• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Jalur Pejalan Kaki Hubungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembangunan Jalur Pejalan Kaki Hubungan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pembangunan Jalur Pejalan Kaki : Hubungan Antara Kesehatan, Keselamatan dan Pedagang Kaki Lima

Ahmad Zubair, 1206242353

Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia

Abstrak

Salah satu komponen utama dalam sistem transportasi adalah aktivitas berjalan. Banyak masyarakat beraktvitas sehari-hari dengan berjalan. Ketersediaan jalur pejalan kaki ini menjadi isu penting saat ini. Bagaimana sebuah ruang dapat dibentuk menjadi sebuah jaringan yang dapat menciptakan aksesibilitas yang efektif, aman, nyaman dan sehat. Pembangunan jaringan tersebut kiranya dapat memperbaiki sistem transportasi khususnya di perkotaan untuk meningkatkan efesiensi baik aktivitas di sektor sosial maupun ekonomi. Keselamatan dan kesehatan pelaku pejalan kaki menjadi prioritas mengingat tujuan dibangunnya jaringan tersebut. Namun hal itu menemui banyak permasalahan, diantaranya adalah kondisi fasilitas yang belum lengkap, perilaku keruangan pejalan kaki serta keberadaan pedagang kaki lima yang dapat berdampak pada kenyamanan serta keberlangsungan aktivitas pejalan kaki itu sendiri. Untuk itu diperlukan pertimbangna terhadap beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas sarana dan prasarana serta kondisi site dan situation di jalur pejalan kaki tersebut.

Kata kunci : Pejalan kaki, jalur pejalan kaki, aksesibilitas, keselamatan dan kesehatan, pedagang kaki lima

Pendahuluan

(2)

penyeberangan di CBD (Laufried, 2013 : 30). Keberadaan trotoar serta pembangunan jalur khusus pejalan kaki itu pun dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk berdagang, khususnya di negara-negara dunia ketiga. Pedagang tersebut dikenal sebagai pedagang kaki lima. Kondisi ini sangat mempengaruhi peilaku orang-orang yang melewati jalur tersebut. Selain itu, kesehatan menjadi isu penting ketika orang-orang tidak dapat melewati trotoar karena terhalang oleh para pedagang dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang dijual di sana. Isu-isu lain pejalan kaki tidak hanya mengenai dampak ekonomi yang diberikan seperti penjual yang berada di pinggir jalan, namun juga adanya keterkaitan dengan kemampuan berjalan setiap hari akan pengaruhnya terhadap kondisi kesehatan tubuh baik dari anak-anak, kalangan muda maupun tua. Aktivitas fisik merupakan faktor risiko utama untuk penyakit diabetes , penyakit jantung kelebihan berat badan dan obesitas serta beberapa jenis kanker (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia Amerika Serikat, 1996). Jalan kaki adalah kegiatan mendasar bagi kesehatan jiwa dan raga , memberikan latihan fisik dan relaksasi . Berjalan adalah kegiatan sosial dan rekreasi ( Litman , 2011).

Keuntungan-keuntungan dari berjalan termasuk semua yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas fisik untuk individu (contohnya penguatan tulang dan melindungi tubuh dari penyakit jantung) sama baiknya seperti meningkatkan kualitas kehidupan bersama (contohnya mengurangi gangguan kemacetan dan meningkatkan bantuan jaringan sosial) (Gielen, 2004 : 545). Keuntungan tersebut tidak diindahkan dengan adanya pedagang sepanjang trotoar yang mampu menimbulkan masalah kesehatan pula terkait barang/dagangan yang dijual seperti makanan, minuman, dll. Selain itu, ada pula beberapa kerugian yang dapat dirasakan secara langsung seperti efektivitas jalan, lamanya arus perjalanan serta pengurangan lebar jalan/trotoar. Ketika kepadatan pejalan kaki melebihi angka maksimal, jumlah dan kecepatan perjalanan menjadi tidak menentu (Colin, 2000: 26). Hal tersebut belum ditambah dengan peningkatan jumlah pejalan kaki pada jam-jam tertentu. Seiring dengan jumlah dan kepadatan aliran pejalan kaki yang meningkat dari kondisi sepi ke kondisi lebih ramai , kecepatan dan kemudahan masyarakat untuk bergerak berkurang .

