• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU PENGKONSUMSIAN AIR MINUM sistem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERILAKU PENGKONSUMSIAN AIR MINUM sistem "

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PENGKONSUMSIAN PRODUK BERISIKO: KASUS PADA PENGKONSUMSIAN AIR BERSIH PDAM DI SURABAYA

Diajukan oleh:

Dr. Gancar C. Premananto Sri Gunawan, DBA.

(2)

PERILAKU PENGKONSUMSIAN PRODUK BERISIKO:

KASUS PADA PENGKONSUMSIAN AIR BERSIH PDAM DI SURABAYA

ABSTRAKSI:

Air bersih dari PDAM di Indonesia khususnya di Surabaya sudah mencapai batas yang mengkhawatirkan, dengan demikian pengkonsumsian terhadap air ini untuk air minum

sangatlah dipertanyakan, mengingat dampaknya pada kesehatan konsumennya. Perilaku pengkonsumsian air bersih bagi warga menjadi hal yang menarik untuk diamati. Sikap (risk attitude) dan persepsi (risk perception)atas risiko, serta tingkat pengetahuan atas kualitas PDAM, dengan variabel moderator tingkat pendapatan dan

pendidikan diamati pengaruhnya terhadap perilaku pengkonsumsian (risk behavior) produk PDAM. Pengujian dilakukan dengan mengadopsi model Arrow-Pratt yang merupakan model dari ilmu Manajemen Keuangan, yakni diamati dari keterkaitan pengkonsumsian produk berisiko dengan sikap dan persepsi atas risiko produk. Penggunaan model dari ilmu Manajemen Keuangan juga memberikan kontribusi pada

diskusi perbedaan perceived risk dan risk perception. Hasil dari penelitian ini selain menyajikan bentuk konvergensi ilmu antara Manajemen Keuangan dengan Manajemen

Pemasaran, juga diharapkan secara praktis dapat memberikan masukan bagi PDAM, juga bagi Industri yang menjadi solusi terhadap air minum tersebut seperti industri Air Minum dalam Kemasan (AMDK), water purifier dan air isi ulang dalam menyediakan

kebutuhan utama kehidupan.

(3)

I. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Pencemaran air sungai bukanlah hal baru di Indonesia. Kasus yang terjadi di Surabaya sendiri, berdasarkan data dari Ecological Observation and Wetlands Conservation/ECOTON (Koran Tempo, 12 Juni 2012), sejak 2004 setidaknya ada 16 kasus pencemaran lingkungan yang ditangani oleh Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya. Dari sumber yang sama, pencemaran yang terjadi diperkirakan mencapai Rp 1.152 miliar akibat matinya ribuan ekor ikan dari berbagai spesies. PDAM menambahkan zat adiktif seperti sulfat, kaporit dan zat-zat lain lebih banyak untuk meningkatkan kadar oksigen (dissolved oxigen). Lebih lanjut, dengan mengamati kondisi insang ikan nila dan ikan tawes, hasil riset dari Trihadiningrum dan Tandjung (2007) dari ITS, menunjukkan bahwa pencemaran air di Kali Surabaya tercemar secara bervariasi, dari yang sedang, agak berat dan berat. Pencemaran tersebut pada dasarnya juga berdampak serius bagi manusia, mengingat 96% bahan baku PDAM Surya Sembada Kota Surabaya mengandalkan air sungai Surabaya dan kemudian hasil jadinya dikonsumsi oleh + 499 ribu pelanggan.

(4)

merkuri, seperti contoh di Teluk Minamata Jepang tahun 1953-1960 yang mengakibatkan 100 orang meninggal atau cacat.

Dengan melihat adanya potensi serius berkaitan dengan pengkonsumsian produk PDAM, pada dasarnya konsumen memiliki pilihan dalam pola pengkonsumsian air minum. Di pasaran telah tersedia dengan mudah air minum dalam kemasan (AMDK). Masyarakat juga dengan mudah menemui depot air minum dalam kemasan. Bahkan di ritel saat ini telah dijual alat pemurni air (water purifier) dengan harga yang cukup terjangkau. Banyaknya pilihan opsi tersebut, menjadi daya tarik untuk penelitian lebih lanjut. Konsumen pada dasarnya telah memiliki pilihan untuk tidak melakukan konsumsi produk berisiko. Maka adalah penting, mengamati tingkat kepercayaan konsumen terhadap produk air dari PDAM dengan pendekatan pengamatan terhadap persepsi, sikap maupun perilaku pengkonsumsiannya.

Perilaku pengkonsumsian produk berisiko tidak dapat terlepas dari aspek internal konsumennya. Menurut model Arrow – Pratt, yang diadaptasi oleh Paraschiv dan Zahari (2000), Pennings et al. (2002), Pennings dan Wansink (2003), Pennings et al.

(2008) untuk masalah pangan – perilaku pengkonsumsian produk berisiko dipengaruhi oleh sikap (risk attitude) dan persepsi atas risiko (risk perception)serta interaksi antar keduanya. Bahwa seseorang tetap dimungkinkan mengkonsumsi produk yang berisiko ketika ia memiliki sikap menyukai risiko (risk taker), dan sebaliknya. Juga bahwa seseorang dimungkinkan mengkonsumsi produk yang berisiko karena ia menganggap risiko produk tersebut kecil, dan sebaliknya. Dengan demikian model Arrow-Pratt dijadikan sebagai model utama yang digunakan untuk mengamati perilaku pengkonsumsian produk air PDAM.

(5)

variabel pelengkap dari model yang akan diuji. Hal ini juga disarankan dalam Premananto (2003).

Secara keseluruhan, kondisi demografis konsumen dimungkinkan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan pola perilaku pengkonsumsian (Hawkins dan Mothersbaugh, 2010). Hal ini juga terdukung dari riset Premananto (2003) yang mendapatkan hasil bahwa faktor pendidikan memberikan perbedaan dalam mempersepsikan risiko produk. Maka model yang berusaha dimunculkan dalam riset ini adalah pengujian terhadap model Arrow-Pratt untuk permasalahan pengkonsumsian produk publik yang berisiko dengan mengembangkan model tersebut pada pengamatan kondisi demografis yang berbeda.

I.2. Permasalahan

Air selaku produk publik haruslah dikelola sebaik mungkin karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun ketika kualitasnya terbukti buruk karena bahan bakunya yang buruk, maka para konsumen dihadapkan pada perilaku pengkonsumsian produk berisiko. Dengan menggunakan model Arrow-Pratt dilakukan pengujian pola perilaku konsumen produk PDAM dengan mengkaitkannya dengan aspek internal konsumen antara lain sikap dan persepsi atas risiko, dan ditambahkan variabel pengetahuan atas risiko produk, norma subyektif, persepsi pengendalin serta faktor demografinya. Secara lebih rinci, permasalahan yang berusaha diuji, antara lain:

1. Pengaruh Sikap atas risiko air PDAM terhadap perilaku pengkonsumsian air PDAM. 2. Pengaruh Persepsi atas risiko air PDAM terhadap perilaku pengkonsumsian air

PDAM.

3. Pengaruh interaksi antara Sikap dan Persepsi atas risiko air PDAM terhadap perilaku pengkonsumsian air PDAM.

4. Pengaruh Pengetahuan atas air PDAM terhadap persepsi atas risiko air PDAM.

I.3. Tujuan

(6)

model yang diambil dari Manajemen Keuangan dan dari Manajemen Pemasaran sendiri, untuk memunculkan adanya konvergensi ilmu dalam menjelaskan sebuah fenomena.

