• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILSAFAT ILMU Suatu Kajian dalam Dimens

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FILSAFAT ILMU Suatu Kajian dalam Dimens"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS LAPORAN BUKU

“FILSAFAT ILMU: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Oleh, Linda Fitri Yeni

NIM 1309394

Dosen Pengampu, Prof. Dr. Jamaris, M.Pd.

Dr. Argantos, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA

(2)

LAPORAN BUKU

Identitas Buku

Judul Buku : FILSAFAT ILMU: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis

Karangan : Drs.A.Susanto,M.Pd Tahun Terbit : 2011

A. RINGKASAN BUKU

1. BAB 1 PENGERTIAN FILSAFAT

Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), diartikan dengan ‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahassa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah ‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.

Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.

Dari beberapa pengertian yang telah disampaikan oleh beberapa orang ahli dalam buku ini, dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat adalah kegiatan berfikir kritis untuk menghasilkan suatu pengetahuan yang mendalam.

Objek kajian dari filsafat meliputi objek materiil dan objek formal. Filsafaat memikirkan apa-apa yang ada dan apa saja yang mungkin ada. Sedangkan metode yang dipakai dalam ilmu filsafat sangat banyak, tergantung para tokoh filsafat tersebut. Salah satu contoh yaitu Socrates dan Plato , mereka menamainya dengan metode kritis. Metode ini merupakan cara kerja atau cara bertindak yang bersifat analitis. Metode ini melalui percakapan-percakapan (dialog).

(3)

totalitas. Kedua, filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta. Ketiga, tentang hakikat Tuhan.

Berikut adalah cabang-cabang filsafat menurut Aristoteles. a) Logika

b) Filsafat teoriris c) Filsafat praktis d) Filsafat poetika

Sedangkan Kattsoff (1996:73) menggolongkan bidang-bidang filsafat dengan lebih rinci sebagai berikut.

a) Logika b) Metodologi c) Metafisika

d) Ontologi dan Kosmologi e) Epistemologi

f) Biologi kefilsafatan g) Psikologi kefilsafatan h) Antropologi kefilsafatan i) Sosiologi kefilsafatan j) Etika

k) Estetika l) Filsafat agama

Bidang kajian filsafat terdiri dari tiga kajian yaitu, a) Kosmologi, b) Ontologi, c) Philosophy, d) Efistemologi, e) Aksiologi.

(4)

pertengahan merupakan lahirnya filsafat Eropa dan berkembanglah hingga masa selanjutnya yaitu masa abad modern.

Aliran atau Mazhab dalam filsafat yaitu terdiri dari a) rasionalisme, b) empirisme, c) kritisisme, d) materialisme, e) idealisme, f) positivisme, g) pragmatisisme, h) sekularisme dan i) filsafat islam.

2. BAB 2 FILSAFAT ILMU

Defenisi filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu kata filsafat dan kata ilmu. Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebijaksanaan (Sophia), prinsip-prinsip mencari kebenaran atau berpikir rasional-logis, mendalam, dan tuntas (radikal) dalam memperoleh kebenaran. Sedangkan kata ilmu (science) adalah pengetahuan tentang sesuatu, atau bagian dari pengetahuan. Menurut Maufur (2008:32-34) ada beberapa syarar yang harus dipenuhi oleh suatu pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu pengetahuan yaitu, sistematik, general, rasional, objektif, menggunakan metode tertentu, dan dapat dipertanggung jawabkan.

Berdasarkan defenisi para ahli yang telah diuraikan dalam buku ini, dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah sebuah analisis yang menggunakan metode serta teknik-teknik yang dierasa tepat serta konsep yang dapat menelaah tentang logika, teori ilmiah atau sebagainya. Tidak jauh berbeda dengan filsafat, objek kajian dari filsafat ilmu adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Begitupun dengan pendekatan yang digunakan dalam filsafat ilmu dengan filsafat tidak jauh berbeda, yaitu pendekatan received view, pendekatan menampilkan diri dari sosok rasionality yang membuat kombinasi antara berpikir empiris dengan berpikir struktural dalam matematika, pendekatan fenomenologik, pendekatan metafisik, dan pendekatan pragmatisme.

