• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBU (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBU (1)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, sehingga kritik serta saran yang membangun penulis harapkan dari pembaca. Namun, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, Amin.

Yogyakarta

(2)

DAFTAR ISI Kata pengantar

……… …... 1

Daftar Isi

……… ……….. 2

Bab I PENDAHULUAN

……….… 3 1) Latar Belakang

………... 3 2) Perumusan masalah

………... 3 3) Faktor-faktor yang ada hubungan

……… 3 Bab II PEMBAHASAN …………..

……….. 4 a. Pengertian Ideologi .

……….. 4 b. Hakikat dan Fungsi Ideologi

………. 5 c. Ideologi sebagai suatu sistem

……… 6 d. Pancasila sebagai ideologi nasional

………..…… 7 e. Pancasila sebagai ideologi terbuka

……….………..…… 7

Bab III KESIMPULAN ………. ……….………..…… 11

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Memahami latar belakang historis dan konseptual Pancasila dan UUD 1945 merupakan suatu bentuk kewajiban bagi setiap warga negara sebelum melaksanakan nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi formal dan konsekuensi logis dalam kedudukan kita sebagai warga negara. Karena ledudukan Pancasila sebagai dasar negara (filsafat negara), maka setiap warga negara wajib loyal kepada dasar negaranya.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Perjalanan hidup suatu bangsa sangat tergantung pada efektivitas penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar dalam mengatur penyelenggaraan negara di segala bidang, baik bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, maupun hankam. Era global menuntut kesiapan segenap komponen bangsa untuk mengambil peranan sehingga dampak negatif yang muncul dapat segera diantisipasi.

1.3 FAKTOR-FAKTOR YANG ADA HUBUNGAN

(4)

dialektis, sehingga terjadi pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang di satu pihak memmacu ideologi agar makin realistis dan di lain pihak mendorong masyarakat agar makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat dan juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.

BAB II PEMBAHASAN a. Pengertian Ideologi

Kata ideologo berasal dari bahasa Latin (idea; daya cipta sebagai hasil kesadaran manusia dan logos; ilmu). Istilah in diperkenalkan oleh filsuf perancis A. Destut lde Tracy (1801) yang mempelajari berbagai gagasan (idea) manusia serta kadar kebenarannya. Pengertian ini kemudian meluas sebagai keseluruhan pemikiran, cita rasa, serta segala upaya, terutama di bidang politik . Ideologi juga diartikan sebagai filsafah hidupdan pandangan dunia (dalam bahasa Jerman disebut Weltanschauung).

Biasanya, ideologi selalu mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang berarti kepemimpinan, kekuasaan, dan kelembegaan dengan tujuan kesejahteraan. Berikut ini beberapa pengertian ideoloi.

a) A. Destult de Tracy

(5)

b) Labiratorium IKIP Malang

Ideologi adalah seperangkat nilai, ide, dan cita-cita, serta metode melaksankan/mewujudkannya.

c) Kamus Ilmiah Populer

Ideologi adalah cita-cita yang merupakan dasar salah satu sistem politik, paham, kepercayaan, dan seterusnya (ideologi sosialis, ideologi islam, dan lain-lain).

d) Moerdiono

Ideologi adalah kompleksitas pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang (masyarakat) untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengelolanya.

e) Encyclopedia International

Ideologi adalah sistem gagasan, keyakinan, dan sikap yang mendasari cara hidup suatu kelompok, kelas, atau masyarakat tertentu.

f) Prof. Padmo Wahyono, SH.

Ideologi diberi makna sebgai pandangan hidup bangsa, filsafah hidup bangsa, yang berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan dan akan direalisasikan didalam kehidupanberkelompok. Ideologi ini akan memberikan stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan dinamika gerak menuju apa yang dicita-citakan.

g) Dr. Alfian

Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.

(6)

pandangan khas tentang pentingnya kerjasama antar manusia dalam kerja, hubungan manusia dengan kekuasaan ( politik negara), sumber kekuasaan bagi penguasa, dan tingkat kesederajatan antar manusia. Sebagai akibat kekhasan tersebut suatu ideologi bisa saja tidak dimengerti oleh kelompok lain yang tidak mau menerimanya, dan tidak ajarang pula suatu ideologi menjadi beku, kaku, dan tidak berubah, serta menuntut para pengikutnya untuk patuh terhadap ajarannya.

b. Hakikat dan Fungsi Ideologi

Suatu Ideologi pada dasarnya merupakan hasil refleksi manusia atas kemampuannya mengadakan distansi (menjaga jarak) dengan dunia kehidupannya. Antara ideologi dan kenyataan hidup masyarakat terjadi hubungan dialektis, sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang di satu pihakl memacu ideologi agar semakin realistis dan di lain pihak mendorong masyarakat supaya mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat dan juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.

Dengan demikian, terlihat bahwa ideologi bukanlah sekedar pengetahuan teoritas belaka, tetapi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi adalah satu pilhan yang jelas menuntut komitmen untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang berarti semakin tinggi pula rasa komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu tercermin dalam sikap seorang yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan-ketentuan normative yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat.

(7)

a. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.

b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunujukkan tujuan dalam kehidupan manusia.

c. Norma-norma yang menjadi peodman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.

d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya. e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang

untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.

f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, serta bertingkah laku sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.

c. Ideologi sebagai suatu sistem

Ideologi dapat dirumuskan sebagai suatu sistem berpikir yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk menginterprestasikan (mengartikan) hidup dan kehiduupannya. Dapat juga dikatakan sebagai identitas suatu masyarakat atau bangsa (identity), yang sering disebut dengan istilah “kepribadian bangsa”. Mengingat ideologi merupakan suatu sistem berpikir dalam semua aspek kehidupan, maka ia dapat diterapkan ke dalam sistem politik, ekonomi, dan sosial budaya. Mula-mula digali dari kenyataan-kenyataan yang (induktif), kemudian dirumuskan dalam suatu sistem, dan akhirnya diterapkan kembali dalam segala aspek kehidupan (deduktif).

(8)

nilai-nilai tertentu yang dianut oleh ideologinya. Contohnya ialah sosialisme-marxisme, liberalisme, dan agama tertentu.

Ideologi dapat juga mengandung pengertian bahwa dia harus menegara, yaitu nilai-nilai yang dikandungnya diatur melalui negara. Jadi, sesungguhnya negaralah yang mempunyai peran penting di dalam sistem ideologi guna mengatur warga negaranya dan mencapai cita-cita dan tujuannya.

d. Pancasila sebagai ideologi nasional

Suatu sistem filsafat pada tingkat perkembangan tertentu melahirkan ideologi. Biasanya ideologi lebih mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang esensinya adalah kepemimpinan, kekuasaan dan kelembagaan dengan tujuan kesejahteraan. Secara filosofis, ideologi bersumber pada suatu sistem filsafat dikembangkan dan dilaksanakan oleh suatu ideologi. Berdasarkan asas teoritis demikian, maka nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila adalah falsafah hidup yang berkembang dalam sosio-budaya Indonesia. Nilai Pancasila yang telah terkristalisasi dianggap sebagai nilai dasar dan puncak (sari-sari) budaya bangsa.

