• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP KEPRIBADIAN SEHAT Studi Kasus Pad

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP KEPRIBADIAN SEHAT Studi Kasus Pad"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP

KEPRIBADIAN SEHAT

Studi Kasus Pada Tukang Pijat

Dosen Pengampu :

M. Jamaluddin

Ma’mun

, M.Si

Disusun Oleh :

Nada Shobah

11410013

Abdul Basith

11410090

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK

IBRAHIM MALANG

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak terlepas dari aktivitas sehari-hari. Terutama bagi manusia yang sudah dewasa dan berkeluarga. Mereka dituntut mandiri dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, baik kebutuhan materi maupun non-materi. Pekerjaan cenderung menjadi target utama bagi orang dewasa yang sudah berkeluarga, karena dengan bekerja, mereka akan mampu memenuhi sedikit demi sedikit kebutuhannya.

(3)

Kepribadian merupakan salah satu faktor yang membedakan orang satu dengan orang yang lain dalam proses penyelesaian masalah-masalah tersebut.

Secara garis besar, kepribadian bisa dibagi menjadi kepribadian sehat dan kepribadian tidak sehat. Sudah barang tentu dalam pribadi yang merupakan kepribadian sehat, akan terdapat banyak nilai-nilai positif dalam mengatasi lika liku kehidupan. Sehingga, memiliki kepribadian sehat akan menjadi suatu keharusan bagi semua orang, khusunya bagi orang-orang yang memiliki pekerjaan.

Dalam keilmuwan Psikologi, Erich Fromm memberikan suatu gambaran jelas tentang kepribadian yang sehat (Orientasi Produktif). Orang yang demikian mencintai seutuhnya, kreatif, memiliki kemampuan-kemampuan pikiran yang sangat berkembang, mengamati dunia dan diri secara objektif, memiliki suatu perasaan identitas yang kuat, berhubungan dengan dan berakar di dunia, Subjek atau pelaku dari diri dan takdir, dan bebas dari ikatan-ikatan sumbang.

Sedangkan dalam perspektif Islam sudah jelas pula konsep tentang struktur kepribadian seorang muslim (Kepribadian Muthmainnah), yakni struktur kepribadian yang harmonis, yang terdiri dari aspek Qolb, Akal, dan Nafsu. Dalam Kepribadian Muthmainnah aspek Qolb lebih mendominasi dibanding kedua aspek yang lain.

Berdasarkan pemaparan diatas, Observer tertarik untuk mengetahui apakah pekerjaan sebagai Tukang Pijat memiliki karakteristik kepribadian sehat yang telah digambarkan oleh Erich Fromm dan karakteristik kepribadian sehat yang telah digambarkan perspektif Islam.

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan konsep Kepribadian Sehat perspektif Erich Fromm pada individu dengan profesi sebagai Tukang Pijat?

(4)

3. Bagaimana Konsep Kepribadian Sehat perspektif Individu dengan profesi sebagai Tukang Pijat?

1.3Tujuan

1. Mengetahui bagaimana penerapan konsep Kepribadian Sehat perspektif Erich Fromm pada individu dengan profesi sebagai Tukang Pijat.

2. Mengetahui bagaimana penerapan konsep Kepribadian Sehat perspektif Islam pada individu dengan profesi sebagai Tukang Pijat.

3. Mengetahui bagaimana Konsep Kepribadian Sehat perspektif Individu dengan profesi sebagai Tukang Pijat.

1.4Metode Observasi

Metode dalam Obervasi ini adalah observasi pada studi kasus. Studi kasus ialah suatu penelitian intensif terhadap satu subjek, yang bertujuan memberikan deskripsi yang mendetail tentang subjek yang diteliti itu. Peneliti melakukan wawancara, obervasi atau dipelajari catatan biografinya. Studi kasus bertujuan mengungkapkan keunikan yang terdapat pada kasus, dan dapat mengarahkan pada suaatu pembentukan hipotesis baru apabila temuan memang sangat unik. (Slamet dan Markam, 2003)

Selain itu menurut Lazarus dan Davidson, 1917 (dalam Phares, 1992) studi kasus sangat bermanfaat untuk memebri deskripsi atas fenomena baru atau yang jarang terjadi. Studi kasus juga dapat meniadakan informasi yang

sebelumnya dianggap “universal”.

(5)

Untuk memperoleh pengetahuan secara mendalam, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Data atau informasi bisa dari banyak sumber, tetapi perlu dibatasi hanya pada kasus yang diteliti. Untuk memperoleh informasi yang mendalam terhadap sebuah kasus, maka diperlukan informan yang handal yang memenuhi syarat sebagai informan, yakni maximum variety, yakni orang yang tahu banyak tentang masalah yang diteliti, kendati tidak harus bergelar akademik tinggi. (Raharjo, 2010)

Dalam obervasi ini, Observan menggunakan metode studi kasus. Data dari observasi ini diperoleh dari wawancara, observasi (pengamatan langsung saat di lapangan), dan dokumentasi yang berupa gambar maupun rekaman suara saat wawancara. Untuk memperoleh informasi mendalam mengenai subjek, Observan mengadakan wawancara terkait dengan pekerjaan dan aktivitas keseharian dengan subjek pendukung, yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua RT setempat.

1.5 Manfaat Observasi

1.4.1 Secara Teoritis

a. Observasi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap keilmuan psikologi khususnya yang berkaitan dengan obeservasi ini adalah Psikologi Kepribadian dan Psikologi Agama.

b. Sebagai refrensi tambahan bagi mahasiswa yang berminat ingin menggali lebih dalam tentang Psikologi Kepribadian dan Psikologi Agama.

1.4.2 Secara Praktis

a. Bagi Observer

Observasi ini memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan ilmiah khususnya dalam hal yang terkait dengan Konsep

(6)

b. Bagi Observer Lain

Hasil observasi dapat dipakai sebagai bahan perbandingan atau bahan acuan untuk observasi yang sama dimasa yang akan datang, juga dapat digunakan sebagai informasi bagi yang membutuhkan. Dan juga dapat dimanfaatkan dalam memberikan informasi dan dasar observasi selanjutnya dibidang konsep kepribadian sehat pada tukang pijat.

c. Bagi Kalangan Umum

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Kepribadian menurut Erich Fromm

2.1.1 Biografi Singkat Erich From

Erich Fromm, seorang ahli psikologi, filsafat dan sosiologi, dilahirkan pada 23 maret 1900 di Franfurt Main Jerman. Ayahnya seorang pengusaha berkebangsaan yahudi, ibunya mengurus rumah tangga yang berkebangsaan sama dengan ayahnya, Fromm adalah anak tunggal sejak kecil ia tertarik dengan cerita-cerita penyelamatan seperti Adam dan Hawa, Abraham dan sebagainya. (Cahyono, 2012)

Kehidupan keluarga Fromm tidak harmonis, disatu pihak, perhatian besar terhadap nilai-nilai spiritual yang didapat dari ibunya berbenturan dengan kesuksesan material ayahnya. Fromm menggambarakan situasi keluarganya menegangkan. Ayahnya suka murung dan cemas sedangkan ibunya depresi berat. Masa kanak dan remaja merupakan laboratorium yang hidup bagi observasi terhadap tingkah laku neurotis. Pada usia 12 tahun, Fromm melihat seorang wanita muda, sahabat keluarganya yang dandan cantik melakukan tindak bunuh diri, Fromm sangat tergoncang jiwa terhadap peristiwa ini. (Budiarjo, 1977, hal:60)

(8)

Di Universitas Heidelberg ia mempelajari psikologi, filsafat dan politik. Dia mempelajari karya-karya besar Herberdt Spencer, Karl Max, dan Max Weber, Darwin dan Frued. Setelah mendapat gelar Ph.D, ia mengikuti pendidikan psikoanalitis dalam analisis frued yang ortodoks di Munchen dan Institut Fur Phicoanalisis di Berlin, pada tahun 1925 ia praktek psikoanalisis sebagai pengikut Frued. Namun secara berangsur-angsur ia mulai tidak sependapat dengan Frued yang dinilai mengabaikan pengaruh faktor sosial ekonomi dan terhadap pikiran manusia. (Cahyono, 2012)

Pada tahun1934 dia pergi ke Amerika serikat dan menetap disana akan tetapi dia tidak disambut baik oleh kalangan pengikut psikoaanalisis yang masih ortodoks. Selanjutnya pada tahun tahun berikutnya ia mengembangkan teori tentang kepribadian dalam bukunya yang sangat terkenal Escape From Freedom.