(5)

bergulat melawan masalah-masalah. Sedangkan ruang lingkup filsafat ilmu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu filsafat ilmu umum dan filsafat ilmu khusus.

Perkembangan filsafat ilmu sejalan dengan perkembangan zaman. Dimulai dari zaman prasajarah. Di zaman tersebut telah mampu menciptakan konser sebuah alat perkakas. Berlanjut pada zaman sejarah telah berkembang kemampuan menulis, membaca, dan menghitung. Pada zaman logam, perkembangan ilmu begitu pesat. Yaitu ditemukannya berbagai seni seperti perhiasan-perhiasan. Pada zaman yunani dan romawi muncullah pemikira-pemikiran tajam terhadap perkembangan ilmu melebihi dari zaman sebelumnya. Filsafat ilmu dari india dan cina berlainan dengan filsafat modern yaitu lebih menyerupai ngelmu dari ilmu, lebih mendekati kata philosophia yang semula yang merupakan bentuk dari ajaran Hinddu sehingga filsafat bersifat vakum. Filsafat ilmu pada masa islam merupakan pangkal dari lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi modern, yaitu dengan menemukan metode ilmiah yang menjadi konsep pembuka rahasia. Filsafat ilmu pada abad kegelapan berada pada bangsa Roma yang saat itu hanya sibuk dengan kegiatan keagamaan mengenai dosa dan mencari cara untuk penghapusan dosa.

Selanjutnya pada filsafat ilmu pada abad ke-16 dan 17 dihidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani-Romawi) dengan meninggalkan kebudayaan tradisional yang bernafas kristiani. Filsafat ilmu pada abad ke-18 dan 19 merupakan titik lanjutan dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada abad-abad berikutnya. Ilmu pengetahuan empiris pada abad ini makin mendiminasi ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu pada abad ke-20 merupakan abad percobaan bagi semua ilmu pengetahuan.

3. BAB 3 SUBSTANSI FILSAFAT ILMU

(6)

dijelaskan mengenai kenyataan merupakan sesuatu hal yang benar-benar ada secara objektif, dan bersifat logis serta empiris. Sedangkan fakta merupakan kenyataan yang terjadi dapat diterima secara logika dan dapat diamati secara nyata dengan panca indra. Konfirmasin adalah sebuah fungsi dari ilmu, yaitu berfungsi menjelaskan, memprediksi, dan menghasilkan. Konsep dan defenisi merupakan konstruk atau unsur-unsur yang membangun sesuatu atau berupa ciri dan memiliki batasan mengenai suatu konsep.

4. BAB 4 FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN

`Ilmu pengetahuan diambil dari bahasa Arab, “alima, ya’lamu, ‘ilman” yang berarti mengerti atau memahami benar-benar. Antara ilmu dan pengetahuan memiliki keterkaitan antara satu sama lainnya. Ilmu merupakan hasil dari pengetahuan, dan pengetahuan adalah hasil tahu (ilmu) manusia terhadap sesuatu objek yang dihadapinya. Akan tetapi juga terdapat perbedaan di antara keduanya. Pengetahuan adalah sesuatu yang menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi dan sebagainya. Sedangkan ilmu di dalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistematis, metodis, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis (natural). Objek dari ilmu pengetahuan adalah objek materiil dan objek formal. Kehadiran filsafat merupakan induk dari segala macam ilmu pengetahuan. Sedangkan untuk menjadikan hal tersebut sebuah ilmu pengetahuan, ia harus memenuhi persyaratan berikut. Pertama, pengakuan atas kenyataan bahwa setiap manusia, terlepas dari kasta, kepercayaan, jenis kelamin atau usia, mempunyai hak yang tidak dapat diganggu-gugat atau dipersoalkan lagi untuk mencari ilmu. Kedua, metode ilmiah itu tidak hanya pengamatan atau eksperimentasi, tetapi juga teori dan sistematis. Ketiga, semua orang harus mengakui bahwa ilmu pengetahuan berguna dan berarti untuk individu maupun sosial.

