung pada jumlah orang yang makan dan sistem
pendistribusian makanan.
Penyelenggaraan makanan di panti asuhan merupakan
serangkaian proses kegiatan yang saling berkaitan dimulai dari :
1. Penyusunan anggaran belanja
Penyusunan anggaran belanja makanan adalah kegiatan
perhitungan jumlah biaya yang diperlukan untuk penyediaan
perbekalan bahan makanan bagi klien yang dilayani di institusi
selama 1 tahun (Depkes, 1989).
Tujuan penyusunan anggaran belanja adalah tersedianya
taksiran anggaran belanja yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
macam dan jumlah bahan makanan bagi klien yang dilayani, sesuai
dengan standar kecukupan gizi, dietetik dan sumber daya institusi.
2. Perencanaan menu
susunan menu yang dilengkapi dengan pedoman menu menurut
klasifikasi pelayanan yang ada di panti asuhan atas dasar kebijakan
dan ketetapan panti asuhan (Depkes, 1989).
Ada baiknya jika membuat siklus menu (mingguan atau
bulanan) karena mempunyai kelebihan yaitu :
a. Dapat diketahui kapan suatu makanan diberikan sehingga mencegah
kebosanan.
b. Tidak usah setiap hari merencanakan makanan yang akan dibuat.
c. Lebih mudah mencari variasi makanan yang cocok.
d. Memperhitungkan biaya yang dibutuhkan untuk makan.
e. Menu sehari-hari merata, tidak ada yang terlalu sederhana atau
mewah (Moehji, 2002).
3. Penyusunan kebutuhan bahan makanan
Adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam dan
kualitas bahan makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu
dalam rangka melaksanakan kegiatan penyediaan atau perbekalan
bahan makanan bagi suatu institusi (Depkes, 1989).
4. Pembelian bahan makanan
Adalah kegiatan penyediaan macam dan jumlah bahan
makanan melalui cara/prosedur dan peraturan yang berlaku.
Pembelian sebaiknya dilakukan secara resmi agar penggunaan dana
dapat dipertanggung jawabkan.
bahan makanan yang memenuhi ketentuan tepat kualitas dan
kuantitasnya.
5. Penerimaan bahan makanan
Tujuan dari penerimaan bahan makanan adalah tersedianya
bahan makanan untuk disalurkan sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
6. Pemasakan bahan makanan
Tujuan pemasakan adalah mempertahankan nilai gizi
makanan, meningkatkan nilai cerna bahan makanan, menambah
aroma serta membunuh kuman yang berbahaya atau menghilangkan
racun makanan sehingga aman dikonsumsi manusia. Pemasak juga
harus mengetahui tentang standar resep, standar porsi dan standar
kualitas.
7. Pendistribusian dan pelayanan makanan
Tujuan pendistribusian makanan adalah tersedianya makanan
diruang makan atau kamar klien dalam jumlah hidangan yang cukup,
jumlah klien yang tepat serta kualitas yang baik pada setiap waktu
pelayanan makanan yang ditetapkan (Depkes, 1989).
8. Sistem pengawasan
Dilakukan oleh pihak panti asuhan meliputi pelaksanaan
penyelenggaraan makanan (nilai gizi, pelaksanaan siklus menu, cita
rasa makanan, harga makanan/orang/hari).
Pengawasan ini diperlukan untuk mengukur tingkat
dengan tolak ukur :
a). Adanya perbaikan status gizi anggota panti asuhan.
b). Meningkatnya derajat kesehatan anggota panti asuhan.
c). Terciptanya suasana keakraban antara anak asuh karena
mempunyai kesempatan berkumpul pada waktu makan.
d). Berkurangnya penyakit yang ditularkan lewat makanan.
e). Terlaksananya penggunaan dana makanan yang berdaya guna dan
berhasil guna (Depkes, 1989).
9. Sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi
Tujuan pencatatan, pelaporan dan evaluasi adalah:
a) Bahan perencanaan periode berikutnya.
b) Memonitor keadaan harga bahan makanan di pasaran, kualitas
dan kuantitas penggunaan bahan makanan.
c) Memonitor keadaan sarana terutama peralatan
penyelenggaraan makanan (Depkes, 1989).
Untuk menghasilkan makanan yang berkualitas dan aman
dikonsumsi maka perlu diperhatikan pula masalah sanitasi mulai dari
bahan makanan, proses pemasakan sampai pendistribusian makanan.
Yang perlu diperhatikan dalam sanitasi makanan :
a. Bahan makanan
b. Sarana fisik
c. Peralatan
e. Petugas pengolah makanan
III.2 Pola Konsumsi
Pola konsumsi dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau
sekelompok orang dalam memilih hidangan dan memakannya sebagai
tanggapan terhadap pengaruh psikologi, fisiologi, budaya dan sosial. Pola
konsumsi dapat dinamakan kebiasaan makan (Soehardjo, 1990).
Penentuan susunan hidangan, jumlah dan frekuensi makan sangat
berpengaruh, demikian pula terdapatnya makanan selingan hidangan utama
yang terdiri atas makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah dan susu.
Pola konsumsi seseorang akan membawa dampak terhadap
keadaan gizinya seperti dinyatakan oleh Darwin Karyadi dan Muhilal
(1992) bahwa keadaan gizi seseorang merupakan gambaran dari apa yang
dikonsumsinya dalam waktu lama. Hal ini sejalan dengan pendapat Moehji
(2002) yang menyatakan pola konsumsi sangat penting artinya dalam
menentukan konsumsi makanan serta tingkat konsumsi zat gizi.
Pola konsumsi yang tidak seimbang akan mengakibatkan
ketidakseimbangan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan
terjadinya kekurangan gizi. Menurut Moehji (2002) faktor yang dapat
memperburuk keadaan gizi anak adalah:
a. Anak sudah dapat memilih makanan yang disukai
b. Kebiasaan jajan
Kecukupan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh bergantung
banyaknya makanan yang dikonsumsi, oleh karenanya sangatlah penting
untuk mengetahui, mengukur dan menilai sejauh mana konsumsi pangan
dan zat gizi seseorang telah memenuhi kebutuhannya akan zat gizi.