Dia menjelaskan bagaimana masyarakat modern dan ideologi membentuk karakter sosial individu. (Budiharjo, 1997, hal: 61)

Jadi menurut Fromm kepribadian ditentukan oleh kekuatan sosial yang mempengaruhi individu pada masa anak-anak. Juga merupakan kekuatan historis yang mempengaruhi perkembangan manusia. Dia mengatakan (dalam Budiharjo,

1997) “Kita adalah orang orang yang harus menjadi sesuai keperluan keperluan masyarakat dimana kita hidup.” Selanjutnya ia juga mengatakan kekuatan sosial dan kultural sangat penting, maka perlu menganalisis struktur masyarakat supaya kita memahami struktur individu.

2.1.2 Perkembangan Kepribadian Menurut Erich Fromm

Erich Fromm berpendapat bahwa kepribadian adalah produk kebudayaan. Kesehatan jiwa adalah bagaimana masyarakat menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan dasar semua individu, bukan sebaliknya. Faktor kuncinya adalah bagaimana masyarakat memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia. (Cahyono, 2012)

(9)

kenyataan bahwa ia muncul dari kerajaan binatang, dari adaptasi naluri, bahwa ia telah mengatasi alam, meskipun ia tidak pernah meninggalkannya.akan tetapi, ada perbedaan antara manusia dan binatang. Ini terletak pada kemampuan manusia akan kesadaran diri, pikiran, dan daya khayalnya. (Cahyono, 2012)

Sadar akan dirinya berarti sadar akan kesepian dan keterasingan

(alienasi) dan ketidakberdayaannya di hadapan alam masyarakat. Kebutuhan manusia yang paling dalam ialah mengatasi keterasingannya dan bagaimana mencari kesatuan, mengatasi hidup baik secara individual maupun menemukan kebersatuan. (Cahyono, 2012)

Suatu masyarakat dikatakan sehat bila membiarkan anggotanya mengembangkan cinta satu sama lain, menjadi produktif dan kreatif, mempertajam dan memperluas tenaga dan pikiran objektifitasnya. Sebaliknya, masyarakat adalah tidak sehat bila menciptakan permusuhan, kecurigaan, ketidak percayaan dalam anggotanya. Fromm yakin bahwa manusia memiliki suatu perjuangan yang melekat pada dirinya sendiri untuk kesatuan dan kesejahteraan emosional, suatu kecenderungan bawaan hidup produktif untuk keharmonisan dan cinta. (Cahyono, 2012)

2.1.3 Struktur Kepribadian Menurut Erich Fromm

Dalam formulasi proses perkembangan individu, Fromm memusatkan pada kondisi social dan cultural unik yang mempengaruhi proses perkembangan karakter dan pemuasan kebutuhan dasar serta eksistensi manusia.ini berbeda dari freud yang menekankan factor biologi. Fromm tertarik pada aspek cultural. Fromm menyebut kepribadian yang sehat adalah yang berorientasi produktif dan yang tidak sehat adalah yang berorientasi non produktif. (Cahyono, 2012)

1. Orientasi Produktif

(10)

cinta, dengan akal dan contoh. Fromm percaya bahwa tipe ini hanya dapat menggunakan kekuatan atau kekuasaan jika mereka bebas dan independen dari control orang lain. Tipe ini mampu menciptakan cinta yang dewasa. Berikut ini adalah aspek-aspek kepribadian yang sehat dengan orientasi produktif menurut Fromm:

a. Cinta yang Produktif, merupakan suatu hubungan manusia yang bebas

dan sederajat dimana patner-patner dapat mempertahankan individualitas mereka. Diri tidak berkurang dalam cinta produktif, melainkan diperluas, dibiarkan terbuka sepenuhnya. Suatu perasaan relasional tercapai tetapi identitas dan kemerdekaan seseorang terpelihara. Cinta yang produktif menyangkut empat sifat yaitu: perhatian, tanggung jawab, respek dan pengetahuan. Mencintai berarti bersungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan mereka, serta membantu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Cinta yang produktif merupakan suatu kegiatan bukan suatu nafsu. Cinta produktif ini tidak terbatas pada cinta erotis, tetapi mungkin cinta persaudaraan atau cinta keibuan.

b. Pikiran yang Produktif, meliputi kecerdasan, pertimbangan dan

objektifitas. Pemikir yang produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pikiran yang produktif berfokus pada seluruh gejala dengan mempelajarinya, bukan pada kepingan-kepingan dan potongan-potongan gejala yang terpisah. Menurut Fromm semua penemuan dan wawasan yang hebat melibatkan pikiran objektif dimana para pemikir didorong oleh ketelitian, respek dan perhatian untuk menilai secara objektif seluruh permasalahan yang ada.

c. Kebahagiaan, merupakan suatu bagian integral dan hasil kehidupan

yang berkenaan dengan orientasi produktif. Kebahagiaan bukan semata-mata suatu perasaan atau keadaan yang menyenangkan, melainkan juga suatu kondisi yang meningkatkan seluruh organism menghasilkan perubahan gaya hidup, kesehatan fisik, dan pemenuhan potensi seseorang. Fromm menuliskan bahwa suatu perasaan kebahagian

(11)

kehidupan”. Kebahagian merupakan prestasi kehidupan yang paling

luhur.

d. Suara Hati, merupakan sendi yang penting dalam menggerakkan

manusia menurut orientasi produktif. Fromm membedakan suara hati dalam dua tipe, yaitu suara hati otoriter dan suara hati humanistis. Suara hati otoriter adalah penguasa yang berasal dari luar yang di internalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Sedangkan suara hati humanistis ialah suara dari dalam diri dan bukan juga dari suatu perantara dari luar diri. Pendoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internal dan individual. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyikapi seluruh kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan seluruh persetujuan dan kebahagian dari dalam. Kesehatan jiwa dalam pandangan Fromm di tetapkan oleh masyarakat, karena kodrat struktur sosial membantu atau menghalangi kesehatan psikologis. Apabila masyarakat-masyarakat yang sakit, maka satu-satunya cara untuk mencapai orientasi produktif ialah dengan hidup dalam suatu masyarakat yang waras dan sehat, yaitu masyarakat yang memajukan produktivitas.

2. Orientasi non-Produktif

Fromm membagi orientasi non produktif ke dalam lima tipe karakter manusia, yaitu: (Cahyono, 2012)

(12)

b. Tipe Karakter Eksploitatif (Exploitative Character type). Orang yang bertipe eksploitatif adalah mereka yang percaya bahwa semua kepuasan terletak pada diri mereka sendiri.mereka tidak menunggu secara pasif, melainkan aktif dalam meraih apa yang mereka inginkan dari oaring lain dengan memaksa auat kelicikan. Fromm percaya bahwa individu dengan tipe eksploitatif melakukan relasi yang tidak produktif terhadap sesame. Akibatnya, mereka mengeksploitasi orang lain untuk mencapai tujuannya.

c. Tipe Karakter Penimbun (Hoarding Character Type). Tipe karakter ini memiliki kepercayaan kecil akan kebaikan di dunia luar. Sebagai konsekuensinya, mereka berhubungan dengan dunia luar dengan cara yang negative, umumnya dengan menarik diri dari orang lain. (Taniputera, 2005, hal: 78)

d. Tipe Karakter Nekrophilia (Necrophilious Character Type).

Necrophilia merupakan satu karakter turunan dari karakter anal yang berbahaya, kalau Hoarding character memperlihatkan perilaku dekstruktif yang pasif dan dalam bentuk menarik diri, necrophilia memperlihatkan perilaku dekstruktif dengan mengeksploitasi dan merusak orang lain atau benda- benda, serta alam lingkungan. Mereka adalah tipe orang yang tertarik dan berpenampilan pada segala bentuk kematian. Mereka senang berbicara soal penyiksaan, kematian dan penguburan. Lebih jauh mereka sangat terikat dengan kekuatan dan kekuasaan.

