• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Dasar Hukum Islam dan makna al ah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Dasar Hukum Islam dan makna al ah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 Konsep Dasar Hukum Islam, Syari’ah, Fikih dan Ushul Fikih

A.Defenisi Syari’ah,Fikih,Hukum Islam dan Ushul Fikih.

1.Pengertian Syari’ah

Syari‟ah dari segi bahasa bermakna jalan yang lurus seperti firman Allah SWT;

“Kemudian kami jadikan kamu diatas suatu jalan yang lurus (syari’ah) maka hendaklah kamu

mengikutinya dan jangan sekali kali mengikut kehendak mereka yang tidak mengetahui”1

Syari‟ah juga diartikan sebagai saluran air yang mengalir dan menjadi sumber

minuman.Kata syari‟ah berasal dari kata syara’a al-syai’a yang berarti menerangkan atau

menjelaskan sesuatu.Atau,berasal dari kata syir’ah dan syari’ah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air secara lansung.2

Dari segi istilah bermaksud hukum hakam yang diperudangkan Allah keatas hamba-Nya agar mereka beriman dan beramal dengan-hamba-Nya agar membawa kepada kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Syeikh Al-Quradhawi mengatakan,cakupan pengertian syari‟ah menurut pandanan islam sangat luas dan komprehensif (al-syumul) mengandung seluruh aspek kehidupan mulai dari aspek ibadah,aspek keluarga,aspek bisnis,aspek ekonomi,aspek hukum dan peradilan.3

Secara etimologi:

1. Syeik Mahmud Syaltut : Syari‟ah mengandung arti hukum-hukum dan tata aturan

yang allah syari‟atkan bagi hamba-Nya untuk diikuti.

2. Manna Al-Qatan : Syari‟ah berarti segala ketentuan Allah yang disyari‟atkan bagi hamba-hambaNya,baik menyangkut aqidah,ibadah,akhlak,maupun muamalah.

3. Segi Ilmu Hukum : Syari‟at merupakan norma hukum dasr yang ditetapkan Allah

yang wajib diikuti oleh umat islam berdasarkan iman yang berkaitaan dengan akhlak,baik dengan hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.

1

Al-Qur’a ,surah al-jathiah:ayat 18. 2

Lihat Mu’ja Alfazh Al- u ’a Al-karim:Maj a’ Al-lugah Al-Arabiyyah,juz 2,h.13. 3

(2)

2

Secara defenisi ibnu subki dalam kitabnya Jam‟u Al-Jawami‟,fiqh berarti ilmu tentang

hukum-hukum syar‟i yang bersifat alamiah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili.5

Saifuddin Al-Amidiy memberikan defenisi fiqh yang berbeda dengan defenisi yaitu tentang seperangkat hukum-hukum syara‟ yang bersifat furu‟iyah yang berhasil didapatkan dari hasil penalaran atau istidlal.6

Terdapat variasi defenisi fiqh,antara lain defenisi yang dikemukakan oleh Ibnu Al-Hajib,sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Qudamah adalah pengetahuan tentang

hukum-hukum syara‟ yang berkaitan dengan pebuatan manusia yang bersifat parsial,yang berasal

dari dalil-dalil yang spesifik,melalui cara penelitian terhadap dalil.

Fiqh adalah seperangkat pengetahuan hukum syara‟ yang berasal dari Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad SAW.Dengan demikian hukum akal (logika),hukum kebiasaan (al-„adat),hukum kualitas dan hukum-hukum yang lainnya yang murni berasal dari pemikiran manusia,tidak masuk ke dalam pengertian dan pembahasan fiqh.7

Ilmu fiqh adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat dalam al-qur‟an dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam sunnah nabi yang direkam dalam kitab-kitab hadis.

(3)

3

3.Pengertian Hukum Islam

Bila kata “hukum” menurut pengertian diatas dihubungkan kepada kata “islam” atau

“syari‟ah‟” maka “hukum islam” akan berarti “seperangka peraturan berdasarkan wahyu

Allah SWT dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukhallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama islam.