Sedemikian mendasarnya nilai-nilai Pancasila dalam menjiwai dan memberikan watak (kepribadian, identitas), pengakuan atas kedudukan Pancasila sebagai filsafat adalah wajar. Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan hakikat rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan : Ketuhanan, Kemanusiaan, Kenegaraan,, Kekluargaan dan Musyawarah, serta Keadilan Sosial.

(9)

kondisi sosio-budaya yang terkristalisasi menjadi nilai filosofis-ideologis yang kontinental” (dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945)

e. Pancasila sebagai ideologi terbuka

Abdulkadir Besar dalam tulisannya tentang :Pancasila Ideologi Terbuka”, antara lain menyebutkabn bahwa pada umumnya khalayak memehai arti “terbuka” dari pernyataan “ideologi terbuka” sebagai filsafat keterbukaan ideologi itu sendiri. Oleh sebab itu, pernyataan “Pancasila adalah ideologi terbuka”, banyak dipahami secara harfiah, yaitu berbagai konsep dari ideologi lain, terutama dari ideologi liberalisme, seperti hak asasi manusia, pasar bebas, mayoritas tunggal, dualisme pemerintahan, serta konsekuensi logis sistem oposisi liberal, tanpa penalaran yang sistematis nilai-nilai itu dianggap dan diberlakukan sebagai konsep yang inheren dalam ideologi Pancasila.

Adanya anggapan umum yang demikian, dapat dipahami karena adanya sebab-sebab sebagai berikut:

a. Orang yang bersangkutan tidak atau belum memahami ideologi Pancasila secara memadai, dan

b. “Kebebasan Individu” yang menjadi nilai intrinsik ideologi liberalisme bukannya dipersepsikan sebagai konsep ideologis, tetapi justru dipersepsikan sebagai konsep bebas nilai yang identik dengan konsep yang bersifat objektif universal.

(10)

a) Dimensi ideologi terbuka

Dalam pandangan Dr. Alfian, kekuatan suatu ideologi tergantung pada 3 (tiga) dimensi yang terkandung didalam dirinya, yaiut:

1) Dimensi realitas

Bahwa nilai dasar di dalam suati ideologi bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup dalam masyarakat yang tertanam dan berakar di dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian, mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama.

2) Dimensi idealisme

Bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersabut mengandung idealisme, bukan angan-angan (utopia), yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui perwujudan atau pengamalannya dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai dimensinya. Ideologi yang tangguh biasanya muncul dari pertautan erat, yang saling mengisi dan saling memperkuat antara dimensi realitas dan dimensi idealisme yang terkandung didalamnya.

3) Dimensi fleksibelitas (pengembangan)

Bahwa ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari akikat (jati diri) yang terkandung dalam niai-nilai dasarnya. Dimensi fleksibelitas atau dimensi pengembangan sangat diperlukan oleh suatu ideologi guna memelihara dan memperkuat relevansinya dari masa ke masa.

b) Gagasan pancasila sebagai ideologi terbuka

(11)

Pancasila sebagai deologi terbuka tersirat di dalam penjelasan UUD 1945 di mana disebutkan “ Maka telah cukup jika Undang-Undang Dasar hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah, dan mencabut”. Dari kutipan tersebut kita dapat memahami bahwa UUD1945 pada hakikatnya mengandung unsur keterbukaan; karena dasar UUD 1945 adalah pancasila, maka Pancasila merupkan ideologi nasional bagi bangsa Indonesia bersifat terbuka pula.

c) Perwujudan Pancasila sebagai ideologi terbuka

Sebagai ideologi terbuka, Pancasila bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Namun demikian, faktor manusia baik penguasa maupun rakyat, sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideologi dalam menyelesaikan berbagai masalah. Sebaik apapun ideologi, tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang baik, hanyalah utopia atau angan-angan belaka

d) Batas keterbukaan ideologi Pancasila

(12)

Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan keadilan sosial. Sifat keterbukaan ideologi mengandung arti bahwadi satu sisi nilai instrumental itu bersifat dinamis, yaitu dapat disesuaiakan dengan tuntutan kemajuan zaman, bahkan dapat diganti dengan nilai instrumental lain demi terpeliharanya relevansi ideologi dengan tingkat kemajuan masyarakat. Namun disisi lain, penyesuaian diri maupun penggantian tersebut tidak boleh berakibat meniadakan nilai dasar atau intrinsiknya. Dengan kata lain, keterbukaan ideologi itu ada batasnya.

Batas jenis pertama :

Bahwa yang boleh disesuaikan dan diganti hanya nilai instrumental, sedangkan nilai dasar atau intrinsiknya mutlak dilarang nilai instrumental dalam ideologi Pancasila adalah nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai-nilai-nilai dasar atau intrinsiknya yang dijabarkan secara lebih kreatif dan dinamis dalam bentuk UUD 1945, dan Peraturan Perundang-undangan lainya.

Batas jenis kedua, yaitu terdiri dari 2 (dua) buah norma

1) Penyesuaian nilai instrumental pada tuntutan kemajuan zaman harus dijaga agar daya kerja nilai instrumental yang disesuaiakan itu tetap memadai untuk mewujudkan nilai intrinsik yang bersangkutan. Sebab jika nilai instrumental penyesuaian tersebut berdaya kerja lain, maka nilai intrinsik yang bersangkutan tak akan pernah terwujud.

(13)

BAB III KESIMPULAN

(14)

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DAN KAITANNYA DENGAN

PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM

Pendahuluan

Penyimpangan implementasi pancasila pada masa orde lama dan orde baru, berujung

menimbulkan gerakan reformasi di Indonesia, sehingga terjadilah suatu perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum maupun politik.

Konsekuensinya mengharuskan kita mengkaji ulang atas pemahaman ilmiah tentang pancasila sebagai ideologi dan sebagai paradigma kenegaraan.

Atas dasar pemahaman yang demikian itu, maka ada dua wacana ilmiah yang patut dikemukakan, yaitu :

Pertama, Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai ideologi terbuka? Kedua, Apa yang dimaskud dengan pancasila sebagai paradigma kenegaraan?

Dan terhadap jawaban kedua pertanyaan di atas dapat dipertanyakan lebih lanjut bagaimana analisis yuridis kenegaraan didalam UUD 1945 ? kemudian apa kaitannya dengan supremasi hukum yang merupakan gerakan mendasar reformasi saat ini ?

Untuk menjawab secara ilmiah kedua wacana tersebut dapat dipahami dua pengertian pokok, pengertian ideologi dan pengertian reformasi.

1. Pengertian tentang ideologi

Istilah “Ideologi” berasal dari kata “ideo” (cita-cita) dan “logy” (pengetahuan, ilmu faham). Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut :

“The sum of political ideas of doctrines of distinguishable class of group of people” (ideologi ialah soal cita-cita politik atau dotrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan).