Riset juga ditujukan untuk memberikan masukan bagi para pengelola industri air minum termasuk para pengambil kebijakan, mengenai persepsi dan sikap konsumen air minum. Diharapkan dengan riset ini, dapat dirumuskan strategi dan program pemasaran yang efektif.

I.4. Manfaat

1. Memahami perilaku konsumen untuk produk yang berisiko dengan mengkonvergensikan teori dari Manajemen Keuangan dan Manajemen Pemasaran. 2. Dengan mengetahui variabel yang dianggap berpengaruh pada perilaku

(7)

II. LANDASAN TEORI

II.1. Risiko

II.1.1. Definisi Risiko

Menurut konvensi manajemen keuangan, risiko diinterpretasikan sebagai kondisi tidak adanya kepastian (the absence of certainty). Lebih spesifik Doherty (1982) menyampaikan bahwa risiko terjadi karena adanya variasi dari hasil akhir. “Risk refers to the quality of variation in the range of possible outcomes; the greater the potential variation, the greater the risk.” Adapun dalam perilaku konsumen, pengertian risiko menjadi lebih spesifik dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan konsumen. Loudon dan Bitta (1988) menerangkan pengertian risiko sebagai “… uncertainty regarding the most appropriate purchase decision or the consequences of the decision.”

Dalam pengambilan keputusan dan perilaku konsumen, konsep risiko sering dianalisis dalam konsep perceived risk, yang memiliki 2 dimensi yakni persepsi atas ketidakpastian/kemungkinan terjadi dan tingkat keseriusan konsekuensi negatif yang didapat dari pengkonsumsian produk. Hal tersebut salah satunya dikemukakan oleh Dowling dan Staelin (1994), “The concept of perceived risk most often used by consumer researchers defines risk in terms of the consumer’s perception of the uncertainty and adverse consequences of buying a product (or service).” Dukungan juga disampaikan oleh Peter dan Olson (1999), “Perceived risks concern the undesirable consequences that consumers want to avoid when they buy and use products… the amount of perceives risk a consumer experiences is influenced by two things: (1) the degree of unpleasantness of the negative consequences and (2) the likelihood that these negative consequencess will occur.”

Dalam perilaku konsumen, risiko merupakan faktor kunci dalam proses pengambilan keputusan. Hal tersebut dikarenakan setiap pembelian suatu produk tertentu dapat mengakibatkan risiko tertentu, yang bervariasi besar kecilnya (Pennings

(8)

II.1.2. Bentuk-bentuk Risiko

Risiko yang mungkin terjadi dari hasil suatu pembelian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk (Schiffman dan Kanuk, 2000; Loudon dan Bitta, 1988), antara lain:

(1)Financial risk, yakni konsumen mungkin akan kehilangan uangnya apabila produk tidak berfungsi atau memakan biaya yang besar untuk membuatnya berfungsi dengan baik,

(2)Performance risk, apabila produk tidak bekerja sebagaimana mestinya,

(3)Physical risk, yakni apabila produk berbahaya atau mengakibatkan dampak negatif bagi kesehatan seseorang,

(4)Psychological risk, apabila produk yang dibeli tidak sesuai dengan citra diri seseorang,

(5)Time-loss risk, apabila produk tersebut membuang waktu, kenyamanan dan usaha konsumen untuk menyetel , memperbaiki atau memindahkannya.

Kategori yang hampir sama juga dikemukakan oleh Rohrmann (2002) namun lebih mengarah pada bahaya yang mungkin terjadi saat melakukan aktivitas berisiko, yakni:

(1)Physical – accidents, seperti untuk aktivitas mendaki, mengebut dll.

(2)Physical – illness, seperti untuk aktivitas merokok, seks bebas, bekerja di sekitar wilayah radiasi dll.

(3)Financial, seperti investasi di pasar saham, berjudi, adu pacuan kuda dll.

(4)Social, seperti mengikuti pemilihan/audisi/kontes, menyatakan diri homoseksual dll.

Adapun dari perspektif psikologi (Schutz, 2000) menyatakan ada pembedaan yang penting dari bentuk risiko berdasarkan kemampuan individu untuk mengontrol aktivitasnya, yakni:

(9)

(2)Environmental risk, yakni diakibatkan dari aktivitas bermasyarakat, baik karena penggunaan teknologi (seperti pembangkit tenaga nuklir, industri bahan kimia), produk-produk teknologi (seperti pestisida, gas karbon dari kendaraan, limbah) atau juga karena proses alamiah (seperti banjir, gempa bumi). Pada prinsipnya, individu tidak mempunyai kontrol terhadap terjadinya aktivitas pengkonsumsian produk berisiko.

Khusus untuk produk makanan dan minuman, risiko terutama mengarah pada

physical risk - illness, yakni risiko pembelian dan pengkonsumsian produk terhadap kesehatan diri konsumen. Untuk kategorisasi terakhir, untuk produk air PDAM, risiko terjadi karena limbah, yang mengarah pada environmental risk.

II.2. Persepsi atas Risiko

Persepsi dalam perilaku konsumen (Schiffman dan Kanuk, 2000) adalah proses yang dilakukan individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimuli menjadi gambaran yang bermakna dan logis. Dengan makna persepsi sebagai proses, maka persepsi dipengaruhi oleh stimuli yang ada.

Persepsi atas risiko dalam perilaku konsumen dikaitkan dengan konsep

(10)

peneliti (Pennings et al., 2002; Pennings dan Wansink, 2003; Pennings et al. 2008) kemudian mengadopsi konsep Risk Perception dari ilmu Manajemen Keuangan/Investasi untuk menggambarkan fenomena perilaku tersebut.

Risk perception dari konsep Manajemen Keuangan tidak menyempitkan makna pada sesuatu yang tidak menyenangkan/negatif saja, namun lebih bermakna sesuatu yang tidak pasti terjadinya di masa mendatang. Hal tersebut disampaikan oleh Doherty (1985), “Risk, in this sense, does not imply that outcomes are adverse, only they are not known in advance. Thus risks includes the possibility that there result may provide a pleasant surprise.” Bahkan pada dasarnya, risiko dapat dilihat dalam 3 perspektif (Rohrmann, 2002), yakni:

(1) Perspektif negatif, risiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian, ancaman atau kerusakan secara fisik, sosial atau finansial,

(2) Perspektif netral, risiko berarti adanya ketidakpastian hasil (baik atau buruk) dari suatu keputusan,

(3) Perspektif positif, risiko dimaknai sebagai sesuatu yang menantang dan menggairahkan (thrill).

Konsep perceived risk hanya mengakomodasi perspektif pertama saja, adapun konsep

risk perception dapat mengakomodasi ketiga perspektif risiko yang ada. Konsep risk perception tersebut merupakan konsep yang banyak digunakan dari disiplin ekonomi dan statistik, dan digunakan untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan keuangan dan kesehatan (Pennings et al. 2002).

Definisi konsep Risk Perception menurut Pennings et al. (2002) sebagai berikut; “Risk perceptions reflect the cosumers’ interpretation of the chance to be exposed to the content of the risk and may be defined as a consumers’ assessment of the uncertainty of the risk content in herent in a particular situation…risk perception deals with the decision-maker’s interpretation of the chance to be exphosed to the content of the risk.”