Informasi mengenai konsumsi makan dapat diperoleh dari kuesioner atau
catatan dari semua makanan yang masuk dalam tubuh seseorang.
Aspek gizi bahan makanan pada tingkat konsumsi pada dasarnya
menyangkut tiga hal yaitu banyaknya kandungan zat gizi yang terdapat
pada bahan pangan yang dikonsumsi, mutu gizinya dan keseimbangan
antara beragam zat gizi (Khumaidi, 1994). Penilaian konsumsi makan yaitu
seluk beluk tentang makanan, menelaah makanan yang dikonsumsi masuk
ke dalam tubuh dan membandingkannya dengan baku kecukupan, sehingga
diketahui kecukupan gizi yang dapat dipenuhi. Hasil penelitian konsumsi
pangan tidak merupakan hasil secara langsung menggambarkan status gizi,
sebab status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adanya
infeksi dan absorbsi zat gizi.
Ada 2 metode untuk mengukur konsumsi makan seseorang atau
sekelompok orang yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif
data yang dikumpulkan lebih menitikberatkan pada aspek yang
berhubungan dengan kebiasaan makan dan faktor yang mempengaruhi
konsumsi makan seseorang atau masyarakat.
Secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan
metode food account, metode penimbangan, perkiraan makanan, metode inventaris dan metode pendaftaran. Metode mana yang akan dipergunakan
tergantung pada tujuan penelitian serta kondisi yang akan diteliti, juga
dana, tenaga dan waktu yang tersedia (Supariasa, 2001).
Dalam survei gizi metode yang biasa digunakan untuk mengetahui
data tentang konsumsi makan adalah 24 hours recall method. Metode ini dilakukan dengan cara menanyakan kepada responden mengenai apa saja
yang telah ia konsumsi dalam 24 jam terakhir.
Metode lain yang juga sering digunakan adalah food frequency checklist untuk mengetahui seberapa sering suatu jenis makanan dikonsumsi oleh individu per satuan waktu, biasanya per hari, per minggu,
per bulan ataupun per tahun. Informasi yang didapatkan dapat
menunjukkan jenis makanan yang mengalami kekurangan atau kelebihan
di dalam konsumsinya.
III.3 Tingkat Konsumsi
Menurut Djiteng (1989), tingkat konsumsi merupakan perbandingan
kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok
orang dengan angka kecukupannya.
Konsumsi dalam bentuk zat gizi dapat diperoleh dari bahan pangan
yang dikonversikan ke dalam bentuk zat gizi dengan menggunakan daftar
komposisi makanan. Kecukupan gizi individu, khususnya energi yang
maupun jenis kegiatan kerja dengan menggunakan baku kecukupan yang
dianjurkan Secara kuantitatif tingkat kecukupan gizi seseorang dapat
direkam atau ditentukan (Djiteng, 1989).
III.4 Energi 1. Pengertian
Energi adalah kalori yang diperoleh tubuh manusia sebagai hasil
pembakaran hidrat arang, protein dan lemak.
2. Angka Kecukupan Energi
Kecukupan energi adalah sejumlah energi dari makanan untuk
mengimbangi energi yang digunakan dari seseorang dengan ukuran dan
komposisi tubuh serta kegiatan jasmani (Khumaidi, 1994).
Kekurangan energi pada anak akan berdampak pada pertumbuhan,
daya tahan tubuh, perkembangan mental dan daya kerja.
Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah banyaknya asupan atau
intake dari makanan seseorang yang seimbang dengan curahan atau ekspenditurnya sesuai dengan susunan dan ukuran tubuh, tingkat
kesegaran jasmani, dalam keadaan sehat dan mampu menjalankan tugas
kehidupan secara ekonomis dalam jangka waktu lama.
Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi di Jakarta
tahun 1998, AKE rata-rata yang dikelompokkan per orang per hari
adalah:
Kecukupan Energi Umur
(tahun) Laki-laki Perempuan
7-9 1900 kal 1900 kal
10-12 2000 kal 1900 kal
13-15 2400 kal 2100 kal
Sumber: Sumarmi,1994.
III.5 Protein 1. Pengertian
Protein adalah senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon,
hidrogen dan nitrogen serta terbentuk dari ikatan peptida asam amino
yang membentuk rantai panjang yang disebut polipeptida.
Pada protein terdapat asam amino esensial yang diperlukan
sebagai zat pembangun untuk:
a. Pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum dan anti bodi
b. Menggantikan sel yang rusak
c. Memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh
d. Sumber energi
2. Angka Kecukupan Protein
Kebutuhan protein bayi dan anak relatif lebih besar daripada
orang dewasa. Angka Kecukupan Protein (AKP) bergantung pada mutu
protein, makin baik mutu protein makin baik AKP, mutu protein
tergantung pada susunan asan amino yang membentuknya terutama asam
Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998,
AKP rata-rata yang dianjurkan per orang per hari adalah:
Tabel III.2 Angka Kecukupan Protein Rata-rata/Orang/Hari.
Kecukupan Protein Umur
(tahun) Laki-laki Perempuan
7-9 37 37
10-12 45 54
13-15 64 62
Sumber: Sumarmi,1994.
AKP dipengaruhi mutu protein hidangan yang dinyatakan dalam
skor asam amino. Sumber protein yang baik berasal dari hewani, baik
dalam jumlah maupun mutu seperti pada telur, susu, daging, unggas, ikan
dan kerang. Dari nabati dapat berupa kacang kedele dan hasil olahannya
seperti tahu dan tempe. Kekurangan protein banyak terjadi pada
masyarakat sosial ekonomi rendah. Kelebihan protein juga tidak
menguntungkan karena makanan yang tinggi protein biasanya tinggi
lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas.
III.6 Kebiasaan Jajan
Pada saat anak mulai masuk sekolah, anak mulai memasuki dunia
baru diluar keluarganya dan berkenalan dengan suasana dan lingkungan
baru dalam kehidupan sehingga kebiasaan makanpun terpengaruh dan anak
cenderung menyukai makanan jajanan (Moehji, 1992).
