• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVESTASI ASURANSI SYARIAH DALAM PRESPEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INVESTASI ASURANSI SYARIAH DALAM PRESPEK"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

INVESTASI TABUNGAN DI BANK SYARIAH DALAM PRESPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARIAH

Oleh

Nida Hidayatul Ummah

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Pascasarjana Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung

Abstrak

Investasi dan asuransi merupakan kegiatan yang harus dimiliki oleh setiap

individu pada era ini, dengan tujuan untuk menjamin keamanan dimasa yang akan datang dengan tidak mengingkari takdir Tuhan Yang Maha Esa. Namun, tidak setiap individu menyadari akan hal ini, dan tidak setiap individu memiliki kekuatan financial untuk memiliki keduanya. Lalu bagaimana jika berinvestasi pada asuransi? Dalam asuransi terdapat dua skema, pertama, skema asuransi yang mengandung unsur tabungan. Kedua, skema asuransi non-tabungan. Pengelolaan dana (premi) yang disetorkan oleh peserta ke perusahaan asuransi diputrakan oleh perusahaan asuransi untuk mendapatkan keuntungan, kemudian di bagi dengan peserta sesuai porsi masing-masing. Saat ini penulis akan lebih focus bagaimana investasi pada asuransi dalam pandangan Hukum Ekonomi Syariah?. Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode studi pustaka, yaitu teknik

pengumpuland data dengan mengadakan telaah terhadap buku-buku, jurnal-jurnal, dan catatan-catatan yang terkait dengan pembahasan.

Kata Kunci : Investasi, Asuransi, Asuransi Syari’ah

PENDAHULUAN

Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai pengalihan risiko, pengumpulan dana dan premi yang seimbang. Selain sebagai pengalihan risiko, fungsi lain yang dapat dirasakan dalam asuransi adalah sebagai investasi dan sebagai invisible earnings.1 Saat ini asuransi dengan berlandaskan syariah dalam pengelolaannya, sangatlah mudah dijumpai dan banyak diperbincangkan di kalangan masyarakat, hampir di setiap perusahaan asuransi menawarkan asuransi syariah kepada nasabahnya. Yang paling membedakan antara asuransi syariah dengan asuransi konvemsional adalah akad yang digunakan dalam pengelolaan dana (premi) yang disetorkan oleh peserta kepada perusahaan asuransi. Pada dasarnya, dalam

asuransi syariah sekumpulan orang akan saling membantu, saling bekerja sama dengan cara mengumpulkan dana tabarru’, sehingga dapat dikatakan bahwa

1 http://www.panfic.com/id/insurance-knowledge/pengertian-asuransi-dan-risiko/

(2)

pengelolaan risiko yang dilakukan di dalam asuransi syariah adalah menggunakan prinsip shariang of risk, yaitu sebuah risiko dibebankan atau dibagi kepada perusahaan dan para peserta asuransi itu sendiri2.

Asuransi syariah dalam pengelolaannya, menawarkan beberapat bentuk akad yang dapat dihunaka dalam asuransi syaria, yaitu , Mudharabah, wakalah bi al-Ujrah,

dan muudharabah musytarakah. Dengan akad yang ditawarkan, maka rekening yang digunakan dalam asuransi syariah adalah rekening peserta dan rekening tabarru’. Selanjutnya dana yang terkumpul akan dikelola oleh perusahaan asuransi demi mendapatkan keuntungan.

Segala bentuk kegiatan usaha (investasi) yang dilakukan oleh perusahaan asuransi dengan menggunakan dana peserta sudah barang tentu di dorong oleh beberapa aturan-aturan yang telah ditetapkan, baik hukum syari;ah (AlQuran dan Hadits), dan aturna-aturan yang telah dikerlurkan oleh pemerintah. maka dari itu,

pemakalah akan mencoba mengangkat tema inevatsai pada asuransi syariah dalam perfektif Hukum Ekonomi Syariah

A. Investasi

Fitzgeral, mengartikan investasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber )dana) yang dipakai untuk megadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk di masa yang akan datang. 3kamarudin Ahmad mengemukakan bahwa yang

dimaksud denganinvestasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atau uang atau dana Dasarr tersebut4.