(13)

2.1.4 Dinamika Kepribadian Menurut Erich Fromm

Manusia tidak dapat menyatu dengan alam, mereka terisolasi dan kesepian. Agar dapat bertahan hidup manusia harus menyatu dengan yang lain. Keinginan akan perpaduan antarpribadi adalah perjuangan yang paling kuat dalam diri manusia. Ini merupakan kekuatan yang membuat bangsa manusia tetap tinggal bersama sebagai kelompok, family dan masyarakat. Sumbangan Fromm dalam menggali kebutuhan naluriah yang mendasar dalam perspektif psikoanalisis adalah sebagai berikut: (Budiharjo, 1997, hal: 62)

1. Kebutuhan Relasional (Need For Relatedness), manusia yang menyadari hilangnya ikatan utama dengan alam dan ikatan satu sama lain menjadikan manusia menemukan keserasian baru yang lebih manusiawi sebagai ganti pramanusiawi yang sudah hilang dan tidak bisa diperoleh kembali. Sebagai akibatnya, manusia harus mencari ikatan-ikatan baru dengan orang lain dan menemukan suatu perasaan hubungan dengan mereka untuk menggantikan ikatan-ikatan yang hilang dengan alam. Menurut Fromm, pemuasan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain sangat penting untuk kesehatan psikologis.

2. Kebutuhan akan Identitas (Need for Identity), manusia sebagai individu yang unik membutuhkan perasaan identitas. Masing –masing individu memiliki tingkat kesadaran diri dan pengetahuan tentang kemampuannya. Cara yang sehat untuk memuaskan kebutuhan identitas yaitu dengan individualitas, suatu proses di mana seseorang mencapai perasaan tertentu tentang identitas diri. Orang yang perasaan individualitasnya berkembang dengan baik akan dapat mengontrol kehidupannya sendiri.

3. Kebutuhan akan Transendensi (Need for Trancendence), mebutuhan transendensi merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk mengatasi peranan pasif sebagai ciptaan. Cara sehat untuk mengatasi keadaan binatang yang pasif salah satunya ialah mencipta. Jadi, manusia bertindak aktif dan kreatif untuk menguasasai alam.

(14)

alam. Kebutuhan tersebut dapat dicapai secara positif atau negatif. Cara yang yang positif adalah dengan membangun perasaaan persaudaraan dengan sesama umat manusia, yaitu dalam masyarakat.

5. Kebutuhan akan Kerangka Orientasi (frame of Orientation and Devotion), pencarian perasaan diri yang unik adalah suatu pencarian atau konteks di mana seseorang menginterpretasikan semua gejala dunia. Dasar ideal krangka orientasi adalah pikiran, yaitu sarana yang digunakan seseorang untuk mengembangkan gambaran realistis dan objektif tentang dunia.

2.2Kepribadian menurut Islam

Dalam kehidupan manusia sebagai individu maupun makhluk sosial ia senantiasa mengalami warna warni kehidupan. Ada kalanya senang, tentram dan gembira. Tetapi pengalaman hidup membuktikan bahwa manusia juga kadang kadang mengalami hal-hal yang pahit, gelisah, frustasi dan sebagainya, ini menunjukan bahwa manusia senantiasa mengalami dinamika kehidupan.

Berbagai macam cara dilakukan agar manusia dapat menyalurkan rasa senang, tenang dan gembira atau dengan kata lain agar manusia memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari hal-hal yang mengecewakan.

Mampu tidaknya seseorang dalam mencapai keinginannya tergantung dari vitalitas, temperamen, watak serta kecerdasan seseorang. Vitalitas merupakan semangat hidup, pusat tenaga seseorang, ia merupakan dasar kepribadian dan merupakan unsur penting yang ikut menentukan kemampuan berprestasi, dan bersifat dinamis. Setiap orang memiliki vitalitas yang berbeda ada yang kuat ada juga lemah. (Fauzi, 1999, hal:133)

(15)

Di kalangan intelektual Muslim masalah jiwa sudah banyak dibahas oleh para ahli diantaranya Al-Farabi, Ibnu Sina, Ikhwan Ash Shafa, Al-Gazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Taimiyah dari Ibnu Qayyim al Jauzi. (Najali, 2002, hal:16)

Seorang filsafat Muslim sekaligus psikolog Muslim Ibnu Sina telah menemukan metode conseling dengan cara mengukur kecepatan detak jantung pasiennya untuk mengetahui kadar emosinya. Teori ini dalam ilmu psikologi modern disebut alat pendeteksi kebohongan yang dapat digunakan untuk mengungkap berbagai tindak kejahatan. (Najali, 2002, hal:17)

Hal ini karena substansi manusia itu sendiri terdiri dari jasad dan ruh. Keduanya saling membutuhkan, jasad tanpa ruh maka merupakan substansi yang mati dan ruh tanpa jasad tidak dapat teraktualisasi. Untuk mempertemukan keduanya dalam psychology Islam diperlukan nafs; Dalam psykologi Islam di bedakan antara nafs dan ruh. Nafs telah memiliki kecenderungan duniawi dan kejelekan, sedangkan ruh hanya berkecenderungan suci dan ukhrawi.

Psikologi Islam juga membahas tentang syakhsiyah atau personality atau kepribadian. Dalam literature klasik seperti Al-Gazali telah membahas tentang keajaiban hati (Al-Ghazali, 1980) dan Ibnu Maskawaih ditemukan pembahasan tentang akhlak yang maksudnya mirip dengan syakhsiyah. Bedanya syakhsiyah dalam psikologi berkaitan dengan tingkah laku yang didevaluasi sedangkan akhlak adalah tingkah laku yang dievaluasi. (Ali Rajab, 1961,hal:13)

2.2.1 Kepribadian Muslim

(16)

Dalam hal ini Hasan al Basri berkata : Kebagusan Akhlak ialah manis mukanya, memberi kelebihan dan mencegah kesakitan. Sedang Al Washili berkata akhlak yang baik ialah menyenagkan manusia pada waktu suka dan duka. Dan Sahal al Tsauri berkata akhlak yang baik ialah sekurang-kurangnya menanggung penderitaan orang lain, tidak membalas kezaliman orang lain, memintakan ampunan kepada Allah terhadap orang yang berbuat zalim dan belas kasih kepadanya. (Al-Ghazali, 1984, hal:142)

Jika dilihat dari definisi definisi tersebut maka menurut pendapat penulis maka hal-hal seperti tersebut adalah buah dari akhlak karena akhlak itu sendiri adalah system kerja rohani yang terdapat dalam jiwa manusia.

Kadang-kadang dalam kondisi tertentu terjadi perubahan tingkah laku. Hal ini disebabkan karena salah satu substansi jiwa mendominasi yang lainnya. Jika dalam interaksi seseorang didominasi oleh nafsu maka yang muncul ialah sifat pendusta, egois, bakhil, suka mengancau dan amarah. Hal ini dalam psikologi Islam dinamakan jiwa yang sedang sakit. Tetapi apabila yang mendominasi akal dan kalbu maka yang muncul adalah sifat-sifat terpuji dan ma’rifat kepada Allah, inilah yang akan mendatangkan kebahagiaan. (Mujib, 2001, hal:57)

Hasil kerja kalbu atau kepribadian yang didominasi dengan kalbu akan menghasilkan kepribadian mutmainah wujudnya kepribadian atas dasar iman, Islam, dan ikhsan. Sedangkan kepribadian yang didominasi dengan akal akan menghasilkan kepribadian lawwamah, suatu kepribadian yang berdasarkan sosial moral dan rasional. Dan kepribadian yang didominasi oleh nafsu menghasilkan kepribadian amarah, ia bersifat produktif, kreatif dan konsumtif. (Mujib, 2001, hal:62)

(17)

2.2.2 Struktur Kepribadian menurut Islam

Substansi jiwa menurut para filosof maupun psikolog Islam terdiri atas tiga bagian yaitu jasmani, rohani dan nafsani atau nafsu. Substansi jasmani berupa organisme fisik manusia ia lebih sempurna dibanding makhluk-makhluk yang lain bersifat lahiriyah yang memiliki unsur-unsur tanah, udara, api, dan airia akan hidup jika diberi daya hidup atau al bayah. (Mujib, 1993)

Substansi ruh adalah substansi yang merupakan kesempurnaan awal. Al Gazali menyebutnya lathifah yang halus dan bersifat ruhani. Ruh sudah ada ketika tubuh belum ada dan tetap ada meskipun jasadnya telah mati. Fathur Rahman menyatakan bahwa ruh adalah amanah, karena itu ia memiliki keunikan dibanding dengan makhluk yang lain. Dengan amanah inilah ia menjadi kalifah di muka bumi. (Mujib, 2001).

Substansi nafsani berarti jiwa, nyawa atau ruh, konotasinya ialah kepribadian dan substansi psiko fisik manusia. Nafs ini merupakan gabungan dari jasad dan ruh. Karena itu nafs adalah potensi jasadi dan rohani. Ia berupa potensi aktualisasinya akan membentuk suatu kepribadian Muslim yaitu merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan nafsani.