Konsumsi makanan jajanan mempengaruhi konsumsi makanan
sehari-hari (Tatwotjo, 1971).
Peranan makanan jajanan dalam menyumbangkan energi dan
protein sangat berarti. Kalau ada anggota keluarga yang tidak mau makan
suatu jenis makanan, maka jalan terbaik adalah melalui makanan jajanan.
Misalnya anak tidak mau makan ikan padahal daerah itu adalah daerah
pantai dimana sumber protein hanyalah ikan dan hasil laut. Maka ibu yang
pintar akan mencampurkan ikan ke dalam makanan jajanan (Apriadji,
1986).
III.7 Status Gizi 1. Pengertian
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari
organ-organ serta menghasilkan energi.
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa,2001).
2. Penentuan Status Gizi
Ada dua cara penentuan status gizi yaitu secara langsung dan
secara tidak langsung. Penentuan status gizi secara langsung dibagi
menjadi empat penilaian yaitu:
Digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan energi dan
protein yang tampak pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh.
b. Klinis
Menggunakan pemeriksaan fisik dan gejala dalam mengetahui
status gizi seseorang maupun secara cepat mendeteksi tanda-tanda
klinis kekurangan satu atau lebih zat gizi.
c. Biokimia
Menggunakan pemeriksaan spesimen secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai jaringan tubuh untuk menentukan
kekurangan gizi spesifik.
d. Biofisik
Dengan melihat kemampuan fungsi khusus dan melihat
perubahan struktur dari jaringan.
Sedangkan penentuan status gizi tidak langsung dapat dibagi
menjadi tiga yaitu:
a. Survei konsumsi makan
Dengan cara melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi
sehingga dapat mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan gizi.
b. Statistik vital
Melalui analisis data beberapa statistik kesehatan sebagai
c. Faktor ekologi
Menggunakan pengukuran faktor ekologi untuk mengetahui
penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk
melaksanakan program intervensi gizi.
3. Penentuan Status Gizi Secara Antropometri
Antropometri berasal dari kata antropos dan metros yang bila
digabungkan berarti ukuran tubuh. Dari definisi Jellife (1966) dapat
ditarik kesimpulan bahwa antropometri adalah berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2001).
Parameter yang sering digunakan sebagai indikator status gizi
anak usia sekolah adalah:
a. Umur
Menurut Puslitbang Gizi Bogor, batasan umur yang digunakan
adalah umur penuh dan untuk anak usia 0-2 tahun digunakan bulan
usia penuh. Usahakan melengkapi data umur dari surat kelahiran atau
kartu keluarga.
b. Berat badan
Merupakan ukuran antropometri terpenting dan sering
digunakan pada bayi baru lahir untuk mendiagnosa bayi lahir normal
Penentuan BB dilakukan dengan penimbangan. Alat yang
dipakai harus memenuhi syarat: mudah digunakan dan dibawa, mudah
didapat, ketelitian penimbangan maksimal 0,1 kg, skala mudah dibaca,
aman digunakan. Jenis timbangan yang umum digunakan adalah
detecto scale dan bathroom scale. c. Tinggi badan
Merupakan parameter yang penting untuk mengetahui keadaan
yang telah lalu dan sekarang jika umur diketahui dengan tepat. Diukur
menggunakan microtoise. Ketelitian pengukuran TB sangat penting, kesalahan pengukuran akan memberikan kesimpulan dan interpretasi
yang salah. Untuk menghindari kesalahan, anak yang diukur harus
bediri dalam sikap sempurna tanpa menggunakan alas kaki.
Indeks yang biasa digunakan sebagai indikator status gizi anak
usia sekolah adalah BB/TB karena BB mempunyai hubungan linier
dengan TB (Supariasa, 2001).
4. Penentuan Status Gizi Berdasarkan Rujukan WHO-NCHS
Di dunia ini ada beberapa jenis baku rujukan antara lain Harvard,
WHO-NCHS, Tanner dan Kanada. Yang paling umum digunakan di
berbagai negara termasuk Indonesia adalah baku rujukan WHO-NCHS
dan Harvard. Perbedaan pada dua baku rujukan ini pada pembagian jenis
kelamin. Pada WHO-NCHS angka baku tiap jenis kelamin dibedakan,
Data baku rujukan WHO-NCHS meliputi data BB/TB, BB/U dan
TB/U anak usia 0-18 tahun. Data disajikan dalam dua versi yaitu
persentil dan skor simpang baku. Untuk anak di negara yang populasi
gizinya baik sebaiknya digunakan persentil. Sedangkan untuk anak di
negara yang populasi gizinya kurang sebaiknya digunakan skor simpang
baku sebagai ganti persen terhadap median baku rujukan. Klasifikasi
status gizi berdasarkan BMI for age adalah:
Tabel III.3 Kategori Status Gizi Berdasarkan BMI For Age
Klasifikasi BMI for age
kurus <5 persentil
normal 5 s/d <85 persentil
gemuk ≥85 persentil
Sumber: WHO, 1995.
Untuk kelompok umur 9-24 tahun, WHO-NCHS
merekomendasikan BMI for age sebagai indikator terbaik. karena bagaimanapun juga BB/TB berubah seiring dengan bertambahnya umur
dan pertambahan itu semakin pesat saat masa pubertas. Konsekuensinya,
pada TB tertentu, BB pada suatu persentil tidak sama untuk semua umur,
BAB IV
KERANGKA KONSEPTUAL
IV.1 Kerangka Konseptual
d. pengetahuan gizi e. ketrampilan mengolah makanan
Gambar IV.1: Bagan hubungan antara pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi.
Keterangan :
: diteliti
Penyelenggaraan makanan di panti asuhan dilakukan oleh pengolah
makanan sehingga secara tidak langsung karakteristik pengolah makanan
seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan gizi dan keterampilan
mengolah makanan akan mempengaruhi makanan yang dihasilkan. Selain itu
daya beli dan ketersediaan bahan juga mempengaruhi variasi makanan yang
dihidangkan.