(11)

mengenai kemungkinan dirinya terekspos penyakit akibat minum air PDAM. Risiko terjangkit berbagai penyakit perut adalah yang terutama dapat terjadi

Komponen Risk perception merupakan variabel kontinu, yang memiliki dua kontinum dari mempersepsikan tidak ada resiko sampai mempersepsikan adanya resiko yang tinggi ( Pennings dan Walsink, 2003 )

Weber dan Milliman (1997) menyatakan bahwa risk perception merupakan faktor utama penyebab perubahan perilaku dalam bertaruh, karena pada dasarnya risk preference / risk attitude seseorang bersifat stabil.

Stusi psychometric mengenai risk perception (Schutz et al., 2000) menyatakan bahwa resiko merupakan kombinasi dari besarnya resiko yang ditimbulkan (size of damage) dan kemungkinan timbulnya resiko tersebut (probability of damage), maka dalam pengukuran risk perception, kedua dimensi tersebut harus dapat diukur.

II.3. Sikap atas Risiko

Sikap (Attitude) secara sederhana dapat dinyatakan seberapa positif atau negatif, menyenangi atau tidak menyenangi, pro atau kontra-nya seseorang terhadap sesuatu hal/obyek (Loudon dan Bitta, 1988), jadi menyangkut perasaan atau reaksi evaluatif terhadap suatu obyek. Pengertian lain menyatakan bahwa sikap pada dasarnya adalah kecenderungan berperilaku untuk menyukai atau tidak menyukai suatu obyek tertentu secara konsisten yang berasal dari proses learning (Schiffman dan Kanuk, 2000). Pendekatan yang digunakan dalam definisi ini adalah pendekatan sikap dari komponen afektif saja seperti yang dianut oleh Fishbein dan Ajsen, Oskamp serta Petty dan Cacioppo (Azwar, 2003).

Adapun risk attitude atau sikap atas risiko merupakan variabel yang melekat pada kepribadian seseorang. Pennings et al. (2002) menyatakan pengertian dari risk attitude yakni “Risk attitude reflects a consumer’s general predisposition to risk in a consistent way…risk attitude deal with the decision maker’s interpretation of content of the risk and how much s(he) dislike the risk.” Adapun Rohrmann (2002) menyatakan

(12)

attitude berhubungan dengan kecenderungan seseorang bersikap, yang sifatnya konsisten, terhadap situasi yang mengandung ketidakpastian munculnya resiko.

Dari definisi tersebut juga dapat dijelaskan bahwa risk attitude atau risk preference yang merupakan variabel kontinyu yang memiliki kontinum dari extremely risk averse (menolak risiko apapun dalam kondisi apapun) hingga extremely risk seeking (selalu memilih risiko yang membawa hasil) (Pennings dan Wansink, 2003; Weber dan Milliman, 1997). Hal sama juga disampaikan oleh Rohrmann (2002) dengan menyatakan risk attitude berada dalam range dari sangat hati-hati hingga risk seeking

bahkan menikmati resiko.

Pada dasarnya terdapat tiga bentuk penggolongan sikap seseorang terhadap risiko (Weston dan Copeland, 1995) ;

(1) Pencari risiko (risk seeker / risk lover), adalah kelompok yang senang mengambil risiko.

(2) Penghindar risiko (risk averter / risk avoider), adalah kelompok yang cenderung menjatuhkan keputusan pada sesuatu yang kurang mengandung resiko.

(3) Acuh terhadap resiko (indifference / risk neutral), kelompok yang tidak perduli akan jenis invertasi yang akan diambil.

Schoemaker (1993) menyatakan bahwa risk attitude/risk preference ini merupakan suatu konstruk yang membedakan individu yang sifatnya stabil, dalam artian variabel ini tidak berubah dengan adanya perbedaan rangsangan atau konteks. Pendapat tersebut juga didukung oleh Antony et al.(2001), yang menyatakan bahwa aspek resiko tersebut relatif stabil dan tidak berpengaruh pada konteks / situasi-kondisi. Beberapa teori juga sering mengasumsikan bahwa pada dasarnya seseorang berusaha untuk konsisten terhadap sikap yang diambilnya (Schutz et al., 2000). Kestabilan dalam bersikap tersebut akan terlihat dalam bentuk / domain yang khusus, atau dengan kata lain stabil dalam suatu ruang lingkup permasalahan. Hal tersebut dinyatakan oleh MacCrimmon dan Wehrung yang dikutip oleh Pennings dan Wansink (2003) yakni ‘risk attitude is a domain-specific concept’, dalam penelitian ini domainnya adalah dalam hal kesehatan atau physical illness (Rohrmann) (2002)).

(13)

keputusan risk attitude merupakan komponen utama dalam mendefinisikan perilaku individu dalam situasi yang beresiko (Kahneman dan Tversky, 1992; Thaler, 1985). Karena itu Paraschiv dan Zahari (2000) menyatakan bahwa risk attitude dapat menjelaskan perilaku seseorang dan perilakunya terhadap risiko.

II.4. Perilaku Berkaitan dengan Produk Berisiko

Dalam beberapa penelitian (Pennings, Wansink dan Meulenberg, 2002; Pennings dan Wansink, 2003), perilaku atas produk berisiko (risk behavior) ini mempunyai banyak padanan kata yang juga digunakan dalam penelitian consumer behavior – seperti risk response, consumer’s reaction, consumer’s response, risk behavior dan risk management behavior, yang kesemuanya mempunyai makna yang sama seperti yang disampaikan oleh Rohrmann (2002), “..the actual behavior of people when facing a risk situation.” Atau dengan kata lain aktifitas yang dilakukan oleh konsumen dalam mengantisipasi dan menghadapi resiko, atas pengkonsumsian suatu produk. Paraschiv dan Zahari (2000) lebih menyebutnya sebagai Demand for Risk Reduction.

Lebih lanjut sebelum tahap perilaku (behavior), tahap penting sebelumnya adalah tahapan niat untuk berperilaku (intended behavior / behavior intention) yang mencerminkan latent behavior dalam menghadapi risiko.

II.5. Model Arrow-Pratt

Pennings et al. (2002), menunjukkan bahwa model yang dikembangkan oleh Arrow tahun 1971 dan Pratt pada tahun 1964, memberikan wawasan dari sudut pandang Manajemen Keuangan mengenai hubungan persepsi atas risiko, sikap atas risiko dan perilakunya. Dalam model yang diajukan, manajemen risiko direfleksikan dengan risk premium, merupakan fungsi dari sikap atas risiko (risk aversion), dan persepsi atas risiko (risk perception) serta interaksi antara keduanya. Rumus yang dibangun Arrow-Pratt adalah sebagi berikut;

π = (Ϭ2 / 2) * [ U”(W) / U’(W) ]

(14)

risiko (risk aversion). Dengan demikian, risk premium merupakan fungsi dari tingkat risiko dan sikap atas risiko.

II.5. Keterkaitan Antara Risk Perception, Risk Attitude dan Risk Behavior II.5.1. Pengaruh Risk Perception terhadap Risk Behavior

Secara konsep Trimpop (1994) menyatakan bahwa sebelum seseorang / institusi merespon risiko, mula-mula risiko dipersepsikan atau diidentifikasikan. Kemudian Schiffman dan Kanuk (2002) juga menyatakan “ …consumers are influenced by risks that they perceive, whether or not such risks actually exist. Risk that is not perceived – no matter how real or how dangerous – will not influence comsumer behavior.”

Ditambahkan juga oleh Zaltman dan Wallendorf (1979) bahwa persepsi konsumen terhadap risiko merupakan determinan yang penting terhadap perilaku konsumen.

