• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I DAN BAB 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I DAN BAB 5"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan modal yang sangat penting dalam proses pembangunan. Melalui dunia pendidikan kualitas yang dimiliki oleh seseorang tentunya akan lebih meningkat tidak hanya dari segi intelektual saja tetapi juga melatih emosional dan spiritual. Secara tidak langsung seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi dengan sendirinya akan mengangkat drajat orang tersebut di dalam lapisan masyarakat. Begitu pentingnya dunia pendidikan ini di berbagai kalangan masyarakat luas, khususnya Indonesia.Indonesia adalah negara yang berhasil merdeka karena salah satu faktornya yakni pendidikan. Pendidikan mampu membawa bangsa ini lepas dari belenggu penjajahan yang bertahan ratusan tahun lamanya. Pendidikan di Indonesia memang mengalami situasi yang terus berkembang. Hal ini dapat kita lihat melalui perkembangan kurikulum yang berlaku di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini.

(2)

Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang sangat penting dalam Matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan pada berpikir logis, konsisten, inovatif dan kreatif.

Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus Matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model Matematika yang dapat berupa kalimat Matematika dan persamaan Matematika, diagram, grafik atau tabel.

Berdasarkan hasil ulangan harian yang dilakukan guru di kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat nilai Matematika selalu rendah sehingga guru harus mengubah strategi belajar agar nilai tersebut dapat mencapai nilai yang diharapkan. Hal ini penulis buktikan pada saat penulis memberikan ulangan harian siswa pada semester ganjil. Rendahnya hasil belajar Matematika dapat diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain ketidakmampuan guru menggunakan srategi/pendekatan yang lebih cocok daam mengajarkan konsep sehingga menyebabkan kesulitan bagi siswa-siswa dalam memahami konsep Matematika.

(3)

mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya serta dapat membantu teman-teman yang rendah prestasinya. Hal ini dapat diwujudkan secara intensif dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang tepat, yaitu dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stay (TSTS).

Model TSTS “Dua tinggal dua tamu” dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Kelebihan dalam model TSTS kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya, menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Siswa Kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat”.

B. Rumusan Masalah

(4)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk meningkatkan proses pembelajaran di SMA Negeri 2 Babat Supat.

b. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian yang sejenis.

c. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam membuat kebijakan tentang peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, melalui pelatihan bagi guru tentang media pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

(5)

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Tentang Belajar

Dalam proses pembelajaran terjadi dua peristiwa yaitu belajar dan mengajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar mengarah pada apa yang harus dilakukan siswa sebagai subjek yang menerina pelajaran, sedangkan mengajar mengarah pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.

Belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan, sebagaimana dikemukakan oleh Hamalik (2004:20) bahwa “Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”.

(6)

Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses membuat orang belajar, dari tidak mengenal sesuatu menjadikan orang itu mengenal. Tujuannya adalah membantu orang belajar, atau manipulasi lingkungan sehingga member kemudahan bagi orang yang belajar. Menurut Depdiknas (2004:6), bahwa “Pembelajaran juga didefenisikan sebagai suatu rangkaian kejadian, peristiwa, kondisi yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi pelajar, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah”.

Disini siswa dianggap sebagai subjek yang berkembang melalui pengalaman belajar, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa, artinya guru dianggap sebagai penggerak proses belajar yang bersifat eksternal (pengaruh dari luar diri siswa). Untuk dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru diharapkan memiliki kemampuan professional seperti mengelola kelas, memotivasi siswa dalam proses pembelajaran, dan pemilihan model pembelajaran yang tepat sehingga menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

2. Hakikat Pembelajaran Matematika

(7)

(Sri Wardhani, 2004: 6) Matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran Matematika, pengetahuan Matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran Matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.

Dalam pembelajaran Matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) Matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran Matematika merupakan proses penemuan kembali. Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran Matematika. Konstruksi pengetahuan Matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).

(8)

sekitar siswa tinggal, dan (4) situasi saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau Matematika itu sendiri.

Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar Matematika, Freudenthal (Van den Heuvel, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal dengan penjelasan sebagai berikut “Horizontal mathematization involves going from the world of life into the world of symbol, while vertical mathematization means moving within the world of symbol”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa matematisasi horizontal meliputi proses transformasi masalah nyata/sehari-hari ke dalam bentuk simbol, sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol Matematika itu sendiri.

Gravemeijer (1994: 93) mengemukakan bahwa dalam proses matematisasi horizontal, siswa belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual. Pada mulanya siswa akan memecahkan masalah secara informal (menggunakan bahasa mereka sendiri). Kemudian setelah beberapa waktu dengan proses pemecahan masalah yang serupa (melalui simplifikasi dan formalisasi), siswa akan menggunakan bahasa yang lebih formal dan diakhiri dengan proses siswa akan menemukan suatu algoritma. Proses yang dilalui siswa sampai menemukan algoritma disebut matematisasi vertikal.

(9)

mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan siswa yang lain, sedangkan dalam matematisasi vertikal, siswa juga mulai dari masalah-masalah kontekstual, tetapi dalam jangka panjang siswa dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk meyelesaiakan masalah-masalah sejenis secara langsung, tanpa menggunakan bantuan konteks. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model Matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model Matematika dan penggeneralisasian.

Zulkardi (2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali dengan sistem formal, melainkan diawali dengan fenomena di mana konsep tersebut muncul dalam kenyataan sebagai sumber formasi konsep. Menurut de Lange (1987: 2) proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide Matematika berawal dari dunia nyata dan pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam Matematika kembali ke dunia nyata.

Berdasarkan uraian di atas maka secara umum Hakekat Pembelajaran Matematika sebagai berikut:

 Matematika pelajaran tentang suatu pola/ susunan dan hubungan  Matematika adalah cara berfikir

 Matematika adalah bahasa  Matematika adalah suatu alat

(10)

3. Hasil Belajar Matematika

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto (1991: 768), Hasil belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dikerjakan), dalam hal ini Hasil belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.

(11)

4. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan kerja sama antara siswa dalam kelompok, dengan saling mendiskusikan suatu konsep antara siswa dengan temannya akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep tersebut. Pembelajaran kooperatif bercirikan siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen berdasarkan perbedaan kemampuan akedemik, jenis kelamin dan etnis dengan jumlah anggota kelompok dalam satu kelompok terdiri atas empat sampai enam orang.

Ciri pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu materi pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mengajak siswa untuk belajar saling menghargai antar dan sesama, mencoba untuk saling memberi pengetahuan, mencoba mendapatkan sendiri hasil dari demonstrasi dan diskusinya.

Johnson dalam Nur (2008:8) mengemukakan lima unsur dasar yang terdapat dalam struktur pembelajaran kooperatif, yaitu : ”1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perorangan, 3) tatap muka, 4) komunikasi antar anggota, dan 5) evaluasi proses kelompok”.

Pembagian siswa dalam pengajaran kelompok kecil menurut Joice dalam Dimyati dan Mudjiono (2002:166), ada beberapa manfaatnya yaitu :

(12)

b. Mengembangkan sikap sosial dan semangat gotong royong dalam kehidupan.

c. Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tipa kelompok merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab.

d. Mengembangkan kemampuan, kepemimpinan, keterampilan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan kelompok.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagitugas antar anggota kelompok selama kegiatan berlangsung.

Dengan demikian melalui pembelajaran kooperatif siswa dapat memperoleh keterampilan berlatih disiplin, tanggung jawab dan saling menghormati, serta dengan sendirinya siswa akan aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ini banyak jenisnya dan diharapkan kepada guru untuk dapat memilih tipe atau model yang cocok pada bidang studi yang akan di ajarkan kepada siswa.