Pola konsumsi anak asuh yang terdiri dari jenis, jumlah dan frekuensi
makan selain dipengaruhi oleh penyelenggaraan makanan di panti, dalam hal
ini oleh makanan yang disediakan di panti juga dipengaruhi oleh karakteristik
anak asuh itu sendiri dan ada tidaknya pantangan makanan serta bagaimana
kesadaran gizi anak asuh tersebut.
Selain pola konsumsi makan, tingkat konsumsi energi dan protein juga
dipengaruhi oleh kebiasaan jajan dan ada tidaknya penyakit infeksi. Kebiasaan
jajan terdiri dari jenis, jumlah dan frekuensi jajan. Selanjutnya, tingkat
konsumsi energi dan protein akan mempengaruhi status gizi anak asuh. Status
BAB V
METODE PENELITIAN
V.1 Rancang Bangun Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik berdasarkan tujuannya
mempelajari hubungan pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi
dengan status gizi, juga bersifat observasional karena dilakukan dengan
wawancara responden dengan bantuan kuesioner. Menurut waktunya,
penelitian ini bersifat cross sectional dimana penelitian dilakukan dalam satu waktu tertentu.
V.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian sebanyak 66 anak adalah semua anak di panti
asuhan sasaran yang duduk di kelas 4-6 SD, terdiri dari:
a. Panti Asuhan Muhammadiyah sebanyak 10 anak
b. Panti Asuhan Putri Aisyiyah sebanyak 17 anak
c. Panti Asuhan Al Huda sebanyak 14 anak
d. Panti Asuhan Muslim sebanyak 15 anak
e. Panti asuhan Assalafiyah sebanyak 10 anak
Didapatkan n sampel untuk diteliti sebanyak 40 anak dengan
menggunakan rumus Cochran, sebagai berikut :
n = Z
2 .p.q
d2 n =
1,962. 0,5. 0,5
nsampel =
N= jumlah populasi (66 anak)
Dengan adanya n sampel sebanyak 40 anak dari 5 panti asuhan, maka
dilakukan pengambilan sampel secara proporsional sebagai berikut:
1. Panti Asuhan Muhammadiyah =
10 66
× 40= 6 anak
2. Panti Asuhan Puteri Aisyiyah =
17
4. Panti Asuhan Muslim =
15 66
× 40= 9 anak
5. Panti Asuhan Assalafiyah =
10 66
× 40= 6 anak
Karena ada pembulatan ke atas maka total besar sampel adalah sejumlah 41 anak.
1. Lokasi Penelitian Panti Asuhan
Tempat penelitian dipilih secara langsung dengan pertimbangan
disana belum pernah dilakukan penelitian serupa, yaitu:
a. Panti Asuhan Muhammadiyah Jl. Gersikan Surabaya
b. Panti Asuhan Putri Aisyiyah Jl. Baratajaya Surabaya
c. Panti Asuhan Al Huda Jl. Karah Agung Surabaya
d. Panti Asuhan Muslim Jl. Jambangan Kebonagung Surabaya
e. Panti Asuhan Assalafiyah Jl. Kedung Asem Surabaya
2. Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2005.
V.4 Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola dan tingkat
konsumsi anak asuh, sedangkan variabel dependen adalah status gizi.
2 Definisi Operasional
Tabel IV.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Cara pengukuran Klasifikasi dan Skala Data
No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dan Klasifikasi
No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dan Skala Klasifikasi Data
1. Karakteristik Anak a. umur
3. Pola konsumsi Gambaran kebiasaan makan pada anak usia sekolah.
Wawancara dengan kuesioner dan food frequency checklist,
meliputi:
b. jumlah, besar masukan makanan dinyatakan dalam URT maupun berat gram. c. frekuensi, keseringan
4. Kebiasaan jajan Kesenangan anak dalam
mengkonsumsi makanan jajanan.
Wawancara dengan kuesioner dan 24 hours recall, meliputi: a. jenis, yaitu jenis jajanan
yang dikonsumsi anak. b. jumlah, besar/banyak
makanan jajanan yang dikonsumsi.
c. frekuensi, berapa kali
Ordinal
Rasio
No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dan Skala Klasifikasi Data makanan jajanan
dikonsumsi dalam satu hari. 5 Tingkat konsumsi
a. energi
Wawancara dengan 24 hours recall kemudian dikonversi dengan DKBM untuk dibandingkan dengan AKG. Kriteria:
1)cukup, bila ≥85% AKG 2)kurang, bila >85%AKG
Ordinal perhitungan BMI for age
dengan standar WHO-NCHS : 1) kurus, bila <5 persentil 2) normal, bila 5 s/d <85
persentil
3) gemuk, bila ≥85 persentil
Ordinal
V. 5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data karakteristik sampel yang diambil meliputi umur, jenis
kelamin. Data tingkat konsumsi energi dan protein diperoleh
dengan cara recall konsumsi makan selama 2 hari berturut-turut sehingga diperoleh jumlah berat mentah kemudian dikonversikan ke
energi dan protein menggunakan DKBM.
2). Pengukuran
Data BB dan TB diperoleh dengan melakukan penimbangan
BB dan pengukuran TB sampel.
b. Data Sekunder
Gambaran umum lokasi penelitian, yaitu:
1). Panti Asuhan Muhammadiyah
2). Panti Asuhan Putri Aisyiyah
3). Panti Asuhan Al Huda
4). Panti Asuhan Muslim
5). Panti Asuhan Assalafiyah
2. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Kuesioner, yang berupa daftar pertanyaan yang berkaitan dengan
variabel yang diteliti.
b. Food model dan alat makan yang digunakan sebagai ukuran rumah tangga (URT) untuk menaksir jumlah makanan yang dikonsumsi.
c. Alat penimbang badan untuk menimbang BB.
