• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Diplomasi Era Perang Dunia I hin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Diplomasi Era Perang Dunia I hin"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Diplomasi Era Perang Dunia I hingga Perang Dunia II

Seperti yang telah diketahui, pada tahun 1815, negara-negara kuat di Eropa, menyelenggarakan Kongres Wina yang dihadiri oleh wakil-wakil atau pemimpin-pemimpin dari negara-negara Eropa (Kegley dan Wittkopf, 2005). Kongres Wina ini diselenggarakan untuk mencapai tujuan dari Concert of Europe, menahan adanya revolusi Perancis pasca runtuhnya kekuasaan Napoleon Bonaparte, dan juga menjaga keseimbangan kekuasaan antarnegara-negara di Eropa (Kegley dan Wittkopf, 2005). Dalam Kongres Wina terdapat aliansi di dalam aliansi yang terbentuk antara Austria, Rusia, dan Prusia sebelum akhirnya aliansi dalam Kongres Wina terbagi menjadi dua kubu yaitu, kubu konsevatif dan kubu liberal (Yunus, 2015). Aliansi antara Austria, Rusia dan Prusia ini disebut dengan The Holy Alliance (Herslet, 1875). Kemudian, setelah aliansi yang terbentuk pada Kongres Wina terbagi menjadi dua kubu, ini memicu adanya degradasi Concert of Europe, dan memicu persaingan-persaingan yang lebih ketat antarnegara-negara di Eropa.

The Holy Alliance atau Aliansi Suci yang terbentuk antara Austria, Rusia, dan Prusia akhirnya bubar ketika terjadi Perang Krimea. Pada saat terjadi perang itu, Rusia merasa bahwa negaranya telah dikhianati oleh Austria. Rusia merasa telah dikhianati oleh Austria karena wilayah di Rusia diambil oleh Austria pada perang tersebut. Tidak hanya Austria yang berusaha mengambil wilayah dari negara lain; Prusia yang saat ini menjadi Jerman yang merupakan negara yang dekat hubungannya dengan Austria, juga berkonflik dengan negara Perancis karena merebut wilayah Alasce-Lorraine (Azwardi, 2014). Alasce Lorraine sendiri merupakan salah satu provinsi yang ada di Perancis yang direbut oleh negara Jerman. Perancis, dengan semangat nasionalisme masyarakatnya, menginginkan dan menuntut wilayah Alasce-Lorraine kembali menjadi provinsi di Perancis. Berangkat dari sifat nasionalisme inilah yang mengundang api permusuhan yang lebih besar (Mansbach dan Rafferty, 2008). Kemudian, untuk melawan hegemoni dari Jerman dan Austria-Hungaria tersebut, Rusia yang awalnya juga berkonflik dengan Perancis, malah bekerjasama dengan Perancis (Azwardi, 2014).

(2)

dengan perkembangan Angkatan Laut Jerman dan ingin menahan perkembangan dari Angkatan Laut Jerman; padahal, sebelumnya Inggris sudah tenang-tenang saja dengan kebijakan Pax Britannica-nya (Roberts, 1996). Kemudian, Italia yang berkonflik dengan Perancis terkait masalah Tunisia juga ikut bekerjasama dengan Jerman dan Austria-Hungaria untuk mengalahkan Perancis. Maka dari itu, Perang Dunia I merupakan perang yang terjadi antara Blok Sentral (Jerman, Austria-Hungaria, dan Italia), dengan Blok Sekutu (Inggris, Perancis, dan Rusia) (Anon, 2014). Peperangan yang terjadi, menarik seluruh masyarakat Eropa ke dalam perang (Knutsen, 1997).

Perang Dunia I berakhir dengan kekalahan dari Blok Sentral, dan ditandai dengan munculnya Perjanjian Versailles. Perjanjian Versailles ini, membuat Jerman harus kehilangan sebagian wilayah kekuasaannya, termasuk wilayah Alesca Lorraine yang dikembalikan kepada Perancis. Tidak hanya itu, Blok Sentral, terutama Jerman, harus mengganti kerugian yang dialami oleh Blok Sekutu yang disebabkan oleh Perang Dunia I (Knutsen, 1997). Setelah Perang Dunia I, hubungan internasional antarnegara banyak dipengaruhi oleh paham liberalis yang terfokus pada perdamaian. Kemudian, presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson mencanangkan Wilson Fourteen Points yang mengalihkan fokus hubungan antarnegara untuk menciptakan perdamaian yang direalisasikan dengan ide membentuk sebuah organisasi internasional untuk menjamin diplomasi antarnegara dan sebagai media penyelesaian permasalahan internasional (Knutsen, 1997). Pada tahun 1920, dibentuk Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang mempunyai prinsip keamanan kolektif yang mengandung salah satu tujuan umum yang sama dengan prinsip balance of power (Coplin, 2003). Liga Bangsa-Bangsa juga menandai munculnya aktor non-state dalam sistem internasional. Namun, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) dianggap gagal karena keabsahan organisasi ini tidak disetujui oleh Senat AS sehingga menjadi organisasi yang powerless (Coplin, 2003).