Kata “seperangkat peraturan” menjelaskan bahwa yang dimaksud hukum islam itu

adalah peraturan-peraturan yang dirumuskan secara terperinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat.8

Di dalam kamus bahasa indonesia, ditemukan penjelasan bahwa yang dimaksud hukum islam adalah peraturan-peraturan dan ketentuam-ketentuan yang berkenaan dengan

kehidupan berdasarkan kitab qur‟an,hukum syara‟.Tentu saja pengertian tersebut juga tidak

memenuhi pengertian hukum islam yang biasa dipahami oleh para akademisi di indonesia. Maka hukum islam adalaah seperangkat peraturan yang berisi hukum-hukum syara‟ yang bersifat terperinci,yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dipahami dan digali dari sumber-sumber (al-qur‟an dan hadis) dan dalil-dalil syara‟ lainnya (metode ijthad).9

Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian islam.Hukum islam baik dalam pengertian syari‟at maupun dalam pegertian fiqh dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Mengenai bidang ibadah yakni cara dan tata cara manusia berhubungan dengan tuhan,tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi.

2. Mengenai bidang muamalah yakni ketetapan yang diberikan tuhan yang lansung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia,terbatas pada yang pokok-pokok saja. Jika kita bandingkan hukum islam dengan muamalah dengan hukum barat yag membedakan antara hukum pivat dan hukum publik,maka hukum islam tidak membedakan,ini disebabkan karena menurut sistem hukum islam pada hukum perdata terdapat segi-segi public dan pada hukum public terdapat segi-segi perdatanya.

8

Ibid,hlm 9.

9

(4)

4

4.Pengertan Ushul Fikih

Para ulama mengemukakan defenisi ushul fiqh secara berbeda-beda,sesuai dengan penekanan makna dan sudut pandang mereka masing-masing.Ibnu Qudamah,mendefenisikan ushu fiqh adalah pengetauan tentang kaidah-kaidah yang dapat digunakan menarik hukum

syara‟ yang parsial dari dalil-dalilnya yang spesifik.

Sementara Ali Hasbullah mengemukakan defenisi ushul fiqh dengan sekumpulan kaidah yang digunakan untuk menarik kesimpulan hukum syara‟ yang berhubungan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalil yang spesifik.

Sedangkan Al-Baidhawi mendefenisikan ushul fiqh adalah pengetahuan tentang dalil-dalil secara umum,dan cara menyimpulkan hukum dari dalil-dalil-dalil-dalil tersebut,serta tentang hal ikhwal mujtahid.10

B.Perbedaan dan Hubungan Syari’ah,Fikih,Hukum Islam dan Ushul Fikih.

Hubungan syari‟ah,fikih,hukum islam dan ushul fikih yaitu kata syari‟ah mempunyai konotasi hukum yang suci sepenuhnya,dan mengandung nilai-nilai uluhiyah,fiqh merupakan

tentang syari‟ah,hukum islam merupakan seperangkat aturan itu digali dari dan berdasarkan

wahyu Allah SWT dan sunnah Rasul,atau yang populer dengan sebutan “syari‟ah”,adapun ushul fiqih adalah thuruq al-istinbath, yaitu cara-cara yang ditempuh seorang mujtahid dalam mengeluarkan hukum dari dalilya,baik dengan menggunakan kaedah-kaedah bahasa atau linguistik maupun dengan menggunakan kaidah-kaidah ushuliyah lainnya,agar fiqh yang dihasilkan meraih sebanyak mungkin nilai-milai syari‟ah.

Perbedaannya,hukum islam sebenarnya tidak lain dari pada fiqh atau syari‟at islam,yaitu koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syari‟at islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersumber pada al-qur‟an as-sunnah dan ijma‟ para sahabat dan tabi‟in.

