9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1Kajian Teori
2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1Matematika
“Matematika” berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang
diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar”, juga mathematikos yang diartikan sebagai “suka belajar” (Sriyanto, 2007: 12). Sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang berkaitan dengan penalaran (Ahmad Susanto: 2013: 184).
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI dijelaskan, bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Adanya Matematika yang disebabkan pemikiran manusia yang berkaitan dengan ide atau nalar yang terbagi atas bidang aljabar, aritmatika, analisis, dan geometri (James dalam Ismunamto, 2011: 6). Sedangkan hakikat matematika menurut Soejadi (dalam Heruman, 2012: 1), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.
Sejalan dari beberapa pendapat para ahli di atas, Ahmad Susanto (2013: 183) mengartikan matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol dan sebagai salah satu dari displin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, serta memberikan kostribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Dalam bidang studi matematika sangat diperlukan untuk proses perhitungan dan proses berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah.
berpikir kritis dan logis, memahami, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.1.2Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Tujuan pembelajaran matematika secara khusus yang dimuat oleh Depdiknas dalam Ahmad Susanto (2013: 190) adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkose, dan mengaplikasikan konsep atau logaritme.
2. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian tujuan pembelajaran matematika diatas bahwa pembelajaran matematika mempunyai tujuan agar siswa memahami konsep matematika yang memiliki keterkaitan antara konsep dan penerapannya, dengan menggunakan penalarannya untuk menemukan penyelesaian dari suatu masalah. Hal ini agar dapat dijelaskan siswa melalui ide-ide berupa simbol ataupun media lain untuk memperjelas masalah. Setelah siswa mengikuti pembelajaran, diharapkan siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dan dapat menerapkan penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari sesuai penalarannya.
2.1.1.3Pembelajaran Matematika di SD
Ahmad Susanto (2013: 186) pembelajaran Matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat mengingkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya dalam pengusaan terhadap materi matematika. Hal itu menunjukkkan belajar matematika merupakan aktivitas mental yang tinggi untuk memahami konsep, meningkatkan kemampuan berpikir, kemudian menerapkan dalam kehidupan nyata sehingga terbentuk pengetahuan baru dan terjadi perubahan tingkah laku. Kegiatan pembelajaran matematika berorientasi pada upaya menerapkan cara berpikir matematik.
Pembelajaran matematika merupakan proses untuk membentuk pola pikir siswa dalam pemahaman suatu konsep maupun penalaran suatu hubungan dari konsep-konsep itu. Selain itu, siswa dilatih untuk membuat terkaan, perkiraan, berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh. Dalam pembelajaran tersebut , agar siswa memiliki kemampuan berpikir secara logis, rasional, kritis, efektif dan efisien. Tujuan akhir dari pembelajaran matematika, yaitu pemahaman terhadap konsep-konsep yang relatif abstrak
Objek pembelajaran matematika adalah abstrak. Dalam usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, dan selanjutnya abstrak. Hal ini sesuai pada teori Piaget, siswa usia SD belum bisa berpikir formal karena mereka dalam fase oprasional konkret.
metode atau model pembelajaran yang bervariasi. Tetapi materi tertentu dalam matematika kadang dapat diajarkan dengan baik, menggunakan metode tertentu.
Selain itu, pembelajaran matematika di SD memiliki perbedaan dengan pembelajaran SD lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri pembelajaran matematika SD, antara lain:
1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral, artinya pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.
2. Pembelajaran matematika bertahap, artinya materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap, dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, kesemi konkret dan akhirnya kepada konsep abstrak.
3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, artinya matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi, artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya generalisasi suatu konsep harus secara deduktif.
5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna, artinya cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan. Dalam belajar bermakna aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.
2.1.2 Pendekatan Saintifik
2.1.2.1Pengertian Pendekatan Saintifik
Sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013, tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah. Pendekatan saintifik ini melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Iskandar (2008: 16) pendekatan scientific (pendekatan ilmiah) adalah suatu proses penyelidikan secara sistematik
yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung (interdependent), artinya pendekatan ini dilakukan secara sistematis sesuai dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah.
Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014: 29) pendekatan santifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Sedangkan, Daryanto (2014: 51) penerapan pembelajaran saintifik dalam pembelajaran melibatkan ketrampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas menurut pemikiran penulis, pendekatan saintifik adalah pendekatan yang dirancang supaya siswa aktif mengkonstruk dalam memperoleh pengetahuannya berdasarkan langkah-langkah yang sudah ditentukan secara ilmiah dan sistematik. Kegiatan pembelajaran ini, siswa dihadapkan suatu masalah kemudian dituntut untuk mencari penyelesaiannya melalui penelitian ataupun penalarannya.
mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik yang dimaksud adalah memberikan pemahaman siswa untuk mengenal materi menggunakan pendekatan ilmiah. 2.1.2.2Karateristik Pendekatan Saintifik
Pendekatan ilmiah (pendekatan saintifik) merupakan konsep dasar yang menginspirasi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik ilmiah. Sebelum guru melakukan proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik, guru harus memahami kriteria atau karakteristik pendekatan tersebut. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini (Kemendikbud, 2013 dalam Imas Kurniasih dan Berlin Sani, 2014: 35-37):
1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang sertamerta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Dalam proses pembelajaran pendekatan saintifik, seperti yang diuraikan kriteria-kriteria di atas memiliki karakteristik yang sama halnya dengan pembelajaran dengan metode saintifik, yaitu sebagai berikut: (Hosnan, 2014: 36)
1. Berpusat pada siswa.
2. Melihatkan keterampilan proses sains dalam mengkontrusi konsep, hukum atau prinsip.
3. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
Seperti yang diuraikan di atas, berdasarkan kriteria ataupun karakteristik pendekatan saintifik yang dimaksud adalah pembelajaran yang menekankan siswa untuk aktif. Selain itu, siswa berkesempatan untuk dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir, sehingga dapat melatih kemampuan dalam berkomunikasi. Dalam hal ini guru dituntut untuk dapat menyajikan pembelajaran yang berkaitan dalam kehidupam sehari-hari. Hal ini dibutuhkan kreativitas guru dalam penyajian materi yang akan disampaikan. 2.1.2.3Langkah-Langkah Pendekatan Saintifik
Implementasi dengan menggunakan pendekatan saintifik, diharapkan guru terlebih dahulu memahami langkah-langkah pendekatan tersebut agar tujuan pembelajaran tercapai. Langkah-langkah pendekatan ilmiah di dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan (observing), bertanya (questioning), percobaan (eksperimentil), mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar (associating), serta menyimpulkan dan menciptkan (networking) (Daryanto, 2014: 59).
Sementara langkah-langkah pembelajaran pendekatan saintifik menurut Hosnan (2014: 39-77) adalah berikut di bawah ini:
1. Mengamati
Aktivitas ini mengutamakan kebermaknaan dalam proses pembelajaran (meaningfull learning).Aktivitas mengamati memiliki kelebihan, seperti menyajikan media objek nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
2. Menanya
Dalam aktivitas ini, guru mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampulan. Ketika guru bertanya, saat itu juga guru membimbing ata memandu siswa belajar
3. Mengumpulkan informasi/eksperimen/mencoba
ilmiah dan sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalh yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mengasosiasikan/mengolah informasi/menalar
Pada aktivitas menalar terdapat 2 cara yaitu menalar secara induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Menalar secara deduktif adalah cara menalar dengan menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus.
5. Mengkomunikasikan/membentuk jejaring
Aktivitas membentuk jejaring akan mempertajam daya nalar siswa. Pada aktivitas inilah baik guru dan siswa dituntut mampu memaknai hubungan fenomena, khususnya yang berhubungan sebab akibat.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menentukan lima langkah utama dalam kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan. Langkah-langkah tersebut siswa diharapkan untuk mencari penyelesaian dari suatu masalah secara ilimiah. 2.1.3 Model Problem Based Learning
2.1.3.1Pengertian Model Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis
Masalah)
Model Problem Based Learning (PBL),atau sering disebut juga dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah. Jamil Suprihartiningrum (2013: 215) model Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang mana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student centered. Sementara, Tan dalam Rusman (2010: 229):
Menurut Rizema Putra, (2013: 67) Problem Based Learning adalah:
Pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam memecahkan suatu masalah yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari oleh siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis sekaligus pemecahan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting.