Struktur kepribadian islam merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal, dan nafsani:

a. Al Qalb

Al Qalb atau kalbu merupakan materi organic yang memiliki system kognisi yang berdaya emosi. Al Gazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting yang disebut al nur al ilahy dan al bashirah al bathinah

(18)

Apabila kalbu ini berfungsi normal maka manusia menjadi baik sesuai dengan fitrah aslinya. Karena kalbu memiliki nature ilahiyah yang dipancarkan dari Tuhan. Ia tidak saja mampu mengenal fisik dan lingkungannya tetapi juga mampu mengenal lingkungan spiritual ketuhanan dan keagamaan.

Mengenai kalbu ini Rasulullah SAW pernah bersabda :

“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka

semua tubuh menjadi rusak pula, ingatlah bahwa ia adalah kalbu. (H.R. Bukhari) (ismail, hal:19)

Menurut Huzaifah, hati terbagi menjadi empat yaitu hati yang bersih, yaitu (1) hatinya orang beriman dan mendapat sinar (2) hati yang tertutup yaitu hatinya orang kafir, hati yang buta dan tidak melihat kebenaran (3) hati yang terjungkir yaitu hatinya orang munafik yaitu melihat kebenaran tetapi kemudian mengingkarinya (4) hati yang memiliki dua bekal yakni bekal iman dan bekal kemunafikan, ia tergantung dari mana yang paling dominan. (al Jauriyah, 2000, hal:22)

Orang yang kalbunya disinari Tuhan maka ia akan memiliki kepribadian yang kuat, teguh dan tidak mudah putus asa. Dan apabila ia memiliki nafsu (kepribadian) muthmainah ia akan tenang dan optimis karena ia yakin rahmat Tuhan pasti akan diberikan. Agar kalbu selalu mandapat sinar Ilahiyah menurut imam Al Gazali maka harus berilmu dan iradah (kemauan). Dengan ilmu manusia akan mengetahui segala urusan dunia dan akhirat, dan menurut al Gazali kalbu berfungsi untuk memperoleh kebahagiaan akhirat. Secara psikologis kalbu memiliki daya emosi (al infialy) dan kognisi.

(19)

Akal secara estimologi memiliki arti al imsak (menahan) al Ribath

(ikatan) al Bajr (menahan) al Naby (melarang) dan manin (mencegah). (Zidadat, dkk, 1986) Berdasarkan makna ini maka yang disebut orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka rasionalitynya mampu bereksistensi. Dengan akal seseorang mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang menguntungkan dan merugikan. Akal mampu memperoleh pengetahuan dengan daya nalar (al Nazhr) dan daya argumentatif. Melalui akal manusia bisa bermuhasabah yakni menunda keinginan tidak terburu-buru mengerjakannya sehingga menjadi jelas olehnya kelayakannya untuk dikerjakan atau ditinggalkan.(Zidadat,1986, hal:465-466)

Menurut al Hasan jika pekerjaan tersebut dimotivasi untuk mengharap ridho Allah maka kerjakanlah, tetapi jika tidak karena Allah lebih baik ditunda dahulu. Dan jika motivasinya untuk memperoleh ridha Allah maka harus berfikir dahulu apakah dalam mengerjakan sesuatu itu ia memperoleh pertolongan atau tidak, jika tidak sebaiknya ditunda terlebih dahulu. Dan apabila sudah mendapat kepastian akan pertolongan Allah maka kerjakanlah sehingga ia akan mendapat keberuntungan.

Muhasabah juga bisa dilakukan setelah selesai mengerjakan sesuatu, yakni apakah yang dikerjakan sudah ikhlas karena Allah, sesuai dengan ketentuan Allah. Apakah waktu mengerjakan lepas kendali atau tidak, bagus akibatnya atau tidak. Dengan muhasabah orang akan selamat dan bisa menjadi lebih baik prilkunya dan kepribadiannya. (Al-Jauriyah, 2000, hal:130-131)

(20)

tidak yang supra rasional, sehingga ia mampu mencapai kebenaran tetapi tidak mampu merasakan hakekatnya. (Mujib, 2001, hal: 55)

Menurut Al Gazali agar manusia dapat senantiasa berdekatan dan mendapat nur ilahy maka ia harus berilmu dan mempunyai iradah (kemauan). Dengan ilmu seseorang akan mengetahui segala urusan dunia dan akhirat serta segala sesuatu yang berhubungan dengan akal. Dengan kemauan dan akal seseorang akan mengetahui cara-cara untuk memperbaiki serta mencari sebab sebab yang berhubungan dengan hal itu. Al Gazali berpendapat bahwa orang yang sakit nafsunya selalu menginginkan makanan yang enak. (Al Ghazali, 1984, hal: 20)

Hal ini memberi pengertian kepada kita bahwa jika orang tersebut sehat maka secara akal berarti semua makanan asalkan sehat dan halal dan toyyiban pasti akan terasa enak (lezat). Dengan demikian nafsu untuk selalu menginginkan hal hal yang enak enak akan dapat dikurangi atau dilawan dengan kondisi sehat.

Al Gazali juga berpendapat bahwa ilmu yang diperoleh dalam hati akan memiliki kekuatan untuk melihat dan dapat membedakan aneka bentuk. Pandangan batin dan pandangan lahir sesungguhnya sama sama memiliki kebenaran, tetapi berbeda derajatnya. Hati laksana pengendara sedang akal laksana kendaraan. Buruknya hati atau pengendara akan lebih membahayakn dari pada buruknya kendaraan itu sendiri. Namun demikian akal tetap diperlukan untuk menyelesaikan problem-problem kehidupan. Akal yang sehat akan mempengaruhi tindakan dan emosi seseorang juga kepribadiannya.

(21)

keduniawiyan. Akal muktasabah ukhrawi yakni akal yang digunakan untuk mencapai akhirat. (Al Ghazali, 1984, hal: 42)

Secara psikologis orang-orang yang memiliki jiwa yang bersih dan akal yang sempurna maka ia akan mampu mengaktualisasikan diri dalam hidup dan kehidupan, yakni melihat realitas secara cermat, tepat apa adanya dan lebih efisien. (Maslow, 1993, hal: 6)

Ia dapat menerima keadaan dirinya dan orang lain secara professional, yakni mengakui segala kelebihan dan keterbatasan masing-masing, dengan demikian ia akan bisa menerima masukan-masukan dari orang lain secara alamiah tanpa paksaan. (Muhammad, 2002, hal: 88)

c. Nafsani

Nafsu merupakan daya nafsani, ia memiliki dua kekuatan yaitu,

al-Ghadhabiyah dan al-Syahwaniyah. Al-Ghadhabiyah adalah suatu daya yang berpotensi untuk menghindari segala hal yang membahayakan.

Ghadab dalam psikoanalisa disebut defenci (pertahanan, pembelaan dan penjagaan), yaitu suatu tindakan untuk melindungi egonya sendiri terhadap kesalahan, kecemasan, dan rasa malu atas perbuatannya sendiri, sedang syahwat dalam psikologi disebut appetite yaitu hasrat atau keinginan atau hawa nafsu, prinsipnya adalah kenikmatan. Apabila keinginannya tidak dipenuhi maka terjadilah ketegangan, prinsip kerjanya adalah sama dengan prinsip kerja binatang, baik binatang buas yang suka menyerang maupun binatang jinak yang cenderung pada nafsu seksual.

(22)

dibimbing oleh kalbu cahaya ilahi maka ghadabnya akan berubah menjadi kemampuan yang tinggi derajatnya. (Afifi, 1995, hal: 176-177)

Jika nafsu tersebut dikuasai oleh cahaya ilahi yang muncul adalah sifat-sifat kebaikan, tetapi jika nafsu itu dikuasai oleh syaitan maka yang muncul adala sifat-sifat syaitaniyah dan ini disebut hati yang sakit , hati yang sakit bisa sembu apabila ia kembali kepada cahaya ilahi tetapi akan lebih sakit apabila ia dikuasai oleh nafsu syaitan.

Dalam ilmu jiwa orang yang terganggu mentalnya tidaklah mudah diukur atau diperiksa dengan alat-alat kesehatan, untuk mengetahuinya biasanya hanya bisa dilihat gejalanya seperti tindakannya, tingkah laku dan pikirannya, seperti gelisah, iri hati, sedih yang tidak beralasan, hilangnya rasa kepercayaan diri, pemarah, keras kepala, merosot kecedasannya, suka memfitnah, mengganggu orang lain dan sebagainya.