Ada beberapa variasi model pembelajaran kooperatif menurut Lufri (2006:51) yaitu : ”1) Student Teams Achievement Division (STAD), 2) Jigsaw, 3)

(13)

Pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat penting dalam proses pembelajaran karena tidak semua materi pelajaran cocok pada satu model pembelajaran. Penulis tertarik memilih model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Selain merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, juga model TSTS ini cocok untuk mata pelajaran Matematika mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, seperti yang dikemukan oleh Nur (2008:53) bahwa ”TSTS telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran dari Matematika, Bahasa dan Ilmu-Imu Sosial mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi”.

4. Model Two Stay Two Stray (TSTS) a. Pengertian Model Two Stay Two Stray

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti Two Stay Two Stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.

Adapaun struktur kelompok model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut:

Heterogen

Setiap kelompok terdiri dari siswa dengan latar belakang beragam, baik kemampuan akademis, jenis kelamin, maupun status sosial.

(14)

Jumlah siswa di dalam sebuah kelompok koperatif tipe ini terdiri atas 4 – 5 orang siswa

Siapa Tinggal, Siapa Berpencar?

Di dalam kelompok siswa akan menentukan siapa yang akan tinggal (stay) dan siapa yang akan berpencar (Stray)

b. Langkah-langkah Two Stay Two Stray

Adapun langkah-langkah pelaksanaan / implementasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut:

1. Pembagian kelompok. Pada langkah ini guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4 sampai 5 siswa.

2. Pemberian tugas. Di langkah kedua ini guru memberikan sub pokok bahasan tertentu atau tugas-tugas tertentu kepada setiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing. 3. Diskusi: Siswa mengerjakan tugas. Pada kegiatan ini siswa-siswa di

dalam setiap kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

4. Tinggal atau berpencar? Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan tugas yang diberikan maka setiap kelompok menentukan 2 anggota yang akan stay (tinggal) dan 2 anggota yang akan Stray (berpencar) ke

(15)

Struktur kelompok model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray

5. Berbagi. Pada langkah kelima ini, semua siswa saling berbagi apa yang telah mereka kerjakan untuk menyelesaikan tugas dari guru (catatan: siswa pada langkah ini saling menjelaskan, presentasi, bertanya, dan melakukan konfirmasi, lalu mencatat apa-apa yang didapatnya dari kelompok lain). Dua anggota kelompok yang tinggal di dalam kelompok bertugas membagi informasi dan hasil kerja mereka kepada 2 orang tamu dari kelompok lain yang akan berkunjung ke kelompok mereka.

(16)

7. Diskusi kelas. Setiap kelompok kemudian membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas dengan fasilitasi oleh guru.

c. Kelebihan dan Kelemahan Two Stay Two Stray

Adapun kelebihan-kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut:

Implementasi

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat diimplementasikan untuk berbagai kelas atau tingkatan usia.

Belajar Bermakna

Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna memberikan kesempatan terhadap siswa untuk membentuk konsep secara mandiri dengan cara-cara mereka sendiri dan melalui metode-metode pemecahan masalah.

Siswa Aktif

Implementasi model pembelajaran kooperatif ini tentu saja dapat membuat siswa aktif. Bila siswa belum terbiasa, memang pembelajaran serasa macet, tetapi bila telah beberapa kali dilaksanakan maka jalannya akan lebih mulus, karena setiap siswa mempunyai hasil dan tanggung jawab masing-masing untuk kelompoknya.

(17)

Dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ini guru dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, karena setiap siswa mempunyai tanggung jawab belajar, baik untuk dirinya sendiri maupun kelompoknya. Hal ini tampak sekali pada saat mereka saling bertukar informasi.

Bertukar Informasi

Saat siswa berpencar, maka setiap anggota kelompok akan saling bertukar informasi dengan kelompok lain. Setiap kelompok akan mendapatkan informasi sekaligus dari dua kelompok yang berbeda (karena dua orang yang berpencar pergi ke kelompok yang berbeda), begitupun bagi siswa yang tinggal, juga akan mendapatkan informasi dari 2 tamu yang datang dari 2 kelompok yang berbeda. (Perhatikan gambar skema struktur kelompok model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray di atas agar pertukaran informasi terbentuk dari banyak arah).