Selanjutnya, Salin dan Budi Sutrisno menyempurnakan definisis investasi adalah penananman modal yang dilakukan oleh investor, baik investor asing maupun dalam negri dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. A. Abdurrahman mengemukakan bahwa investasi mempunya dua maksa, pertama: investasi berarti pembelian saham, obligasi, dan benda-benda yang tidak bergerak, setelah diadakan analisis akan menjamin modal yang dilekatkan dan memebrikan hasil memuaskan. Faktor-faktor tersbut yang membedakan investasi dengan spekulasi. Kedua : dalam teori ekonomi, investasi berarti pembelian alat produksi dengan modal berupa uang.

2 https://www.cermati.com/artikel/pengertian-asuransi-syariah-dan-perbedaannya-dengan-asuransi-konvensional, diakses Pukul 23.17 WIB 12 Juni 2017

3Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, Prenada Media Jakarta, 2012, hlm. 149.

(3)

Pada umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada real financial asset dan investasi pada real asset.5

Investasi yang dilakukan haruslah memenuhi asas-asas yang telah tertera dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (1), yaitu :

1. Asas kepastian hukum

2. Asas keterbukaanAsas akuntabilitas

3. Asas perkalukan yang sama dan tidak membeda-bedakan asal negara 4. Asas kebersamaan

5. Asas efisiensi keadilan 6. Asas keberlanjutan

7. Asas berwawasan lingkungan 8. Asas kemandirian

9. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional

Konsep investasi dalam Islam mengacu kepada firman Allah SWT surat al-Hasyr ayat 18, sebagai berikut:































































“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Selanjutnya, surat Lukman ayat 34 secara tegas Allah SWT menyatakan bahwa tiada seorang pun di alam semestaa ini yang mengetahui apa yang akan diperbuat, diusahakan, serta kejadian apa yang akan terjadi pada hari esok. Sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusia diperintahkanuntuk melakukan investasi sebagai bekal dunia dan akhirat:

















































































(4)

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.6

Perintah investasi juga diperkuat oleh hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar sebagai berikut:

Kunci-kunsi gaib ada 5 yang tidak seorang punmengetahui kecuali Allah SWT, semata :

1. Tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi hari esok kecuali Allah

2. Tidak ada yang dapat mengetahui kapan terjadi hari kiamat kecuali Allah

3. Tidak ada yang dapat mengetahui apa yang terjadi atau yang ada dalam kandungan rahim kecuali Allah

4. Tidak ada yang dapat mengetahui kapan turunnya hujan kecuali Allah

5. Tidak ada yang dapat mengetahui di bumi mana seseorang akan wafat.

Butir pertama, bermakna investasi duni akhirat. Pesan kedua, sebagai informasi bagi sekalian menusia untuk berinvestasi akhirat sebagai bekal yang memadai karena tidak seorangpun yang mengetahui kapan hari kiamat. Ketiga, sebagai pesan untuk memiliki generasi yang berkualitas sebagai investasi jangka panjang bagi para orangtia. Keempat, pesan investasi dunia, dengan melakukan saving harta sebagai motivasi untuk berjaga-jaga di masa depan, karena turunnya air hujan dari langin disimbolkan sebagai sumber rezeki (wealth). Dan pesan yang kelima, merupakan anjuran untuk melakukan investasi akhirat sedini mungkin, karena tidak seorang pun yang mengetahui dimana dia akan meninggal.7

B. Asuransi

1. Pengertian Asuransi

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 246, yang dimaksud dengan asurasnsi atau pertanggungan adalah suatau perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan pergantian kepadanya, karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan mungkin akan dideritanya, karena suatu

6 Departemen Agama RI, 1984 Al- Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta

(5)

peristiwa tak menentu.8Ulama fikih Kontemporer Wahbah Zuhaili

mendefinisikan asuransi berdasarkan pembagiannya. Ia membagi asurasni dalam dau bentuk, yaitu al-ta’minal-ta,awun dan al-tamin bi qist stabit.

Pertama, asurasni tolong-menolong adalah kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang dia ntara mereka mendaoatkan kemudaratan. Kedua, asuransi dengan

pembagian tetap adalah akad yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asurasnsi yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asurasni mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi.