Sedangkan menurut pendapat Harold H Titus definisi ideologi ialah sebagai berikut : “A term used for any group of ideas concerning various politicaland economic issues and social

philosophies often appliedto a systematic schema of ideas held by group classes” (suatu istilah yang dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik dan ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematik tentang cita-cita yang dijalanakan oleh sekelompok atau lapisan masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila sebagai dasar filsafat atau ideologi negara republik Indonesia dalam Heri Anwari Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985 : 37).

“The term “isme” something used for these system of thought” (istilah isme/aliran kadang-kadang dipakai untuk system pemikiran ini.

Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political sciences) sebagai anak cabangnya. Untuk memahami tentang ideologi ini, maka kita menjamin disiplin ilmu politik.

Didalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu : Pertama, pengertian secara fungsional dan

Kedua, pengertian secara structural

Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara structural adalah ideologi diartikan sebagai system

(15)

Lebih lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi dua tipe, yaitu ideologi yang bertipe doktriner dan ideologi yang bertipe pragmatis.

Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindotrinasikan kepada warga

masyarakat, dan pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah, komunisme merupakan salah satu contohnya.

Suatu ideology digolongkan pada tipe pragmatis, ketika ajaran – ajaran yag terkandung dalam ideology tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsup-prinsipnya saja). Dalam hal ini, ideology itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosisalisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu contoh ideology pragmatis.

Untuk memahami lebih dalam lagi contoh-contoh ideology, maka berikut ini kita mencoba mengenal pijakan pemahaman terhadap empat ideology yang kita kenal dalam wacana politik, yaitu :

Liberalisme tumbuh dari konstek masyarakat Eropa pada abad pertengahan feudal, dimana sistem sosial ekonomi dikuasai oleh kaum aristrokasi feodal dan menindas hak-hak individu. Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakan oleh keresahan ilmiah (rasa ingin tahu da keinginan untuk mencari pengetahuan yang baru) dan artistic umum pada zaman itu.

Ciri-ciri ideology libertalisme sebagai berikut :

Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik,

Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara

Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.

Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar individu berbahagia, kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.

2.2 Konservatisme

Ketika liberalisme menggoncang struktur masyarakat feudal yang mapan, golongan feudal berusaha mencari ideology tandingan untuk menghadapi kekuasaan persuasive liberalisme. Dari sinilah muncul ideology konservatisme sebagai reaksi atas paham liberalisme.

Paham konservatisme itu ditanda dengan gejala-gejala sebagai berikut :

(16)

dengan orang lain.seseorang akan lebih memperoleh kebahagiaansebagai anggota suatu keluarga anggota gereja daan anggota masyarakat daripada yang dapat diperoleh secara individual.

Kedua, untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan suatu pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat tetapi bertanggung jawab. Paam konservatif berpandangan pengatura yang tepat atas kekuasaan akan menjamin perlakuan yang samaterhadap setiap orang. Ketiga, paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Posisi ini bertentangan dengan pahamliberal yang berpandangan pihak yang lemah harus bertanggung jawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah yang menimbulkan untuk pertama kali negara keseahteraan (welfare state) dengan program-program jaminan sosial bagi yang berpenghasilan rendah.

Ciri lain yang membedakan antara liberalisme dan konservatisme adalah menyangkut hubungan ekonomi dengan negara lain. Paham konservatif tidak menghendaki pengaturan ekonomi

(proteksi), melainkan menganut paham ekonomi internasional yang bebas (persaingan bebas), sedangkan paham liberal cenderung mendukung pengaturan ekonomi internasional sepanjang hal itu membantu buruh, konsumen dan golongan menengah domestik.

2.3 Sosialisme dan komunisme

Sosialisme merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan akibat-akibatnya. Awal sosialisme yang muncul pada bagian pertama abad ke-19 dikenal sosialis utopia. Sosialisme ini lebih didasarkan pada pandangan kemanusiaan (humanitarian), dan meyakini kesempurnaan watak manusia. Penganut paham ini berharap dapat menciptakan masyarakat sosialis yang dicita-citakan dengan kejernihan dan kejelasan argumen, bukan dengan cara-cara kekerasan dan revolusi. Sedang paham komunisme berkeyakinan perubahan system kapitalis harus dicapai dengan revolusi, dan pemerintahan oleh dictator proletariat sangat diperlukan pada masa transisi. Dalam masa transisi dengan bantuan negara dibawah dictator proletariat, seluruh hak milik pribadi dihapuskan dan diambil untuk selanjutnya berada pada kontrol negara.

Perbedaan sosialisme dan komunisme terletak pada sarana yang digunakan untuk mengubah kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan perubahan dapat dan seyogyanya dilakukan dengan cara-cara damai dan demokratis.

2.4 Fasisme

Fasisme merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan symbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara.

Hal itu akan dapat dicapai apabila terdapat seorang pemimpin kharismatis sebagai symbol kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat.. dukungan massa yang fanatik ini tercipta berkat indoktrinasi, slogan-slogan dan symbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman (Hitler), Jepang, Italia (Mossolini), dan Spanyol.

Dewasa ini pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing) dinegara-negara maju, seperti skin ilead dan kluk-kluk klan di Amerika Serikat yang berusaha mencapai dan mempertahankan supremasi kulit putih.

3. Pengertian tentang reformasi

Makna serta pengertian reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan

(17)

masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya dengan pemaksaan kehendak dengan menduduki kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri atau swasta, dan tindakan lain yang justru tidak mencerminkan sebagai reformis.

Makna “reformasi” secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan akar kata “reform” yang secara semantic bermakna “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong” (oxford advanced leaner’s dictionary of current English, 1980, dalam Wibisono 1998 : 1).

Secara harfiah reformasi memiliki makna : suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat(Riswanda, 1998).

Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :

Pertama, suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu penyimpangan – penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.

Kedua, suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai

sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi ideology yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.

Ketiga, suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi.

Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan structural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Reformasi harus

mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”.

Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia democrat, egaliter dan manusiawi.

Kelima, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

(18)

dengan dmikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas

pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.

4. Pancasila sebagai ideologi terbuka

pancasila sebgaai filsafat bangsa / negara dihubungkan dengan fungsinya sebagai dasar negara, yang merupakan lndasan ideal bangsa Indonesia dan negara republik Indonesia dapat disebut pula sebagai ideologi nasional atau disebut juga sebagai ideologi negara. Artinya pancasila merupakan ideologi yang dianut oleh negara (penyelenggaraan negara dan rakyat) Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang atau sekelompok orang, disamping masih adanya beberapa ideologi yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang lain, sepanjang tidak bertentangan dengan ideologi negara, sebab Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai kebenaran yang telah dipilih oleh para pendiri negara ini, yang mana lima dasar atau lima silanya merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan walaupun terbedakan sebagai dasar dan ideologi pemersatu.

Sebagai suatu rumusan dasar filsafat negara atau dalam kedudukan sebagai ideologi negara yang dikandung oleh pembukaan UUD 1945 ialah pancasila. Rumusan pancasila itu dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita negara (staatidee) dan sekaligus dasar dari cita hokum (rechtidee) negara republik Indonesia.

Sebagai cita negara, ia dirumuskan berdasarkan cita yang hidup di dalam masyarakat (volksgeemenshapidee) yang telah ada sebelum negara itu didirikan.