Hosnan (2014: 298) mendefinisikan bahwa Problem Based Learning pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (otenik) yang tidak terstruktur (ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru. Sementara, Wina Sanjaya (2014: 214) SPBM diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, menurut penulis pengertian model Problem Based Learning, yaitu suatu model pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah dalam kehidupan nyata yang merangsang siswa dalam kondisi belajar lebih aktif untuk menyelesaikan masalah secara sistematik dan berpikir kritis dalam rangka memperoleh pengetahuan baru berdasarkan penemuannya. 2.1.3.2Karakteristik Model Problem Based Learning
Hamruni (2012: 151), terdapat ciri utama dalam Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Pertama SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Rusman (2011: 232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:
1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur
4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL 7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif
8. Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuanuntuk mencari solusi dari sebuah permasalahan
9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
10.PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Selain itu, Tan dalam Taufiq Amir (2010: 22) berpendapat juga proses pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa karakteristik, sebagai berikut:
1. Masalah yang digunakan sebagai awal pembelajaran.
2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara gamblang (ill-structured).
3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspektive). 4. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapat pembelajaran di
ranah pembelajaran yang baru.
5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
6. Memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja.
7. Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pembelajaran bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.
2.1.3.3Langkah-Langkah Model Problem Based Learning
Fogarty (dalam Rusman, 2011: 243) Pembelajaran Berbasis Permasalahan dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Rusman (2011: 243), langkah-langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses Pembelajaran Berbasis Permasalahan, adalah:
6. Memahami kembali suatu masalah. 7. Menyuguhkan alternatif.
8. Mengusulkan solusi.
Sedangkan, langkah-langkah diatas juga ditekankan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Imas Kurniasih dan Barlin Sani (2014: 77-78) adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Langkah-langkah (Sintaks) Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Aktivitas Guru dan Peserta Didik 1. Orientasi peserta
didik pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan..
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu peserta didik mendefinisikan atau mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
model. 5. Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.
Berdasarkan langkah-langkah model Problem Based Learning yang telah diuraikan para ahli di atas, penulis menentukan lima langkah-langkah model Problem Based Learning dalam kegiatan pembelajaran, yaitu orientasi peserta
didik pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Proses penyelesaian masalah yang diterapkan akan membentuk siswa dalam menyelesaikan masalah, berpikir kritis, dan membentuk pengetahuan baru. Pada sumber belajar yang digunakan pada lingkungan harus terbuka, dan menekankan pada peran serta siswa yang aktif untuk mencari tahu.
2.1.3.4Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning
Menurut Suyadi (2013: 142-143) ada beberapa kelebihan dan kelemahan model Problem Based Learning (PBL), antara lain:
kelebihan model Pembelajaran Problem Based Learning, adalah:
1. Problem Based Learning merupakan model yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2. pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasaan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa 3. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Dapat membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 6. Mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif
dan menyenangkan.
7. Dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk menembangkan konsep belajar secara terus-menerus, karena dalam praksisnya masalah tidak akan pernah selesai.
Kekurangan yang terdapat dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning, adalah:
1. Ketika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba karena takut salah.
2. Proses pelaksanaan PBL membutuhkan cukup waktu yang lama.
3. Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha” untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang seharusnya mereka pelajari.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa seorang guru dalam menerapkan model Problem Based Learning harus dapat memperhatikan pokok permasalahan yang menjadi topik permasalahan, salain itu guru harus mampu memotivasi dan membantu siswa ketika sudah merasa tidak bisa menyelesaikan masalah.
2.1.4 Sintak Penerapan Pendekatan Saintifik melalui Model Problem based Learning
yang dihadapi baik individu atau kelompok, dalam rangka membentuk pengetahuan baru.
Adapun langkah-langkah yang disusun dalam pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik melalui model Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Penulis membuat pemetaan dan implementasi pendekatan saintifik melalui Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Tabel 2
Pemetaan Pendekatan saintifik melalui Model Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Sintak Problem Based Learning
Saintifik
Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi Orientasi siswa
kepada masalah √
Mengorganisir siswa untuk
belajar √
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
√
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya √
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
Tabel 3
Implementasi Pendekatan saintifik melalui Model Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Sintak Problem 2. Melakukan apersepsi, memberikan
motivasi kepada siswa dengan pengajuan masalah dan mengkondisikan siswa ke dalam beberapa kelompok
3. Masalah yang disajikan dalam bentuk vidio atau gambar atau benda-benda kongkrit yang ada di lingkungan sekolah sesuai kebutuhan dalam soal cerita perbandingan dan skala.
1. Mendampingi siswa mengorganisasikan (mendiskusikan) tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut dengan mengarahkan pembagian tugas dalam kelompok.