V.6 Teknik Analisis Data
Setelah pengumpulan data selesai, dilakukan pemeriksaan ulang
tentang kelengkapan dan kebenaran data. Kemudian data masing-masing
variabel diolah, ditabulasi silang dan dianalisis hubungannya dengan
BAB VI
HASIL PENELITIAN
VI.1 Gambaran Umum Panti Asuhan 1. Panti Asuhan Muhammadiyah
Panti Asuhan Muhammadiyah yang terletak di Jl. Gersikan 59
Surabaya, memulai penampungan pertama pada 18 November 1955. Panti
asuhan ini berdiri berlandaskan Q.S. Al-Ma'un dan pasal 34 UUD 45 serta
berazaskan Pancasila. Tujuan berdirinya panti ini adalah untuk mengentas
dan membentuk manusia muslim pancasilais dan percaya diri. Saat ini ada
38 anak asuh yang tinggal di panti.
Pengurus panti asuhan terdiri dari ketua panti asuhan, sekretaris,
bendahara dan dua orang anggota. Sedangkan pelaksananya terdiri dari
pimpinan panti asuhan, bapak dan ibu asuh, enam orang pengajar dan
sebelas orang tenaga yang lain.
Penyediaan makanan di panti asuhan sebanyak tiga kali sehari yaitu
makan pagi, makan siang dan makan malam namun belum ada siklus
menu yang tetap. Makanan diolah oleh dua orang tukang masak dan
kadang dibantu seorang tukang cuci bila pekerjaannya telah selesai.
Makanan disajikan di ruang makan yang terpisah antara putra dan putri,
selanjutnya didistribusikan secara prasmanan dimana anak bebas
mengambil makanan sesuai porsinya.
Panti Asuhan Putri Aisyiyah yang terletak di Jl. Baratajaya XIX/72
Surabaya telah berdiri sejak 13 Juli 1977 dan diresmikan oleh Ibu
Walikota Suparno. Dengan berlandaskan Q.S. Al-Ma'un dan pasal 34
UUD 45, panti asuhan ini bertujuan membentuk pribadi muslimah yang
beriman, bertakwa, berbudi luhur, berilmu pengetahuan cukup serta
berguna bagi nusa dan bangsa. Jumlah anak yang tinggal di panti asuhan
saat ini sebanyak 47 anak, sedangkan kapasitas panti dapat menampung 60
anak.
Pengurus panti asuhan terdiri dari ketua I dan ketua II, sekretaris I
dan sekretaris II, bendahara I dan bendahara II serta empat orang anggota.
Sedangkan pelaksananya terdiri dari seorang pengasuh, bagian keuangan,
bagian administrasi, bagian logistik dan tiga orang guru.
Penyediaan makanan di panti asuhan sebanyak tiga kali sehari yaitu
makan pagi, makan siang dan makan malam menurut siklus menu
mingguan yang telah ditetapkan. Makanan diolah oleh dua orang tukang
masak kemudian disajikan di ruang makan pada waktunya. Anak
mengambil sendiri makanan mereka, namun untuk makan siang ada
beberapa yang dikirimkan ke sekolah terutama untuk anak SD karena
mereka baru pulang sekolah pada sore hari.
3. Panti Asuhan Al Huda
Panti Asuhan Al Huda merupakan bagian dari Yayasan Al Huda
Surabaya yang telah berdiri sejak tahun 1998 namun baru mempunyai
Surabaya. Sebelumnya, anak asuh menempati asrama di atas TK Al Huda.
Misi dari panti asuhan ini adalah mencetak anak asuh Islam kaffah,
menguasai pengetahuan dan teknologi, berwawasan luas, terampil,
disiplin, berakhlakul karimah, beriman dan bertakwa kepada Allah SWT
serta berguna bagi nusa bangsa, agama dan masyarakat luas. Pada saat ini
jumlah anak asuh yang tinggal di panti sebanyak 34 anak.
Pengurus panti asuhan terdiri dari ketua yayasan, ketua bidang sosial,
sie anak yatim dan anak terlantar, bendahara, koordinator bidang
pembinaan, koordinator bidang penggalian dana, administrasi kantor dan
pembukuan keuangan, kepala rumah tangga panti asuhan, pembantu
umum, juru masak dan kebersihan panti serta sembilan orang pembina.
Penyediaan makanan di panti asuhan sebanyak tiga kali sehari yaitu
makan pagi, makan siang dan makan malam namun belum ada siklus
menu tetap. Makanan diolah oleh seorang tukang masak kemudian
disajikan di ruang makan pada waktunya dan anak mengambil sendiri
makanan mereka.
4. Panti Asuhan Muslim
Panti Asuhan Muslim didirikan oleh Yayasan Muslim di Jl.
Jambangan Kebonagung 1 Surabaya pada tahun 1999. Bertujuan
membentuk insan muslim Indonesia yang berkualitas dalam agama, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Saat ini Panti Asuhan Muslim telah
mempunyai 48 anak asuh.
bendahara, tiga orang sie rumah tangga dan logistik, dua orang sie
pengembangan minat dan bakat dan seorang wali anak asuh.
Penyediaan makanan di panti asuhan sebanyak tiga kali sehari yaitu
makan pagi, makan siang dan makan malam menurut siklus menu
mingguan yang telah ditetapkan. Makanan diolah oleh tiga orang tukang
masak kemudian dibawa ke ruang makan dan didistribusikan secara
prasmanan.
5. Panti Asuhan Assalafiyah
Panti Asuhan Assalafiyah didirikan oleh Yayasan Assalafiyah di Jl.
Kedung Asem 81/87 Surabaya pada tahun 1993. Saat itu asrama putra dan
putri masih menjadi satu, baru pada tahun 2003 asrama putra dapat
ditempati. Jumlah anak asuh yang tinggal di panti saat ini adalah 36 anak.
Pengurus panti asuhan terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris,
wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara dan tiga orang pengasuh.
Seorang untuk asrama putri dan dua orang untuk asrama putra.