Hubungan antara Risk Perception dengan Risk Behavior (Intention) secara khusus telah diamati dalam beberapa studi (Paraschiv dan Zahari (2000); Placer dan Delquie (1997)) yang menunjukkkan adanya keterkaitan antara kedua variabel tersebut, namun ditemukan bahwa terkadang muncul ketidak konsistenan. Ketidakkonsistenan dalam studi yang dilakukan oleh Placer dan Delque (1997) tersebut diakibatkan karena adanya pengamatan terhadap risiko secara kolektif dan faktor lain diluar risk perception

yang mempengaruhi perilaku untuk mengurangi risiko misal pertimbangan faktor lainnya atau mempertimbangkan persepsi dari pihak lain. Sedang studi risiko tunggal yang dilakukan oleh Paraschiv dan Zaharia (2000) menunjukkan konsistensi yang tinggi antara risk perception dan niat untuk mengurangi risiko.

Dalam studi Dowling dan Staelin (1994), juga dinyatakan bahwa persepsi terhadap risiko digunakan sebagai variabel penjelas (explanatory variable) dalam penelitian perilaku konsumen terutama mempengaruhi niat berperilaku ( intended behavior)

Dari paparan diatas, intinya adalah bahwa konsep risk perception sebagai variabel yang mempengaruhi risk intended behavior telah diimplementasikan dalam beberapa studi. Dari hal ini, muncul hipotesis berikut;

(15)

II.5.2. Pengaruh Risk Attitude terhadap Risk Intended Behavior

Winardi (1991) mengungkapkan bahwa sikap seorang individu bermanfaat sebagai suatu pedoman umum bagi perilaku ke arah obyek terhadap mana sikap ditujukan (attitudinal object). Lebih spesifik, Zaltman dan Wallendorf (1979) juga menyatakan bahwa dalam kondisi tertentu sikap dapat memprediksi perilaku dan untuk pengukurannya yang lebih tepat aadalah mengukur niat berperilaku (behavioral intention). Hal yang sama juga disampaikan oleh Engel Blackweel dan Miniard (1995) dalam model A Contemporary view of the relationship among beliefs, feelings, attitude, Vehavioral Intention and Behavior.

Secara konsep, Mackey (1994) juga menyatakan bahwa sikap (attitudes)

merupakan prediktor yang baik untuk melihat perilaku apabila individu yang mengambil keputusan memiliki kontrol terhadap perilaku tersebut. Adapun aktifitas mengkonsumsi produk berisiko seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, termasuk aktivitas yang berada dalam kontrol si pelaku.

Dari berbagai studi (Weber & Milliman (1997); Kahneman & Tversky (1992); Thaler (1985)) secara khusus juga telah diamati bahwa komponen utama yang menentukan perilaku individu dalam situasi yang beresiko adalah risk attitude. Individu yang berbeda dalam situasi yang sama dapat bereaksi berbeda terutama dikarenakan individu yang berbeda memiliki risk attitude yang berbeda dan menerima tingkat risiko yang berbeda.

Dari berbagai konsep dan studi diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

risk attitude dapat dijadikan sebagai variabel yang mempengaruhi dalam risk behavior ( intention). Dari paparan ini dimunculkan hipotesis kedua, yakni;

H2: Sikap atas Risiko berpengaruh terhadap Perilaku menjauhi risiko.

(16)

Secara konseptual dinyatakan oleh Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa tingkat risiko yang dipersepsikan oleh konsumendan sikap terhadap risiko mempengaruhi strategi pembelian konsumen.secara bersama risk attitude dan risk perception juga dilihat keterkaitan/hubungannya dengan risk behavior (intention) dalam beberapa studi (Pennings, Wansink, & Meulenberg (2002); Antony, Lin dan Xu, (2001); Pennings dan Wasink (2003). Argumen dari penelitian tersebut adalah bahwa pengaruh

risk attitude dan risk perception terhadap risk behavior (intention) tidak berjalan sendiri namun dalam suatu kombinasi dan interaksi bersama.Dalam sikap yang bagaimanapun seseorang tidak akan mengubah perilakunya apabila dipersepsikan tidak ada suatu risiko, sebaliknya dalam risiko yang bagaimanapun perilaku seseorang akan tergantung dapa sikapnya terhadap risiko.

H3: Persepsi dan sikap atas Risiko berinteraksi mempengaruhi Perilaku menjauhi risiko.

II.6. Pengaruh Pengetahuan atas Risiko terhadap Risk Perception

Perbedaan dan perubahan persepsi salah satunya dikarenakan oleh perbedaan dan perubahan pengetahuan/informasi yang dimiliki (knowledge) (Hawkins dan Mothersbaugh, 2010; Schutz et al., 2000). Seseorang dapat memiliki perbedaan persepsi atas risiko dengan orang lain, ketika ia memiliki perbedaan pengatahuna. Bahkan orang yang sama dapat mengalami perubahan persepsi ketika orang tersebut mendapatkan pengetahuan tambahan berkaitan dengan obyek yang dipersepsikan.

H4: Pengetahuan atas risiko berpengaruh terhadap persepsi atas risiko.

II.8. Kerangka Konseptual

Dari pembahasan terhadap konsep dan studi yang pernah dilakukan, maka secara konseptual terdapat beberapa hubungan dari konsep risk perception, risk attitudes dab risk behavior yang dapt disimpulkan sebagai berikut;

1. Risk perception mempengaruhi risk intended behavior,

(17)

3. Risk perception bersama dengan risk attitudes mempengaruhi risk intended behavior,

4. Pengetahuan mempengaruhi risk perception.

Berdasarkan hubungan-hubungan tersebut maka disusun model hubungan /keterkaitan antar variabel tersebut dengan bentuk sebagai berikut :

Gambar II.1. Kerangka Hubungan

antara Risk Perception, Risk attitude dan Risk Behavior.

PERSEPSI ATAS RISIKO AIR PDAM

SIKAP ATAS RISIKO AIR PDAM

PERILAKU ATAS PENGKONSUMSIAN

AIR PDAM PENGETAHUN ATAS

RISIKO AIR PDAM H1

H2 H

(18)

III. METODE PENELITIAN

III.1. Desain Penelitian

Penelitian utama merupakan penelitian kuantitatif yang dirancang untuk menganalisis model hubungan antara risk perception, risk attitude dan risk behavior dalam mengantisipasi dan menghadapi risiko akibat mengkonsumsi air PDAM. Pada dasarnya ada beberapa hubungan utama dalam satu model yang akan dibahas dalam penelitian ini, yakni :

(1) Pengaruh risk perception dan risk attitudes terhadap risk behavior, dapat dituliskan dalam bentuk;

RB = β10 + β11 RP + β12 RA + β13 RA*RP e

(2) Pengaruh pengetahuan terhadao risk perception, dapat dinyatakan dalam bentuk;

RP = β20 + β21 Pengetahuan + e

Kedua pola hubungan tersebut akan dianalisis secara simultan untuk mendapatkan model yang utuh dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM).

III.2. Sampling

(19)

Pengambilan kota Surabaya sebagai tempat penelitian selain karena masalah kemudahan akses, juga karena Surabaya merupakan kota besar/Ibu kota Provinsi Jawa Timur yang memiliki masalah dalam limbah/pencemaran air.