Jalur pejalan kaki , penggunaan lahan dan perilaku keruangan

(3)

memfasilitasi bermacam jenis kegiatan dalam kehidupan kota. Struktur jalan kota mencerminkan pola pergerakan manusia didalamnya (Jiang, 2011). Kota-kota didesain dengan jalur pejalan kaki dengan pemikiran bahwa jalan kaki adalah kegiatan utama dalam transportasi untuk kebanyakan aktivitas berpindah tempat dalam sebuah kota (Soto, 2012). Lain hal, berjalan juga dianggap salah satu kebutuhan akan ruang untuk memenuhi kegiatan tersebut. Kebutuhan ruang untuk berjalan menjadi pokok pembangunan dalam sebuah lingkungan dimana dalam setiap sistem jaringan transportasi, harus ada ruang untuk berjalan. Hal itu menyebabkan penggunaan lahan di suatu lingkungan menjadi penting karena sejauh mana ruang berjalan itu dapat ditransformasikan menjadi jalur pejalan kaki yang optimal, sehat dan tidak mengganggu aktivitas lainnya. Ada banyak pertentangan tentang kekuatan hubungan antara penggunaan lahan dan aktivitas berjalan atau dampaknya mendatang, apakah penggunaan lahan lebih berhubungan dengan transportasi atau dengan pejalan kaki dan sejauh mana lingkungan merubah perilaku atau orang memilih lingkungan yang sesuai dengan preferensi kegiatan jalan mereka (Cao dkk , 2009).

Pembangunan jalur pejalan kaki mengalami beberapa permasahalan. Salah satu permasalahan yang sedang dihadapi oleh pemerintah adalah adanya fregmentasi dari proses perencanaan koordinasi terpusat (Asri, 2005 : 2312). Ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak bisa hanya dilaksanakan pada suatu lokasi tertentu tanpa adanya perencanaan pembangunan pada suatu wilayah. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta partisipasi masyarakat dalam membangun jalur pejalan kaki tersebut karena masyarakat pada umumnya memiliki perilaku khusus terhadap jalur pejalan kaki. Masyarakat kini cenderung lebih memilih jalan mana yang dirasa efisien untuk menuju suatu lokasi ketimbang memperhatikan keselamatan serta ketersediaan jalan. Ini berkaitan dengan bagaimana faktor lingkungan sekitar jalur tersebut dibangun. Untuk lebih memahami bagaimana membangun faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi partisipasi dalam aktivitas fisik, maka perlu diadakan untuk identifikasi dan dokumentasi secara obyektif terhadap atribut spesifik dari lingkungan masyarakat yang mungkin dipengaruhi (Owen dkk, 2002).

Soto (2012) menjelaskan bahwa Ballou (1978) mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas ruang pejalan kaki yang disediakan untuk mendukung kegiatan pejalan kaki, diantaranya :

(4)

pemandangan pejalan kaki) dan iklim (terlindungi oleh pepohonan atau kanopi biasanya membuat jalur pejalan kaki lebih nyaman).

 Kebutuhan Keselamatan : Kontrol dari pejalan kaki dengan kendaraan (biasanya di persimpangan dan tempat penyebrangan pejalan kaki), buffer zones antara jalan raya dengan trotoar (biasanya diisi oleh ruang terbuka hijau (RTH) atau tempat parker), pencahayaan dan fasilitas lainnya (rak koran, tempat sampah, telepon umum, dll).

 Kenyamanan Fisik : Kecukupan alokasi ruang untuk berjalan, menunggu, melihat dan mengamati (yang dianggap sebagai fungsi utama pejalan kaki dalam ruang public), ruang untuk beridir atau duduk di titik yang diperkirakan padat pejalan kaki (seperti atraksi komersial, tempat pemberhentian bus, dan/atau persimpangan), dan dimensi jaringan jalan dengan hubungannya untuk membagi arus pejalan kaki.