(7)

pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma-norma kailmuan. Kebenaran ilmia terdiri atas a) kebenaran koherensi, b) kebenaran korespondensi, c) kebenaran pragmatis, d) kebenaran performatif, e) kebenaran proposisi.

5. BAB 5 DIMENSI KAJIAN FILSAFAT

Dimensi kajian filsafat terdiri dari dimensi ontologi, dimensi epistemologi dan dimendi aksiologi. Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada yakni realitas. Objek kajian dari ontologi ini adalah yang ada, atau sesuatu yang nyata, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada, yaitu Tuhan.

Epistemologi sering juga disebut dengan teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal-usul, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologi akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaandalam menentukan sarana yang akan kita pilih.

Istilah aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah ‘teori tentang nilai’. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada permasalahan etika dan estetika. Objek aksiologi adalah adalah nilai-nilai seperti etika dan estetika.

6. BAB 6 JALINAN ILMU, FILSAFAT, DAN AGAMA

(8)

informasi dan sebagainya. Menurut Endang Saifudin Anshari (1987:49-50), ilmu pengetahuan atau ilmu adalah usaha pemahaman manusia mengenai kegiatan, struktur, pembagian, hukum, tentang hal ikhwal yang diselidiki melalui penginderaan dan dibuktikan kebenarannya melalui reset. Seorang ilmuwan haruslah memiliki sikap objektifitas, sikap skeptis, sikap selalu ingin tahu, dan sikap kejujuran ilmiah. Lebih umum, orang mengenal agama dari bahasa sanskerta. A dan gama. A artinya tidak, gama artinya kacau. Jadi agama berarti ‘tidak kacau’. Pengertian agama menunjuk kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhaan tuham. Dalah agama ada sesuatu yang dianggap

d. Agama mendahulukan kepercayaan daripada pernikahan c. Filsafat menguji asumsi-asumsi

science, dan science mulai dari asumsi tertentu

d. Filsafat mempercayakan sepenuhnya kegiatan daya pemikiran

e. Fiilsafat tidak mengekui dogma-dogma agama sebagai kenyataan tentang kebenaran

(9)

kebenaran. Ilmu pengetahuan melalui metode ilmiahnya berupaya mencari kebenaran, filsafat dengan caranya sendirinmenemukan hakikat sesuatu baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Sementara agaman, dengan karakteristiknya tersendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi perihal alam, manusia dan Tuhan.

7. BAB 7 EPISTEMOLOGI

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan. Epistemologi sering disebut dengan teori pengetahuan atau filsafat pengetahuan, karena yang dibicarakan dalam epistemologi ini berkenaan dengan hal-hal yang ada sangkutnya dengan masalah pengetahuan. Proses dari terjasdinya pengetahuan adalah bagian terpenting dari sebuah epistemologi, sebab hala ini akan memberikan corak pemikiran kefilsafatan nantinya. Menurut Jan Hendrik Raper (2005:38-39), pengetahuan dapat dibagi kedalam tiga jenis yaitu, pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan filsafat.

Menurut Juhaya S. Pradja (2005:87-88) terdapat tiga persoalah dasar dalam bidang epistemologi, yaitu: 1) apakah sumber-sumber pengetahuan itu ? Dari mana pengetahuan yang benar itu datang, dan bagaimana kita dapat mengetahuinya? Ini semua adalah problema asal (origin), 2) apakah watak dari pengetahuan ? apakah dunia riil di luar akal dan kalau ada, dapatkah kita mengetahuinya ? ini semua adalah problem penampilan (appearance) terhadap realistis, dan 3)apakah pengetahuan kita ini benar (valid)? Bagaimana kita membedakan antara kebenaran dan kekeliruan ? ini adalah problem mencoba kebenaran (verification).

(10)

8. BAB 8 LOGIKA

Logika merupakan bidang pengetahuan yang mempelajari tentang asa, aturan, dan prosedur penalaran yang benar. Dengan islitah lain lagika sebagai jalan atau cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Dalam sejarah perkembangannya, ilmu logika mengenal dua istilah, yaitu logika tradisional dan logika modern. Logika tradisional adalah logika yang menekankan pada analisis bahasa, bercorak deduktif, d an secara historis memang temuan filoso klasik. Sedangkan logika modern merupakan modifikasi dan revisi oleh filosof modern, bercorak induktif dan diperkaya dengan simbol-simbol, termasuk matematis.