Kesehatan mental juga berpengaruh terhadap kesehatan badan, akhir-akhir ini dalam ilmu kedokteran ditemukan istilah psychomtic yaitu penyakit yang disebabkan oleh mental, misalnya tekanan darah tinggi, tekanan darh rendah, exceem, sesak nafas, dan sebagainya. (Derajat, 1970, hal: 23)

Obat dari berbagai penyakit mental dan yang disebabkan oleh mental adalah berfungsinya system kerja yang harmonis antara kalbu, akal, dan nafsu. Dan ini hanya bisa dilakukan melalui latihan-latihan kejiwaan secara terus menerus.

(23)

Dalam ilmu tasawuf jiwa yang bersih dan jiwa kotor termasuk dalam nafsu. Dan mereka membagi nafsu menjadi 3 bagian :

1. Nafsu amarah, ia senantiasa cenderung maksiat, baik maksiat lahir maupun maksiat bathin. Orang yang didominasi oleh nafsu amarah maka wujud kepribadiannya ialah tamak, serakah, keras kepala, angkuh, dan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji lainnya seperti free sexs, suka berkelahi dan sebagainya.

2. Nafsu lawamah, ia sudah mendapat nur ilahi dan suka beribadah tetapi masih sering melakukan maksiat bathin kemudian bersegera beristighfar dan berusaha memperbaikinya. Orang yang berkepribadian lawamah maka senantiasa akan mengevaluasi diri (self correction) untuk menjadi lebih baik.

(24)

BAB III

PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

3. 1 Deskripsi Subjek

Oberver menggunakan kriteria 5W (What, Who, Where, When, dan Why) untuk mendeskripsikan subjek. Kriteria What memaparkan apa yang kami observasi. Kriteria Who memaparkan siapa yang kami observasi. Kriteria Where

memaparkan deskripsi dimana kami melakukan observasi. Kriteria When

memaparkan kapan kami melakukan observasi. Dan kriteria Why memaparkan penjelasan mengapa kami melakukan studi kasus mengenai kepribadian sehat pada individu yang berprofesi sebagai Tukang Pijat.

3.1.1. Apa?

Kami melakukan Observasi mengenai Kepribadian Sehat pada seseorang yang memiliki pekerjaan. Tujuan akhir pada Observasi ini adalah kami ingin mengetahui apakah kepribadian yang dimiliki oleh Subjek yang bekerja sebagai Tukang Pijat memiliki kepribadian sehat menurut perspektif Psikologi (Teori Erich Fromm; Orientasi Produktif) dan menurut perspektif Islam (Kerpibadian Muthmainnah)

3.1.2 Siapa?

Subjek bernama Bapak M. Z . Pekerjaan Subjek adalah sebagai Tukang Pijat, namun kemampuan Subjek tidak hanya sebatas memijat pasien yang sakit, Subjek juga mampu menangani penyakit-penyakit secara medis. Dalam metode penyembuhannya, Subjek mengkolaborasi dua metode, alternatif dan medis. Hal ini dikarenakan Subjek tertuntut untujk mengobati penyakit-penyakit yang semakin lama semakin beraneka ragam, sehingga Subjek merasa perlu untuk mengkolaborasikan keduanya. (Wawancara I, 4 Maret 2013)

(25)

Observasi dilakukan di Jalan Wahid Hasyim, RT. 4 RW. 3 Gang VIII, Desa Belung, Kecamatan Ponco Kusumo, Malang. Wanwancara I dan II dilakukan di rumah yang sekaligus menjadi tempat praktek pengobatan Subjek.

Gambar 3. Rumah Pak Nuri – dari sisi samping-depan

Sedangkan wawancara III dilakukan di rumah Ketua RT, (Lihat Gambar. 17) Bapak Supawi, yang juga beralamatkan di Jalan Wahid Hasyim, RT. 4 RW. 3 Gang VIII, Desa Belung, Kecamatan Ponco Kusumo, Malang. (Wawancara III, 22 Maret 2013)

Gambar 17. Rumah Bapak Supawi, Ketua RT desa Belung.

(26)

depan rumah Subjek terdapat ruang tunggu untuk pasien yang mengantri. Di ruang tunggu juga disediakan beberapa kursi. (Lihat Gambar.8) (Observasi, 4 Maret 2013)

Gambar 7. Ruang pengobatan untuk pasien

Gambar 8. Kursi untuk menunggu yang berada di ruang tunggu.

(27)

Wawancara I dilakukan pada hari Senin, tanggal 4 Maret 2013, sekitar pukul 16.00 sampai selesai. Sedangkan wawancara II dan III dilakukan pada hari Kamis, tanggal 22 Maret 2013, sekitar pukul 13.00 sampai selesai.

Subjek memiliki jam kerja dalam pekerjaannya. Jam kerja pertama di pagi hari, mulai pukul 10.00 – 16.00. sedangkan jam kerja kedua di malam hari, mulai pukul 19.00 – selesai. Subjek membuka prakteknya setiap hari, kecuali pada malam jumat dan hari jumat. (Observasi, 4 Maret 2013)

3.1.5 Mengapa?

Observer tertarik untuk memilih Bapak M Z sebagai Observee karena Observer merasa pekerjaan yang digeluti Bapak M Z cukup unik. Sebelumnya, Observer juga mendengar kabar jika Subjek tersebut bisa membantu mengobati berbagai macam penyakit, bahkan kemampuannya hampir seperti dokter. Sehingga, Observer merasa perlu mengamati dan terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui apakah dengan pekerjaan sebagai tukang pijat, Subjek memilki karakteristik-karakteristik kepribadian sehat yang telah dipaparkan sebelumnya.

3.2 Setting Lingkungan Sosial Subjek

(28)

Gambar 2. Halaman depan rumah Pak Nuri – yang di-arsitekturi oleh Pak Nuri Sendiri

Gambar 3. Rumah Pak Nuri – dari sisi samping-depan

Letak rumah Subjek terletak cukup jauh dengan para tetangga, karena di sekeliling rumah Subjek hanya ada pohon, taman, dan tumbuh-tumbuhan. (Lihat Gambar.2 dan Gambar.3) Hal ini membuat Subjek semakin merasa temarginalkan oleh masyarakat, (Wawancara I, 4 maret 2013). Padahal menurut RT setempat, masyarakat sekitar memahami jika Subjek tidak pernah ikut kegiatan rutin yang diadakan di masayarakat. Masyarakat juga tidak mempermasalahkannya. (Wawancara III, 22 Maret 2013)

Subjek cenderung menutup diri dari lingkungan sosialnya. Hal ini terlihat

dari letak rumah Subjek yang “menyendiri” diantara para tetangga. Subjek juga

(29)

dalam masyarakat. Selain karena sibuk dengan pekerjaan, Subjek juga menghindari kegiatan-kegiatan yang berkelompok. (Observasi, 21 Maret 2013)

Karakter sosial masyarakat di desa Subjek sangat ramah. Hal ini tergambarkan dari respon beberapa warga yang banyak tersenyum saat Observer melewati jalan menuju rumah Subjek. (Observasi, 21 Maret 2013)

Observer merasa perlu untuk bertanya mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan interaksi sosial Subjek pada masayarakat sekitar. Sehingga Observer memutuskan untuk mewawancarai Bapak RT yang dianggap sebagai orang yang netral dan mengetahui seluk beluk warga-warganya. Setelah bertanya dimana letak rumah Bapak RT pada beberapa warga, akhirnya Observer menemukan rumah Bapak RT. Bapak RT yang bernama Pak Supawi ini menyambut dengan baik maksud dan tujuan Observer yang telah disampaikan sebelum dilakukan wawancara. Selama proses wawancara Bapak Supawi terlihat

enjoy dalam menjawab semua pertanyaan yang diberikan Observer. (Observasi, 21 Maret 2013)

Menurut Ketua RT selaku subjek pendukung dalam observasi ini, semua masyarakat di desa Belung sudah mengetahui tentang pekerjaan Subjek. Masyarakat tersebut tidak merasa terganggu dengan pekerjaan Subjek. Sehingga masyarakat di desa Belung tidak mempermasalahkan pekerjaan Subjek. (Wawancara III, 21 Maret 2013). Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Fromm mengenai masyarakat yang sehat, menurut Fromm, suatu masyarakat dikatakan sehat bila membiarkan anggotanya mengembangkan cinta satu sama lain, menjadi produktif dan kreatif, mempertajam dan memperluas tenaga dan pikiran objektifitasnya.