Memang sebelum negara republik Indonesia berdiri, masyarakatnya telah ada sejak berabad-abad silam. Terbentuknya suatu masyarakat pada umumnya terjadi secara alamiah. Masyarakat itu kemudian mengembangkan citanya sendiri, yang berisi cita-cita, harapan-harapan, keinginan-keinginan, norma-norma dan bentuk-bentuk ideal masyarakat yang dicita-citakannya. Cita negara dirumuskan berdasarkan cita yang hidup dalam masyarakat tadi sebagai hasil refleksi filosofis.

Pertanyaan yang mendasar dan ilmiah adalah Apakah pancasila itu sebagai Ideologi ? dan jika sebagai ideologi apakah sebagai ideologi tertutup atau ideologi terbuka dan dimana letak terbukanya ?

Secara wacana akademik istilah ideologi pada walnya digunakan oleh seorang filsuf Prancis, ANTOINE DESTUTT DE TRACY, yang diartikannya “ilmu pengetahuan mengenai gagasan-gagasan (science of ideas). Istilah ini mula-mula mengandung konotasi politik karena

penggunaanya berhubungan dengan epistmologi ilmu pengetahuan.

Dalam sejarahnya istilah ideologi baru berhubungan dengan kehidupan politik setelah Napoleon Bonaparte dari Prancis menamakan semua orang yang menentang gagasan-gagasan “patriotic” yang dikemukakannya sebagai kaum “ideologis”. Bagi Napoleon, ideologi adalah pemikiran-pemikiran khayali kaum idealis yang menghalang-halangi pencapaian tujuan-tujuan revolusioner. Istilah ini semakin popular pada abad pertengahan ke 19 setelah KARL MARX menerbitkan buku German Ideology. Menurut ideologi hanyalah kesadaran yang palsu, ideologi adalah kesadaran sebuah kelas sosial dan ekonomi dalam masyarakat demi mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka.

(19)

Kajian komprehensif dari segi sosiologi pengetahuan mengenai ideologi dipelopori oleh KARL MANNHEIM. Tokoh ini menerima dasar pemikiran Karl Max bahwa ideologi adalah “kesadaran kelas”. Mann Heim membuat dua kategori ideologi, yaitu :

Pertama, Ideologi yang bersifat particular Kedua, Ideologi yang bersifat menyeluruh

Pada kategori pertama dimaksudkannya sebagai keyakinan-keyakinan yang tersusun secara sistimatis dan terkait erat dengan kepentingan suatu kelas sosial dalam masyarakat.

Sedangkan pada kategori kedua diartikannya sebagai suatu system pemikiran yang menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial. Ideologi dalam kategori kedua ini bercita-cita

melakukan transformasi sosial secara besar-besaran menuju bentuk tertentu. Jadi Mann Heim menganggap ideologi pada kategori kedua ini tetap berada dalam batas-batas yang realistic dan berbeda dengan “utopia” yang hanya berisi gagasan-gagasan besar yang hampir tidak mungkin dapat diwujudkan.

Pertanyaannya adalah apakah pancasila adalah ideologi dalam kategori pertama atau pada ideologi pada kategori kedua ?

Bagi bangsa Indonesia ideologi tentu bukan kesadaran sebuah kelas sebagaimana dipahami KARL MARX. Cara pandang kenegaraan bangsa Indonesia menolak penggunaan analisis kelas karena negara diciptakan untuk semua. Negara mengatasi paham golongan dan paham

perseorangan, demikian ditegaskan dalam penjelasan umum UUD 1945, jadi ideologi negara dimaksudkan untuk mengatasi kemungkinan adanya paham golongan-golongan di dalam masyarakat karena keberadaan golongan-golongan itupun diakui oleh ketentuan pasal 2 UUD 1945. penjelasan atas pasal ini menerangkan bahwa yang dimaksud dengan golongan-golongan ialah badan-badan seperti koperasi, serikat sekerja, dan badan-badan kolektif lain.

Dengan demikian dari dua kategori ideologi yang dikemukakan oleh Mann Heim di atas, ideologi pancasila dapat digolongkan sebagai ideologi menyeluruh. Memang lima sila didalam pancasila itu mengandung cirri universal sehingga mungkin saja ia ditemukan dalam gagasan berbagai masyarakat dan bangsa di dunia. Letak kekhasan dan orsinilitasnya sebagai dasar filsafat dan ideologi negara republik Indonesia ialah, kelima sila itu digabungkan dalam kesatuan yang integrative, bulat dan utuh.

Dan sebagai ideologi bersifat menyeluruh, karena pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat itu, ditafsirkan secara otentik oleh konstitusi / UUD 1945 dalam pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945, oleh karena pancasila sebagai ideologi juga

didalamnya sekaligus sebagai cita hukum, artinya pancasila membimbing arah pembentukan hukum dalam masyarakat. Sebagai norma-norma mendasar (staatfundamentalnorm) rumusan pancasila bukan rumusan hukum yang bersifat operasional yang pelaksanaanya dikenakan sanksi. Untuk membuat operasiaonal, negara membentuk berbagai peringkat peraturan perundang-undangan.

Penyelenggara negara dalam mengoperasionalkan ideologi pancasila, maka harus mengacu kepada penafsiran otentik dari pancasila, dan telah menjadi kesepakatan para ahli hukum Indonesia, bahwa pokok-pokok pikiran dalam penjelasan umum pembukaan UUD 1945 adalah tafsir otentik dari pancasila yang dirumuskan atas dasar kesepakatan pendiri negara dan itulah yang kemudian kita sebut PARADIGMA PANCASILA.

Kemudian dimana letak terbukanya sebagai ideologi, hal ini dapat ditelusuri dari pernyataan dalam penjelasan umum, bahwa kita harus ingat dengan dinamika negara dan jangan terlalu cepat membuat kristalisasi terhadap pikiran-pikiran yang mudah berubah.

(20)

Indonesia didalam kontitusinya didasari dengan satu paradigma yaitu dengan suatu prinsip “semangat para penyelenggara negara itu baik, maka baiklah segalanya”. Bagaimana pijakan berpikirnya, penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa bermakna bahwa para penyelenggara negara berkewajiban “memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur”. Kepatuhan terhadap norma-norma moral berbeda dengan kepatuhan terhadap norma-norma hukum, karena sangat bergantung pada keinsafan batin setiap individu dan adanya kontrol yang kuat dari masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan istilah “semangat para penyelenggara negara”.

Keberadaan lembaga kontrol yang terdiri dari masyarakat, para cendikiawan, ulama, tokoh-tokoh masyarakat, dan kalangan pers menjadi sangat penting untuk “mengawasi”, perilaku para

lagislator dalam merumuskan norma-norma hukum, maupun prilaku para penyelenggara negara. Oleh karena itu di era reformasi ini, pancasila sebenarnya dapat dijadikan paradigma reformasi, apabila keberadaaan civil society yang kuat dan berprilaku democrat, egaliter dan manusiawi. Civil society adalah elemen kunci dalam menentukan terwujudnya masyarakat demokratis yang efektif. Civil society mungkin ada tanpa demokrasi, tetapi demokrasi tidak bias ada tanpa civil society yang kuat.