Ada tiga aspek penting dalam memahami logika, yaitu, pengertian, proposisi, dan penalaran. Pengertian adalah tanggapan atau gambaran yang dibentuk oleh akal budi tentang kenyataan yang dipahami, atau merupakan hasil pengetahuan manusia mengenai realita. Pengertian dapat dikelompokan berdasarkan isinya, yaitu kolektif dan distributif, konkret dan abstrak, menyindir dan terus terang.

Proposisi atau pernyataan adalah rangkaian dari pengertian-pengertian yang dibentuk oleh akal budi atau merupakan pernyataan mengenai hubungan yang terdapat antara dua buah term. Kedua term tersebut terdiri dari subjek dan predikat. Subjek adalah term pokok dalam proposisi, dan predikat adalah term yang menyebut sesuatu mengenai subjek. Menurut Poespoprodjo (1999:178), proposisi dapat dibedakan ke dalam dua bentuk atau golongan, proposisi kategoris dan proposisi hipoteris. Sedangkan penalaran merupakan suatu proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan. Agar buah pengetahuan yang berdasarkan penalaran itu mempunyai bobot kebenaran, maka proses berpikir perlu dan harus dilakukan dengan suatu cara atau metode tertentu. Dalam penalaran proposisi-proposisi yang menjadi dasar penyimpulan disebut premis, sedangkan kesimpulannya disebut konklusi.

(11)

mana dari dua premis disimpulkan suatu keputusan (konklusing). Dua premis yang dimaksud adalah premis mayor dan premis minor.

Teori dalam KBBI (1996) diartikan sebagai pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa, asas-asas hukum umum yang menjadi dasar suatu keseenian atau ilmu pengetahuan, aturan, cara dan pendapat untuk melakukan sesuatu. Denganmelakukan kegiatan berteori manusia dapat menemukan ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan baru. Melalui perkembangan ilmulah sebua teori mampu berkembang dan berevolusi. George J. Mouly mengelompokkan perkembangan ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu animisme, ilmu empiris, dan ilmu teoritis.

Dilihat dari sisi epistemologi, unsur dasar teori adalah defenisi, deskripsi, dan penjelasan. Seluruh banguna teori tidak lain adalah abstrak dari sejumlah konsep yang disepakatkan dalam defenisi-defenisi. Dengan defenisisesuatu struktur konsep menjadi jelas isinya, cakupan dan internalnya. Konstruksi suatu teori dapat dibangun dengan jalan abstraksi atau dengan abstraksi generatif, tetapi dapat pula dengan secara deduktif probabilistik. Ada beberapa konstruksi dalam konstruksi teori, yaitu konstruksi teori model korespondensi, konstruksi teori model koherensi, konstruksi teori model pradigmatis.

Terdapat tiga aliran konstruk teori, yaitu reduksionisme, instrumentalisme, dan realisme. Unsur konstruk yang paling elementer dalam struktur teori adalah defenisi atau batasan atau penjelasan suatu konsep. Berikut empat syarat yang harus dimiliki oleh defenisi.

a) Sifat-sifat yang dilukis tidak boleh berlebihan atau terlalu sempit b) Tidak ada pengulangan kata yang bermakna

c) Tidak memakai penjelasan yang justru menginkari d) Tidak memakai kata dalam bentuk negatif.

Jika ditiinjau dari segi maknanya, maka defenisi dapat memiliki berbagai macam defenisi, yaitu defenisi demonstratif, yaitu defenisi yang menerangkan sesuatu secara demonstratif saja. Defenisi persamaan, defenisi lukisan dan defenisi uraian

(12)

proses penalaran dari suatu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwan apa yang terjadi pada fenomena yang pertama juga akan terjadi juga pada fenomena yang lain.