 Kenyamanan Psikologi : personal buffer zones (kebutuhan ruang personal untuk menghindari kontak dengan pejalan kaki lainnya dan merasa nyaman), pepohonan dan tanaman (atau elemen lainnya yang memberikan kenyamanan visual), dan ketersediaan petunjuk jalan yang memberikan informasi, arah dan keselamatan pejalan kaki (seperti rambu lalu lintas, petunjuk arah dan elemen jalan lainnya).

Pada umumnya, pemerintah membiayai pembangunan infrastruktur, sementara penggunaannya bisa saja digunakan untuk kepentingan publik, private, atau kombinasi dari keduanya (Townsend, 2010 : 318). Seperti halnya pepohonan, rambu lalu lintas, pagar pembatas, drainase serta ketersediaan tempat sampah. Atribut-atribut tersebut dapat mempengaruhi perilaku masyarakat ketika melewati jalur tersebut. Kelengkapan sarana tersebut tentu keberadaannya sangat penting bagi pemerintah untuk menyediakan fasilitas yang dapat berfungsi dengan optimal agar keselamatan dan kesehatan pejalan kaki terjamin. Ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara jalur pejalan kaki dengan keselamatan dan kesehetan pejalan kaki serta perilaku pejalan kaki yang dapat menyebabkan ancaman kesehatan atau dari faktor eskternal lainnya.

(5)

Jalan kaki adalah kegiatan mendasar bagi kesehatan jiwa dan raga , memberikan latihan fisik dan relaksasi. Keselamatan dan kesehatan pejalan kaki merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang aktivitas sepanjang jalur pejalan kaki. Menjadi pejalan kaki merupakan hal yang beresiko. Resiko terbunuhnya pejalan kaki sembilan kali lebih besar daripada yang berkendara dengan mobil/kendaraan bermotor per kilometer (Sebert, 2006 ; Koornstra, 2003 ; Miller dkk, 1999). Terlepas dari jumlah insiden kecelakaan di jalan, kepedulian terhadap kecelakaan dan keselamtan pejalan kaki sebagai isu utama kesehatan publik sudah mulai muncul ke permukaan (Sebert, 2006 : 4). Laporan WHO pada tahun 2004 menjelaskan bahwa, sejarah mengatakan, isu keselamatan di jalan berhubungan terhadap tanggung jawa sektor perencaaan kota dan transportasi tapi titik berat bahwa sektor kesehatan publik mempunyai peran penting, berperan bersama dengan sektor lain dengan tujuan menignkatkan keselamatan dan rasa kepedulian di jalan di dunia (Peden dkk, 2004). Pencegahan terhadap kecelakaan lalu lintas yang lebih baik bukan hanya untuk mengurangi angka-angka insiden kecelakaan, namun menjamin kondisi yang lebih aman di jalan untuk pejalan kaki dan pesepeda bisa saja membuat banyak orang beradaptasi dalam perilaku berjalan dan bersepeda sebagai salah satu gaya hidup yang lebih sehat (Peden dkk, 2004).

Kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan kerusakan baik fisik maupun mental bahkan kematian. Anak-anak adalah kalangan yang paling rentan mengalami insiden kecelakaan dan kurang memiliki pengawasan. Kemungkinan anak-anak terkena resiko kecelakaan lalu lintas lebih besar daripada kalangan dewasa. Heather Paul (2003) menjelaskan bahwa orang tua sebenarnya bisa berperan aktif dalam menjaga keselamatan anak mereka. Ada beberapa petunjuk alternatif yang bisa orang tua ikuti diantaranya :

 Intruksikan anak-anak untuk memahami dan patuh terhadap semua rambu lalu lintas. Seperti halnya lampu merah, itu berarti para pejalan kaki harus mempunyai izin untuk menyebrang, tetapi harus berhenti terlebih dahulu dan harus melihat mobil/motor serta jalan untuk keselamatan.