(30)

3.3 Latar Belakang Kehidupan Subjek

Subjek merasa tidak pernah meminta apa yang telah Subjek dapatkan saat ini. Begitu juga kemampuan dan pengetahuan yang didapatkan Subjek, itu semua diterima Subjek dari proses adaptasi atas masalah-masalah kehidupan masa lalunya. (Wawancara I, 4 Maret 2013)

Sebelumnya, bisa dikatakan bahwa Subjek adalah orang yang dulunya hidup dalam keadaan yang kurang dari cukup, karena Subjek mengatakan bahwa dalam waktu 9 tahun Subjek tidak mampu untuk membeli beras. Dimulai dari perjalanan panjang dan dari kesulitan-kesulitan sosial ekonomi ini, Subjek mulai

merasa mendapatkan suatu “pencerahan” yang didapatkan dari hasil belajar dari

alam. Selama menjalani hidup yang dihimpit banyak masalah, Subjek mencoba beradaptasi dengan segala keadaan tersebut. Sampai pada akhirnya, kondisi-kondisi tersebut yang mengantarkan Subjek pada pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya tersebut. Sehingga dengan pengetahuan dan kemampuannya itu Subjek dapat bekerja untuk menolong dan membantu menyembuhkan orang yang sakit. (Wawancara I, 4 Maret 2013)

Memang pada awalnya, Subjek merasa bahwa Subjek tidak bisa menerima pekerjaan ini, namun dikarenakan tuntutan akan kebutuhan hidup yang mendesak dan karena nasehat yang diberikan oleh orang tua, keluarga, dan orang-orang terdekat, akhirnya Subjek menerima menerima dengan rela pengetahuan kemampuan-kemampuan tersebut, dan dengan pengetahuan serta kemampuannya Subjek dapat menjalani kehidupan bersama keluarganya dengan serba kecukupan. (Wawancara I, 4 Maret 2013)

(31)

3.4 Pekerjaan dan Aktivitas Keseharian Subjek

Subjek bekerja selama kurang lebih 6 hari dalam seminggu. Jam kerja pertama di pagi hari, mulai pukul 10.00 – 16.00. sedangkan jam kerja kedua di malam hari, mulai pukul 19.00 – selesai. Subjek membuka prakteknya setiap hari, kecuali pada malam jumat dan hari jumat. (Lihat Gambar.14 ) (Observasi, 4 Maret 2013)

Gambar 14. Jam Kerja Subjek

Selain bekerja sebagai tukang pijat, subjek juga menjalani aktivitas kesehariannya sebagai seorang ayah dari lima anak. Subjek juga mempunyai kegiatan keagamaan rutin dengan keluarga, yakni sholat berjamaah. Jika sedang tidak ada pasien, Subjek biasanya ngerumput, atau yang biasa dikenal dengan ngarit – yakni, membersihkan atau mengurusi taman dan tanaman yang ada di sekitar rumah. (Wawancara I, 4 Maret 2013)

3.5 Konsep Kepribadian Sehat

(32)

3.5.1 Kepribadian Sehat Perspektif Erich Fromm

Dalam keilmuwan Psikologi, Erich Fromm memberikan suatu gambaran jelas tentang kepribadian yang sehat (Orientasi Produktif). Individu diinterpretasikan memiliki Kepribadian Sehat (Orientasi Produktif), ketika individu tersebut memiliki + prosentase sebesar 100%. Dimana prosentase sebesar 100% tersebut dibagi rata pada keempat aspek dalam Orientasi Produktif.

Dalam konsep “Orientasi Produktif” terdapat 4 aspek yang mendukung

karakteristik Orientasi Produktif, diantaranya: a. Cinta yang Produktif

Aspek 1 memiliki prosentase sebesar 25%, yang kemudian prosentase sebesar 25% tersebut dibagi ke dalam 4 indikator. Sehingga pada tiap-tiap indikator memiliki bobot prosentase sebesar 6,25%

1) Perhatian

Analisis:

Dari sudut pandang salah satu masyarakat (Ketua RT), pekerjaan dari subjek ini sudah diketahui oleh semua masayarakat di desa Belung, hal ini mengindikasikan bahwa masayarakat juga memiliki perhatian yang cukup tinggi pada subjek.

Subjek memiliki sifat perhatian yang cukup tinggi pada sekitarnya, hal ini dibuktikan subjek merekrut orang-orang disekitarnya menjadi asisten. Perhatian yang diberikan masyarakat pada subjek juga cukup tinggi, karena menurut interpretasi dari jawaban responden, sudah banyak orang yang mengenal subjek.

(33)

pekerjaan subjek. Hal ini dikarenakan keraguan pada kemampuan subjek yang tidak didukung dengan pendidikan yang tinggi.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Orientasi Produktif; aspek Cinta yang Produktif; indikator Perhatian, pada pribadi subjek adalah sekitar 5,25%.

2) Tanggung Jawab

Analisis :

Subjek memilki sifat tanggung jawab yang tinggi, hal ini didasarkan pada keterangan Ketua RT bahwa, subjek segera membenahi jalan yang rusak, yang disebabkan oleh kendaraan pasiennya yang banyak. Sifat tanggung jawab yang tinggi pada diri subjek juga didukung oleh keterangan dari Ketua RT. Hal ini semakin menunjukkan bahwa subjek memilki sifat tanggung jawab yang tinggi.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Orientasi Produktif; aspek Cinta yang Produktif; indikator Tanggung Jawab, pada pribadi subjek adalah sekitar 6,25%.

3) Respect (rasa hormat) (+ 4,25%)

Analisis :

(34)

ditarik benang merah, bahwasannya respek subjek pada masyarakat adalah kurang.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Orientasi Produktif; aspek Cinta yang Produktif; indikator Respect (rasa hormat), pada pribadi subjek adalah sekitar 4,25%.

4) Pengetahuan

Analisis :

Subjek memiliki pengetahuan yang cukup banyak tentang pekerjaannya, sehingga bisa dikatakan subjek semakin mencapai sifat-sifat yang mengarah pada orientasi produktif. Pengetahuan subjek bisa dikatakan tidak sedikit, meski subjek hanya tamatan SMA. Dikarenakan pengetahuannya tidak hanya didapatkan dari bangku sekolah, makanya pengetahuan subjek dari hasil belajar dengan alam inilah yang membuat subjek bisa menggeluti pekerjaannya saat ini.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Orientasi Produktif; aspek Cinta yang Produktif; indikator Pengetahuan, pada pribadi subjek adalah sekitar 5,25%.

Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis pada tiap-tiap indikator di atas, Subjek memiliki kesesuaian sekitar 21% dalam aspek Cinta yang Produktif pada konsep Kepribadian Sehat perspektif Erich Fromm.

b. Pikiran yang Produktif

(35)

1). Kecerdasan

Analisis :

Dalam pekerjaannya, otomatis subjek dituntut untuk menjadi pribadi yang cerdas. Dari hasil interpretasi terhadap jawaban subjek nomor 11 (lihat lampiran tabel matrik), subjek jelas memiliki kecerdasan intelektual yang cukup tinggi.

Dalam pekerjaannya, subjek juga dituntut untuk cerdas secara emosi, karena saat bekerja subjek juga sering mendapati pasien-pasien yang membuat subjek merasa jengkel. Cerdas secara emosi dalam konteks ini adalah subjek harus bisa bersabar dan mengontrol emosi terhadap pasien-pasien yang rewel tersebut. Jika ada pasien yang rewel, subjek langsung mengevakuasinya ke rumah sakit, hal ini menggambarkan bahwa subjek tidak mau ambil pusing. Sehingga bisa dikatakan bahwa kecerdasan emosi subjek adalah sedang.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Orientasi Produktif; aspek Pikiran yang Produktif; indikator Kecerdasan, pada pribadi subjek adalah sekitar 7,80%.

2). Pertimbangan

Analisis:

(36)

Pertimbangan-pertimbangan tersebut dipelajari dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Akan tetapi, ketika subjek menangani hal baru–penyakit baru, pertimbangan tersebut akan muncul dari

“pencerahan”, yang diberikan oleh alam.

Alasan subjek menggabungkan dua metode–Qolbu dan Medis adalah semakin banyaknya macam penyakit, sehingga tidak bisa hanya menggunakan salah satunya saja.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Orientasi Produktif; aspek Pikiran yang Produktif; indikator Pertimbangan, pada pribadi subjek adalah sekitar 8,30%.