Fiqh artinya faham atau pengertian,dapat juga dirumuskan sebagai ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam al-qur‟an dan sunnah nabi yang direkam dalam kitan-kitab hadis dan berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat dalam al-qur‟an dan sunnah nabi untuk diterapkan

10

(5)

5 pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksnakan hukum islam.

Karakter dan tantangannya,hukum islam menerapkan pada finaal goal,yaitu mewujudkan kemaslahtan manusia dan kemajuan umat melalui proses siyasah syar’iyyah ,dengan produk qanun atau perundang-undangan.

Dalam membahas fiqh sering ditemukan pengertian hukum dalam pengertiannya menurut ilmu hukum,artinya fiqh tidak ada pemisahan dalam hukum islam atau fiqh yang

merupakan hasil ijthad ulama dengan konsep syari‟aah Allah.Karena norma-norma dasar yang

terdapat dalam al-qur‟an itu masih bersifat umum,perlu dirinci lebih lanjut ke dalam kaidah -kaidah yang lebih konkrit agar dapat dilaksnakan dalam praktek.

Ilmu ushul fiqh berbicara tentang metode dan proses bagaimana menemukan hukum itu sendiri dan lebih bermakna metodologis,Ushul fiqh merupakan koleksi metodis yang sangat diperlukan untuk memproduk hukum.11

11

(6)

6

Makna Al-Ahkam, Al-Hakim, Al-Mahkum ‘Alaihi

A.Pengertian Al-Ahkam, Al-Hakim, Al-Mahkum Alaihi atau hukm, seseorang harus menggunakan metodologi yang sistematis yang digunakan untuk mengambil makna dari sumber-sumber. Secara tradisional, metodologi ini telah dikategorikan berdasarkan peraturan ijtihad (penalaran independen, usaha ilmiah otentik).12

Adapun pengertian tentang hukum ialah, bentuk jamak dari hukum adalah

“ahkam” ( ماكح ). Kata hukum disebut dalam definisi ini bentuk jamak adalah untuk

menjelaskan bahwa dalam fiqh itu ilmu tentang seperangkat aturan yang disebut hukum.

Penggunaan kata Syar‟iyah atau syari‟ah dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu menyangkut ketentuan aturan-aturan yang bersifat syar‟iy, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah.13

Defenisi al-ahkam adalah titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku orang mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan untuk memperbuat dan ketentuan-ketentuan. Dari defenisi ini dapat dipahami bahwa yang membuat hukum adalah Allah swt.

Dan di dalam buku Fiqh dan Ushul Fiqh karangan Dr. H. Nazary Bakry dijelaskan pengertian hukum syara‟. Adapun pengertian hukum menurut etimologi adalah menetapkan sesuatu atas yang lain. Sedangkan hukum menurut terminologi

agama (syara‟) adalah tuntutan dari Allah yang berhubungan dengan perbuatan

-pertbuatan bagi tiap-tiap orang mukallaf.14

12

Islamic Legal Interpretation, Harvard University Press 1996 13

Ibid, 6.

14

(7)

7 A Hanafie, dalam bukunya Ushul Fiqh. Telah menjelaskan pengertian

tentang hukum sebagai berikut: “Hukum menurut bahasa ialah menetapkan sesuatu

atas yang lain. Menurut syara‟ ialah Firman Allah atau sabda Nabi yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa (mukallaf), Firman mana mengandung tuntutan, membolehkan sesuatu atau menjadikan sesuatu sebagai tanda adanya yang lain.15

Mayoritas ulama ushul mendefinisikan hukum sebagai berikut :

“Kalam Allah yang menyangkut perbuatan orang dewasa dan berakal sehat,baik bersifat imperative,fakultatif atau menempatkan sesuatu sebagai sebab,syarat dan penghalang “

Yang dimaksud khitab Allah yakni semua bentuk dalil. Dan yang dimaksud mukallaf adalah perbuatan manusia yang berakal sehat meliputi perbuatan hati,ucapan dan perbuatan.