Salah satu parameter civil society yang kuat adalah adanya gerakan masyarakat terhadap tegaknya supremasi hukum didalam negara dmokrasi yang sekaligus negara hukum.

Pertanyaanya adalah dapatkah pancasila sebagai paradigma reformasi hukum ? Jawaban atas pertanyaan ini adalah tergantung pemahaman penyelenggara negara dan pemerintah terhadap konsep negara hukum menurut paradigma UUD 1945.

5. Supremasi Hukum dalam konsep negara hukum “pancasila”

Berbicara tentang supremasi hukum, kita harus berbicara tentang masyarakat dimana hukum itu berlaku baik yang disebut masyarakat nasional maupun internasional. Supremasi hukum didalam masyarakat nasional kita karena didalamnya ada aturan yang disebut hukum. Secara sederhana kita dapat mendefinisikan hukum sebagai aturan tentang tingkah laku manusia dimasyarakat tertentu. Aturan yang disebut hukum tadi akan terkait dengan tindakan manusia atau tingkah laku manusia didalam suatu masyarakat nasional yang mempunyai berbagai macam aspek atau bidang, didalamnya ada bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial, bidang budaya,

pendidikan dan juga keamanan. Didalam berbagai bidang itulah manusia melakukan tingkah laku dan manusia satu dengan yang lain melakukan interaksi dan interaksi itu berjalan secara tertib, maka dibutuhkan aturan yang disebut hukum. Oleh karena itu ketika kita akan berbicara tentang supremasi hukum maka timbul beberapa pertanyaan yang perlu mendapat jawaban secara jelas yaitu apa dimaksud dengan supremasi hukum, untuk apa supremasi hukum itu ditegakkan dan bagaimana caranya supremasi hukum itu bisa diwujudkan. Tetapi kita pertanyaan tadi dialam kehidupan masyarakat nasional pada akhirnya bermuara kepada apa yang disebut terwujudnya negara hukum.

Ketika kita berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum itu tentu saja tidak akan lepas dari konsepsi dasar yang dipakai sebagai landasan untuk menciptakan sebuah negara nasional yang pada tataran kenegaraan dan hukum tertinggi disebut konstitusi atau Undang-undang dasar. Ini merupakan dasar yang bersifat universal yang berlaku pada tiap-tiap negara. Oleh karena itu ketika kita harus berbicara secara kongkrit tentang supremasi hukum di

(21)

Jika berbicara dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan supremasi hukum yang hanya mungkin terwujud didalam sebuah masyarakat nasional yang disebut negara hukum konstitusional, yaitu suatu negara dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara : pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara di pusat dan didaerah terhadap rakyatnya harus

berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan oleh rakyat / wakilnya didalam badan perwakilan rakyat. Dan dalam wacana politik modern, maka dalam paktek negara

demokrasi dengan sendirinya negara hukum. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada, didalam negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak azasi manusia warga negara,

melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan kepastian hukum serta keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor hukum/konstitusional.

UUD 1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai untuk mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan. Kalau kita pelajari UUD 1945 dengan seksama ada sebuah kalimat dalam kaitan dengan apa disebut negara hukum yang secara jelas disebutkan bahwa “Indonesia adalah negara berdasar atas negara hukum, tidak berdasar atas kekuasaan belaka” ini sebenarnya Grundnorm yang telah diberikan oleh Fonding father yang membangun negara ini. Bagaimana kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum itu akan diarahkan, dalam arti untuk apa kita wujudkan negara hukum ini, sekaligus dituntut untuk menegakkan hukum sebagai salah satu piranti yang bisa dipergunakan secara tepat didalam mewujudkan keinginan atau cita-cita bangsa. Formula UUD 1945 tersebut mengandung pengertian dasar bahwa didalam negara yang dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya diakui adanya dua faktor yang terkait dalam mwujudkan negara hukum, yaitu satu factor hukum dan yang kedua factor kekuasaan. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan inkonkreto dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa adanya kekuasaan dan

dimanesfestasikan pada adanya apa yang UUD disebut. Kata penyelenggara negara di bidang Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Sebaliknya pembentukan kekuasaan dan penggunaan

kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan factor hukum tersebut oleh karena hukum yang berupa Grundnorm dalam UUD 1945 ini memberikan dasar terhadap terbentuknya kekuasaan yaitu kedaulatan rakyat. Artinya rakyat yang berdaulat bukan negara yang berdaulat dan hukum juga memberikan dasar terhadap penggunaan kekuasaan tersebut hingga penggunaan kekuasaan yang ada pada negara tidak boleh diterapkan semena-mena tanpa ada dasar hukumnya yang jelas. Dengan demikian maka kekuasaan yang ada pada negara pada saat diterapkan harus

menghormati kewenangan-kewenangan yang sifat terbatas diberikan kepada aparat negara. Begitu juga hukumlah yang menentukan arah kemana kekuasaan negara itu dipergunakan dan menentukan tujuan-tujuan apa yang hendak dicapai dengan menggunakan kekuasaan tersebut. Yang idak boleh dilupakan adalah bahwa hukum tidak hanya memberi dasar, tidak hanya

memberi arah, tidak hanya menentukan tujuan, tetapi hukum juga menentukan cara atau prosedur bagaimana kekuasaan itu diterapkan didalam praktek penyelenggaraan negara.

Dengan demikian dua factor hukum dan kekuasaan, tidak bisa dilepaskan satu sama lain, bagaikan lokomotif dan relnya serta gerbong yang ditarik lokomotif. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan bahkan lumpuh tanpa adanya dukungan kekuasaan. Ebaliknya kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan hukum, oleh karena apabila kekuasaan dibangun dan tanpa

(22)

Jika dipahami dengan benar pemahaman dan norma ini sebenarnya secara konsepsional Indonesia memiliki landasan yang kuat untuk mewujudkan negara hukum konstitusional yang demokratis dan dengan dengan demikian secara konsepsiaonal supremasi hukum telah dijamin eksistensinya oleh UUD 1945. Artinya secara implementasi pemecahan-pemecahan segala dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan lain-lain menggunakan legal approach dan apabila mau menggunakan pendekatan kekuasaan itu harus didasarkan atas hukum.

Dan memang setiap transisi dalam demokrasi pasti memiliki masalah khusus. Masalah yang pokok terutama terkait dengan (1) kultur politik dan juga (2) struktur politik. Demokrasi memerlukan adanya kultur dan struktur yang mendukung proses-proses demokratisasi. Dua hal ini biasanya belum terbentuk dengan baik dalam masyarkat transisi, seperti Indonesia saat ini, atau Kal-Bar khusus saat ini. Di Indonesia, pasca orde baru, belum ada kultur demokrasi yang kuat (misalnya tradisi berbeda pendapat, toleransi, dialog terbuka, tradisi melakukan advokasi, prilaku yang menjunjung hukum dan moral religius dalam menghadapi persoalan secara jernih). Struktur politik yang ada saat ini juga belum cukup demokratis, karena diperlukan adanya perubahan structural yang harus diawali dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 dan atau produk-produk hukum yang bertipe represif, ke arah otonom, dan bertipe responsive.

