• Tidak ada hasil yang ditemukan

Krisis Profesionalisme Guru Sebagai Hamb (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Krisis Profesionalisme Guru Sebagai Hamb (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Krisis Profesionalisme Guru Sebagai Hambatan dalam Upaya Mengembangkan Kompetensi Peserta Didik

Zulyamin Kimo, Irma Dahlia Y, Fennika Ella E, Rachmat Mega Putra, Moh. Imam B. U

Program Studi Pendidikan Biologi,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Tlogomas 246 Malang Telp 464318

ABSTRAK

Guru merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam pendidikan pada umumnya, karena guru memegang peranan dalam proses pembelajaran, dimana proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Tanggung jawab seorang guru dalam proses pembelajaran sangat berat. SKA (Skilll, Knowledge, and Attitude) sebagai tolak ukur kompotensi peserta didik terbentuk dengan adanya peranan guru profesional sebagai agen pembelajaran. Pentingnya profesionalisme seorang guru dalam proses pembelajaran memberikan kontribusi terhadap berkembangnya kompotensi peserta didik dalam berbagai bidang. Krisis profesionalisme guru dalam dunia pendidikan hadir sebagai hambatan juga ancaman dalam upaya mengembangkan kompetensi peserta didik. Banyaknya kasus-kasus krisis profesionalisme guru yang menjadikan peserta didik sebagai korban. Dalam paper ini akan dibahas sisi lain dari profesinalisme seorang guru yang berdampak pada kompetensi peserta didik.

Pendahuluan

(2)

mengeksplorasi dan mengelaborasikan kemampuannya. Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang berkualitas. Untuk menjadi guru profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan dan kaidah-kaidah guru yang profesional (Rusman,2012).

Guru dalam era globalisasi memiliki tugas dan fungsi yang lebih kompleks, sehingga perlu memiliki kompetensi dan profesionalisme yang standar. Kompetensi guru lebih bersifat personal dan kompleks serta merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan potensi yang mencakup pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap dan nila (attitude), yang dimiliki seorang guru yang terkait dengan profesinya yang dapat dipresentasikan dalam amalan kinerja guru dalam mengelolah pembelajaran disekolah . kompetensi ini yang digunakan sebagai indikator dalam mengukur kualifiasi dan profesionalitas guru pada jenjang dan jenis pendidikan (depdiknas, 2004).

Guru yang memiliki kompetensi profesional harus mampu memilah dan memilih serta mengelompokan materi pembelajaran yang akan disampaikannya kepada peserta didik sesuai dengan jenisnya. Tanpa kompetensi dapat dipastikan bahwa guru tersebut akan menghadapi berbagai kesulitan dalam membentuk kompetensi peserta didik bahkan akan gagal dalam mengalami pembelajaran (E. Mulyasa, 2011).

Kegagalan ini bukan hanya ketidakmampuan guru menjelaskan materi yang akan disampaikan. Lebih dari itu dan kegagalan ini dimana tugas guru sebagai agen pembelajaran yaitu sebagai fasilitator, motivator, pemacu dan pemberi inspirasi tidak bisa dilaksanakan dengan baik dan benar bahkan melenceng dari standar profesionalisme seorang guru. Krisis profesionalisme ini tentunya akan menghambat kemampuan peserta didik.

Ruang Lingkup Kompetensi Professional

(3)

a. Mengertian dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis dan sebagainya

b. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik

c. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya

d. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi

e. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan

f. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program belajar g. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik h. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik

Tugas guru selain pendidik dan mengajar juga mempunyai tihas penting yaitu: A. Guru Sebagai Fasilitator

Sebagai fasilitator, tugas guru yang paling utama adalah “to facilitate of learning” (memberi kemudahan belajar), bukan hanya menceramahi, mengajar, apalagi menghajar peserta didik, kita perlu guru yang demokratis,jujur dan terbuka serta siap dikritik oleh peserta didiknya.

B. Guru Sebagai Motivator

Motivasi merupakan salah satu factor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran,karena peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

C. Guru Sebagai Pemacu

Sebagai pemacu belajar, guru harus mampu melipatgandakan potensi peserta didik,dan mengembangkan sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka dimasa yang akan datang.

D. Guru Sebagai Pemberi Inspirasi

(4)

pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru.

Krisis Profesionalisme

Menjadi guru bukan sekedar mengajar. Diperlukan kompetensi yang memadai untuk bisa menjadi guru yang sebenar-benarnya guru. Kompetensi ini tentunya didapat tidak semudah membalikan telapak tangan tetapi butuh pengorbanan dan perjuangan. Dari pengorbanan dan perjuangan yang sungguh-sunguh didapatkan banyak pengalaman yang nantinya dapat diterapkan dalam pembelajaran. Bagaiman dengan guru-guru yang sering melakukan tindakan kekerasan terhadap peserta didiknya? Bagaimana pula dengan guru yang melakukan tindakan asusila kepada peserta didiknya? Tentunya pertanyaan-pertanyaan seperti ini terkait dengan profesionalisme seorang guru yang seharusnya sebagai motivator, fasilitator, pemacu dan pemberi inspirasi justru melenceng dari hal-hal seperti itu. Hal ini terjadi karena ketidak profesionalan seorang guru dalam mendidik peserta didiknya. Ketika tindakan-tindakan seperti ini terjadi bukan hanya menimbulkan trauma yang berujung pada kompetensi siswa tetapi justru merekalah yang menghancurkan masa depan anak didik mereka yang seharusnya menuntun mencapai masa depan gemilang.