Mustafa Ahmad az-Zaraq memaknai asuransi adalah sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman)bbahaya yang beragam akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktiitas ekonominya. Ia

berpendapat bahwa sistem asuransi adalah sistem ta’awun dan tadhamun

yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa

musibah tersebut. Penggantian tersebut diambil dari premi mereka.9 Di indonesia sendiri, asuransi Islam sering dikenal dengan istilah takaful, yang berarti menjamin atau saling menanggung. Moh. Ma,sum Billah memeknakan takaful dengan “mutual guaranee privided bt a group of people living in the same society againts a defined risk or catastrophe befalling one’s life, property or any from of valuable things”.10

2. Prinsip Asuransi dalam Islam

Berikut prinsip-prinsip asurasni dalam Islam :

a. Saling bertanggung jawab. asuransi syariah memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas itu merupakan ibadan kepada Allah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 103









































































































 







 

 

























8 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam persfektif kewenangan peradilan agama, Prenada Media, Jakarta, 2011, hlm. 238

9 Widyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2007. Hlm.177

(6)

“dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

Kemudian dalam sebuah Hadis lain diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim Rasulullah SAW bersabda “ Setiap kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap pemikul tanggung jawab bertanggung jawab terhadap orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya”

b. Saling Bekerja Sama (tolong-menolong). Pasa peerta asurasnsi diharapkan saling bekerja sama dan saling bantu membantu dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena suatu musibah yang

dideritanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT surat Al-Maidah ayat 2































































































































 



























































































“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam

(7)

c. Saling Melindungi dari Segala Penderitaan. Para peserta asurasni diharapkan dapat berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang sedang menderita kerugian atau terkena musibah. Sehubungan dengan saling melindungi dari penderitaan, Rsulullah bersabda “ sesungguhnya seoran gyang beriman ialah barang siapa yang memberi keseamatan dan perlindungan terhadap.

C. Invetasi pada Asuransi Syariah

Profesor Ali Ya’qub mengatakan bahwa salah satu bentuk pengelolaan dana asuransi yang paling dominan adalah menginvestaskan dana yang terkumpul dari premi. Pihak asuransi dapat menginvestasikan dana tersebut dalah bentuk

investasi apa saja selama investasi itu tidak mengandung salah satu dari yang telah dilarang.

Sekiranya investasi tersebut dilakukan dalam bentuk

penyertaan modal dalam sebuah perusahaan, maka asuransi harus mengetahui bahwa perusahaan tersebut tidak memperjualbelikan barang- barang yang

diharamkan.seandainya investasi dalam bentuk deposito, maka pihak asuransi harus mengatahui bahwa bank tempat dana asuransi tersebut didepositokan adalah bank-bank yang tidak

menggunakan sistem bunga, tetapi dengan sistem bagi hasil.11 Dalam asuransi berbasis investasi terdapat tig apihak yang terlibat, yaitu : 1. Peserta asuransi, sebagai penyalur dana

2. Perusahaan asuransi, sebagai pengelola dana peserta

3. Unit bisnis halal, sebagai pihak yang menerima investasi. Dalam satu kaidah dinyatakan

Akad dalam asuransi syariah

(8)

Fatwa DSN No 21 menyebutkan bahwa akad yang digunakan dalam asuransi adalah akad tabarru dan tijarah. Akad tabarru adalah hibah, dan akan tijarah adalah mudharabah.

Akad Mudharabah pada Asuransi Syariah 1) Al-Mudharabah pada Asuransi Jiwa

Berikut beberapa bagian dalam operasional di mana takaful keluarga (asuransi jiwa) menggunakan sistem mudharabah sebagai berikut :

a) Bagi hasil dalam deposito dan sertifikat deposito bank-bank syariah.

b) Bagi hasil dalam direct invesment.

c) Bagi hasil dalam penyertaan saham, obligasi, reksadana, leasing, dan invesment syariah lainnya.

d) Bagi hasil antara peserta dan perusahaan atas hasil investasi berdasarkan skema yang diperjanjikan (dalam produk jiwa yang mengandung saving).

e) Bagi hasil antara surplus underwriting antara peserta dengan perusahaan (dalam prosuk jiwa non saving)

Akad mudharabah pada asuransi syariah mendudukkan peserta sebagai shahibul mall dan perusahaan bertindak sebagai mudharib

(pengelola). Modal yang dimaksud adalah premi dari peserta yang dibayarkan kepada perusahaan dimana perusahaan sebagai pemegang amanah, akan mengelola atau menginvestasikan dana tersebut melalui investasi yang sesuai dengan ketentuan syaraih sebagaimana telah ditentukan dalam Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian, dan pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah.12

2) Akad Mudharabah Musytarakah pada asuransi Syariah Akad Mudrarabah Musytarakah adalah bentuk akad di mana pengelola (mudharib) menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi tersebut.13

3) Akad wakalah pada asuransi syariah14

Wakalah merupakan pelimpahan, pendelegasian wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk melaksanakan sesuatu atas nama pihak pertama dan untuk kepentingan dantanggungjawab sepenuhnya oleh pihak pertama. Dalam hal ini pihak kedua hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama.