(6)

 Tekankan pada anak-anak untuk tidak masuk ke jalan dari antara mobil yang sedang parker atau dari belakang semak-semak. Kesalahan perhitungan masuk ke jalan bisa menyebabkan insiden kecelakaan yang fatal.

 Intruksikan mereka untuk menyebrang jalan di pojok atau persimpangan dan pastikan mereka mempunyai waktu yang cukup untuk memerhatikan kondisi lalu lintas karena mereka belum mempunyai perhitungan kecepatan yang berbeda, hubungan spasial, jarak dan kecepatan.

 Peringatkan anak-anak untuk berekstra hati-hati dalam kondisi cuaca yang buruk. Penglihatan/jarak pandang yang kurang, dan memungkinkan kendaraan bermotor tidak sempat untuk melihat mereka atau berhenti secara cepat.

 Demonstrasikan keselamatan pejalan kaki dengan menjadi model yang baik. Orang tua seharusnya melindungi anaknya, bukan hanya memikirkan keselamtan diri sendiri, namun bagaimana caranya menyelamatkan pejalan kaki lainnya juga.

Perhatian khusus terhadap anak atau kaum disabilitas memang penting bagi pejalan kaki karena masing-masing individu seharsunya mempunyai rasa awas tersendiri untuk keselamatan dan kesehatan mereka serta saling menolong individu lainnya. Berjalan, dilihat dari aktivitas fisik dasar bahwa kebanyakan orang tua dan anak-anak bisa bekerja sama lebih mudah dan murah di kehidupan sehari-hari dan memberikan kesehatan bagi diri mereka sendiri (Sebert, 2006 : 16). Aktivitas fisik merupakan faktor risiko utama untuk penyakit diabetes , penyakit jantung kelebihan berat badan dan obesitas serta beberapa jenis kanker (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia Amerika Serikat, 1996).

(7)

lingkungan sekitar jalan turut menunjang kesehatan masyarakat yang melewati tempat tersebut. Seperti kondisi jalur pejalan kaki, apakah diiringi dengan pepohonan yang dapat menyerap polutan, jarak antara jalan raya dengan trotoar, jumlah kendaraan, rata-rata kecepatan lalu lintas, perilaku pejalan kaki serta halangan lainnya yang dapat menimbulkan kerugian fisik bagi individu. Salah satu kerugian tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Halangan-halangan tersebut dapat berupa sampah, polusi, serta keberadaan pedagang kaki lima.

Pengaruh pedagang kaki lima terhadap aktivitas pejalan kaki

Jalan memberikan peran penting dalam ruang publik yaitu tempat dimana orang-orang berinteraksi dengan komunitas mereka (Litman, 2011 : 11). Beberapa orang menganggap bahwa keberadaan jalan/jalur pejalan kaki adalah sebuah ruang yang dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi mereka. Mereka biasanya dikenal sebagai pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima merupakan pilihan alternatif untuk beberapa orang yang kehilangan pekerjaan di sektor formal (Bhowmik, 2005). Banyak dari mereka adalah orang-orang yang dahulunya tidak bekerja di sektor formal (langsung terjun menjadi pedagang) dan bekerja di sektor informal. Biasanya pedangang kaki lima ditemukan secara bergerombol. Bila dibandingkan dengan pedagang kaki lima Asia, mereka adalah individu sosialis dimana mereka biasanya lebih memilih untuk beraktivitas bersama dan selalu dalam kelompok ketimbang berdagang sendiri (Hidayat, 2012 : 198). Seiring dengan banyaknya pejalan kaki yang berlalu lalang, maka semakin banyak kesempatan bagi pedagang kaki lima untuk memperoleh keuntungan.