Hasil Belajar dan Daya Ingat

Karena semua siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, dan semua anggota kelompok diharuskan melaporkan hasil-hasil kunjungannya ke kelompok lain (bagi siswa yang berpencar/ Stray) dan hasil-hasil yang diperoleh saat kunjungan tamu di kelompok mereka (bagi siswa yang tinggal / stay), maka dapat memberikan efek peningkatan hasil belajar dan daya ingat.

Kreativitas

(18)

cara mereke menyajikan hasil kerja kelompok mereka kepada tamu (anggota kelompok lain) yang berkunjung ke kelompoknya.

Melatih Berpikir Kritis

Dengan membandingkan hasil pekerjaan kelompoknya dengan pekerjaan kelompok lain, guru berarti telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemapuan berpikir kritis, di mana mereka akan mencoba mencermati pekerjaan orang lain dan pekerjaan kelompoknya.

Memudahkan Guru

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat membantu guru dalam pencapaian pembelajaran, karena langkah pembelajaran kooperatif mudah diterapkan di sekolah dan dengan bantuan siswa-siswa guru mendapat tambahan tenaga berupa tutor sebaya saat seorang anggota kelompok bertukar informasi, mengkonfirmasi, presentasi, dan bertanya kepada anggota kelompok lainnya.

Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah: a. Membutuhkan waktu yang lama

b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok

c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)

d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

(19)

kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompk harus ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.

B. Penelitian Yang Relevan

Arif, Bahrul. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Aspek Kognitif dan Aspek Afktif SiswaKelas VII D SMP Negeri 1 Singosari. Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan aspek kognitif dan aspek afektif siswa dengan cara memberikan suasana belajar diskusi yang menyenangkan, kesempatan kepada siswa untuk belajar aktif melakukan pertukaran informasi dan materi dengan sesama teman, menyampaikan gagasan kepada teman, menyampaikan jawaban dan pertanyaan terhadap permasalahan diskusi, serta membutuhkan kerjasama dalam kelompok.

(20)

mengetahui peningkatan hasil belajar ekonomi siswa dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray di kelas X IPS SMA Swasta Parulian 2 Medan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam 2 siklus. Subjek penelitian ini adalah kelas X IPS dengan jumlah siswa 40 orang dan objeknya adalah model pembelajaran Two Stay Two Stray. Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes dan observasi. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dari hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Pada siklus I ketuntasan belajar secara individual diperoleh 27 orang atau 67,5% yang memperoleh nilai minimal 75. Dan pada siklus II ketuntasan belajar secara individual diperoleh 35 orang atau 87,5% yang memperoleh nilai minimal 75. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 20% secara individu. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa kelas X IPS di SMA Swasta Parulian 2 Medan Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini terlihat dari peningkatan hasil belajar ekonomi siswa yang signifikan dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Berarti model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran ekonomi.

(21)

TSTS terhadap hasil belajar kimia ditinjau dari gaya berpikir. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Selemadeg dengan desain eksperimen post-test only control group faktorial 2x2. Dari subyek 120 orang siswa kelas XI IPA, semuanya sebagai responden kelompok eksperimen dan kontrol melalui teknik random sampling. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan konvensional sebagai variabel bebas, gaya berpikir sebagai variabel moderator dan hasil belajar kimia sebagai variabel terikat. Test gaya berpikir dan tes hasil belajar sebagai instrumen pengumpulan data. Data dianalisis dengan ANAVA dua jalur dan uji Tukey.

C. Kerangka Berpikir

Pengaruh pemberian tindakan kelas melalui pembelajran kooperatif tipe TSTS terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika dapat dilihat pada bagan kerangka konseptual berikut ini :

PBM

Sebelum diberi tindakan melalui pembelajaran kooperatif tipe Two Stay

Two Stray hasil belajar siswa rendah

(22)

Skema 2.1 Kerangka Berpikir D. Hipotesis Tindakan

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas (PTK) atau disenut juga dengan Clasroom Action Research. Menurut Santyasa (2007:5) PTK merupakan “Prosedur penelitian di kelas yang dirancang untuk menanggulangi masalah nyata yang dialami guru berkaitan dengan siswa di kelas itu”.