Penyediaan makanan di panti asuhan sebanyak tiga kali sehari yaitu
makan pagi, makan siang dan makan malam. Makanan dimasak oleh
seorang ibu yang tinggal di sekitar panti kemudian dikirim ke panti putra
dan putri untuk disajikan di ruang makan dan didistribusikan secara
prasmanan. Tak jarang ada anak asuh yang tidak kebagian makanan
VI.2 Karakteristik Responden
Tabel VI.1 Distribusi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Laki-laki Perempuan
Jenis kelamin
Kelompok umur n % n %
7 – 9 - - 7 25,0
10 – 12 12 92,3 18 64,3
13 – 15 1 7,7 3 10,7
Jumlah 13 100,0 28 100,0
Keseluruhan responden berjumlah 41 anak yang terdiri dari 13
responden (31,7%) laki-laki dan 28 responden (68,3%) perempuan.
Berdasarkan tabel VI.1 dapat diketahui bahwa pada responden perempuan,
terbanyak berusia antara 10-12 tahun yaitu sebanyak 18 anak (64,3%). Pada
responden laki-laki yang terbanyak adalah responden dalam kelompok usia
antara 10-12 tahun yaitu sebanyak 12 anak (92,3%). Dengan demikian dari
keseluruhan responden, sebagian besar berusia antara 10-12 tahun yaitu
sebanyak 30 anak (73,20%).
VI.3 Status Gizi Responden
Kurus Normal Gemuk Status gizi
Kelompok umur n % n % n %
7 – 9 - - 7 21,9 -
-10 – 12 7 100,0 22 68,8 1 50,0
13 – 15 - - 3 9,3 1 50,0
Jumlah 7 100,0 32 100,0 2 100,0
Keseluruhan responden yang berjumlah 41 anak terbagi dalam tiga
kategori status gizi yaitu kurus sebanyak 7 responden (17%), normal
sebanyak 32 responden (78%) dan gemuk sebanyak 2 responden (5%). Pada
tabel VI.2 dapat dilihat bahwa pada status gizi kurus, semua responden yaitu
7 anak (100%) berada pada kelompok umur 10-12 tahun. Pada responden
berstatus gizi normal, 22 anak (68,8%) diantaranya berada pada kelompok
umur 10-12 tahun. Sedangkan pada status gizi gemuk, masing-masing
seorang (50%) pada kelompok umur 10-12 tahun dan 13-15 tahun.
VI.4 Pola Konsumsi Makanan dan Kebiasaan Makan Responden 1. Pola Konsumsi Makanan Responden
Tabel VI.3 Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Konsumsi Harian dan Mingguan Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Harian Mingguan
1x 2x 3x >3x TP 1x 2x 3x >3x
Jumlah Jenis bahan
Harian Mingguan
Makanan pokok
Beras 3 7,3 38 92,7 41 100
Roti 7 17 2 4,9 2 4,9 1 2,4 9 22 10 24,4 5 12,2 3 7,3 2 4,9 41 100 Mi 12 29,3 4 9,8 3 7,3 1 2,4 3 7,3 7 17 4 9,8 3 7,3 4 9,8 41 100
Jagung 1 2,4 29 70,8 8 19,5 2 4,9 1 2,4 41 100
Lauk pauk
Daging 1 2,4 2 4,9 5 12,2 11 26,8 11 26,8 6 14,7 5 12,2 41 100 Ayam 5 12,2 1 2,4 5 12,2 1 2,4 7 17,1 8 19,5 10 24,4 4 9,8 41 100 Telur 6 14,6 6 14,6 1 2,4 1 2,4 2 4,9 9 22,1 6 14,6 7 17,1 3 7,3 41 100 Ikan 4 9,8 3 7,3 6 14,6 5 12,2 6 14,6 3 7,3 11 26,9 3 7,3 41 100 Udang 3 7,3 1 2,4 1 2,4 17 41,5 12 29,3 5 12,2 2 4,9 41 100 Tahu 5 12,2 6 14,6 21 51,3 2 4,9 2 4,9 1 2,4 1 2,4 3 7,3 41 100 Tempe 4 9,8 6 14,6 24 58,6 3 7,3 1 2,4 3 7,3 41 100
Sayur
Harian Mingguan
Pisang 7 17 2 4,9 8 19,5 15 36,6 5 12,2 4 9,8 41 100 Pepaya 3 7,3 1 2,4 16 39,1 13 31,7 5 12,2 1 2,4 2 4,9 41 100 Semangka 6 14,6 1 2,4 1 2,4 8 19,6 9 22 6 14,6 6 14,6 4 9,8 41 100 Mangga 1 2,4 3 7,3 1 2,4 9 22 13 31,7 4 9,8 7 17,1 3 7,3 41 100
Susu
Susu bubuk 8 ,5 19 20 48,8 8 19,5 2 4,9 1 2,4 2 4,9 41 100
SKM 5 12,2 1 2,4 21 51,3 11 26,8 3 7,3 41 100
Dari tabel VI.3 dapat diketahui bahwa dari kelompok bahan makanan
poko
abel VI.4 Jenis Bahan Makanan dan Rata-rata Konsumsi Harian k yang paling sering dikonsumsi oleh mayoritas responden adalah
beras dalam bentuk nasi yang dikonsumsi 3 kali sehari oleh sebanyak 38
responden (92,7%). Untuk kelompok lauk pauk yang paling sering
dikonsumsi mayoritas responden adalah tempe yaitu sebanyak 24 anak
(58,6%) yang mengkonsumsi tempe 3 kali sehari. Sebanyak 6 responden
(14,6%) mengkonsumsi sayur bayam 2 kali sehari. Untuk buah-buahan,
yang paling sering dikonsumsi responden adalah pisang sebanyak sekali
sehari oleh 7 responden (17%). Dan untuk susu, yang paling banyak
dikonsumsi responden adalah susu bubuk oleh 8 responden (19,5%)
sebanyak sehari sekali.
Rata-rata konsumsi Jenis bahan makanan Responden
harian (Gr)
Kacang panjang 15 31,0
ketahui bahwa seluruh responden
(100%) mengkonsumsi beras masak dengan berat rata-rata 419,8 gr/hari
yang
-rata 131,6 gr/hari yang bila dikonversikan ke energi
seban
Berdasarkan tabel VI.4 dapat di
bila dikonversikan ke energi sebanyak 747,3 kal dan protein
sebanyak 8,8 gr. Lauk yang paling banyak dikonsumsi responden adalah
tempe dengan berat rata-rata 72,4 gr/hari yang bila dikonversikan ke
energi sebanyak 107,9 kal dan protein sejumlah 13,2 gr. Untuk sayuran,
sebagian besar responden mengkonsumsi kol dengan berat rata-rata 19,5
gr/hari yang bila dikonversikan ke energi sebanyak 4,7 kal dan energi
sejumlah 0,3 gr.