Unit analisis dari penelitian ini adalah keluarga, yakni mereka yang sehari-harinya menggunakan air untuk diminum. Namun lebih lanjut bahwa responden adalah mereka yang dapat mewakili keluarga untuk menjawab, dalam hal ini adalah suami/istri kelompok menengah ke atas. Kelompok tersebut dipilih karena mereka tentu dapat memiliki kesempatan dan kemampuan untuk memilih minuman yang dikonsumsinya. Kelompok ekonomi bawah, tidak seringkali tidak memiliki kebebasan untuk membuat pilihan air yang dikonsumsi untuk air minum. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.

III.3. Variabel Penelitian

Pada dasarnya ada 3 variabel utama dalam penelitian ini, yakni :

1. Risk perception, menjadi variabel bebas dari risk behavior, namun juga menjadi variabel tergantung dari pengetahuan.

2. Risk attitudes, menjadi variabel bebas dari risk behavior.

3. Risk behavior, menjadi variabel tergantung

4. Pengetahuan atas risiko, menjadi variabel bebas dari risk perception

III.4. Definisi operasional III.4.1. Persepsi atas Risiko

Risk perception atau persepsi atas risiko didefinisikan sebagai pandangan seseorang mengenai seberapa besar kemungkinan dirinya terkena risiko sakit dari pengkonsumsian air PDAM apabila meminumnya. Persepsi tersebut menyangkut persepsi terhadap besarnya resiko yang ditimbulkan (size of damage) dan kemungkinan timbulnya risiko tersebut (probability of damage).

(20)

(1) Risiko minum air PDAM terhadap kesehatan saya adalah besar, (2) Risiko minum air PDAM terhadap kesehatan saya adalah tidak kecil,

b. Berkaitan dengan persepsi terhadap kemungkinan bagi konsumen terkena penyakit akibat minum air PDAM.

(1) Kemungkinan bahwa saya terkena gangguan kesehatan akibat minum air PDAM adalah besar.

(2) Kemungkinan bahwa saya terkena gangguan kesehatan akibat minum air PDAM adalah tidak kecil.

Pertanyaan lain adalah berkaitan dengan risiko secara umum, yakni dengan indikator ‘Bagi saya air minum PDAM itu berisiko terhadap kesehatan bila diminum’.

Indikator diukur dengan skala Likerts 1-5. 1 untuk Sangat Setuju dan 5 untuk Sangat Tidak Setuju. Semakin nilai skor persepsi total mendekati 5 artinya semakin rendah persepsi responden atas terhadap risiko/bahaya minum air PDAM, sebaliknya semakin mendekati 1, maka semakin tinggi persepsi atas risiko minum air PDAM.

III.4.2. Sikap atas Risiko

Risk attitude atau sikap atas risiko dalam hal ini didefinisikan sebagai kecenderungan seseorang untuk mensikapi resiko yang dihadapinya manakala mengkonsumsi air PDAM.

Untuk Risk attitude pengukurannya dilakukan dengan memunculkan pernyataan-pernyataan sebagai berikut :

a. Saya selalu berusaha menghindari segala sesuatu yang membahayakan keselamatan dan kesehatan jasmani rohani saya.

b. Saya sangat berhati-hati terhadap keselamatan dan kesehatan jasmani dan rohani saya,

c. Saya tipe orang yang tidak menyukai sesuatu yang berisiko.

(21)

semakin risk averter responden terhadap risiko. Nilai skor total 3 menunjukkan sikap

indifference.

III.4.3. Perilaku atas Produk berisiko

Risk Behavior atau Perilaku dalam menghadapi/merespon risiko didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh para pelanggan air PDAM dalam mengantisipasi/ menghadapi risiko air yang dikonsumsinya.

Untuk mengukur risk behavior akan ditanyakan hal-hal berikut; a. Saya tidak menggunakan air minum PDAM untuk bahan minuman, b. Saya menghindari penggunaan air PDAM untuk diminum.

c. Bila harus menggunakan air PDAM, saya akan mengolahnya terlebih dahulu (direbus, dimasukkan water purifier dll)

Indikator diukur dengan skala Likerts 1-5. Skor 1 adalah untuk Sangat Setuju sedang 5 adalah untuk Sangat Tidak Setuju. Semakin rendah skor total variabel maka semakin ia menghindari / berhati-hati dalam penggunaan air minum PDAM, dan sebaliknya semakin tinggi skor variabel semakin ia tidak mempermasalahkan penggunaan air PDAM untuk diminum.

III.4.4. Pengetahuan atas risiko air PDAM

Pengetahuan atas risiko air PDAM didefinisikan fakta, info, deskripsi yang diketahui konsumen sebagai hasil dari pembelajaran konsumen berkaitan dengan air PDAM. Pengetahuan akan diamati dari pengetahuannya terhadap kualitas air sungai di Kali Surabaya yang menjadi bahan baku air PDAM dan juga pengetahuan mengenai air PDAM sendiri. Untuk itu indikator yang diberikan antara lain:

a. Saya tahu kondisi air sungai di Surabaya mengkhawatirkan. b. Saya tahu air sungai Surabaya banyak tercemar.

c. Kualitas air sungai Surabaya tidak baik. d. Kualitas air PDAM buruk.

(22)

Pengukuran dengan skala Likerts 1-5, semakin tinggi nilai skor semakin tahu responden terhadap kualitas air sungai dan air PDAM, dan semakin rendah semakin ia tidak tahu bahwa air sungai dan air PDAM sudah tidak baik untuk menjadi air minum.

III.5. Prosedur Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui penyebaran kuisioner kepada responden Kepala Keluarga dari berbagai tingkat pendidikan. Kuisioner dibagi dalam beberapa bagian sebagai berikut ;

a. Bagian I adalah untuk mengetahui data demografis responden. Sifat pernyataan dan pernyataan yang diberikan adalah secara terbuka dan tertutup sesuai kebutuhan.

b. Bagian II adalah untuk mengetahui latar belakang dan pola perilaku responden dalam mengkonsumsi air minum PDAM. Sifat penyataan dan pernyataan juga terbuka dan tertutup.

c. Bagian III adalah untuk mengetahui persepsi responden terhadap berbagai variabel amatan. Sifat pernyataan dan pernyataan adalah secara tertutup.

III.6. Teknik Analisis

Untuk menganalisis data hasil penelitiannya, dilakukan pengujian dengan menggunakan SEM, dengan program SmartPLS. SEM digunakan karena ada beberapa persamaan yang dianalisis secara bersamaan. Adapun SmartPLS dipilih karena ada interaksi antara 2 variabel. Dengan menggunakan PLS maka tidak diperlukan variabel baru yang datanya didapatkan dari hasil perkalian kedua variabel. PLS dapat mengkomodasi interaksi tanpa memasukkan data baru.

III.7. Validasi dan Reliabilitas Alat Ukur III.7.1. Validitas Alat Ukur

(23)

dari nilai AVE (average variance extracted) yang merefleksikan rata-rata komunalitas untuk masing-masing variabel laten. Kesahihan konvergen, menurut Tenenhaus et al.

(2005) pada dasarnya juga dapat dilihat dari indeks komunalitas yang mengukur kualitas model pengukuran untuk setiap blok. Namun dalam analisis dengan PLS, nilai AVE sama dengan nilai komunalitasnya, yang artinya keduanya mengukur hal yang sama. Dengan demikian, nilai AVE sudah dapat mewakili indeks komunalitas. Nilai AVE yang memadai adalah > 0,5, yang mengindikasikan bahwa variabel laten mampu dijelaskan lebih dari 50% oleh rata-rata variansi indikatornya (Henseler et al. 2009). Adapun untuk kesahihan diskriminan, dinyatakan oleh Ghozali (2008, hal 24) bahwa untuk indikator reflektif yang masih dalam tahap awal pengembangan skala, nilai

loading 0,5-0,6 dianggap sudah cukup baik.