2.Al-Hakim

Secara etimologi Al-hakim mempunyai dua pengertian yaitu:

a.Perbuat, yang menetapkan, yang memunculkan dan sumber hukum.

b.Yang menemukan, menjelaskan, memperkenalkan, dan menyingkapkan hukum.

Hakim merupakan persoalan mendasar dalam ushul fiqih karena berkaitan dengan siapa pembuat hukum sebenarnya dalam syariat islam. Siapakah yang menentukan hukum syara‟ yang mendatangkan pahala bagi pelakunya dan dosa bagi pelanggarnya selain wahyu, apakah akal sebelum datangnya wahyu mampu menentukan baik buruknya sesuatu, sehingga

orang tidak berbuat baik diberi pahala dan orang yang berbuat buruk dikenakan sanksi. Dalam ilmu ushul fiqih hakim juga disebut dengan syari‟(Nasrun haroen,1996:285).16

Dari pengertian pertama diatas hakim adalah allah SWT. Dialah pembuat hukum dan satu-satunya sumber hukum yang dititahkan kepada seluruh mukhallaf.

15

A. Hanafie, Ushul Fiqh (Jakarta: Wijaya), 12, dalam Fiqh dan Ushul Fiqh karangan Dr. H. Nazary Bakry),147. 16

(8)

8 Hakim secara etimologi, mempunyai dua pengertian17 :

اَهُ ِدَصَ َ اَ ُئِثْ ُ َ اَ ُ َ َثُ َ ماَكْحَ ْْ ُ ِض َ

“Pembuat, yang menetapkan, yang memunculkan dan sumber hukum”.

اَ ْ َع ُفِشْكَيَ اَ ُفِ َعُيَ اَه ُ َ ْظَيَ ِماَكْحَ ْْ ُكِ ْدُي ْيِ َا dibebani hukum. Dalam usul fiqih,istilah mukallaf disebut juga mahkum alaih (dalam subjek). Orang mukallaf adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangan-Nya. Apabila ia mengerjakan perintah Allah, maka ia mendapat resiko dosa dan kewajibannya belum terpenuhi.18

B.Makna dan Contoh Hukum Taklifiy

Adapun bentuk-bentuk hukum taklifi,19 menurut para pakar ushul fiqh madzhab Hanafi adalah sebagai berikut:20 berdasarkan al-Qur‟an al-Karim. Termasuk juga perkara yang tuntutannya ditetapkan dengan sunnah mutawatir atau sunnah yang masyhur seperti membaca

17

Drs. Totok Jumantoro, M.A,dkk.,Kamus Ilmu Ushul Fiqih, Amzah, T.t, 2005 18

Drs. Chaerul Umam, dkk., Op.Cit., hal. 327 19

Hukum taklifi artinya tuntutan yang dikenakan kepada orang mukallaf baik tuntutan itu berbentuk larangan, perintah atau pilihan.

20

(9)

9 Qur‟an dalam shalat. Begitu juga perkara yang ditetapkan dalam ijma seperti pengharaman jual beli empat jenis makanan , yaitu gandum sya‟ir, gandum qumh, kurma dan garam yang dijual (ditukar) sesama jenis secara tangguh. Hukumnya ialah ketetapan itu harus dilakukan dan orang yang melakukannya diberi pahala sedangkan orang yang meninggalkannya akan disiksa (dihukum) dan orang yang mengingkarinya adalah kafir.

b.Wajib

Wajib ialah sesuatu yang dituntut oleh syara‟ untuk dilakukan dan tuntutan itu adalah tuntutan yang pasti berdasarkan dalil zhanni yang ada kesamaran padanya. Contohnya, seperti zakat fitrah, shalat witir dan shalat dua hari raya, karena perkara-perkara itu ditetapkan dengan dalil zhanni yaitu dengan hadits ahad dari Nabi Muhammad saw. Hukumnya adalah sama seperti fardhu Cuma orang yang mengingkarinya tidak menjadi kafir.