B. Setting Penelitian

1. Tempat Dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat, yaitu pada semester Genap tahun pelajaran 2014/2015 selama 3 bulan yaitu pada Januari-Maret tahun 2015.

2. Subjek penelitian

(24)

(melakukan pengamatan perkembangan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam lembar observasi).

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua (2) siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Setiap siklus dilakukan langkah-langakah kegiatan mulai dari perencanaan (planning), tindakan (action), observasi

(observation) dan diakhiri dengan refleksi (reflection). a. Perencanaan

1) Menentukan jadwal penelitian

2) Menetapkan materi yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

3) Mempersiapkan perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

4) Mempersiapkan pembagian kelompok siswa

5) Mempersiapkan tes formatif hasil belajar siswa b. Tindakan

1) Pendahuluan

a. Guru mengecek kehadiran siswa

(25)

1. Pembagian kelompok. Pada langkah ini guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 5 siswa. 2. Pemberian tugas. Di langkah kedua ini guru memberikan sub

pokok bahasan tertentu atau tugas-tugas tertentu kepada setiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.

3. Diskusi: Siswa mengerjakan tugas. Pada kegiatan ini siswa-siswa di dalam setiap kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

4. Tinggal atau berpencar? Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan tugas yang diberikan maka setiap kelompok

menentukan 2 anggota yang akan stay (tinggal) dan 2 anggota yang akan Stray (berpencar) ke kelompok lain.

(26)

6. Diskusi kelompok. Tahap selanjutnya adalah semua anggota kelompok kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain.

7. Diskusi kelas. Setiap kelompok kemudian membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas dengan fasilitasi oleh guru secara bersama-sama.

3) Penutup

a. Guru memberikan kuis secara individu setelah materi selesai b. Guru memberikan tugas rumah (PR) yang berhubungan dengan

pembelajaran yang telah dipelajari dan membuat rangkuman materi.

c. Observasi

Observasi terhadap proses pembelajaran berlangsung dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh seorang observer.

d. Refleksi

(27)

D. Alat Pengumpul Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan maka digunakan alat pengumpul data sebagai berikut :

1. Lembaran observasi

Lembaran observasi digunakan untuk mencatat segala bentuk perilaku siswa pada saat tindakan diberikan.

2. Tes hasil belajar

Tes dilaksanakan antara lain dalam bentuk :

- Pre test, yaitu tes yang dilaksanakan sebelum diberikan perlakuan terhadap siswa dalam proses pembelajaran.

- Kuis, yaitu tes yang dilaksanakan pada akhir setiap proses pembelajaran.

- Ulangan harian, yaitu tes yang digunakan setelah seluruh proses pembelajaran selesai dilaksanakan pada dua (2) siklus tersebut.

E. Teknik Analisis Data

(28)

dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

(29)

. . . x100%

Bedasarkan penelitian tindakan kelas yang penulis lakukan pada siswa kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat Tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 2 siklus, setiap siklus dilakukan dua kali pertemuan.

B. Paparan Hasil Analisis 1. Siklus I

a. Perencanaan

Sebelum masuk ke dalam kelas, peneliti terlebih dahulu menyusun perencanaan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi :

1) Menentukan jadwal penelitian

2) Menetapkan materi yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS

3) Mempersiapkan perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

4) Mempersiapkan pembagian kelompok siswa

(30)

b. Pelaksanaan Tindakan

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2015 1) Pendahuluan

 Guru mengkondisikan kelas.

 Guru mengucapkan salam pembuka/doa dan memeriksa kehadiran siswa. religius

 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai

Apersepsi:

o mengenai pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau negasinya

Motivasi:

o Pengenalan materi yang akan dipelajari

2) Kegiatan inti

1. Siswa memperhatikan penjelasan tentang memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau negasinya

(31)

3. Pemberian tugas. Di langkah kedua ini guru memberikan sub pokok bahasan cara memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau negasinya

4. kepada setiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing .

5. Diskusi: Siswa mengerjakan tugas. Pada kegiatan ini siswa-siswa di dalam setiap kelompok bekerja sama untuk memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau negasinya .

6. tugas yang diberikan oleh guru.

7. Tinggal atau berpencar? Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan tugas yang diberikan maka setiap kelompok menentukan 2 anggota yang akan stay (tinggal) dan 2 anggota yang akan Stray (berpencar) ke kelompok lain.

(32)

9. Diskusi kelompok. Tahap selanjutnya adalah semua anggota kelompok kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain.

10. Diskusi kelas. Setiap kelompok kemudian membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas dengan fasilitasi oleh guru.n secara bersama-sama.

3) Penutup

a. Guru memberikan kuis secara individu setelah materi selesai b. Guru memberikan tugas rumah (PR) yang berhubungan dengan

pembelajaran yang telah dipelajari dan membuat rangkuman materi.

c. Observasi

Pada bagian Observasi, dilakukan perekaman data yang meliputi proses dan hasil dari pelaksanan kegiatan. Berdasarkan hasil pengamatan selama proses belajar mengajar berlangsung diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Pada Model TSTS ini tampak siswa terlihat canggung atau tidak percaya diri ketika akan menjadi “tamu” dikelompok lain.

b. Siswa belum berani tampil mempresentasikan hasil diskusinya.

c. siswa belum cukup untuk saling berbagi apa yang telah mereka kerjakan untuk menyelesaikan tugas dari guru

(33)

Setelah pembelajaran pada siklus I selesai seluruhnya, dilanjutkan dengan ulangan (tes) untuk melihat kemajuan hasil belajar siswa setelah dilakukan tindakan perbaikan. Hasil yang diperoleh dari ulangan (tes) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I

No.

Nilai Keterangan No. Nilai Keterangan

Urut Urut

1 70 Tidak Tuntas 18 80 Tuntas 2 70 Tidak Tuntas 19 75 Tuntas 3 80 Tuntas 20 70 Tidak Tuntas 4 50 Tidak Tuntas 21 78 Tuntas 5 75 Tuntas 22 78 Tuntas 6 80 Tuntas 23 78 Tuntas 7 70 Tidak Tuntas 24 80 Tuntas 8 75 Tuntas 25 78 Tuntas 9 70 Tidak Tuntas 26 78 Tuntas 10 70 Tidak Tuntas 27 80 Tuntas 11 75 Tuntas 28 90 Tuntas 12 75 Tuntas 29 80 Tuntas 13 78 Tuntas 30 80 Tuntas 14 85 Tuntas 31 80 Tuntas 15 80 Tuntas 32 80 Tuntas 16 55 Tidak Tuntas 33 70 Tidak Tuntas 17 55 Tidak Tuntas 34 70 Tidak Tuntas

Jumlah Nilai = 2538 Jumlah Nilai Maksimal Ideal = 3400 Rata-Rata Nilai Tercapai = 74,65

Keterangan:

Jumlah siswa yang belum tuntas ═ 11 Jumlah siswa yang tuntas ═ 23

KKM Klasikal= Belum Tuntas

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Pada Siklus I

No. Uraian Hasil Siklus I

(34)

3. Persentase ketuntasan belajar 67,65

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran dengan Model Two Stay Two Stray diperoleh nilai rata-rata tes formatif siswa adalah 74.65 dan ketuntasan belajar mencapai 67.65% atau baru ada 23 siswa dari 34 siswa yang telah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥75 hanya sebesar 63.33% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%

Tabel 4.3 Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I

No Ketuntasan Jumlah Persen

1 Tuntas 23 67.65%

2 tidak tuntas 11 32.35%

34

(35)

Gambar 4.1

d. Refleksi

Setelah melakukan observasi, maka pada kegiatan siklus I dengan menggunakan tipe pembelajaran model TSTS beberapa kelemahan atau hambatan yang harus diatasi dalam siklus berikutnya diidentifikasi sebagai berikut :

a. Kurangnya sikap terbuka siswa untuk saling berbagi

b. Kurangnya minat siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dimengerti.

c. Kurangnya keberanian siswa dalam menanggapi pertanyaan yang diberikan oleh siswa kelompok lain.