III.7.2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas/keterandalan berkaitan dengan kehandalan dan konsistensi alat ukur. Kriteria yang seringkali digunakan adalah Cronbach alpha, yang menyediakan informasi berkaitan dengan estimasi reliabilitas berdasarkan interkorelasi indikator. PLS juga menyediakan informasi Composite Reliability. Berbeda dengan Cronbach alpha yang mengasumsikan semua indikator memiliki loading yang sama, Composite Reliability

mengasumsikan bahwa indikator dapat berbeda loading-nya. Namun keduanya dapat dibaca dengan cara yang sama. Henseler et al. (2009) menyatakan bahwa nilai reliabilitas konsistensi internal sebaiknya di atas 0,7 untuk penelitian dalam tahap awal dan di atas 0,8 atau 0,9 untuk penelitian tingkat lanjut. Sedang nilai di bawah 0,6 menunjukkan alat ukut yang digunakan kurang dapat diandalkannya.

III.8. Kelayakan Model

Kesahihan Model Struktural (Inner Model)

(24)

nilai sekitar 0,67 adalah substansial; sekitar 0,33 adalah moderat; sedangkan nilai sekitar 0,19 adalah lemah.

SEM dengan menggunakan PLS tidak menyediakan indeks dari Goodness of Fit

(GoF/GFI) yang dapat memvalidasi model secara global/utuh (Tenenhaus 2005). PLS hanya menyediakan nilai koefisien determinasi (R2) untuk masing-masing blok dari variabel endogen/tergantung. Namun pada dasarnya dari nilai-nilai yang didapatkan dari model pengukuran dan struktural secara parsial dapat diperoleh proksi untuk melihat kualitas dari model secara global (global criterion). Proksi yang dimaksud untuk nilai global adalah dengan menghitung geometric mean dari rerata komunalitas dan rerata koefisien determinasi. Hasil yang diperoleh dianggap dapat menunjukkan indeks GFI dari model secara keseluruhan (Tenenhaus et al. 2005).

Nilai indeks berada di nilai antara 0 dan 1. Vinzi et al. (2010) dan Hair et al. (2010, p 667) menyatakan bahwa tidak ada batasan baku untuk menilai signifikansi dari nilai yang ada, meskipun terdapat rule of thumb untuk GFI yang > 0,90 dianggap baik. Karena tidak ada batasan pasti berapa nilai batas bawah yang bisa diterima untuk suatu model structural, lebih lanjut Hair et al. (1998, p 661) menyatakan bahwa diterima atau tidaknya besaran dari nilai pengukuran GFI adalah dengan membandingkannya dengan model alternatif. Dalam penelitian ini, model akan diperbandingkan dengan model awal sebelum dilakukan validasi.

(25)

BAB IV ANALISIS STATISTIK

IV.1. Deskripsi Responden

Unit analisis riset adalah keluarga, dengan responden yang berstatus menikah/berkeluarga. 66% responden adalah Kepala Keluarga (143 orang), sedang 34% (75 orang) adalah anggota keluarga (istri). Namun semua responden adalah pengambil keputusan dalam keluarga terutama untuk pemilihan produk makanan/minuman untuk keluarga.

Dari segi umur, sebagian besar responden atau + 74% berumur 40 tahun ke atas (161 orang). Secara lebih spesifik, umur peserta dimunculkan dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1. Umur Responden

Umur Jumlah

Persentas e

20 - < 30 tahun 10 4.59 % 30 - < 40 tahun 47 21.56 % 40 - < 50 tahun 92 42.20 % > 50 tahun 69 31.65 %

218 100 %

Sumber: Data diolah

Dari aspek pendapatan, sebagian besar responden (> 50%) berpendapatan lebih dari Rp 3 juta. Namun masih ada responden yang berpendapatan kurang dari Rp 1 juta. Dari hasil penelusuran terhadap data, responden yang berpendapatan kurang dari Rp 1 juta adalah non kepala keluarga dan dari hunian dimana dilakukan penyebaran responden, adalah tidak mungkin pendapatannya di bawah Rp 1 juta. Dengan demikian, responden tersebut masih tetap dapat dimasukkan dalam analisis.

(26)

Pendapata tinggal di Surabaya, sudah baik. Responden telah mengetahui bahwa sumber air untuk PDAM di Surabaya sudah mengalami polusi. Hal tersebut dimungkinkan karena

(27)

Isi ulang 20 9.17

Isi ulang direbus 12 5.50

Isi ulang + penjernih 2 0.92

Air galon 169 77.52

218 100.00 Sumber: Data diolah

IV.2. Hasil Analisis

IV.2.1. Hasil Analisis Awal

Hasil analisis dengan SmartPLS 2.0 di awal menunjukkan hasil yang kurang baik, antara lain:

a. AVE untuk variabel sikap atas risiko 0,2135 atau di bawah 0,5 b. Composite Reliability untuk sikap atas risiko juga rendah yakni 0,16 c. Cronbach alpha untuk variabel perilaku juga kurang baik yakni 0,464

Nilai awal yang kurang baik tersebut mengindikasikan adanya permasalahan dalam pengukuran variabel yang digunakan, khususnya dalam mengukur sikap (attitude). Validitas alat ukur, kurang baik untuk variabel sikap atas risiko; sedangkan reliabilitas alat ukur kurang baik baik untuk variabel sikap maupun perilaku atas risiko.

Untuk itu lebih lanjut dilihat loading factor masing-masing indikator. Dari hasil penelusuran, terdapat beberapa nilai yang kurang baik. Untuk Risk attitude dari dari 4 indikator yang ada, hanya ada 1 saja yang valid, sedangkan untuk variabel perilaku dari 3 indikator, hanya ada 2 yang valid.

(28)

IV.2.2. Hasil Analisis Kedua

(29)

Gambar 4.1 Gambar Analisis Bootstrap Kedua

Hasil dari bootstrap menunjukkan nilai yang baik. Semua model struktural terdukung. Hal tersebut dapat terlihat secara rinci pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.5. Semua nilai t menunjukkan hasil di atas 1,96.

Tabel 4.5. Path Coeffieitn s eaia ,TSTDEVa T-DEValuen)

Original

knowledge -> persepsi 0.719779 0.72607 0.037531 0.037531 19.17816

persepsi -> perilaku 0.57194 0.56447 0.059515 0.059515 9.61006 persepsi * sikap ->

perilaku 0.209295- 0.1954- 0.098679 0.098679 2.120972

sikap -> perilaku

Hasil dari analisis menunjukkan hasil antara lain:

(30)

tinggi persepsi atas risiko air minum semakin hati-hati perilaku pengkonsumsian air minum yang dilakukan.

b. Sikap atas risiko berpengaruh terhadap perilaku secara signifikan (t = 3,454) dengan arah yang negatif (- 0,25), yang artinya semakin seseorang memiliki tipe hati-hati, maka ia semakin tidak menghindari penggunaan air PDAM untuk bahan minuman. c. Pengetahuan terhadap persepsi signifikan (t = 19,178) dengan arah yang positif

(0,72), yang artinya semakin tinggi pengetahuan seseorang terhadap kondisi air PDAM di Surabaya, semakin tinggi persepsinya terhadap risiko air PDAM.