9. BAB 9 ETIKA

Etika atau ethics (bahasa Inggris) memiliki banyak arti, secara etimologi istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos atau ethikos, yang mempunyai arti jjtempat tinggal yang biasa, padang rumput, kadang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Ta-etha menjadi latar belakang hterbentuknya istilah ‘etika’ yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322) sudah dipakai untuk menuju filsafat moral. Dalam KBBI (1988), etika dirumuskan dalam tiga arti sebagai berikut.

a) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)

b) Kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak

c) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Dari beberapa defenisi etika menurut para ahli yang telah diuraikan dalam buku ini, etika pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi tiga macam.

a) Etika sebagai ilmu. Merupakan kumpulan tentang kabajikan, penilaian dari perbuatan seseorang.

b) Etika dalam arti perbuatan. Yaitu perbuatan kebajikan

c) Etika sebagai filsafat. Merupakan pandangan-pandangan, persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan.

(13)

Ada beberapa aliran dalam etika, yaitu aliran naturalsme, aliran hedonisme, aliran utilitarisme, dan aliran idealisme. Aliran naturalisme menganggap bahwa kebahagian manusia bisa didapatkan sesuai dengan kodrat kejadian manusia itu sendiri, aliran hedonisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa sesuatu dianggap baik apabila mengandung kenikmatan bagi manusia. Aliran utilitarisme menilai baik dan buruknya suuatu perbuatan derdasarkan besar kecilnya manfaat bagi kehidupan manusia. Aliran idealisme adalah dokrin etis yang memandang bahwa cita-ccita adalah sasaran yang harus dikejar dalam tindakan.

10. BAB 10 TANGGNG JAWAB MORAL KEILMUAN

Melihat fungsi ilmu pengetahuan yang sangat berguana bagi kehidupan manusia tersebut, maka pengembangan ilmu pengetahuan atau ilmuwan harus mempunyai etika serta sikap ilmiah tertentu dalam memajukan setiap ilmu pengetahuan. Bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan yang menggambarkan suatu etika atau sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah sikap-sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuan dalam melakukan tugasnya mempelajari, mengkaji, dan mengembangkan ilmu. Ada beberapa komponen dalam mengembangkan ilmu, yakni meliputi fakta, teori, fenomena, dan konsep. Sumber ilmu pengetahuan merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Menurut Sumarna (2006:101) sumber ilmu pengetahuan terdapat perbedaan antara pandangan filosof dan ilmuan barat dengan filosof dan ilmuan muslim. Menurut pandangan filosof dan ilmuan muslim, sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu yang termanifestasikan dalam alkuran dan As-sunnah, selain sumber empiris dan sumber rasional, sedangkan menurut filosof dan ilmuan barat sumber ilmu pengetahuan hanya dibatasi pada dua sumber utama yaitu pengetahuan yang lahir dari pertimbangan yang rasio (akal atau deduksi) dan pengetahuan yang dihasilkan melalui pengalaman (empiris dan induksi).

(14)

etika mempunyai hubungan yang sangat erat. Ada yang mengatakan bahwa ilmu bebas nilai, karena sesuangguhnya ilmu itu memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Dengan begitu timbullah rasa yang mampu menyegarkan jiwa dan rasa mencintai serta menghormati ilmu itu sendiri.

Selain itu, juga timbul yang namanya problem etika ilmu, yaitu membahas tantang permasalahan-permasalahan etika dalam ilmu. Misalkan dalam bidang teknologi yang terkadang melanggar bebrapa prinsip etika. K. Bertnes (2004:15-22) mengungkapkan bahwa kajian etika dapat dibagi dua, yaitu etiaka deskriptif dan etika moral. Selain itu, dalam kehidupan masyarakat kita juga mengenal dengan yang namanya etika pribadi dan etika sosial.

Istilah moral berasal dari bahasa Latin, mos (jamak mores), yang berarti adab atau cara hidup. Etika dan moral mempunyai makna yang sama tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada. Moral juga dibedakan menjadi dua macam, yaitui sebagai berikut.

a) Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusian, sebagai suatu pegejawantahan dari pancaran ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.

b) Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis, agama, adat yang menguasai pemutaran manusia.