3) Objektivitas

Analisis:

Sebagian metode yang digunakan subjek memang cukup susah untuk dirasionalisasikan, namun subjek mengaku bahwa, semua pertimbangan dalam menangani pasien selalu didahului oleh logika, sehingga bisa dikatakan bahwa subjek juga memiliki rasa objektivitas yang cukup tinggi.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Orientasi Produktif; aspek Pikiran yang Produktif; indikator Objektivitas, pada pribadi subjek adalah sekitar 7,80%.

(37)

c. Kebahagiaan

Aspek 3 memiliki prosentase sebesar 25%, yang kemudian prosentase sebesar 25% tersebut dibagi ke dalam 2 indikator. Sehingga pada tiap-tiap indikator memiliki bobot prosentase sebesar 12,50 %.

(1) Prestasi Kehidupan yang Paling Tinggi

Analisis:

Dari hasil interpretasi jawaban subjek, dapat dikatakan bahwa makna atau prestasi dalam kehidupan adalah bergerak. Ketika

seseorang bisa “bergerak” maka secara otomatis orang tersebut

akan mencapai prestasi dalam kehidupannya. Dalam hal ini subjek merasa masih berproses mencapainya.

Motivasi bisa dikaitkan sebagai pendorong ari dalam diri untuk mencapai sesuatu (prestasi dalam hidup; bahagia). Motivasi tersebsar subjek yakni ingin mengantarkan anak-anaknya menjadi orang yang sukses.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Orientasi Produktif; aspek Kebahagiaan; indikator Prestasi Kehidupan yang Paling Tinggi, pada pribadi subjek adalah sekitar 12,00%.

(2) Bukti Keberhasilan Individu dalam Kehidupan.

Analisis:

(38)

merupakan bias dari hakekat pekerjaannya, yang pekerjaan tersebut menurut subjek adalah menolong orang lain.

Subjek sudah merasakan kebahagiaan ketika subjek bisa menolong dan membantu menyembuhkan pasien dari penyakitnya. Dari interpretasi terhadap jawaban subjek pada soal nomor 21, 22, 23, dan 24, subjek sudah merasakan kebahagiaan dalam kehidupannya. Hal ini tersiratkan dari aktivitas keseharian subjek dengan pemaknaan subjek terhadap makna kebahagiaan.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Orientasi Produktif; aspek Kebahagiaan; indikator Bukti Keberhasilan Individu dalam Kehidupan, pada pribadi subjek adalah sekitar 12,00%.

Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis pada tiap-tiap indikator di atas, Subjek memiliki kesesuaian sekitar 24% dalam aspek Kebahagiaan pada konsep Kepribadian Sehat perspektif Erich Fromm.

d. Suara Hati

Aspek 4 memiliki prosentase sebesar 25%, dan dikarenakan pada aspek 4 hanya memiliki 1 indikator, maka bobot prosentase indikator tersebut adalah sebesar 25%.

Analisis:

Memang pada awalnya, subjek merasa bahwa subjek tidak bisa menerima pekerjaan ini, namun dikarenakan tuntutan akan kebutuhan hidup yang mendesak dan karena nasehat yang diberikan oleh orang-orang terdekat, akhirnya subjek menerima pekerjaannya saat ini.

(39)

bekerja. Pekerjaan ini adalah murni keikhlasan subjek atas kemampuan yang diberikan Allah melalui alam kepadanya. Sehingga jelas bahwa pekerjaan ini merupakan suara hati subjek. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis di atas, Subjek memiliki kesesuaian sekitar 23% dalam aspek Suara Hati pada konsep Kepribadian Sehat perspektif Erich Fromm.

3.5.2 Kepribadian Sehat Perspektif Islam

Sedangkan dalam perspektif Islam sudah jelas pula konsep tentang struktur kepribadian seorang muslim (Kepribadian Muthmainnah), yakni struktur kepribadian yang harmonis, yang terdiri dari aspek Qolb, Akal, dan Nafsu. Individu diinterpretasikan memiliki Kepribadian Sehat (Kepribadian Muthmainnah), ketika individu tersebut memiliki + prosentase sebesar 100%. Dimana prosentase sebesar 100% tersebut dibagi rata pada ketiga aspek dalam Kepribadian Muthmainnah. Dalam konsep “Kepribadian Muthmainnah” terdapat 3 aspek yang mendukung karakteristik Kepribadian Muthmainnah, diantaranya:

a. Qolb

Kepribadian Muthmainnah diindikasikan dengan adanya dominasi aspek Qolbu dalam pribadi seseorang, sehingga Observer memberikan bobot prosentase yang cukup tinggi pada aspek Qolbu, yakni 50 %. Aspek 1 memiliki prosentase sebesar 50%, yang kemudian prosentase sebesar 50% tersebut dibagi ke dalam 3 indikator. Sehingga pada tiap-tiap indikator memiliki bobot prosentase sebesar 16,60 %.

1) Iman

Analisis:

(40)

tidak yakin bahwa pekerjaan ini yang terbaik bagi dirinya. Tapi setelah mendapat saran dari orang-orang yang dipandang sebagai orang tua (mempunyai kedalaman hati) maka Subjek yakin dengan pekerjaannya.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Kepribadian Muthmainnah; aspek Qolb; indikator Iman, pada pribadi subjek adalah sekitar

15,60%.

2) Islam

Analisis:

Aktivitas Subjek merupakan manifestasi dari sifat iman dan islam. Aktivitas Subjek merupakan cerminan bahwa Subjek adalah seorang muslim.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Kepribadian Muthmainnah; aspek Qolb; indikator Islam, pada pribadi subjek adalah sekitar

15,60%.

3) Ihsan

Analisis:

Subjek mempunyai dasar kepribadian ihsan. Subjek dapat merasakan kebahagiaan pasien yaitu hasil dari kepribadian ihsan Subjek.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Kepribadian Muthmainnah; aspek Qolb; indikator Ihsan, pada pribadi subjek adalah sekitar

(41)

Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis di atas, Subjek memiliki kesesuaian sekitar 48% dalam aspek Qolb pada konsep Kepribadian Sehat perspektif Islam.

b. Akal

Dalam mencapai Kepribadian Muthmainnah, dibanding dengan aspek Nafsu, akal masih sedikit lebih banyak bobot prosentasenya, sehingga Observer memberikan bobot prosentase sebesar 30 %

Aspek 2 memiliki prosentase sebesar 30%, yang kemudian prosentase sebesar 30% tersebut dibagi ke dalam 3 indikator. Sehingga pada tiap-tiap indikator memiliki bobot prosentase sebesar 10 %.

1) Sosial

Analisis:

Subjek mengetahui kegiatan yang ada di masyarakatnya. Namun, Subjek kurang aktif dalam kegiatan sosial, bukan berarti Subjek tidak mempunyai sifat sosial melainkan Subjek sibuk menolong pasien dan lebih asik dengan kegiatannya sendiri yaitu menyatu dengan Alam.

Dalam hal materi Subjek tidak memperhitungkan untung dan rugi. Artinya Subjek percaya pada Allah bahwa jika Subjek menolong pasti ditolong. Dikarenakan Subjek adalah makhluk sosial Subjek merasa senang membantu orang tetapi Subjek tetap membutuhkan waku untuk istirahat.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Kepribadian Muthmainnah; aspek Akal; indikator Sosial, pada pribadi subjek adalah sekitar

(42)

2) Moral

Analisis:

Subjek menyadari ada sebagian orang yang tidak suka ketika memulai pekerjaannya. Pada akhirnya orang-orang yang dulunya mencela pekerjaan Subjek pun menerima karena rasa sosial Subjek yang tinggi.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Kepribadian Muthmainnah; aspek Akal; indikator Moral, pada pribadi subjek adalah sekitar

10%.

3) Rasional

Analisis:

Dalam menanggapi orang-orang yang kurang suka dengan pekerjaannya, Subjek mengedepan-kan moral,rasio yaitu menahan hawa nafsunya. Dalam proses penanganan kasus, Subjek selalu mengedepankan rasionya walaupun cara penanganannya memakai metode alternatif.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Kepribadian Muthmainnah; aspek Akal; indikator Rasional, pada pribadi subjek adalah sekitar

9%.

Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis di atas, Subjek memiliki kesesuaian sekitar 27% dalam aspek Akal pada konsep Kepribadian Sehat perspektif Islam.

(43)

Dalam Kepribadian Muthmainnah, Nafsu memiliki bobot prosentase yang paling sedikit, karena porsi dari peranan Nafsu dalam Kepribadian Muthmainnah juga yang paling sedikit, sehingga Observer hanya memberikan bobot prosentase sebesar 20 %.