(36)

e. Menyuruh siswa belajar di rumah untuk membahas materi yang akan didiskusikan untuk pertemuan berikutnya.

2. Siklus II a. Perencanaan

Sebelum masuk ke dalam kelas, peneliti terlebih dahulu menyusun perencanaan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi :

1) Menentukan jadwal penelitian

2) Menetapkan materi yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS

3) Mempersiapkan perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

4) Mempersiapkan pembagian kelompok siswa

5) Mempersiapkan Tes Formatif Siklus II

b. Pelaksanaan Tindakan

Penelitian siklus II ini dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2015 1) Pendahuluan

 Guru mengkondisikan kelas.

 Guru mengucapkan salam pembuka/doa dan memeriksa kehadiran siswa. religius

(37)

Apersepsi:

Menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.

Motivasi:

o Pengenalan materi yang akan dipelajari

2) Kegiatan inti

1. Siswa memperhatikan penjelasan tentang menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.

2. Pembagian kelompok. Pada langkah ini guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 5 siswa dan 6 kelompok.

3. Pemberian tugas. Di langkah kedua ini guru memberikan sub pokok bahasan menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.

4. kepada setiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing .

5. Diskusi: Siswa mengerjakan tugas. Pada kegiatan ini siswa-siswa di dalam setiap kelompok bekerja sama untuk menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor. 6. tugas yang diberikan oleh guru.

(38)

yang akan stay (tinggal) dan 2 anggota yang akan Stray (berpencar) ke kelompok lain.

8. Berbagi. Pada langkah kelima ini, semua siswa saling berbagi apa yang telah mereka kerjakan untuk menyelesaikan tugas dari guru (catatan: siswa pada langkah ini saling menjelaskan, presentasi, bertanya, dan melakukan konfirmasi, lalu mencatat apa-apa yang didapatnya dari kelompok lain). Dua anggota kelompok yang tinggal di dalam kelompok bertugas membagi informasi dan hasil kerja mereka kepada 2 orang tamu dari kelompok lain yang akan berkunjung ke kelompok mereka.

9. Diskusi kelompok. Tahap selanjutnya adalah semua anggota kelompok kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain.

10. Diskusi kelas. Setiap kelompok kemudian membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas dengan fasilitasi oleh guru.n secara bersama-sama.

3) Penutup

a. Guru memberikan kuis secara individu setelah materi selesai

(39)

c. Observasi

Berdasarkan hasil pengamatan selama proses belajar mengajar berlangsung diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Pada Model TSTS ini tampak siswa terlihat sangat antusias dan tampil percaya diri ketika akan menjadi “tamu” dikelompok lain.

b. Siswa sudah berani tampil mempresentasikan hasil diskusinya.

c. siswa telah cukup untuk saling berbagi apa yang telah mereka kerjakan untuk menyelesaikan tugas dari guru

d. Guru telah mempertahankan kebiasaan dengan terus member motivasi kepada siswa terutama di awal pembelajaran.

(40)

Tabel 4.4 Nilai Tes Formatif Pada Siklus II

No.

Nilai Keterangan No. Nilai Keterangan

Urut Urut

1 88 Tuntas 18 80 Tuntas 2 90 Tuntas 19 75 Tuntas 3 70 Tidak Tuntas 20 75 Tuntas 4 80 Tuntas 21 80 Tuntas 5 75 Tuntas 22 80 Tuntas 6 80 Tuntas 23 75 Tuntas 7 80 Tuntas 24 80 Tuntas 8 70 Tidak Tuntas 25 80 Tuntas 9 80 Tuntas 26 70 Tidak Tuntas 10 95 Tuntas 27 80 Tuntas 11 75 Tuntas 28 70 Tidak Tuntas 12 80 Tuntas 29 80 Tuntas 13 78 Tuntas 30 78 Tuntas 14 85 Tuntas 31 78 Tuntas 15 80 Tuntas 32 80 Tuntas 16 80 Tuntas 33 78 Tuntas 17 55 Tidak Tuntas 34 75 Tuntas