Alat ukur yang digunakan untuk moral dan etika ini adalah norma-norma yang ada dalam masyarakat. Norma umum ada tiga, yaitu norma sopan santun, norma norma hukum dan norma moral. Seorang ilmuan haruslah bersifat baik guna menyelesaikan krisis moral yang diakibatkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Berikut sikap yang harus dimiliki ilmuwan.

a) Harus selektif terhadap informasi dan realita b) Memiliki rasa menghargai yang sangat tinggi

c) Selain sikap positif, juga harus memiliki sikap tidak puas dengan penelitian yang sudah dilakukan

(15)

Menurut Franz Magnis Suseno, unsur dalam kesadaran moral, yaitu sebagai berikut.

a) Mengungkaapkan kesadaran bahwa kewajiban moral itu bersifat mutlak. b) Mengungkapkan rasionalitas kesadaran moral

c) Meningkatkan segi tanggung jawab subyektif

Kewajiban moral adalah kewajiban yang mengikat batin seseorang lepas dari pendapat masyarakat, teman, maupun atasan.

B. PEMBAHASAN

Dalam bagian ini, penulis akan memfokuskan pembahasan hanya pada Bab 5 saja yaitu dimensi kajian filsafat ilmu. Ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan.

Telaah yang kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya.

Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh. Berikut ini digambarkan batasan ruang lingkup atau bidang garapan tahapan Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi

(16)

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis yang terkenal diantaranya Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum mampu membedakan antara penampakan dengan kenyataan.

1. Pengertian Ontologi a. Menurut Bahasa :

Ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu on / ontos = being atau ada, dan logos = logic atau ilmu.

Jadi, ontologi bisa diartikan :

The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau Ilmu tentang yang ada.

b. Pengertian menurut istilah :

Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani / kongkret maupun rohani / abstrak (Bakhtiar, 2004).

2. Term ontologi

Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun1636 M untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangan selanjutnya Christian Wolf (1679 – 1754 M) membagi Metafisika menjadi 2 yaitu :

a. Metafisika Umum : Ontologi

Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. b. Metafisika Khusus : Kosmologi, Psikologi, Teologi (Bakker, 1992). 3. Paham–paham dalam Ontologi

Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok/aliran-aliran pemikiran antara lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme.

(17)

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun rohani. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran :

1) Materialisme

Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri. Tokoh aliran ini adalah Anaximander (585-525 SM). Dia berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan teori Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Tokoh aliran ini adalah Demokritos (460-370 SM). Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupkan asal kejadian alam.

2) Idealisme

Idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idelisme sebagai lawan materialisme, dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serbacita, spiritualisme berarti serba ruh. Aliran idealisme beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.

Tokoh aliran ini diantaranya :

a) Plato (428 -348 SM) dengan teori ide-nya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada dialam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari setiap sesuatu. b) Aristoteles (384-322 SM), memberikan sifat keruhanian dengan

(18)

berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu.

c) Pada Filsafat modern padangan ini mula-mula kelihatan pada George Barkeley (1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide.

d) Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel (1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M).

b. Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari 2 macam hakikat sebagai asal sumbernya yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Tokoh yang lain : Benedictus De spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716 M).

c. Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi/diubah oleh pengalaman berikutnya.

d. Nihilisme

(19)

dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.

e. Agnotisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek yaitu Agnostos yang berarti unknown A artinya not Gno artinya know. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti: Soren Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M) seorang filosof Jerman, serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan sastrawan Prancis yang atheis (Bagus, 1996).

B. EPISTIMOLOGI

Masalah epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi.

(20)

Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).

Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).

Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.

(21)

b. Ruang Lingkup Epistemologi

M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.

M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.

Kecenderungan sepihak ini menimbulkan kesan seolah-olah cakupan pembahasan epistemologi itu hanya terbatas pada sumber dan metode pengetahuan, bahkan epistemologi sering hanya diidentikkan dengan metode pengetahuan. Terlebih lagi ketika dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi secara sistemik, seserorang cenderung menyederhanakan pemahaman, sehingga memaknai epistemologi sebagai metode pemikiran, ontologi sebagai objek pemikiran, sedangkan aksiologi sebagai hasil pemikiran, sehingga senantiasa berkaitan dengan nilai, baik yang bercorak positif maupun negatif. Padahal sebenarnya metode pengetahuan itu hanya salah satu bagian dari cakupan wilayah epistemologi.

c. Objek Dan Tujuan Epistemologi

(22)

keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa-yang-ada).

Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.

Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

d. Landasan Epistemologi

Kholil Yasin menyebut pengetahuan dengan sebutan pengetahuan biasa (ordinary knowledge), sedangkan ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain. Disamping istilah pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga bisa disebut pengetahuan sehari-hari, atau pengalaman sehari-hari. Pada bagian lain, disamping disebut ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, juga sering disebut ilmu dan sains. Sebutan-sebutan tersebut hanyalah pengayaan istilah, sedangkan substansisnya relatif sama, kendatipun ada juga yang menajamkan perbedaan, misalnya antar sains dengan ilmu melalui pelacakan akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-sumbernya, batas-batasanya, dan sebagainya.

(23)

standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.

e. Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi

Lebih jauh lagi Peter R.Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis”. Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual prosedur tersebut. Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan upaya membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan metode.

(24)

Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat.

f. Hakikat Epsitemologi

(25)

Oleh karena itu, epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun objeknya tidak merupakan ilmu yang empirik, justru karena epistemologi menjadi ilmu dan filsafat sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi terdapat upaya-upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya. Aktivitas-aktivitas ini ditempuh melalui perenungan-perenungan secara filosofis dan analitis.

Perbedaaan padangan tentang eksistensi epistemologi ini agaknya bisa dijadikan pertimbangan untuk membenarkan Stanley M. Honer dan Thomas C.Hunt yang menilai, epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi. Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit, sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang seluas jangkauan metafisika sendiri, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain itu, pengetahaun merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja, maka minat untuk membicarakan dasar-dasar pertanggungjawaban terhadap pengetahuan dirasakan sebagai upaya untuk melebihi takaran minat kita.

Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui. Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga tidak mungkin bisa diketahui.

(26)

pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa lampau yang telah dilalui. Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita terkadang menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru merugikan.

Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi, sedangkan usaha membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram cara berpikir tersebut disebut metode ilmiah.

(27)

g. Pengaruh Epistemologi

Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.

Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.

C. AKSIOLOGI

(28)

Menurut Kamus Filsafat, Aksiologi Berasal dari bahasa Yunani Axios (layak, pantas) dan Logos (Ilmu). Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.

Aksiologi berkaitan dengan kegunaan dari suatu ilmu, hakekat ilmu sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang didapat dan berguna untuk kita dalam menjelaskan, meramalkan dan menganalisa gejala-gejala alam. (Cece Rakhmat, 2010). Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan.

2. Penilaian Aksiologi

Bramel (Jalaluddin dan Abdullah,1997) membagi aksiologi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.

Bagian kedua dari aksiologi adalah esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.

(29)

hasil nilai subjektif akan selalu mengarah pada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

Selanjutnya nilai itu akan objektif, jika tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada (Bakhtiar Amsal, 2004).

Bagian ketiga dari Aksiologi adalah , sosio-political life, yaitu kehidupan social politik yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik. Manfaat dari ilmu adalah sudah tidak terhitung banyaknya manfaat dari ilmu bagi manusia dan makhluk hidup secara keseluruhan. Mulai dari zamannya Copernicus sampai Mark Elliot Zuckerberg , ilmu terus berkembang dan memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dengan ilmu manusia bisa sampai ke bulan, dengan ilmu manusia dapat mengetahui bagian-bagian tersembunyi dan terkecil dari sel tubuh manusia. Ilmu telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi peradaban manusia, tapi dengan ilmu juga manusia dapat menghancurkan peradaban manusia yang lain.

Mengutip pendapatnya Francis Bacon dalam Suriasumantri (1999) yang mengatakan bahwa “Pengetahuan adalah kekuasaan”. Apakah kekuasaan itu akan merupakan berkat atau malapetaka bagi umat manusia, semua itu terletak pada system nilai dari orang yang menggunakan kekuasaan tersebut. Ilmu itu bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap.