Buah yang paling sering dikonsumsi responden adalah semangka
dengan berat rata
yak 36,8 kal dan protein sejumlah 0,7 gr . Sedangkan untuk
konsumsi susu, sebanyak 7 responden mengkonsumsi susu kental manis
dengan berat rata-rata 18,6 gr/hari yang bila dikonversikan ke energi
2. Kebiasaan Makan Responden
Tabel VI.5 Frekuensi Makan Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Frekuensi makan n %
1x -
-2x 4 9,8
3x 37 90,2
>3x -
-Jumlah 41 100,0
Berdasarkan tabel VI.5 diketahui bahwa sebagian besar responden
yaitu sebanyak 37 orang (90.2%) makan tiga kali sehari, sedangkan
sisanya yaitu 4 orang (9,8%) makan dua kali sehari.
Tabel VI.6 Kebiasaan Makan Pagi Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Makan pagi n %
Ya 32 78,0
Kadang 8 19,5
Tidak 1 2,5
Jumlah 41 100,0
Tabel VI.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 32
orang (78%) biasa makan pagi. Sebanyak 8 responden (19,5%) kadang
makan pagi dan 1 orang (2,5%) yang tidak pernah makan pagi.
Tabel VI.7 Susunan Makanan Responden yang Makan Pagi di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Susunan n %
Nasi, lauk, sayur 17 42,5
Nasi, lauk, sayur, buah 1 2,5
Nasi, lauk, sayur, buah, susu 5 12,5
Lain-lain 6 15,0
Jumlah 40 100,0
Berdasarkan tabel VI.7 dapat diketahui bahwa 40 responden yang
menyatakan makan pagi, sebanyak 17 orang diantaranya (42,5%)
mempunyai susunan makan pagi berupa nasi, lauk dan sayur. Sedangkan 5
responden (12,5%) susunan hidangan makan paginya lengkap yaitu nasi,
lauk, sayur, buah dan susu.
Tabel VI.8 Susunan Makan Siang Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Susunan n %
Nasi, lauk 1 2,4
Nasi, lauk, sayur 17 41,5
Nasi, lauk, sayur, buah 18 43,9
Nasi, lauk, sayur, buah, susu 1 2,4
Lain-lain 4 9,8
Jumlah 41 100,0
Tabel VI.8 menunjukkan bahwa susunan makan siang sebagian besar
responden yaitu 18 orang (43,9%) berupa nasi, lauk, sayur dan buah. Hanya
seorang responden (2,4%) yang mempunyai susunan makan lengkap terdiri
Susunan n %
Nasi, lauk 8 19,6
Nasi, lauk, sayur 23 56,0
Nasi, lauk, sayur, buah 4 9,8
Nasi, lauk, sayur, buah, susu 1 2,4
Lain-lain 5 12,2
Jumlah 41 100,0
Tabel VI.9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu
sebanyak 23 anak (56%) mempunyai susunan makanan berupa nasi, lauk,
dan sayur. Dan hanya seorang responden (2,4%) yang mempunyai susunan
VI.5 Pola Konsumsi Jajanan dan Kebiasaan Jajan Responden 1. Pola Konsumsi Jajanan Responden
Tabel VI.10 Jenis Jajanan dan Frekuensi Konsumsi Harian dan Mingguan Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Harian Mingguan
Berdasarkan tabel VI.10 dapat dilihat bahwa konsumsi makanan
jajanan terbanyak adalah kerupuk yang dikonsumsi oleh 14 responden
(34,1%) sebanyak 3 kali sehari.
Tabel VI.11 Jenis Jajanan dan Rata-rata Konsumsi Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Jenis bahan makanan Responden Rata-rata konsumsi
harian
Berdasarkan tabel VI.11 diketahui bahwa jajanan yang paling banyak
2. Kebiasaan Jajan Responden
Tabel VI.12 Kebiasaan Makan Jajanan Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Kebiasaan jajan n %
Ya 27 65,9
Kadang 8 19,5
Tidak 6 14,6
Jumlah 41 100,0
Tabel VI.12 menyatakan bahwa sebanyak 27 responden (65,9%)
terbiasa jajan tiap hari, 6 responden (14,6%) tidak terbiasa jajan dan
sisanya sebanyak 8 responden (19,50%) kadang mengkonsumsi makanan
jajanan.
Tabel VI.13 Frekuensi Jajan Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Frekuensi n %
1x 9 25,7
2x 13 37,1
3x 8 22,9
>3x 5 14,3
Jumlah 35 100,0
Berdasarkan tabel VI.13 diketahui bahwa dari 35 orang yang terbiasa
jajan, sebanyak 13 responden (37,1%) jajan 2 kali sehari dan 5 responden
(14,3%) yang jajan >3 kali sehari.
Tempat membeli n %
Rumah 7 20,0
Sekolah 18 51,4
Rumah dan sekolah 10 28,6
Tempat lain -
-Jumlah 35 100,0
Tabel VI.14 menunjukkan bahwa dari 35 responden yang terbiasa
jajan, 18 responden diantaranya (51,4%) membeli jajanan di sekolah dan
hanya 7 responden (20%) yang membeli jajanan di rumah.
Tabel VI.15 Kebiasaan Membawa Bekal ke Sekolah Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Membawa bekal ke sekolah n %
Ya 16 39,0
Kadang 8 19,5
Tidak 17 41,5
Jumlah 41 100,0
Berdasarkan tabel VI.15 diketahui bahwa sebanyak 17 orang
(41,5%) responden tidak membawa bekal ke sekolah dan 16 orang (39%)
selalu membawa bekal ke sekolah.