12 Shanti Dwi Kartika, Akad/Perjanjian dengan Prinsip Syariah pada Lembaga Asuransi, dalam artikel 15 Juli 2009.

(9)

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan menyebtukan bahwa akad

wakalah bil ujroh pada asuransi syariah adalah akad tijarah yang memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi syariah,

perusahaan reasuransi syariah, atau unit syariah sebagai peserta untuk mengelola dana tabarru dan/atau dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa fee.15 Imbalan berupabagu hasil yang besarnya ditentukan berdasarkan komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya.

Allah berfirman dalam surat al-kahfi ayat 19

 

 





































































































































































“dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”

Skema Wakalah bi al-Ujroh dalam Investasi di Asuransi Syariah (tabel 3)

Wakalah

Ujrah

15http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/asuransi/peraturan- ojk/Documents/Pages/POJK-tentang-Penyelenggaraan-Usaha-Perusahaan-Asuransi%2C-Perusahaan-Asuransi-Syariah%2C-Perusahaan-Reasuransi.-/.pdf

Hasil Investasi

Rekening Investasi

Rekening Investasi

Admin & Manajemen Fee (annual)

Fund Manager

(10)

Akad-akad diatas berlaku ketentuan-ketentuan mengenai hukum perjanjian berdasarkan menurut Hukum Positif. Syarat sahnya perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 berbunyi, “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suati perikatan. 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal16 D. Pengelolaan Dana Asuransi

Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi menjadi dua sistem, yaitu :

1. Sistem yang Mengandung Unsur Tabungan

Peserta yang memilih pengelolaan dana(premi) dengan unsur tabungan maka premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah dalam dua rekening yang berbeda, yaitu ;

a. Rekening Tabungan, yaitu kumpulan dana yang meupakan milik peserta, yang dibayarkan bila ; (a) Perjjanjian berakhir, (b) Peserta mengundurkan diri, (c) peserta meninggal dunia.

b. Rekening Tabarru, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling membantu dan tolong-menolong.17

Skema Asuransi dengan Unsur Tabungan (tabel 1)

16 Amelia Setyawati, Syarat Sahnya Perjanjial Pasal 1320 KUHPerdata.

https://amelia27.wordpress.com/2008/12/03/syarat-sahnya-perjanjian-pasal-1320-kuhperdata/

17 Zainudin Ali, Hukum Asuransi Syariah,2008, Sinar Grafika Jakarta, 2008. hlm. 52

SISTEM YANG MENGANDUR UNSUR TABUNGAN

PERUSAHAAN

Akad mudharaabah INVESTASI HASIL

Beban Perusahaan  Keuntungan Perusahaan

(11)

Skema Asuransi dengan Non-Tabungan (tabel 2)18

E. Regulasi Investasi pada Asuransi Syariah 1. Undang-Undang

a. Undang-Undang No 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Di dalam Undang-Undang ini belum ngatur tentang asuransi syariah.

Pemerintah sebagai pelaksana undang-undang, mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang merupakan penjabaran dan penjelasan terhadap Undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 ini telah dirubah dua kali yaitu pada tahun 1999, dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

18 Syakir Sula, Asuransi Syariah ( life and general), Gema Insani Jakarta, 2004. Hlm 217-218.

PESERTA

Premi Takaful

Rekening Tabungan

Rekening Tabarru’

DANA

TOTAL

Rekening Tabungan

Rekening Tabarru’

Rekening Peserta

Manfaat Takaful

SISTEM NON-TABUNGAN PERUSAHAAN

PESERTA 40%

Iuran Takaful

Dana Total

Dana Total

Beban Asuransi

Investasi oleh perusahaan Biaya Operasional

Keuntungan Investasi

(12)

Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dan pada tahun 2008 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

b. Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Dalam BAB I Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa “Asuransi syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perushaan asuransi syariah dan pemegang plis dan perjanjian antara oara oemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah gunan saling menolong dan saling melindungi”.19 Selanjutnya, ruang lingkup usaha perasuransian diatur dalam BAB II Pasal 3 ayat 1 dan 2 yang berbunyi ;

(1) Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat menyelenggarakan : a. Usaha Asuransi Umum Syariah, termasuk lini usaha asuransi

kesehatan berdasarkan prinsip syariah dan lini saha asuransi kecelakann diri berdasarkan prinsip syariah;dan

b. Usaha reasuransi syariah untuk risiko perusahaan asuransi uum syariah lain.