Dari segi pihak yang dituntut melaksanakan kewajiban, wajib terbagi dua, yaitu :

a.Wajib „Aini (kewajiban secara pribadi) : sesuatu yang dituntut oleh syar‟i

(pembuat hukum) untuk melaksankannya dari setiap pribadi dari pribadi mukallaf (subjek hukum).kewajiban itu harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin dilakukan oleh orang lain atau karena perbuatan orang lain.

Contoh : Shalat 5 Waktu, setiap pribadi atau masing – masing pribadi mukallaf di haruskan melaksanakan ibadah shalat sendiri dengan arti lain tidak mungkin untuk mewakilkannya kepada orang lain, oleh sebab itulah shalat 5 waktu merupakan salah satu perbuatan yang diwajibkan.

b.Wajib Kafa‟i/ Kifayah (kewajiban bersifat kelompok) : sesuatu yang dituntut oleh

pembuat hukum melakukannya dari sejumlah mukallaf dan tidak dari setiap pribadi mukallaf. Hal ini bebrarti bila sebagian atau beberapa orang mukallaf telah tampil melaksanakan kewajiban itu dan telah terlaksana apa yang dituntut, maka lepaslah orang lain dari tuntutan itu. Tetapi bila tidak seorangpun melaksanakannya hingga apa yang dituntut itu terlantar, maka berdosa semuanya.

(10)

10 sebagian dari sekumpulan mukallaf. Akan tetapi bila tidak seorangpun melaksanakannya atau mengabaikannya maka semuanya akan mendapat dosa.21

2.Mandub atau Sunnah

Mandub atau sunnah yaitu sesuatu yang dituntut dari seorang mukallaf supaya dia melakukannya, tetapi tuntutan itu bukan tuntutan yang pasti, atau dengan kata lain ia adalah sesuatu yang diberikan pujian kepada orang yang melakukannya, tetapi meninggalkannya tidak dicela. Contohnya adalah mencatat utang. Hukumnya ialah yang melakukannya diberi pahala dan orang yang meninggalkannya tidak dihukum (disiksa), tetapi Rasulullah saw. Mencela orang yang meninggalkannya.

Sunnah dapat dibagi dari beberapa segi, diantaranya adalah dari segi selalu dan tidaknya Nabi melakukan perbuatan sunnah. Sunnah ini terbagi dua, yaitu :

a.Sunnah Muakkadah : yaitu perbuatan yang selalu dilakukan oleh Nabi disamping ada keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu.

Contoh : Shalat Witir, sunnah dalam bentuk ini, karena kuatnya, sebagian ulama‟ menyatakan bahwa orang yang meninggalkannya dicela, tetapi tidak berdosa, karena orang yang meninggalkannya secara sengaja berarti menyalahi sunnah yang biasa dilakukan oleh Nabi.

b.Sunnah Ghairu Muakkad : yaitu perbuatan yang pernah dilakukan oleh Nabi, tetapi Nabi tidak melazimkan dirinya untuk berbuat demikian.

Contoh : Memberi Sedekah Kepada Orang Miskin, dalam hal ini kita dianjurkan untuk melaksanakannya namun tidak akan berdosa bila tidak melakukannya. Dalam perbuatan seperti ini digunakan kata : nafal, mustahab, ihsan, dan tathawwu‟.

Menurut para ulama selain golongan Hanafi, mandub juga dinamakan dengan istilah sunnah, nafilah, mustahab, tathawu‟, murghab fih, ihsan dan husn. Ulama hanafi membagikan mandub kepada mandum mu‟akkad seperti shalat Jum‟at, mandub masyru‟ seperti puasa pada hari senin dan kamis dan mandub za‟id

21

(11)

11 seperti mengikut cara Rasulullah saw dalam makan, minum, berjalan, tidur, memakai pakaian dan lain-lain.