d. Interaksi antara persepsi dan sikap juga signifikan (t = 2,12), yang artinya kedua variabel bebas, persepsi dan sikap atas risiko berinteraksi mempengaruhi perilaku pengkonsumsian produk berisiko.

e. Persepsi atas risiko lebih dominan mempengaruhi perilaku pengkonsumsian produk berisiko (koefisien regresi = 0,57), dibanding pengaruh sikap atas risiko (dengan koefisien regresi = -0,25)

Tabel 4.5. Simpulan Studi

Hipotesis Pernyataan Keterangan

Hipotesis 1 Persepsi atas Risiko berpengaruh terhadap Perilaku

menjauhi risiko. Terdukung

Hipotesis 4 Pengetahuan atas risiko berpengaruh terhadap persepsi atas risiko

Terdukung

IV. 3. Kelayakan Model Struktural

(31)

BAB V PEMBAHASAN

Keterdukungan semua hubungan antara variabel menunjukkan bahwa perilaku pengkonsumsian produk berisiko terdukung dipengaruhi oleh persepsi atas risiko dan sikap atas risiko. Sikap terhadap risiko juga dipengaruhi oleh persepsi atas risiko. Lebih lanjut, pengetahuan tidak berpengaruh terhadap persepsi atas risiko.

V.1. Pengaruh Risk Perception terhadap Risk Behavior

Pengaruh signifikan persepsi terhadap risiko terhadap perilaku mendukung riset sebelumnya. Hubungan antara Risk Perception dengan Risk Behavior (Intention) secara khusus telah diamati dalam beberapa studi (Paraschiv dan Zahari 2000; Placer dan Delquie 1997) yang menunjukkan adanya keterkaitan antara kedua variabel tersebut, namun ditemukan bahwa terkadang muncul ketidak konsistenan. Ketidakkonsistenan dalam studi yang dilakukan oleh Placer dan Delque (1997) tersebut diakibatkan karena adanya pengamatan terhadap risiko secara kolektif dan faktor lain diluar risk perception yang mempengaruhi perilaku untuk mengurangi risiko misal pertimbangan faktor lainnya atau mempertimbangkan persepsi dari pihak lain. Sedang studi risiko tunggal yang dilakukan oleh Paraschiv dan Zaharia (2000) menunjukkan konsistensi yang tinggi antara risk perception dan niat untuk mengurangi risiko.

Dalam studi Dowling dan Staelin (1994), juga dinyatakan bahwa persepsi terhadap risiko digunakan sebagai variabel penjelas (explanatory variable) dalam penelitian perilaku konsumen terutama mempengaruhi niat berperilaku ( intended behavior)

Dari paparan diatas, intinya adalah bahwa konsep risk perception sebagai variabel yang mempengaruhi risk intended behavior telah diimplementasikan dalam beberapa studi.

V.2. Pengaruh Risk Attitude terhadap Risk Intended Behavior

(32)

memiliki kontrol terhadap perilaku tersebut. Adapun aktifitas mengkonsumsi produk berisiko seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, termasuk aktivitas yang berada dalam kontrol si pelaku.

Dari berbagai studi (Weber dan Milliman, 1997; Kahneman dan Tversky, 1992; Thaler, 1985) secara khusus juga telah diamati bahwa komponen utama yang menentukan perilaku individu dalam situasi yang berisiko adalah risk attitude. Individu yang berbeda dalam situasi yang sama dapat bereaksi berbeda terutama dikarenakan individu yang berbeda memiliki risk attitude yang berbeda dan menerima tingkat risiko yang berbeda.

Dari berbagai konsep dan studi diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

risk attitude dapat dijadikan sebagai variabel yang mempengaruhi dalam risk behavior ( intention).

Namun lebih lanjut, hasil riset menunjukkan anomali yang membingungkan, yakni adanya hubungan yang negatif antara sikap terhadap risiko dan perilaku terhadap risiko. Bahwa orang yang semakin berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan malah semakin tidak menghindari penggunaan air PDAM. Maka riset ini masih harus ditindaklanjuti dengan riset kualitatif, dan juga riset dengan menggunakan alat ukur yang lain. Karena hasil yang anomali tersebut dimungkinkan karena faktor pengukuran.

(33)

tidak ada suatu risiko, sebaliknya dalam risiko yang bagaimanapun perilaku seseorang akan tergantung pada sikapnya terhadap risiko.

Sama halnya dengan pengaruh sikap atas risiko terhadap niat berperilaku mengkonsumsi air PDAM, bahwa interaksi yang dihasilkan memiliki arah berlawanan atau negatif. Hasil yang negatif namun signifikan ini harus ditindaklanjuti dengan riset lanjutan, baik kualitatif maupun kuantitatif dengan alat ukur yang berbeda.

V.4. Pengaruh Pengetahuan atas Risiko terhadap Risk Perception

Kesignifikansian pengaruh pengetahuan atas risiko terhadap persepsi atas risiko sejalan dengan apa yang disampaikan Hawkins dan Mothersbaugh (2010) serta Schutz

(34)

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

V.1. Simpulan

Secara umum simpulan dari riset dapat disimpulkan dalam bentuk model (Gambar V.1).

Gambar V.1. Hasil Pengujian Hubungan

antara Risk Perception, Risk attitude dan Risk Behavior.

1. Pengetahuan konsumen terhadap kelayakan bahan baku air PDAM mempengaruhi secara positif signifikan terhadap persepsi konsumen atas risiko pengkonsumsian air PDAM.

2. Persepsi atas risiko pengkonsumsian air PDAM selanjutnya mempengaruhi perilaku konsumen secara positif signifikan dalam mengkonsumsi air PDAM.

3. Sikap konsumen atas risiko air PDAM mempengaruhi perilaku pengkonsumsian air PDAM

4. Interaksi persepsi dan sikap atas risiko mempengaruhi perilaku pengkonsumsian air PDAM

PERSEPSI ATAS RISIKO AIR PDAM

SIKAP ATAS RISIKO AIR PDAM

PERILAKU ATAS PENGKONSUMSIAN

AIR PDAM PENGETAHUN ATAS

RISIKO AIR PDAM +

(35)

V.2. Saran

Dari pembahasan dan simpulan, dapat disarankan beberapa hal antara lain.

V.2.1. Saran bagi Akademisi

Riset ini mendukung perlunya konvergensi ilmu. Fenomena pemasaran yang dimunculkan dalam riset ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori dari disiplin ilmu Manajemen Keuangan, dalam hal ini menggunakan teori manajemen risiko. Para akademisi dapat menindaklanjuti program-program untuk mengkonvergensikan ilmu, terutama untuk level Magister dan Doktor.

V.2.2. Saran bagi Praktisi

1. Mendapatkan hasil persepsi atas risiko yang paling memiliki pengaruh dominan dalam mempengaruhi perilaku konsumen, maka produsen harus mempertimbangkan upaya untuk mempengaruhi pengetahuan konsumen. Upaya publikasi dengan sumber pesan yang kredibel menjadi suatu hal yang harus dilakukan.

2. Berkaitan dengan efek positif yang signifikan dari persepsi atas risiko terhadap perilaku. Penyedia produk sehat, dalam hal ini air minum, juga dapat meningkatkan upayanya mempengaruhi persepsi konsumen atas risiko pengkonsumsian produk makanan dan minuman. Pemberian informasi dengan cara yang kreatif dan efektif merupakan suatu hal yang harus dilakukan.