Selanjutnya Suriasumantri juga mengatakan bahwa kekuasaan ilmu yang besar ini mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. Untuk merumuskan aksiologi dari ilmu, Jujun S Sumantri merumuskan kedalam 4 tahapan yaitu:

a) Untuk apa ilmu tersebut digunakan?

b) Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?

(30)

d) Bagaimana kaitan antara teknik procedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral / professional. Dari apa yang dirumuskan diatas dapat dikatakan bahwa apapun jenis ilmu yang ada, kesemuanya harus disesuaikan dengan nilai-nilai moral yang ada di masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.

C. TANGGAPAN

Pada buku FILSAFAT ILMU: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis karya Susanto ini sudah cukup bagus dan rinci. Penjabaran dan uraian mengenai filsafat ilmu yang disajikan terasa lebih mudah dipahami. Apalagi setelah dirangkum dengan beberapa sumber lainnya. Susanto menjabarkan materi mengenai dimensi filsafat dengan cukup jelas. Dalam bukunya ia menjelaskan ada tiga dimensi filsafat ilmu. Yang pertama yaitu Ontologi. Menurur susanto (2011:90), Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Ontologi ini mempunyai paham-paham, diantaranya paham monoisme, dualisme, pluralisme, nihilinse, agnotisisme.

. Dimensi kedua yaitu epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Sedangkan aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.

(31)

gejala-gejala alam. Ketika buku FILSAFAT ILMU: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis karya Susanto ini di rangkum dengan cara menggabungkannya dengan beberapa sumber lainnya menjadikan sajian materi juh lebih baik.

D. SIMPULAN

Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran. Objek kajian dari filsafat meliputi objek materiil dan objek formal. Ciri-ciri filsafat yaitu, filsafat sebagai ilmu, filsafat sebagai cara berfikir dan filsafat sebagai pandangan hidup. Manfaat dari mempelajari ilmu filsafat ini ada tiga. Pertama filsafat telah mengajarkan kita untuk lebih mengenal diri secara totalitas. Kedua, filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta. Ketiga, tentang hakikat Tuhan. Adapun fungsi dari filsafat ilmu adalah untuk mendalami pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu atau asasi manusia tentang makna realitas dan lingkup tanggung jawabnya, secara sistematis dan historik.

(32)

suatu etika atau sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah sikap-sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuan dalam melakukan tugasnya mempelajari, mengkaji, dan mengembangkan ilmu

Daftar Rujukan

Endraswara, Suwardi. 2012. FILSAFAT ILMU: Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmiah. Yogyakarta: CAPS.

Gie, The Liang. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Soyumukti, Nurani. 2011.Pengantar Filsafat Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Suruasumantri, S Jujun. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Referensi

Dokumen terkait

2 Melakukan praktik keperawatan berdasarkan kode etik keperawatan Indonesia dan memperhatikan budaya2. 1 Menghormati hak privasi klien/ pasien

Seorang pembina atau pelatih ataupun guru renang pasti mempunyai berbagi tips untuk membuat semua orang yang mau belajar renang menjadi senang dan berbagi jurus

Ipteks yang akan ditransfer kepada HIMPAUDI Kecamatan Tembalang Semarang adalah pelatihan konsep dasar dan teori Brain-Gym. Pelatihan Brain-Gym sangat besar

Indonesia yang termasuk kedalam negara-negara yang mengandalkan ekspor untuk pertumbuhan ekonominya, strategi diversifikasi negara tujuan ekspor menjadi pilihan yang sangat

duaratus hasilnya adalah duapuluh tigaribu seratus tigapuluh tiga sepertiga rupiah”. Coba ada yang Tanya tidak ? kok ternyata nilai ini [ menunjuk pekerjaan Ry, Rt, dan Sv

Usaha dan upaya untuk senantiasa melakukan yang terbaik atas setiap kerja menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian yang berwujud dalam bentuk penulisan skripsi

Hubungan Secara Formal, bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD'45; bahwa Pembukaan UUD'45 berkedudukan dan

Turbin air yang bekerja berdasarkan arus pasang (Tidal Current Turbine) ... Kincir Air Waterwheel) ... Pasang dan Tipe Pasang... Telang II – Banyuasin ... Agro-Sosioekonomi Telang