3.Haram

Haram ialah sesuatu yang dituntut oleh syara‟ untuk ditinggalkan dengan tuntutan yang jelas dan pasti. Menurut Ulama Hanafi, haram ialah sesuatu yang perintah meninggalkannya ditetapkan berdasarkan dalil qath‟I yang tidak ada kesamaran. Contohnya adalah pengharaman zina dan pengharaman mencuri.Hukumnya ialah perkara-perkara itu wajib dijauhi dan pelakunya dihukum (disiksa).Ia juga dinamakan maksiat, dosa (dzanb), keji (qabih), mazjur „anhu dan mutawa‟id „alayhi. Orang mengingkari keharaman adalah kafir.

Haram menurut pengertian ini terbagi dua :

a.Haram Dzati : yaitu sesuatu yang disengaja oleh Allah mengharamkannya karena terdapatunsur perusak yang langsung mengenai dharuriyat yang lima (lima unsur pokok dalam kehidupan manusia muslim).

Contoh :

1. Haramnya membunuh karena langsung mengenai jiwa (nyawa) 2. Haramnya minum khamar karena langsung mengenai akal 3. Haramnya murtad karena langsung mengenai agama 4. Haramnya mencuri karena langsung mengenai harta

5. Haramnya berzina karena langsung mengenai keturunan atau harga diri.

b.Haram „Ardhi / Ghairu Dzati : yaitu haram yang larangannya bukan karena zatnya,

artinya tidak langsung mengenai satu diantara dharuriyat yang lima itu, tapi secara tidak langsung akan mengenai hal-hal yang bersifat dzati tersebut.

Contoh :

1. melihat aurat perempuan yang akan dapat membawa kepada zina 2. penipuan yang dapat membawa kepada pencurian

(12)

12

4.Makhruh

Secara bahasa karahah adalah sesuatu yang tidak disenangi atau sesuatu yang dijauhi, sedang dalam istilah ialah sesuatu yang diberi pahala orang yang meninggalkannya dan tidak diberi dosa orang yang melakukannya.

Contoh : Larangan banyak bertanya dalam surat al-Maidah (5):101:

Artinya : “hai orang-orang yang beriman jangan kamu banyak tanya tentang sesuatu,

bila dijelaskan kepadamu akan menyulitkan untukmu”.

Dalam ayat ini Allah melarang seseorang banyak bertanya. Ujung ayat ini menjelaskan akibat banyak bertanya itu terhadap si penanya. Ungkapan ini memberi petunjuk tidak pastinya larangan itu untuk menghasilkan hukum haram, meskipun demikian banyak bertanya itu termasuk perbuatan yang tidak terpuji.

Contoh : Main kartu (seperti domino) bukan untuk tujuan judi. Dari segi main kartu saja hukumnya hanya makruh karena dapat mengganggu ketenangan beribadah. Tetapi bila dilakukan berketerusan sampai meninggalkan perbuatan wajib, maka hukumnya menjadi haram.

Makhruh terbagi 2 : a.Makruh Tahrim

Menurut ulama Hanafi, Makruh Tahrim ialah sesuatu yang dituntut oleh

syara‟ supaya ditinggalkan dengan tuntutan yang tidak jelas dan pasti berdasarkan

dalil zhanni, seperti melalui hadits ahad. Contohnya ialah hukum membeli barang yang hendak dibeli oleh orang lain dan memakai sutra serta emas oleh lelaki. Hukumnya ialah orang yang meninggalkannya diberi pahala dan orang yang melakukannya dihukum (disiksa). Dalam mazhab Hanafi, jika disebut kata makruh tahrim menurut mereka ialah sesuatu yang dilarang itu lebih dekat kepada keharaman, tetapi orang yang mengingkarinya tidaklah menjadi kafir.

b.Makruh Tanzih

(13)

13 diperlukan untuk jihad, seperti mengambil wudhu air di bejana sisa minuman kucing atau burung yang memburu seperti elang dan gagak, seperti meninggalkan sunnah-sunnah muakkad.Hukumnya ialah orang yang meniggalkannya diberi pahala dan orang yang melakukannya dicela, tetapi tidak dihukum.