Tabel VI.16 Bekal Sekolah Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Jenis bekal n %
Jajanan 3 7,3
Jenis bekal n %
Lain-lain 12 29,3
Jumlah 25 100,0
erdasarkan tabel VI.16 diketahui bahwa dari 25 responden yang
meny B
atakan membawa bekal ke sekolah, 12 diantaranya (29,3%)
menyatakan membawa bekal berupa makanan yaitu nasi dan lauk. 3
responden (7,3%) membawa jajanan sebagai bekal sekolah dan hanya 5
VI.6 Tingkat Konsumsi Responden 1. Tingkat Konsumsi Energi
Tabel VI.17 Kategori Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan AKE Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
n %
Berdasarkan tabel VI.17 dapat dilihat bahwa sebanyak 23 responden
(56,1%) mempunyai tingkat konsumsi energi yang cukup dibandingkan
AKE dan 18 responden (43,9%) tingkat konsumsi energinya masih
kurang dibandingkan AKE.
2. Tingkat Konsumsi Protein
Tabel VI.18 Kategori Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan AKP Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
n %
Berdasarkan tabel VI.18 diketahui bahwa sebanyak 26 responden
(63,4%) berada pada kategori tingkat konsumsi protein yang cukup
VI.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi dengan Status Gizi 1. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi
Tabel VI.19 Distribusi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi dan Status Gizi Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005
Berdasarkan tabel VI.19 diketahui bahwa 15 responden (46,9%)
pada status gizi normal tingkat konsumsi energinya kurang. Sedangkan
seorang responden (50%) pada status gizi gemuk mempunyai tingkat
konsumsi energi kurang.
Hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman dengan tingkat
signifikan 5% terhadap hubungan tingkat konsumsi energi dengan status
gizi, diperoleh nilai sebesar 0,409 yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan.
2. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi
Tingkat
Konsumsi Protein
Tingkat
Konsumsi Protein Cukup ( ≥85% )
5 71,4 20 62,5 1 50
Kurang ( <85% )
2 28,6 12 37,5 1 50
Jumlah 7 100 32 100 2 100
Berdasarkan tabel VI.20 dapat diketahui bahwa 12 responden pada
status gizi normal mempunyai tingkat konsumsi protein kurang.
Sedangkan seorang responden (50%) pada status gizi gemuk mempunyai
tingkat konsumsi protein kurang.
Hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman dengan tingkat
signifikan 5% terhadap hubungan tingkat konsumsi protein dengan status
gizi, diperoleh nilai sebesar 0,567 yang menunjukkan bahwa tidak ada
BAB VII PEMBAHASAN
VII.1 Status Gizi Responden
Status gizi adalah tanda-tanda atau penampilan fisik yang
diakibatkan karena adanya keseimbangan antara food intake di satu pihak dengan food expenditure di lain pihak. Berdasarkan BMI for age sebanyak 32 responden (78%) mempunyai status gizi normal, 7 responden (17%)
berstatus gizi kurus dan 2 responden (5%) berstatus gizi gemuk.
Penggunaan BMI for age karena ternyata responden yang didapatkan berumur 9-13 tahun, sehingga tidak relevan lagi menggunakan BB/TB.
Penggunaan BMI juga tidak akan sesuai karena responden dalam masa
pertumbuhan yang pesat, sedangkan BMI digunakan untuk mengukur status
gizi orang dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja
sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada umur 11-13 tahun
umumnya perempuan lebih besar dan tinggi daripada laki-laki. Tapi
sebenarnya pertumbuhan lean body mass pada laki-laki dua kali lebih besar daripada pada perempuan. Itu yang membuat saat dewasa laki-laki menjadi
lebih tinggi daripada perempuan.
VII.2 Tingkat Konsumsi Gizi Responden 1. Tingkat Konsumsi Energi Responden
Energi merupakan bahan bakar yang tubuh untuk melakukan
sangat penting untuk selalu tercukupinya energi melalui pemasukan zat
makanan yang cukup pula, sebagaimana diketahui bahwa energi timbul
oleh adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak.
Tingkat konsumsi energi dianggap cukup bila ≥85% AKE.
Sebanyak 23 responden (56,1%) dalam penelitian ini telah mempunyai
tingkat konsumsi energi yang cukup. Kecukupan energi bagi anak dan
remaja sangat penting, karena pada masa itu terjadi proses pertumbuhan
jasmani yang pesat serta perubahan bentuk dan jaringan tubuh disamping
aktivitas tubuh yang tinggi (Almatsier, 2002).
Berdasarkan recall 2x24 jam didapatkan rata-rata konsumsi harian responden sebesar 1764,3±504,7 kal atau dalam range 1259,6-2269 kal. Bila dibandingkan dengan AKE untuk kelompok umur terendah 7-9
tahun yang membutuhkan 1900 kal, maka rata-rata terendah yaitu 1259,6
kal masih termasuk tingkat konsumsi energi kurang. Untuk rata-rata
tertinggi 2269 kal bila dibandingkan dengan AKE kelompok umur 13-15
tahun yaitu sebesar 2400 kal untuk laki-laki dan 2100 kal untuk
perempuan, maka telah mencukupi kebutuhan energi keduanya.
2. Tingkat Konsumsi Protein Responden
Fungsi protein sebagai zat pembangun sangat penting bagi tubuh
terutama pada masa anak dan remaja karena masa remaja merupakan
masa perkembangan yang dinamis, periode transisi dari anak menjadi
dan sosial. Kekurangan protein pada masa tersebut dapat mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan yang tidak optimal (Mustafa, 1995).
Tingkat konsumsi protein dianggap cukup bila ≥85% AKP.
Berdasarkan recall 2x24 jam didapatkan rata-rata konsumsi protein harian sebesar 52±23 gr atau dalam range 29-75 gr. Bila dibandingkan dengan AKP untuk kelompok umur 7-9 tahun yang sebesar 37 gr, maka
rata-rata terendah yaitu 29 gr masih dalam kategori tingkat konsumsi
protein kurang. Sedangkan rata-rata tertinggi 75 gr bila dibandingkan
dengan AKP kelompok umur 13-15 tahun sebesar 64 gr untuk laki-laki
dan 62 gr untuk perempuan, maka keduanya telah termasuk dalam