Jumlah Nilai = 2655 Jumlah Nilai Maksimal Ideal = 3400 Rata-Rata Nilai Tercapai = 78,09

Keterangan:

Jumlah siswa yang belum tuntas ═ 5 Jumlah siswa yang tuntas ═ 29

KKM Klasikal= Tuntas

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Pada Siklus II

No. Uraian Hasil Siklus II

1. Nilai rata-rata tes formatif 78,09 2. Jumlah siswa yang tuntas belajar 29 3. Persentase ketuntasan belajar 85,29

(41)

ketuntasan belajar. Namun secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85.29% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini.

Tabel 4.6 Ketuntasan Hasil Belajar Siklus II

No Ketuntasan Jumlah Persen

1 Tuntas 29 85.29%

2 tidak tuntas 5 14.71%

34

Tabel di atas menunjukkan sebanyak 29 orang atau sebesar 85.29% siswa kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat yang tuntas sedangkan sisanya sebanyak 5 orang atau sebesar 14.71% belum tuntas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini:

(42)

C. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukan berhasil, dimana keberhasilan ini menyatakan bahwa permasalahan yang ada dalam pembelajaran Matematika bagi siswa kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat sudah teratasi, yaitu dengan Model TSTS yang dapat meningkatkan ketuntasan siswa.

Penggunaan metode kooperatif TSTS dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat telah memberikan peningkatan yang positif pada perolehan nilai proses hasil belajar siswa pada setiap siklus. Untuk lebih jelasnya peneliti gambarkan pada tabel berikut.

Tabel 4.7 Perkembangan Hasil Belajar Matematika Siswa

Proses Pembelajaran Nilai Rata-Rata Ketuntasan Jumlah Persen

Siklus I 74.65 23 67.65%

Siklus II 78.09 29 85.29%

(43)

Gambar 3

Perkembangan Hasil Belajar Matematika

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

(44)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) pada kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat telah meningkatkan hasil belajar siswa ditandai dengan meningkatnya perkembangan hasil belajar siswa, dimana pada siklus I nilai rata – rata sebesar 74.65 dengan jumlah ketuntasan siswa sebanyak 23 orang atau sebesar 67.65% dan kembali mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai rata – rata menjadi 78.09 dimana siswa tuntas sebanyak 29 siswa dengan persentase 85.29%.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diatas maka penulis menyarankan agar :

1. Guru Matematika pada umumnya dapat menjadikan Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) sebagai alternatif bagi guru dalam usaha meningkatkan hasil belajar Matematika.

2. Guru diharapkan dapat memberikan penghargaan terhadap hasil kerja siswa baik secara individual maupun kelompok, sehingga dapat meningkatkan motivasi dalam pembelajaran.

(45)

Gambar

Tabel 4.3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
Tabel 4.3 Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I
Gambar 4.1
Tabel 4.4 Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanfaatkan transistor 2N3055 yang berguna sebagai saklar untuk mengaktifkan kipas pada saat terjadi kebocoran gas. 4.9 Rangkaian Pengendali

Adapun subyek - subyek yang berkaitan dan merupakan sumber informasi dalam penelitian ini adalah: Data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari obyek

Dengan menerapkan sistem pengelolaan waduk yang menggunakan prinsip-prinsip pemanfaatan atas air maka terlihat bahwa selama 37 tahun (1998-2035), pendapatan atas

Side skirt merupakan bagian dari Body kit yaitu terdiri dari spoiler depan atau  bemper depan, spoiler belakang dan Side Skirt itu sendiri, side skirt ini berfungsi

PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga, (2) pengeluaran konsumsi akhir

Oleh karena itu, hal seperti ini menjadi sesuatu yang sangat penting sekali untuk diperhatikan oleh pihak perusahaan supaya tingkat stres kerja yang terjadi pada

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan laporan skripsi dengan judul “Perilaku Lentur

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada Penulis, sehingga penelitian yang berjudul: Kewenangan