(8)

Kehadiran pedagang kaki lima sering dianggap sebagai halangan bagi arus pejalan kaki, tetapi aktivitas mereka seharusnya diakomodasikan oleh pembuatan kebijakan dan manajemen untuk mendapatkan keuntungan dari trotoar itu sendiri dan untuk mendukung ekonomi kota (Hidayat, 2002 : 195). Namun, tingkat sirkulasi belum dapat mendukung kenyamanan pejalan kaki yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) kendaraan parkir di trotoar, (2) jumlah pedagang kaki lima yang banyak, (3) terdapat bangunan pos polisi, (4) kerapatan lalulintas yang tinggi, (5) jalur pejalan kaki yang tidak sama tinggi, dan (6) jalur pejalan kaki yang tidak menerus atau konektivitas yang kurang baik (Ishak, 2012 : 60). Bagaimana pun juga,banyaknya rintangan di pinggir jalan itu lah yang menyebabkan pejalan kaki susah melewati jalur tersebut (Hidayat, 2012 : 195). Dengan banyaknya rintangan itulah, beberapa pejalan kaki terkadang lebih memilih jalur lain seperti menggunakan moda transportasi lain, atau bahkan mengganti rute/preferensi dalam aktivitasnya

(9)

Kesimpulan

Kebutuhan ruang untuk berjalan menjadi pokok pembangunan dalam sebuah lingkungan dimana dalam setiap sistem jaringan transportasi, harus ada ruang untuk berjalan. Sehubungan dengan ketersediaan ruang, bagaimana sebuah ruang dapat meningkatkan efesiensi aktivitas fisik individu dalam kehidupan sehari-hari. Persepektif lain mengatakan dengan jelas bahwa berjalan merupakan sebuah komponen utama dalam sistem transportasi, dan hal itu meningkatkan kegiatan berjalan dan menyediakan keuntungan yang signifikan kepada masyarakat. Dengan memperbaiki sarana prasarana pejalan kaki maka akan meningkatkan aksesibilitas, dapat menyimpan ongkos publik dan konsumen, meningkatkan taraf kehidupan, memperbaiki kesehatan publik dan mendukung pembangunan ekonomi strategis, penggunaan lahan dan persamaan objek. (Litman, 2011). Jalur pejalan kaki dilihat dari kondisi fisik jalur tersebut serta bagaimana kondisi lingkungan sekitar yang dapat mendukung keberlangsungan jalur tersebut. Ada beberapa aspek yang harus dipenuhi dalam pembangunan jalur tersebut, diantaranya :

 Hubungan spasial  Kebutuhan Keselamatan  Kenyamanan Fisik  Kenyamanan Psikologi

Pembangunan tersebut seharusnya diiringi oleh kriteria-kriteria dalam perencanaan jaringan jalur pejalan kaki agar menciptakan sebuah jaringan yang nyaman, aman dan lebih efektif agar sirkulasi dan arus berjalan dengan baik. Namun, tingkat sirkulasi belum dapat mendukung kenyamanan pejalan kaki yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) kendaraan parkir di trotoar, (2) jumlah pedagang kaki lima yang banyak, (3) terdapat bangunan pos polisi, (4) kerapatan lalulintas yang tinggi, (5) jalur pejalan kaki yang tidak sama tinggi, dan (6) jalur pejalan kaki yang tidak menerus atau konektivitas yang kurang baik (Ishak, 2012 : 60

(10)

terhindar dari insiden kecelakaan. Perlu adanya kerja sama dari berbagai sektor untuk memberikan lingkungan yang sehat dan nyaman bagi para pelaku pejalan kaki didalamnya. Selain daya dukung lingkungan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah keberadaan pedagang kaki lima yang menjamur di pinggir jalan dan menetap di jalur pejalan kaki/trotoar. Kehadiran pedagang kaki lima sering dianggap sebagai halangan bagi arus pejalan kaki, tetapi aktivitas mereka seharusnya diakomodasikan oleh pembuatan kebijakan dan manajemen untuk mendapatkan keuntungan dari trotoar itu sendiri dan untuk mendukung ekonomi kota (Hidayat, 2002 : 195). Perlu adanya kebijakan yang tepat dan manajemen dari pemerintah dalam menangani keberadaan pedagang kaki lima untuk meminimalisasi dampak negatif yang diberikan seperti menjadi penghalang lalu lintas, pemandangan lingkungan yang kumuh, substansi barang/produk yang diberikan terkait dengan kesehatan dan keselamatan pejalan kaki.