(2) Perusahaan asuransi jiwa syariah hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah termasuk lini usaha anuitas berdasarkan prinsip syariah, lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan prinsip syariah.

2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 69 / POJK.05 / 2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Reasuransi Syariah. disni dijelskan bahwa asuransi syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014.

3. Bapepam

a. Peraturan Bapepam-LK No. Per 08 / BL / 2011 tentang Bentuk dan Tata Cara Penyampaian Laporan Hasil Pengawasan Syariah (DPS) pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang

menyelenggarakan Seluruh atau Sebagian Usahanya.

Bahwa pengawasan dan rekomendasi disajikan berdasarkan aspek-aspek yang diawasi, yang terdiri atas ; pengelolaan kekayaan dan kewajiban yaitu dana tabarru, kekayaan dan kewajiban dana perusahaan serta kekayaan dan kewajiban perusahaan, dana investasi peserta, berkaitan dengan sisitem dan prosedur pencatatan, praktik pencataan

(13)

dan penyajian seluruh kekayaan dan kewajiban perusahaan, termasuk praktik penanaganan data dan dikumen pendukungnya.

Adapun pelaksaan dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, dalam rangka pengelolaaan kekayaan dan kewajiban dilakukan dengan baik, konsisten dan menyeluruh oleh perusahaan, antara lain;

1) Pemisahaan pencatatan kekayaan dan kewajiban dan tabarru, dana perusahaan dan dana investasi peserta;

2) Pembatasan penggunaan dana tabarru;

3) Pembentukan dana tabaruu untuk setiap lini usaha atau gabungan dari beberapa lini usaha;

4) Pembentukan dana investasi peserta untuk setiap jenis portofolio investasi sesuai dengan akadnya;

5) Pencatatan dan pengadminisrasian akun peserta secara individual sebagai bagian dari kekayaand an kewajiban dana investasi peserta, dan;

6) Pemberian qard (pinjaman) kepasa dana tabarru serta pengembaliannya

Pengelolaan dana tabarru, dana perusahaan dan dana investasi peserta dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip syariah, misalnya kekayaan tersebut hanya ditempatkan pada bentuk instrumen investasi yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. selanjutnya penetapan dan oembebanan besar ujrah/imbalan dalam pengelolaan risiko dengan akad wakalah bil ujrah yang tercantum di polis dan surat permohonan permintaan asuransi/surat permohonan kepesertaan yang dilakukan secara wajar (fair) dan memenuhi prinsip keadilan (‘adl),

keseimbanggan (tawazun), dan kemaslahatan, serta menghindari adanya ketidakpastian dan penganiayaan. Begitupun dalam penetapan nisbah bagi hasil dalam akad mudharabah haruslah sesuai dengan ketentuan syariah.20

b. Peraturan Ketua Bapepam-LK Per-06 /BL/ 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No Per – 03 / BL / 2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.

Perubahan dalam peraturan ini tercantunm pada Pasal 10 ayat (1) (2) dan (3) yaitu tentang kewajiban bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki paling sediti 2 orang Dewan Pengwas Syariah yang terdiri atas 1 orang ketua merangkap anggota, dan 1 orang anggota. Ketua dan anggota Dewan Pengawas Syariah di angkat dalam rapat umum pemegang saha atas rekomendasi DSN-MUI. Dan diberikan tugas untuk menasihati dan memberi saran kepada direksi, mengawasi aspek syaraih kegiatan

(14)

operasional perusahaan pembiayaan dan sebagai mediator antara perusahaan pembiayaan dengan DSN-MUI.

Perubahan selanjutnya yaitu pada Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkam 1 pasal yaitu pasal 10A yang berbicara tentang, larangan Dewan

Pengawas Syariah merangkap menjadi dewan direksi pada perusahaan, dilarang menjadi Dewan Syariah lebih dari 2 perusahaan pembiayan.

4. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI

Dewan Syariah Nasional MUI mengeluarkan beberapa fatwa mengenai asuransi syariah dan usaha asuransi syariah, diantaranya ;

a. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah. Di dalam fatwa ini dijelaskan bahwa asuransi adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengetahuan untuk menghadapi rediko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuati dengan syariah. Dalam fatwa ini pun ditegaskan bahwa perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul dan wajib menanamkan modal secara syariah.

b. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah. didalam fatwa ini dijelaskan bahwa mudharabah mustarakah dibolehkan dilakukan oleh perusahaan asuransi, karena merupakan bagian dari mudharabah dan diterapkan pada produk asuransi syariah yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun non tabungan. Kedudukan antara peserta dengan perusahaan asuransi adalah sahibul maal dan mudharib (pengelola), dalam hal ini perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola investasi.

Selanjutnya, diatur pula tentang pembagian hasil investasi, yaitu sebagai berikut :

1) Alternatif I :

a) Hasil Investasi dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai

mudharib) dengan peserta (sebagai shahibul maal) sesuai dengan nisbah yang disepakati.

b) Bagian hasil investasi sesuadah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai mudharib) dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai mudharib) dibagi dengan perusahaan asuransi (musytari) dengan para peserta sesuai dengan porsi modal atau dana masing-masing.

(15)

a) Hasil investasi dibagi secara proposional antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dengan peserta berdasarkan porsi mdal atau dana masing-masing.

b) Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dibagi antara perusahaan asuransi sebagai mudharib dengan peserta sesuai dengan nisbah yang disepakati.

Adapun jika terjadi kerugian maka perusahaan asuransi sebagai

musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau nisbah yang disepakati.

c. Fatwa Dewan Syariah Nasional No:52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah. dalam fatwa ini diputuskan bahwa, wakalah bil ujrah adalah pemberian uasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk

mengelola danan peserta dengan imbalan (fee). Adapun objek wakalah bil ujrah meliputi antara lain;

1) Keiatan administrasi 2) Pengeloa dana 3) Pembayaran klaim 4) Underwriting

5) Pengelola portofolio risiko 6) Investasi

Selanjutnya tentang kedudukan dan ketentuan para pihak dalam akad

wakalah bil ujrah terdapat pada point ke empat, yaitu ;

1) Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil untuk mengelola dana.

2) Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving dan tabarru, bertindak sebagai muwakil untuk mengelola dana.

3) Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akuntabarru bertindak sebagai muwakil untuk mengelola dana.

4) Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lian atas kuasa yang diterimanya, kecuali atas izin muwakil (pemberi kuasa) 5) Akad wakalah adalah akad yang bersifat amanah dan bukan

tanggunang sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi dengan mengurangi fee yang teah

diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi. 6) Perusahaaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh

(16)

d. Fatwa Dewan Syariah No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah. Dalam fatwa ini dijelaskan aturan tentang akad tabarru’ pada asuransi, diantaranya ;

Pertama : Ketentuan Hukum

1) Akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.

2) Akad Tabaruu’ pada asuransi adalah semua bentuk akadyang dilakukan antar peserta pemegang polis.

3) Asuransi syariah yang dimaksud pada point 1 adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi.

Kedua : Ketentuan Akad

1) Akadan tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan daam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar oeserta, bukan untuk tujuan komersial. 2) Dalam akad tabarru’, harus disebutkan sekurang-kurangnya;

a) Hak dan kewajiban masing-masingpeserta secara individu b) Han dan kewajiban antara peserta secara individu dalam

akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok c) Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim

d) Syarat-syarat ain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diadakan

Ketiga : Kedudukan Para Pihak dan Akad Tabarru’

1) Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah

2) Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak

menerima dana tabaruu’ dan secara kolektif selaku penanggung 3) Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah,

atas dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.

Keempat : Pengelolaan

1) Pengelolaan asuransi dan reasuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah

2) Pembukaan dana tabaruu’ harus terpisah dari dana lainnya 3) Hasil investasi dari dana tabaruu’ menjadi hak kolektif peserta

dan dibukukan dalam akun tabarru’

4) Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah dapat memperoleh bagi hasil berdasrkan akad mudharabah atau akad mudharabah musytarakah, atau memperoleh ujrah berdasarkan akad wakalah bil ujrah

(17)

1) Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabaruu’, maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut;

a) Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’

b) Disimpan sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko

c) Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh peserta 2) Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut diatas harus

disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad

Keenam : Defisit Underwriting

1) Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru, maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qard (pinjaman)

2) Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disishkan dari dana tabarru’

Ketujuh : Ketentuan Penutup21

Kesimpulan

Salah satu bentuk pengelolaan dana asuransi yang paling dominan adalah menginvestaskan dana yang terkumpul dari premi. Sekiranya investasi dilakukan dalam bentuk penyertaan modal dalam sebuah perusahaan, maka asuransi harus mengetahui bahwa perusahaan tersebut tidak memperjualbelikan barang- barang yang diharamkan.seandainya investasi dalam bentuk deposito, maka pihak asuransi harus mengatahui bahwa bank tempat dana asuransi tersebut

didepositokan adalah bank-bank yang tidak menggunakan sistem bunga, tetapi dengan sistem bagi hasil. Adapun akad yang digunakan dalam asuransi syariah yaitu, mudharabah, musharabah musytarakah, dan waakalah bil ujrah.

Selanjutnya, regulasi yang mengatur tentang investasi pada asuransi syariah sudah dapat dikatakan lengkap diantaranya, Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Bapepam-LK, dan fatwa Dewan Syariah Nasional yang didalamnya mengatur tentang investasi pada asuransi syariah.

Asuransi menjadi salah satu pilihan dalam berinvestasi, selain maanfaat atas klaim yang kita rasakan, keuntungan dari investasi pun sangat menguntungkan . akan tetapi penulis melihat di lapangan masyarakat umum belum siap untuk “dipaksa” menyimpan uangnya untuk kebutuhan yang tidak terduga dimasa yang akan dating seperti kecelakaan, persiapan dana pendidikan,dan lainnya setiap bulannnya, kebanyakan dari masyarakat merasa lebih nyaman menyimpan uangnya di bank yang dapat ditarik kapan pun.

(18)

Referensi

Abdul Manan. Hukum Ekonomi Syariah. 2012 .Prenada Media : Jakarta

Adiwarman A. Karim . 2013. Eknomi Makro Islam. PT RajaGafindo Persada : Jakarta

Ahmad., Kamaruddin, 2004, Dasar-Dasar Manajemen Investasi Dan Portofolio. Rineka Cipta ; Jakarta

Andri Soemitra. 2009, Bank&Lembaga Keuangan Syariah,Kencana : Jakarta

Departemen Agama RI, 1984 Al- Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta

Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah

Fatwa Dewan Syariah No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah.

Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, 2008, Investasi pada Pasar Modal

Syariah, Kencana : Jakarta

Peraturan Bapepam-LK No. Per 08 / BL / 2011 tentang Bentuk dan Tata Cara Penyampaian Laporan Hasil Pengawasan Syariah (DPS) pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan Seluruh atau Sebagian Usahanya.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 69 / POJK.05 / 2016 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Reasuransi Syariah.

Syakir Sula. Asuransi Syariah ( life and general). 2004.Gema Insani : Jakarta. Wirdyaning, et al.,2005,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, cet ke-1,Kencana :

Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Teknik klasifikasi berbasis piksel merupakan teknik klasifikasi yang telah lama digunakan dalam penginderaan jauh di mana klasifikasi dilakukan dengan menentukan

Selanjutnya jika dilihat Tabel 3 yaitu proporsi puskesmas dengan upaya kesehatan gigi dan adanya dokter gigi dan perawat gigi memperlihatkan bahwa di wilayah Sumatera hanya

Full costing merupakan metode penentuan harga produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi, yang teridiri dari biaya

Berdasarkan fokus penelitian, maka pertanyaan utama yang diajukan adalah “Bagaimanakah Manajemen CPD ( Continuing Professional Development ) dalam Upaya

Aspek budaya yang dimaksudkan disini adalah bagaimana pengetahuan budaya bagi mahasiswa pada pelajaran mata kuliah penerjemahan dalam memaknai dan mengalihkan pesan

Aplikasi Twiddla dalam pengajaran dan pemelajaran Sejarah diharap akan dapat membuka perspektif baru terhadap mata pelajaran Sejarah agar lebih fleksibel, kreatif dan

Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan pada perumahan UKA yaitu dengan variabel bebas X1 adalah Jumlah anggota keluarga, X2 adalah Jumlah

Pelaksanaan program pengabdian pada masyarakat dengan mitra kelompok tani dan koperasi Gondoarum di Dusun Gintung, Desa Binangun, Kecamatan Karangkobar,