Aspek 3 memiliki prosentase sebesar 20%, dan dikarenakan pada aspek 3 hanya memiliki 1 indikator, maka bobot prosentase indikator tersebut adalah sebesar 20%.

Analisis:

Subjek mengkesampingkan urusan duniawi dan meyakini akan rahmat Allah. Subjek juga merasa cukup dengan apa yang telah diterima dari Allah.

Dari analisis di atas, Observer menyimpulkan bahwa jika diprosentasekan penerapan konsep Kepribadian Muthmainnah; aspek Nafsu; indikator Mengejar Kenikmatan Dunia, pada pribadi subjek adalah sekitar 19%.

Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis di atas, Subjek memiliki kesesuaian sekitar 19% dalam aspek Nafsu pada konsep Kepribadian Sehat perspektif Islam.

3.5.3 Kepribadian Sehat Perspektif Subjek

Berikut adalah jawaban subjek ketika Observer memberikan pertanyaan terkait dengan konsep/karakteristik kepribadian sehat menurut Subjek:

“Ini banyak faktor ya, banyak faktor. Jadi saya melihat sesuatu itu

(44)

psikisnya. Kalo pasien sudah kena gitu, saya mencoba masuk ke alamnya, mesti ada permasalahan. Jadi kita dengarkan, menjadi pendengar yang baik itu kan lego, diutarakan semua. Lha ini masalahnya sebenarnya, selama kita melihat dari sisi kliniknya, selama itu penyakit ini, obat apapun, threatment yang dipakai, nggak menyembuhkan. Lah, kalo sudah kita masuk permasalahan seutuhnya tadi, kita mau coba mencarikan solusi itu, ya kita kembalikan lagi, lari ke kebutuhan rohani yaitu agama, tawakkal

kita tumbuhkan disana. Lha ternyata lebih mudah, sehingga orang ada sugesti ya, ada sugesti, ternyata sugesti ini membangun suatu anti-bodi, ya suatu keyakinan, sehingga organ-organ semua ini

diperintahkan sehat, ya sehat.” (Wawancara I, 4 Maret 2013) “Ya sehat secara rohani ya secara sosial itu sehat, secara rohani ya kita maklumi secara sosial ya gitu. Lah itu yang bisa beradaptasi dan juga bisa membantu ikut simpati disana. Sehat rohani yoo mempunyai Tuhan dan konsekuen dengan keyakinannya itu.”

(Wawancara II, 21 Maret 2013)

(45)
(46)

BAB IV

KESIMPULAN

Kepribadian yang dimiliki Subjek memiliki kesesuaian dengan konsep kepribadian sehat menurut Erich Fromm – Orientasi Produktif, dengan kesesuaian prosentase sebesar 92%* dari 100%.

Sedangkan kesesuaian kepribadian yang dimiliki Subjek dengan konsep kepribadian sehat menurut Islam – Kepribadian Muthmainnah, dengan kesesuaian prosentase sebesar 94%* dari 100%.

Karakter seseorang dikatakan memiliki kepribadian sehat dalam perspektif Subjek adalah seseorang yang sehat secara jasmani dan sehat secara rohani. Sehat secara jasmani adalah orang yang sehat secara fisik. Ketika tidak ada keluhan rasa sakit pada fisik, berarti orang tersebut bisa dikatakan sehat secara jasmani. Sedangkan sehat secara rohani adalah orang yang sehat secara sosial dan sehat secara ideologi. Yang dimaksud sehat secara sosial adalah orang yang bisa beradaptasi dengan lingkungan sosial, serta bisa mengatasi masalah-masalah sosial-ekonomi dalam kehidupannya. Sehat secara ideologi adalah seseorang yang memiliki sisi rohani keagamaan yang baik.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Afifi AE, 1995. A Mysical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi, terj Syahrir Mawi dan Naudi Rahman, Filsafat Mistik Ibnu Arabi, Jakarta: Media Pratama. Al Gazali, 1984. Ihya Ulumu al-Dien, bab, Keajaiban Hati, terj H, Ismail Ya’qub,

Jakarta: Faisan.

Al Gazali, Abu Hamid Muhammad. 1980. Ihya Ulumu al Din, Beirut: Dar al Fikri.

al-Jauhiyah, Ibnu Qayyim. 2000. Keajaiban Hati, Jakarta: Pustaka Ahazam. Bartaman, Hanna Djimhana. 1997. Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju

Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiharjo, Paulus. 1997. Mengenal teori kepribadian mutakhir. Yogjakarta: Kanisius

Cahyono. 2012. Erich Fromm (Psikologi Kepribadian).

http://syauquljazil.wordpress.com/2012/12/27/erich-from-psikologi-kepribadian/ Diunduh pada tanggal 12 Maret 2013

Derajat, Zakiah. 1970. Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung. Fauzi, Ahmad. 1999 Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia.

Hari, Sayyid Mujtaba Musafi.1990. Psikologi Islam. Bandung: Pustaka Hidayah.

http://metode-alternatif.blogspot.com/2010/06/10-pijat-terpopular.html diakses

pada tanggal Maret 2013.

(48)

http://syauquljazil.wordpress.com/2012/12/27/erich-from-psikologi-kepribadian/

diakses pada 12 Maret 2013

Ibnu Abd Allah Muhammad Ibnu Ismail Ibnu al-Mughirah Ibn Badizhah al Ya’fi al- Bukhary, Yaman, Shahih al-Bukhari, Semarang, Thaha Putra, At. Maan Zidadat, dkk. 1986. Al-Mausuat al-Falasifiyah al-Arabiyah, Imma

al-Araby,

Maslow, Abraham. 1993. Motivasi dan Kepribadian, terj Nurul Iman, Bandung: Pustaka Binaan Pressindo.

Muhammad Ustman Najali. 2002. Jiwa Dalam Pandangan Para Filusuf Muslim,

terj Gazi Saloom, SPI, Bandung.

Muhammad, Hasyim. 2002. Dialog Antara Tasawufdan psikologi, Telaah atas pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mujib, Abdul dan Yusuf Muzakir. 2001. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mujib, Abdul. 1992. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung: Triganda Kama.

Phares, E.J. 1992. Clinical Psychology, Consepts, Methods and Profession. 4th ed. Kansas: Brooks/Cole Publishing Co.

Raharjo, Mudjia. 2010. Mengenal Lebih Jauh tentang Studi Kasus.

http://mudjiarahardjo.com/artikel/203.html diunduh pada 5 April 2013

Rajab, Mansur Ali. 1961. Taam Mulut fi Falsafah al-Akhlak, Mesir: Maktabah al-Anjatu al-Mishriyah.

Slamet, Suprapti I. S dan Sumarto Markam. 2003. Pengantar Psikologi Klinis.

(49)

Gambar

Gambar 3. Rumah Pak Nuri – dari sisi samping-depan
Gambar 8. Kursi untuk menunggu yang berada di ruang tunggu.
Gambar 2. Halaman depan rumah Pak Nuri  – yang di-arsitekturi oleh Pak Nuri Sendiri
Gambar 14. Jam Kerja Subjek

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Desa/Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a harus menyampaikan formulir data rekapitulasi pendaftaran sebagaimana dimaksud pada

Apakah guru selalu memasukkan nilai kedisiplinan dan tanggung jawab ketika Anda belajar di

Dari hasil wawancara peneliti dengan guru tersebut diperoleh informasi bahwa kesulitan- kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran Bahasa Arab di MAN Tebing Tinggi antara

Sarana tersebut adalah yaitu Aula Tahfizh Putera dan Puteri Pondok Pesantren Hidayatul Mustafid, dengan harapan ilmu-ilmu Islam bisa tersebar luas serta Pemerintah dapat

Bila pasien pulang diluat jam kerja untuk urusan administrasi akan dilakukan di hari berikutnya RS MITRA KEMAYORAN DOKTER SPESIALIS RAWAT JALAN YANG TIDAK KERJASAMA DENGAN

Hasil menunjukan bahwa informan mengetahui tentang bahaya di tempat kerja dan pengendalian untuk menghindari bahaya di tempat kerja, informan merasa tidak nyaman

Dokumen sebut harga yang telah diisi dengan lengkap dan bertandatangan hendaklah dihantar menggunakan Sampul Surat berlakri dengan menulis; “SEBUT HARGA MENYEWA DAN

Beşir Fuad, Victor Hugo hakkında yazdığı ve Türk edebiyat tarihinde yazılmış ilk tenkidli monografi sayılabilecek küçük fakat önemli eserinde, çağdaşı olan