Referensi

Andrea Carlson Gielen, S. D. (2004). Child Pedestrians: the Role of Parental Beliefs and Practices in Promoting Safe Walking in Urban Neighborhoods. Journal of Urban Health : Bulletin of The New York Academy of Medicine, Vol.81, No. 4, 545-555. Asri, D. U. (2005). PARTICIPATORY PLANNING TOWARD AN INTEGRATED

TRANSPORTATION MASTERPLAN FOR JABODETABEK. Eastern Asia Society for Transportation Studies (pp. 2308-2319). Jakarta: Directorate of Transportation National Development Planning Agency the Republic of Indonesia.

Barbara B. Brown, I. Y.-J. (2009). Mixed landuse and walkability : Variations in landuse measures and relationships with BMI, overweight, and obesity. Health & Place, 1130-1141.

Eva Leslie, N. C. (2007). Walkability of local communities: Using geographic information systems to objectively assess relevant environmental attributes. Eearth and Place, 111-122.

(11)

Ishak, S. (2012). Tingkat Pelayanan Serta Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pejalan Kaki di Pantai Losari Kota Makassar. Jurnal Transportasi Vol. 12 No.1, 53-62.

Karen Villanueva, M. K.-C. (2014). Health And Place. The impact of neighborhood walkability on walking :Does it differ across adult life stage and does neighborhood buffer size matter ?, 43-46.

Kulhmann, A. K. (2006). How Pedestrian Friendly Are We : Pedestrian Accident And Safety In The City And County Of Denver. Denver: Uneversity Of Colorado.

Laufried, H. H. (2013). TINGKAT PELAYANAN SELASAR PEJALAN KAKI DI PASAR KAHAYAN PALANGKARAYA. Jurnal Transportasi Vol.13 No.1, 29-34.

Litman, T. A. (2011). Economic Value of Walkability. Washington DC: Victoria Trasnport Policy Institute.

Neville Owen, e. a. (2007). Neighborhood and Walkability and the Walking Behavior of Australian Adults. American Journal of Preventive Medicine, 387-395.

Nursyamsu Hidayat, K. C. (2012). IMPORTANT FACTORS ON SIDEWALKS WITH VENDOR ACTIVITIES BASED ON PEDESTRIAN PERCEPTION BY GENDER AND AGE. Jurnal Transportasi Vol. 12 No.3, 195-206.

Soto, M. A. (2012). Pedestrian Areas In Los Angeles. Los Angeles: ProQuest LCC. Townsend, C. (2010). Built Environment And Pedestrian Behavior At Rail Rapid Transit

Stations In Bangkok. Transportation, 317-330.

Referensi

Dokumen terkait

Sukuk Negara Ritel adalah Sukuk Negara (SBSN) yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual. 10  Diversifikasi

Selain kegiatan wisata spiritual yang ada, kota Larantuka sendiri juga memiliki berbagai potensi keindahan alam dan budaya yang wajib untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata

Pada menu Laporan terdapat submenu laporan absensi karyawan, penjualan, transaksi masuk, transaksi keluar, buku besar, grafik penjualan menu dan grafik

Strategi branding yang dilakukan pada kegiatan PKMS ini berupa penambahan variasi produk berupa permen karamel Gulo Puan (Puan Candy), pembuatan logo, pembuatan label

Berdasarkan hasil analisis dan pengolah- an data yang telah dilakukan, maka diambil kesimpulan bahwa percepatan durasi proyek optimum pada proyek pembangunan Dermaga

• Sistem informasi operasional dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional (teknis) yang bersifat rutin (day-to-day activities) dari suatu enterprise atau organisasi

Bagaimana kemampuan guru dalam pelaksanaan perencanaan pembelajaran dengan menggunakan metode sorogan yang dipadu dengan team teaching pada model pembelajaran

Penelitian ini mengkaji peresapan air kedalam tanah / infiltrasi akibat perubahan penggunaan atau tata guna lahan dari daerah resapan ke daerah pengembangan di bukit