Menurut ulama selain golongan Hanafi, makruh hanya mempunyai satu jenis saja yaitu sesuatu yang dituntut oleh syara‟ supaya ditinggalkan dan tuntutan itu bukan tuntutan yang pasti. Hukumnya ialah orang yang meninggalkannya dipuji dan diberi pahala. Adapun orang yang melakukannya tidak dicela dan tidak dihukum.

5.Mubah

Mubah ialah sesuatu syara‟ memberikan kebebasan kepada seorang mukallaf untuk melakukannya. Contohnya adalah makan dan minum. Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah selama tidak ada larangan atau pengharaman. Hukumnya adalah tidak ada pahala dan tidak ada hukuman (siksa) bagi orang yang melakukannya, ataupun orang yang meninggalkannya. Kecuali dalam kasus apabila meninggalkan perkara mubah itu akan menyebabkan kebinasaan. Dalam keadaan seperti itu, maka makan menajadi wajib, dan meninggalkannya adalah haram untuk menjaga nyawa.

Al Syathibi membagi mubah menjadi beberapa macam, diantaranya adalah :

a.Mubah yang Mengikuti Suruhan Untuk Berbuat : mubah dalam bentuk ini disebut mubah dalam bentuk bagian, tetapi dituntut berbuat secara keseluruhan.

contoh : Makan dan Kawin, mubah dalam bentuk ini tidak boleh ditinggalkan secara menyeluruh, karena merupakan kebutuhan atau kepentingan pokok manusia.

b.Mubah yang Mengikuti Tuntutan Untuk Meninggalkan : mubah dalam bentuk ini disebut : “mubah secara juz‟i tetapi dilarang secara keseluruhan”.

(14)

14

C.Makna dan Contoh Hukum Wadh’i

Sedangkan bentuk-bentuk hukum wadh‟i22 ialah: As-sabab, Syarat dan Rukun, Mani‟, Sah (Shihah), Rusak (Fasad) dan Batal (Buthlan) dan Ada‟ (Tunai),

I‟adah (Mengulang) dan Qadha‟.23

1.As-Sabab

Menurutu Jumhur Ushliyyun, as-sabab ialah sesuatu yang pada dirinya ditemukan hukum, namun hukum tersebut tidak dihasilkan oleh as-sabab itu. As-sabab adakalanya berupa perkara yang sesuai (munasib) dengan hukum ada juga yang tidak. Contoh as-sabab sesuai dengan hukum ialah, safar (perjalanan) menjadi sebab bolehnya berbuka puasa pada siang hari bulan ramadhan, sehingga kemudahan didapat dan kesukaran dapat terelakan. Contoh as-sabab yang tidak sesuai dengan hukum (menurut anggapan kita) ialah tergelincirnya matahari menjadi sabab wajibnya shalat zhuhur.

contoh : Masuknya bulan Ramadhan menjadi pertanda datangnya kewajiban puasa Ramadhan. Masuknya bulan Ramadhan adalah sesuatu yang jelas dan dapat diukur apakah betul bulan Ramadhan itu sudah dating atau belum. Masuknya bulan Ramadhan menjadi sebab, sedangkan datangnya kewajiban puasa Ramadhan disebut musabbab atau hukum

2.Syarat

Syarat ialah sesuatu yang mewujudkan sesuatu yang kewujudannya dan ia merupakan unsure luar dari hakikat sesuatu itu. Umpamanya adalah wudhu menjadi syarat bagi shalat, dan ia merupakn unsure luar dari amalan shalat.

Rukun menurut ulama Hanafi ialah sesuatu yang kewujudan sesuatu yang lain adalah bergantung pada kewujudannya dan ia menjadi bagian dari hakikat itu.

Ruku‟ adalah rukun dalam shalat sebab ia adalah bagian dari shalat.

Syarat itu terbagi menjadi tiga bentuk :

22Huku wadh’I arti ya huku ya g eletakkaa atau sebab atau syarat bagi seseatu u tuk

membolehkannya atau melarangnya.Ia merupakan sebab bagi musabab. 23

(15)

15

a.Syarat „Aqli seperti kehidupan menjadi syarat untuk dapat mengetahui. Adanya

paham menjadi syarat untuk adanya taklif atau beban hokum.

b.Syarat „Adi, artinya berdasarkan atas kebiasaan yang berlaku.