Dengan dmkian demokrasi modern selalu hadir dalam wadah negara hukum, sehingga sering disebut sebagai negara hukum konstitusional. Ciri yang mendasar dari demokrasi kontitusional yang demokratis adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. pembatasan-pembatasan atas kekuasan pemerintah tercantum dalam konstitusi, sehingga sering disbut “pemerintah berdasar atas konsttusi” (constitutional goverment), yang juga sama dengan limited government atau restrained government.

Kemudian dimana letak kaitan pancasila sebagai ideology dengan supremasi hukum ?

Supremasi hukum baru dapat ditegakkan apabilapara penyeleggara negara berprilaku democrat, egaliter dan manusiawi yang dijiawai oleh nilai-nilai ideology pancasila, artinya letak persoalan pokoknya belum tegaknya supremasi hukum bukan pada konsepsi negara hukumnya, bukan konsepsi dasar ideology negara pancasila yang tidak bisa memenuhi tantangan jaman, tetapi terletak pada praktek penyelenggara negara disemua bidang yang telah meninggalkan unsur-unsur iotanamkan oleh UUD 1945, yaitu semangat penyelenggara negara. Terutama butir 4 dari pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam pembukaanUUD 1945 yang mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan lain-lain penyeleggara negara untuk budi pekerti

(23)

Makalah Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

LATAR BELAKANG

Penyimpangan implementasi pancasila pada masa orde lama dan orde baru,

berujung menimbulkan gerakan reformasi di Indonesia, sehingga terjadilah suatu

perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum

maupun politik. Konsekuensinya mengharuskan kita mengkaji ulang atas pemahaman

ilmiah tentang pancasila sebagai ideologi terbuka. Atas dasar pemahaman yang demikian

itu, maka ada wacana ilmiah yang patut dikemukakan, yaitu ”Apa yang dimaksud dengan

pancasila sebagai ideologi terbuka?”

PANCASILA KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA

Sebelum pembahasan lebih lanjut tentang Pancasila sebagai idelogi terbuka, terlebih

dahulu yang harus kita pahami adalah bahwa “Pancasila telah menjadi kesepakatan

bangsa Indonesia” sejak berdirinya Negara (Proklamasi) Kesatuan Republik Indonesia

tahun 1945. Dengan demikian, siapapun yang menjadi warga negara Indonesia

hendaknya menghargai dan menghormati kesepakatan yang telah dibangun oleh para

pendiri negara (founding fathers) tersebut dengan berupaya terus untuk menggali,

menghayati & mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pancasila yang sila-silanya diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, telah

menjadi kesepakatan nasional sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, dan akan terus

berlanjut sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia. Kesepakatan tersebut merupakan

perjanjian luhur atau kontrak sosial bangsa yang mengikat warga negaranya untuk

dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya.

Untuk membuktikan bahwa Pancasila merupakan hasil kesepakatan bangsa

Indonesia dengan legalitas yang kuat, kiranya perlu dilengkapi :

1.

Justifikasi Juridik

Bangsa Indonesia telah secara konsisten untuk selalu berpegang kepada Pancasila

dan UUD 1945, sebagaimana telah diamanatkan adanya rumusan Pancasila ke dalam

UUD yang telah berlaku di Indonesia dan beberapa contoh, seperti:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949)

Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (1950)

Ketetapan MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang HAK ASASI MANUSIA

(24)

2.

Justifikasi Teoritik – Filsafati

Merupakan usaha manusia untuk mencari kebenaran Pancasila dari sudut olah

pikir manusia, dari konstruksi nalar manusia secara logik. Pada umumnya olah pikir

filsafat dimulai dengan suatu aksioma, yakni suatu kebenaran awal yang tidak perlu

dibuktikan lagi, karena hal tersebut dipandang suatu kebenaran yang hakiki. Para pendiri

negara dalam membuktikan kebenaran Pancasila dimulai dengan suatu aksioma bahwa :

”Manusia dan alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu

partalian yang selaras atau harmoni”. Aksioma ini dapat ditemukan rumusannya dalam

Pembukaan UUD 1945 pada aline kedua dan keempat & pasal 29.

Alinea Kedua

Atas

berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa

dan didorongkan oleh keinginan

luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan

dengan ini kemerdekaannya.

Alinea Keempat

...., yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan

rakyat dengan berdasarkan kepada:

Ketuhanan Yang Maha Esa

, ...

Pasal 29 ayat (1)

Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

3.

Justifikasi Sosiologik – Historik

Menurut penggagas awal (Ir. Soekarno), bahwa Pancasila digali dari bumi

Indonesia sendiri dan dikristalisasikan dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan

rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Nilai-nilai tersebut dapat diamati pada

kelompok masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia yang dalam implementasinya

sangat disesuaikan dengan kultur masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian,

nampak jelas bahwa sesungguhnya Pancasila telah menjadi living reality (kehidupan

nyata) jauh sebelum berdirinya negara republik Indonesia.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa bagi bangsa Indonesia

tidak perlu diragukan lagi tentang kebenaran Pancasila sebagai dasar negara, ideologi

nasional maupun pandangan hidup bangsa dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa &

bernegara. Hal initerbukti setelah kita analisis dari sudut justifikasi yuridik, filsafati dan

teoritik serta sosiologik dan historik. Untuk itu, semakin jelaslah bahwa Pancasila

merupakan kesepakatan bangsa, suatu perjanjian luhur yang memiliki legalitas,

kebenaran dan merupakan living reality yang selama ini telah diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

(25)

sebagai bangsa yang memiliki sifat khas kepribadian (unik) antara lain : ramah tamah,

religius, suka membantu sesama (solidaritas), dan mengutamakan musyawarah mufakat.

PENGERTIAN IDEOLOGI

Kata “Ideologi” berasal dari bahasa Latin dari kata “idea” (daya cipta sebagai hasil

kesadaran manusia) dan “logos” (pengetahuan, ilmu faham). Istilah ini diperkenalkan

oleh filsuf Perancis

A. Destut de Tracy

(1801) yang mempelajari berbagai gagasan

(idea) manusia serta kadar kebenarannya. Pengertian ini kemudian meluas sebagai

keseluruhan pemikiran, cita rasa, serta segala upaya, terutama di bidang politik. Ideologi

juga diartikan sebagai falsafah hidup dan pandangan dunia (dalam bahasa

Jerman

disebut

Weltanschauung

). Biasanya, ideologi selalu mengutamakan asas-asas kehidupan

politik dan kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang berarti kepemimpinan,

kekuasaan, dan kelembagaan dengan tujuan kesejahteraan.

Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut : “The sum of political

ideas of doctrines of distinguishable class of group of people” (ideologi ialah soal

cita-cita politik atau dotrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia

yang dapat dibeda-bedakan).