(3)

Setelah Jerman mengalami kekalahan dalam Perang Dunia I, Jerman akhirnya kembali bangkit di bawah kepemimpinan Adolf Hitler. Bangkitnya Jerman kembali, dengan tujuan untuk membalas dendam atas kekalahan yang dialami Jerman pada Perang Dunia I dan untuk membalas kerugian Jerman yang diakibatkan oleh Perjanjian Versailles. Kemudian untuk mencapai tujuannya tersebut, dengan semangat nasionalisme masyarakatnya Jerman dan partai NAZInya, mulai menggencarkan sejatanya untuk menyerang Polandia pada tahun 1939 (Coplin, 2003). Tujuan Jerman untuk pertama kali menyerang Polandia karena, pada Perjanjian Versailles sebelumnya, banyak wilayah Jerman yang diserahkan kepada Polandia, sehingga Jerman berniat untuk merebutnya kembali (Anon, 2015). Serangan inilah yang menyulut adanya Perang Dunia II. Selain itu, sebab munculnya Perang Dunia II yaitu karena Amerika Serikat dan Jepang yang berkonflik, tidak dapat menemukan jalan keluar bersama, dan akhirnya Jepang melakukan penyerangan kepada pangkalan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Mansbach dan Rafferty, 2008). Kemudian Amerika Serikat membalas dengan mengebom kota Hiroshima dan Nagasaki yang merupakan dua kota terbesar dan berpengaruh di Jepang. Jepang kemudian menyerah tanpa syarat kepada Blok Sekutu dan pada akhirnya, Perang Dunia II kembali dimenangkan oleh Blok Sekutu.

Perang Dunia II kemudian membuat tatanan dunia menjadi kacau kembali. Perang Dunia II menandai adanya peralihan dari sistem politik internasional klasik ke sistem politik internasional kontemporer (Coplin, 2003). Perang Dunia II juga menghantarkan dunia pada pertarungan besar berikutnya pada abad ke-20, yakni Perang Dingin yang terjadi pasca-Perang Dunia II hingga tahun 90an. Konflik tersebut terjadi antara Amerika Serikat yang demokratis dan kapitalis melawan Uni Soviet yang komunis (Mansbach & Rafferty, 2008).

(4)

kepada negara-negara yang beraliansi dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuannya. Kemudian juga menerapkan adanya diplomasi yang bersifat bilateral dan multilateral dengan perjanjian-perjanjian yang muncul untuk mengatasi konflik yang ada, contohnya yaitu Perjanjian Versailles yang merupakan perjanjian antara negara-negara Blok Sentral yang mengalami kekalahan, dengan negara-negara Blok Sekutu yang menang.

Referensi :

Anon, 2014. Outbreak of World War I [Online]. Tersedia dalam: http://www.history.com/topics/world-war-i/outbreak-of-world-war-i [Diakses pada, 7 November 2015].

Anon. 2015. Perang Dunia II: Serbuan Jerman ke Polandia dan Finlandia [Online]. Tersedia dalam: http://www.bimbie.com/tentang-perang-dunia.htm [Diakses pada, 8 November 2015].

Coplin, William D. 1992. Introduction to International Politics: A Theoretical Overview. Terjemahan oleh Marbun, Marsedes. 2003. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritik. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Frieden, Jeffrey A., 2006. The Established Order Collapses, dalam Global Capitalism: Its Fall and Rise in the Twentieth Century. New York: W.W. Norton & Co. Inc.

Kegley, Charles W., & Eugene R. Wittkopf. 2005. World Politics: Trends and Transformation (10th ed.).

Knutsen, Torbjorn L., 1997. A History of International Relations Theory. Manchester University Press.

Herslet, Edward Cecil. 1875. The Map of Europe by Treaty, dalam The Holy Alliance Treaty [Online]. Tersedia dalam: http://www.napoleon-series.org/research/government/ diplomatic/c_alliance.html [Diakses pada, 7 November 2015].

Mansbach, Richard W., dan Kirsten L. Rafferty. 2008 . Introduction to Global Politics. London, New York : Routledge. Terjemahan oleh Asnawi, Amat, 2012. Pengantar Politik Global. Bandung : Penerbit Nusa Media.

Novaldi Azwardi. 2014. Perang Dunia I dan Gerakan Revolusioner Eropa [Online]. Tersedia dalam: http://www.prp-indonesia.org/2014/perang-dunia-i-dan-gerakan-revolusioner-eropa [Diakses pada, 7 November 2015].

(5)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memvariasikan besar supply motor DC peneliti dapat mengetahui berapa besar RPM yang dihasilkan dari tegangan supply yang dikendalikan oleh mikrokontroler

polikotomus (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Metode yang digunakan adalah metode dikotomi menggunakan Tabel Kontingensi. Nilai akurasi suatu prakiraan dinyatakan dalam

Analisis AMMI untuk bobot ubi dari 27 ge- notipe bengkuang pada empat lingkungan percoba- an memperlihatkan bahwa 65,3% dari total jumlah kuadrat merupakan kontribusi dari

manfaat angin Video guru dengan backround taman dengan tulisan manfaat angin dan gambar Musik latar Suara guru: Yang kedua angin bisa menggerakkan kincir angin yang besar

Dalam penelitian ini peneliti berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan gambaran tentang persepsi budaya organisasi perusahaan Amway dengan sistem Network 21

Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan penggunaan agregat dengan gradasi yang rapat, agregat dengan permukaan kasar dan aspal dalam jumlah yang

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery learning dan minat belajar siswa berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa; (3) Pada kelompok

Rerata nilai faktor transfer radioaktivitas dari tanah ke tumbuhan rum put di daerah pemantauan reaktor Kartini pada musim kemarau 2003 masing-masing adalah 0,070-0,084