Contoh : Bersentuhnya api dengan barang yang dapat terbakar menjadi syarat berlangsungnya kebakaran.

c.Syarat Syar‟i, yaitu syarat berdasarkan penetapan syara‟

Contoh :

1. Sucinya badan menjadi syarat untuk shalat. 2. Nisab menjadi syarat wajibnya zakat

3.Mani’

Mani‟ ialah sesuatu yang kewujudannya menyebabkan ketiadaan hukum atau menyebabkan batalnya as-sabab. Contoh adanya utang dalam zakat adalah menghalangi kewajiban zakat.

Secara definitif para ahli mengartikan mani‟ ialah sesuatu yang dari segi hokum, keberadaannya meniadakan tujuan dimaksud dari sebab atau hokum. Kata amru syari‟ disebut dalam definisi menunjukkan bahwa yang menjadi penghalang itu adalah suatu perbuatan hukum yang ditetapkan oleh pembuat hokum sendiri sebagai penghalang, yaitu Hadits Nabi yang mengatakan :

ي ْ لت ا ا

Si pembunuh tidak berhak mewarisi orang yang dibunuhnya.

Dari definisi diatas terlihat ada dua macam mani‟ bila dilihat dari segi

sasaran yang dikenai pengaruhnya, yaitu :

a.Mani‟ yang berpengaruh terhadap sebab, dalam arti adanya mani‟ mengakibatkan

(16)

16 Contoh : maslah utang, keadaan berutang itu menyebabkan kekayaan senisab yang menjadi sebab diwajibkannya zakat tidak lagi diperhatikan. Karenanya kewajiban zakat sebagai musabab dari adanya harta senisab tentu tidak ada lagi. Artinya tidak diwajibkan zakat atas orang yang berhutang meskipun jumlah kekayaannya mencapai nisab.

b.Mani‟ yang berpengaruh terhadap hukum, dalam arti menolak adanya hukum

meskipun ada sebab yang mengakibatkan adanya hukum.

Contoh : keadaan pembunh adalah ayah si korban menghalangi atau menolak berlakunya hukum qishas, meskipun sebab untuk adanya hukum qishas yaitu pembunuhan tetap berlaku dalam kasus ini. Semestinya dengan adanya sebab itu (pembunuh), tentu ada hukumnya (wajib qishas). Namun hukum dalam hal ini tidak

ada karena adanya mani‟ (si pembunuh adalah ayah dari si korban).24

24

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian menggunakan persoalan 1.4 dilakukan untuk menguji performansi 3 algoritma (brute force, greedy, dan program dinamis) dalam menyelesaikan masalah yang

Asisten Administrasi Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c mempunyai tugas mengkoordinasikan perumusan kebijakan pemerintah daerah dan mengkoordinasikan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DAN PEMBERIAN IMUNISASI DENGAN STATUS GIZI ANAK BATITA UMUR 1-3 TAHUN?. DI DESA TANJUNG BERINGIN KABUPATEN DAIRI TAHUN 2016 Identitas Responden :

Faktor kunci keberhasilan ( Key Success Factors ) merupakan informasi penting yang bersifat financial ataupun non financial yang berada dalam lingkungan perusahaan

Melalui diskusi dan kerja kelompok serta memahami tayangan youtube, siswa dapat menyelesaikan masalah nilai sinus sudut Searching content Presentase hasil diskusi

Salah satu tujuan Pengembangan Ekowisata di wilayah Kecamatan adalah untuk memberi kesempatan kepada masyarakat desa yang bermukim di sekitar

Terkait dengan fenomena adanya kemiripan alur dan tema dalam beberapa novel, penelitian ini akan melihat sejauh mana keterkaitan cerita dalam novel Senja, Hujan, dan