(5)

menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Kuriake mengatakan bahwa di Indonesia cukup banyak guru yang menilai cara kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa (Phillip, 2007).

Dalam pasal tersebut sudah nyata dijelaskan bahwa peserta didik itu harus di lindungi, bukan sebaliknya dijadikan sebagai pelampiasan dalam melakukan tindakan yang melanggar undang-undang. Krisis profesionalisme guru telah menjadikan peserta didiknya sebagai korban.

Hal ini tentu berpengaruh terhadap kompetensi para peserta didik. Dikutip dari poojetz.wordpress.com Berikut ini beberapa dampak secara fisik maupun psikis yang di dapatkan peserta didik terhadap kekerasan maupun pencabulan akibat dari krisis profesionalisme guru:

1. Kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.

2. Trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap.

3. Hukuman fisik biasanya dijalankan oleh guru di bawah kondisi tekanan emosional yang dipicu oleh perilaku murid. Akibat langsung pada pendidik sesudah melaksanakan hukuman fisik yaitu naiknya tekanan darah, disusul dengan turunnya ketegangan emosi. Ini sebenarnya timbul dari kehendaknya sendiri, self reinforced. Si guru akan berkata “Sekarang aku sudah merasa baik lagi”. Situasi ini menuntut kendali-diri pendidik demi kepentingan jangka panjang peserta didik.

(6)

Untuk mengatasi krisis profesionalisme yang berujung pada terhambatnya perkembangan kompetensi pesrta didik, berikut beberap solusi yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam upaya mencegah krisis profesionalisme guru juga meningkatkan kompetensi peserta didik:

1. Mengembangkan inovasi dan strategi pembelajaran dengan menggali sumber ,dan media belajar serta memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dengan cara yang luar biasa dan kreatif

2. Memiliki interpersonal skill sebagai wujud dari implementasi kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial seorang pendidik guna membangun semangat berprestasi dalam diri peserta didik.

3. Meningkatkan pelayanan prima pendidikan melalui upaya peningkatan potensi dan karakter siswa secara individual,memiliki kecakapan empati serta memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna kepada peserta didik. 4. Evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran secara berkesinambungan dengan

pengukuran efektivitas kegiatan pembelajaran lebih nyata dan akurat,serta berani menerima kritikan dan bersedia melakukan perbaikan mutu kegiatan belajar dan mengajar.

5. Dapat membuktikan efektivitas dan kemanfaatan pembelajaran dalam bentuk kompetensi dan karakter yang menjadi integritas dan identitas siswa.

Setiap pendidik memiliki kompetensi dan potensi untuk bekerja secara lebih profesional,dengan menyatu padukan kecerdasan ,kreativitas dengan imajinasi yang dimilikinya,guna menciptakan suasana pembelajaran efektif yang disukai,berharga dan bermakna oleh peserta didik sebagai dapat membangkitkan kompetensi dan karakter siswa (edukasiwae.blogspot.com).

Hasil Wawancara

1. Apakah ada di sekolah bapak, guru yang melakukan tindak kekerasan?

Ahmad Fathoni : Tidak ada kekerasan di sekolah saya yang dilakukan oleh seorang guru

(7)

Ahmad Fathoni: Tentu saja, pada moral siswa berdampak pada prestasi siswa sebab tidak hanya menilai dari hasil ujian atau sebagainya melainkan melalui moral dan perilaku sehari-hari.

3. Apakah hambatan-hambatan bagi guru profesional?

Ahmad Fathoni: Kurangnya peduli terhadap jam pelajaran dan ketidaksesuaian antara ijazah dengan pelajaran yang di ajarkan dan kurangnya jam pelajaran 24 jam

4. Apa saja upaya-upaya menjadi guru profesional?

Ahmad Fathoni: Selalu siap pada waktu belajar dan bertanggung jawab terhadap jam mata pelajaran atau aktif mengajar.

5. Menurut bapak, bagaimanakah cara menghadapi guru yang sering melakukan kekerasan terhadap siswa?

(8)

SUMBER REFERENSI

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Rajagrafindo Persada: Jakarta.

E.Mulyasa. 2011. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Remaja Posda Karya: Bandung.

Anonimu.poojetz.wordpress.com/2011/01/13/tindak-kekerasan-guru-terhadap-siswa-pada-saat-pembelajaran/ diakses pada tanggal 31/03/2013

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan kadar hemoglobin dan indeks eritrosit pada perokok

Kraton Majapahit nalika kang ngasta pusaraning adil Prabu Hayam Wuruk sarta dipandhegani dening Mahapatih kang pilih tandhing, sekti mandraguna aran Gajah Mada, kena

Dengan semangat pengembangan intelektualitas dan daya pikir kreatif, Alhamdulillah penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “ PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

Suwanto (2005:16) menjelaskan perlakuan Akuntansi Pengakuan Pendapatan harus disesuaikan dengan PSAK/ketentuan lain yang mengaturnya. PSAK merupakan etika atau

Terdapat beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk membuat iklan menarik yaitu dengan menjadikan selebriti sebagai endorser (pendukung). Sosok

Berpikir Aljabar dan Self-Regulated Learning siswa Penelitian Saran dan Rekomendasi Siswa Kelas Kontrol Sebelum Pembelajaran Pretes dan prerespon Pembelajaran

Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, alat perajang rumput pakan ternak dapat bekerja secara efektif bila memiliki kekuatan mesin 15 PK, karena proses kerjanya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perilaku agresif pada anak- anak usia pertengahan dan akhir di Perkampungan Sosial Pingit.. Bentuk-bentuk perilaku agresif