Sedangkan menurut pendapat Harold H Titus definisi ideologi ialah sebagai

berikut : “A term used for any group of ideas concerning various politicaland economic

issues and social philosophies often appliedto a systematic schema of ideas held by group

classes” (suatu istilah yang dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai

macam masalah politik dan ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi

suatu rencana yang sistematik tentang cita-cita yang dijalanakan oleh sekelompok atau

lapisan masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila sebagai dasar filsafat atau ideologi negara

republik Indonesia dalam Heri Anwari Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985 :

37).“The term “isme” something used for these system of thought” (istilah isme/aliran

kadang-kadang dipakai untuk system pemikiran ini.

Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan

sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political sciences) sebagai

anak cabangnya. Untuk memahami tentang ideologi ini, maka kita menjamin disiplin

ilmu politik.

(26)

Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam

ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindotrinasikan

kepada warga masyarakat, dan pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau

aparat pemerintah, komunisme merupakan salah satu contohnya.

Suatu ideologi digolongkan pada tipe pragmatis, ketika ajaran – ajaran yang

terkandung dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci,

melainkan dirumuskan secara umum (prinsup-prinsipnya saja). Dalam hal ini, ideologi itu

tidak diindoktrinasikan, tetapi disosisalisasikan secara fungsional melalui kehidupan

keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik.

Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu contoh ideologi pragmatis.

ARTI IDEOLOGI TERBUKA

Ideologi terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar,

melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakatnya

sendiri.

(27)

ARTI “TERBUKA” DARI IDEOLOGI

Arti “terbuka” dari ideologi ditentukan oleh dua hal, pertama

bersifat konseptual

(struktur ideologi) dan kedua

bersifat dinamis

(sikap para penganutnya):

1.

Bersifat Konsepsual, yaitu Struktur Ideologi

Menurut

Corbet

, struktur ideologi tersusun oleh: pandangan filsafat tentang alam

semesta dan manusia, konsep masyarakat ideal yang dicita-citakan, dan metodologi untuk

mencapainya. Ketiga unsur tersebut akan selalu terhubung dengan

relasi heuristi

(relasi

inovatif), yaitu apabila pandangan filsafatinya mengenai alam semesta dan manusia

bersifat tertutup, maka cita-cita instrinsiknya dengan sendirinya bersifat tertutup,

sehingga akan tertutup pula metode berpikirnya. Demikian sebaliknya, apabila ajaran

ontologis

-nya bersifat terbuka, maka cita-cita intrinsik dan maupun metode berpikirnya

berturut-turut bersifat terbuka pula.

2.

Bersifat Dinamis, yaitu Sikap Para Penganutnya

Bahwa ideologi yang bersifat abstrak, niscaya membutuhkan subjek

pengamal/pelaksana, yaitu sejumlah penganut atau pendukung yang mengidentifikasikan

hidupnya dengan ideologi yang dianutnya, menerima kebenaran, berjuang, dan bekerja

dengan setia untuknya. Pencapaian

kebersamaan-hidup ideal

membutuhkan perjuangan

panjang dari generasi ke generasi dalam sistem sosial yang niscaya bersifat terbuka

sejalan dengan perubahan zaman.

CIRI-CIRI IDEOLOGI TERBUKA

1.

Merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat

2.

Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri

3.

Nilai-nilainya digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral, dan budaya

masyarakat itu sendiri

4.

Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat

5.

Bersifat dinamis dan reformis

6.

Isinya tidak bersifat operasional

7.

Menghargai pluralitas sehingga dapat diterima oleh warga masyarakat

8.

Tidak pernah memaksa kebebasan dan tanggung jawab masyarakat

9.

Terbuka terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar

GAGASAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

(28)

akan mengalami kesulitan bahkan mungkin kehancuran dalam menanggapi tantangan

zaman (contoh: runtuhnya Komunisme di Uni Soviet).

Pemikiran Pancasila sebagai ideologi terbuka tersirat di dalam Penjelasan UUD

1945 di mana sisebutkan

“Maka telah cukup jika Undang-Undang Dasar hanya memuat

garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain

penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidu[an negara dan kesejahteraan

sosial terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang

Pancasila yang merupakan ideologi nasional bagi bangsa Indonesia bersifat terbuka pula.

Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan gagasan Pancasila sebagai

ideologi terbuka, yaitu:

1.

Ideologi Pancasila harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi zaman

yang terus mengalami perubahan. Akan tetapi bukan berarti bahwa nilai dasar Pancaasila

dapat diganti dengan nilai dasar lain atau meniadakan jati diri bangsa Indonesia.

2.

Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar Pancasila

dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan

perkembangan zaman secara kreatif, dengan memperhatikan tingkat kebutuhan dan

perkembangan masyarakat Indonesia sendiri.

3.

Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus mampu memberikan orientasi ke depan,

mengharuskan bangsa Indonesia untuk selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang

dan akan dihadapainya, terutama menghadapi globalisasi dan keterbukaan.

4.

Ideologi Pancasila menghendaki agar bangsa indonesia tertap bertahan dalam jiwa dan

budaya bangsa indonesia dalam wadah dan ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia

FAKTOR PENDORONG KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA

Dalam pandangan

Moerdiono,

faktor yang mendorong pemikiran mengenai

keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :

a.

Dalam proses pembangunan nasional berencana, dinamika masyarakat Indonesia

berkembang secara cepat. Dengan demikian, tidak semua persoalan hidup dapat

ditemukan jawabannya secara ideologis dalam pemikiran ideologi-ideologi sebelumnya.

b.

Kenyataan bangkrutnya ideologi yang tertutup seperti Marxisme-Leninisme/Komunisme.

Dewasa ini kubu komunisme dihadapkan padapilihan yang amat berat, menjadi suatu

ideologi terbuka atau tetap mempertahankan ideologi lama.

(29)

Konsekuensinya, perbedaan-perbedaan menjadi alasan untuk secara langsung dicap

sebagai anti-Pancasila.

d.

Tekad kita untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai catatan, istilah Pancasila sebagai

satu-satunya asas telah dicabut berdasarkan Ketetapan MPR tahun 1999. Nemun, pencabutan

ini kita artikan sebagai pengembalian fungsi utama Pancasila sebagai dasar negara.

Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila harus dijadikan jiwa Bangsa

Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pengembangan

Pancasila sebagai ideologi terbuka. Di samping itu, ada faktor lain, yaitu tekad bangsa

Indonesia untuk menjadikan Pancasila alternatif ideologi dunia.

Sedangkan menurut

Dr. Alfian

, Pancasila sebagai ideologi terbuka telah

memenuhi ketiga dimensi yang disebutkan sebelumnya dengan baik, terutama karena

dinamika internal yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, secara

ideal-konseptual

Pancasila adalah ideologi yang kuat, tangguh, dan bermutu tinggi. Itulah

sebabnya mengapa bangsa Indonesia meyakini sebagai ideologi yang terbaik bagi diri

bangsa Indonesia.

PERWUJUDAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

Sebagai ideologi terbuka, Pancasila bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang

dihadapai oleh bangsa Indonesia. Namun demikian, faktor manusia baik penguasa

maupun rakyat, sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideologi dalam

menyelesaikan berbagai masalah. Sebaik apa pun sebuah ideologi, tanpa didukung oleh

sumber daya manusia yang baik, hanyalah angan-angan belaka.

Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah

sebagai berikut :

1.

Nilai dasar

Merupakan nilai-nilai dasar yang relatif tetap (tidak berubah) yang terdapat di dalam

Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai dasar Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,

Kerakyatan, dan Keadilan Sosial) akan dijabarkan lebih lanjut menjadi nilai

instrumental

dan nilai

praksis

yang lebih bersifat

fleksibel

, dalam bentuk norma-norma yang berlaku di

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.

Nilai instrumental

Merupakan nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai dasar yang dijabarkan secara lebih

kreatif

dan

dinamis

dalam bentuk UUD 1945, TAP MPR, dan Peraturan

Perundang-Undangan lainnya.

3.

Nilai praktis

(30)

yang abstrak (misalnua menghormati, kerja sama, kerukunan, dan sebagainya)

diwujudkan dalam bentuk sikap, perbuatan, dan tingkah laku sehari-hari. Dengan

demikian, nilai-nilai tersebut tampak nyara dan dapat kita rasakan bersama.

Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang

berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal

ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai

sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis

berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan

dalam norma - norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan

UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini

tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa

yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm).

Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap

mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya. Kebenaran pola pikir

seperti yang terurai di atas adalah sesuai dengan ideologi yang memiliki tiga dimensi

penting, yaitu:

1.

Dimensi Realitas

Bahwa nilai-nilai dasar di dalam suatu ideologi bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup

dalam masyarakat yang tertanam dan berakar di dalam masyarakat, terutama pada waktu

ideologi itu lahir. Dengan demikian, mereka betul-betul merasakan dan menghayati

bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama.

2.

Dimensi Idealisme

Bahwa nilai-nilai dasar idiologi tersebut mengandung idealisme, bukan angan-angan

(utopia),

yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui perwujudan

atau pengalamannya dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai

dimensinya. Idiologi yang tangguh biasanya muncul dari pertautan yang erat, yang saling

mengisi dan memperkuat antara dimensi realitas dan dimensi idealisme yang terkandung

di dalamnya.

3.

Dimensi

Fleksibilitas.

Bahwa ideologi memiliki keluesan yang memungkinkan bahkan merangsang

pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa

menghilangkan atau mengingkari hakikat (

jati diri)

yang terkandung dalam nilai-nilai

dasarnya. Dimensi fleksibilitas atau dimensi pengembangan sangat diperlukan oleh suatu

ideologi guna memelihara dan memperkuat relevansinya dari masa ke masa.

BUKTI KETERBUKAAN PANCASILA

Bukti bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka adalah :

(31)

2.

Tekad untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis untuk mencapai tujuan

nasional.

3.

Pengalaman sejarah bangsa Indonesia.

4.

Terjadi atas dasar keinginan bangsa (masyarakat) Indonesia sendiri tanpa campur tangan

atau paksaan dari sekelompok orang.

5.

Isinya tidak operasional.

6.

Menginspirasikan kepada masyarakat agar bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai

Pancasila.

berdaya aktif. Artinya ia memberi inspirasi sekaligus energi kepada para penganutnya

untuk mencipta dan berbuat. Dengan demikian, tiap nilai instrinsik niscaya bersifat khas

dan tidak ada duanya.

Dalam ideologi Pancasila, nilai dasar atau nilai instrinsik yang dimaksud adalah

nilai-nilai

Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan,

dan

Keadilan Sosial

yang

menjadi jati diri bangsa Indonesia. Nilai-nilai ini oleh bangsa Indonesia dinyatakan

sebagai hasil kesepakatan untuk menjadi dasar negara, pandangan hidup, jati diri bangsa,

dan ideologi negara yang tidak dapat diubah oleh siapa pun, termasuk MPR hasil pemilu.

Sedangkan nilai instrumental atau diistilahkan “dambaan instrumental” adalah nilai

yang didambakan berkat efek aktual atau sesuatu yang dapat diperkirakan akan terwujud.

Nilai instrumental

menurut

Richard B. Brandt

, adalah nilai yang niscaya dibutuhkan

untuk mewujudkan nilai instrinsik berkat efek aktual yang dapat diperhitungkan hasilnya.

Nilai instrumental adalah penentu bentuk amalan dari nilai instrinsik untuk masa tertentu.

Sifat keterbukaan ideologi mengandung arti bahwa di satu sisi nilai instrumental itu

bersifat dinamis, yaitu dapat disesuaikan dengan tuntutan kemajuan zaman, bahkan dapat

diganti dengan nilai instrumental lain demi terpeliharanya relevansi ideologi dengan

tingkat kemajuan masyarakat. Sungguhpun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila itu

ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut :

Batas jenis pertama

(32)

Nilai praksis merupakan nilai-nilai yang sesungguhnya dilaksanakan dalam

kehidupan nyata sehari-hari (

living reality

) baik dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, maupun bernegara. Nilai praksis yang bersifat abstrak, seperti menghormati,

kerjasama, kerukunan, gotong royong, toleransi, dan sebagainya, diwujudkan dalam

bentuk sikap, perbuatan, dan tingkah laku sehari-hari.

Batas jenis kedua, yaitu terdiri dari 2 (dua) buah norma:

1)

Penyesuaian nilai instrumental pada tuntutan kemajuan zaman harus dijaga agar daya

kerja nilai instrumental yang disesuaikan itu tetap memadai untuk mewujudkan nilai

instrinsik yang bersangkutan. Sebab, jika nilai instrumental penyesuaian tersebut berdaya

kerja lain, maka nilai instrinsik yang bersangkutan tak akan pernah terwujud.

(33)

KESIMPULAN

(34)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghasilkan informasi tersebut dibutuhkan suatu sistem informasi yang handal, efektif dan efesien, yaitu dengan mengintegrasikan data-data dan informasi

Dalam hal pengembangan kurma, harus kita akui bahwa kita sebagai petani Indonesia masih sangat jauh ketinggalan dibandingkan Thailand – bahkan bila tidak ada upaya

Statistik yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini. adalah statistik

PERBANDINGAN FORCE DAN KNEE ANGULAR VELOCITY JANGKAUAN SERANG ANTARA ATLET UKM UPI DAN ATLET KOTA BANDUNG CABANG OLAHRAGA ANGGAR JENIS SENJATA FLORET. Universitas Pendidikan

17) Pemilih menentukan pilihan dengan cara mencoblos salah satu calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum IMTEK Politeknik STMI Jakarta pada kertas suara yang

 Siswa mampu mengaitkan konsep sistem persamaan linear dua variabel dengan konsep matematika yang lain yang mendukung dalam menintegrasikan unit- unit yang

tersebut dinyatakan berdasarkan pernjelasan Syaodih (2008, hlm. 53) bahwa penelitian kuantitatif merupakan “desain penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

Persentase yang tinggi dalam komponen non-resistant menggambarkan bahwa keempat logam tersebut sebagian besar berasal dari kegiatan manusia (antropogenik) dan