V.2.3. Saran bagi Riset Ke Depan

1. Adanya anomali dari riset menjadikan perlunya riset lanjutan untuk melihat justifikasi hasil yang diperoleh. Riset kualitatif dapat dilakukan untuk menanyakan perilaku masyarakat terhadap konsumsi air minum. Riset kuantitatif juga dapat dilakukan dengan model yang sama namun dengan pengukuran yang berbeda. Seperti penggunaan skala Guttman untuk mengukur Perilaku atas risiko.

2. Riset ini menggunakan deteminan persepsi dan sikap atas risiko. Dan persepsi dipengaruhi oleh pengetahuan konsumen. Riset ke depan dapat menindaklanjuti determinan dari persepsi atas risiko dan sikap atas risiko. Secara teoritis (dari model

(36)

keyakinan (belief). Pengaruh dari referensi tentunya juga dapat dipertimbangkan sebagai determinan. Lebih lanjut, eksplorasi determinan dapat dilakukan dengan riset kualitatif.

(37)

Daftar Pustaka

Doherty, Neil A. (1985), Corporate Risk Management: A Financial Exposition, McGraw Hill Book Company.

Dowling, Grahame dan Staelin, Richard (1994), A Model of Perceived Risk and Intended Risk Handling Activity, Journal of Consumer Behavior, Vol 21, June.

Hair, Joseph F.; Anderson, Ralph E.; Tatham, Ronald L.; and Black, William C. (1998),

Multivariate Data Analysis, 5th edition, Prentice Hall Int.

Hawkins, Del I and Mothersbough, David L. (2010), Consumer Behavior; Building Marketing Strategy, 11th edition, McGraw Hill Irwin.

Loudon, David dan Bitta, Albert (1988), Consumer Behavior; Concepts and Apllications,

3rd edition, Mc Graw Hill, Singapura.

Paraschiv, Corina dan Zahari, Costin (2000), Risk Perception, Risk Attitude and Demand for Risk Reduction: An Empirical Analysis of Consumers Purchasing Behavior on the Internet, working paper, presentation on ‘3rd Berlin Internet Economics Workshop, Berlin, Jerman, 26-27 Mei 2000.

Pencemaran Air, BPLHDJabar.com, 21 Juli 2009, diakses pada tanggal 16 Juni 2012.

Penegakan Hukum Lemah, Kali Surabaya Terus Tercemar, Koran Tempo, Rabu 13 Juni 2012, hal A 9.

Pennings, Joost ME; Wansink, Brian; and Meulenberg, Matthew, T.G (2002), A Note on Modelling Consumer Reactions to a Crisis: The Case of the Mad Cow Disease,

International Journal of Research in Marketing, Elsevier Science.

Pennings, Joost ME, and Wansink, Brian (2003), Channel Contract Behavior: The Role of Risk Attitudes, Risk Perception, and Channel Member’s Market Structure,

Journal of Business.

Pennings, Joost ME; Kalogeras, N; and Koert, Van Ittersum (2008), Consumer Food Safety Risk Attitudes and Perceptions Over Time: The Case of BSE Crisis, 12 th

Congress of the Eurepean Association of Agricultural Economists, http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/44156/2/203.pdf.

Petugas PDAM Pontang-panting, Koran Tempo, Rabu 13 Juni 2012, hal A 9.

(38)

Rohrmann, Bernd (1999), Risk Perception Research: Review and Documentation, working paper, www.fz-juelich.de/mut.heft_69

_____ (2002), Risk Attitudes Scales: Concepts and Questionnaires, Project Report.

Schiffmann, Leon G. and Kanuk, Leslie Lazar (2000), Consumer Behavior, 7th edition, Prentice Hall, New Jersey.

Schutz, Halger; Wiederman, Peter M.; and Gray, C.R. (2000), Risk Perception Beyond the Psychometric Paradigm.

Schroeder, Ted C.; Tonsor, Glynn T.; Pennings, Joost M.E.; and Mintert, James (2007), The Roleof Consumer Risk Perceptions and Attitudes in Cross Cultural Beef

Consumption Changes, paper presentation at the Western Agricultural Economics Association Annual Meeting, Portland, July 29-August 1.

Soehartono, Irawan (2002), Metode Penelitian Sosial, PT REmaja Rosdakarya

Tim Pengusul

(39)

Lampiran

Lampiran I

Jadwal Penelitian

Aktivitas Juni Juli Agustu

s

Septembe r

Oktobe r

Novembe r

Lain-lain

Pengajuan Proposal Riset Pendahuluan (FGD) Membuat Kuesioner Briefing Surveyor Pengumpula n Data Entry Data Analisis Data Interpretasi Pelaporan

Diseminasi Tergantung

(40)

Lampiran II

a. Tenaga Surveyor (3 orang x 300.000) b. Transport Surveyor (3 orang x 100.000) c. FC Kuesioner (300 eks x 5 hal x Rp 100) d. Suvenir (250 eks x Rp 5.000,-)

e. Hadiah undian (water purifier)

Rp

900.000,-a. Entry Data (250 data x Rp 10.000,-) b. Analisis Data

Rp

2.500.000,-Rp 1.000.000,- Rp 3.500.000,-5 Pembuatan Laporan dan diseminasi Rp 4.500.000,- Rp

(41)

30.000.000,-Lampiran III

Riset untuk Mahasiswa

2 Mahasiswa S1 dan 1 mahasiswa S2/S3 dilibatkan dalam riset ini. Mahasiswa S1 melakukan replikasi riset ini – menguji model Arrow-Pratt - dengan produk yang berbeda. Bila dalam riset ini digunakan air minum PDAM, maka mahasiswa dapat memilih produk berisiko lainnya, yakni untuk produk Rokok dan Makanan China di restoran. Rokok memiliki risiko bagi kesehatan perokok aktif maupun perokok pasif (Physical illness), sedangkan makanan China bagi ummat muslim dapat memiliki risiko adanya lemak babi maupun alkohol, yang berdampak pada risiko yang tidak tampak.

Gambar

Gambar II.1. Kerangka Hubungan
Tabel 4.1. Umur Responden
Tabel 4.3. Tingkat Pendidikan Responden
Gambar 2.1. Gambar Analisis Bootstrap Awal
+3

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan “bantuan program” adalah dukungan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota kepada BUMN, BUMD, UPT, UPTD, Kelompok Masyarakat, dan Badan Usaha

Oleh karena itu, peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap air minum terutama di perkotaan mendorong tumbuh industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan usaha Depot Air Minum (DAM)

Berdasarkan hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa penggunaan kolam renang sebagai sarana olahraga dan rekreasi keluarga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya

(Ada hubungan yang signifikan antara laju asupan dengan risiko kesehatan) Dari hasil analisis juga dapat dilihat bahwa nilai OR = 2,36, artinya penduduk yang laju konsumsi

Dapat dikatakan bahwa hubungan kedua variabel memiliki tingkat hubungan rendah karena koefisiensi korelasi dalam rentang 0,20-0,399, jadi artinya ada hubungan faktor tingkat

lover ).Petani yang bersifat netral terhadap risiko ( risk neutral ) yaitu petani yang memiliki sikap rasional dalam menghadapi risiko, peluang usaha mempunyai

(Ada hubungan yang signifikan antara laju asupan dengan risiko kesehatan) Dari hasil analisis juga dapat dilihat bahwa nilai OR = 2,36, artinya penduduk yang laju konsumsi

Berdasarkan analisis SWOT, berada pada kuadran II, artinya penerapan Implementasi Green SPAM berada pada kondisi yang baik, untuk meningkatkan kondisi tersebut telah