2. Membimbing siswa merencanakan penyelidikan untuk mendapatkan informasi penyelesaian masalah
Membimbing dan memfasilitasi pengalaman siswa dalam penyelidikan menyelesaikan masalah di dalam kelompok untuk mengumpulkan informasi dan solusi yang tepat.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Elaborasi
1. Mendampingi siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil jawaban yang sesuai seperti laporan, dan mendampingi mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.
2. Membimbing siswa pemaparan dari hasil yang diperoleh dalam pemecahan masalah. Dengan memberikan alur penyelesaian yang dilakukan.
2. Mendampingi siswa untuk membuat kesimpulan berkaitan dengan pembelajaran yang telah dilakukan, serta memberikan kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum diketahui.
2.1.5 Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
Kemampuan merupakan kecakapan seseorang dalam menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam sesuatu yang dikerjakan atas tindakan. Kemampuan dapat juga diartikan sebagai kesanggupan seseorang melakukan suatu usaha dimana hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika.
Kemampuan menyelesaikan soal cerita merupakan kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal matematika yang disajikan dalam bentuk cerita, dan isinya menggambarkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Soal cerita dapat digunakan untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah. Masalah yang muncul ketika siswa kesulitan berhadapan dengan soal yang tidak dapat menemukan jawaban langsung.
Sedangkan soal cerita merupakan soal matematika yang disajikan dalam bentuk cerita (kalimat) yang berkaitan dengan situasi yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari. Soal cerita matematika tersebut haruslah mengandung masalah yang menuntut pemahaman dan pemecahan masalah. Soal cerita matematika merupakan soal matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari untuk mencari penyelesaiannya menggunakan kalimat matematika yang memuatan bilangan, oprasi hitung (+, -, x, :) dan relasi (=, <, >, ≤, ≥) (Marsudi dan Astuti, 2011: 8).
diberikan kepada siswa guna melatih perkembangan proses berpikir secara berkelanjutan dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga keberadaannya sangat diperlukan.
Adapun tujuan pembelajaran soal cerita di SD menurut Marsudi dan Astuti (2011: 9), antara lain:
1. Melatih siswa berpikir deduktif.
2. Membiasakan siswa untuk melihat hubungan antra kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan matematika yang telah mereka peroleh disekolah.
3. Memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep matematika tertentu, maksudnya dalam menyelesaikan soal cerita siswa perlu mengingat kembali konsep-konsep matematika yang telah dipelajarinya sehingga pemahaman terhadap konsep-konsep tersebut semakin kuat.
Beberapa tahap-tahap penyelesaian soal cerita menurut George Polya dalam Marsudi dan Astuti (2011: 10-11) adalah
1. Memahami masalah (understanding the problem)
Tahap ini siswa harus memahami masalah yang diberikan yaitu menentukan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apa syaratnya, cukup ataukah berlebihan syarat tersebut untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
2. Menyusun rencana (devising a plan)
Tahap ini siswa harus menunjukkan hubungan antara yang diketahui dan yang ditanyakan, dan menentukan strategi atau cara yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal yang diberikan.
3. Pelaksanaan rencana (carrying out the plan)
Tahap ini siswa melaksanakan rencana yang telah ditetapkan pada tahap merencanakan pemecahan masalah, dan mengecek setiap langkah yang dilakukan.
4. Memeriksa kembali (looking back)
Eicholz dalam Marsudi dan Astuti (2011: 13) mengemukakan bahwa langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan soal cerita, sebagai berikut:
1. Memahami apa yang ditanyakan. 2. Menemukan data yang dibutuhkan. 3. Merencanakan apa yang akan dilakukan.
4. Menemukan jawaban melalui komputasi (penghitungan). 5. Mengoreksi Kembali Jawaban.
Skemp dalam Marsudi dan Astuti (2011: 13) menyarankan langkah-langkah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal cerita matematika, sebagai berikut:
1. Pemahaman masalah, berhubungan dengan masalag dunia nyata. 2. Pembuatan model matematika (mathematical model) dalam proses
abstraksi (abstracting).
3. Melakukan manipulasi terhadap model matematika (manipulation of model).
4. Melakukan interprestasi terhadap masalah semula.
2.1.6 Hubungan Pendekatan Saintifik Melalui Model Problem Based Learning dengan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang dirancang supaya siswa aktif untuk memperoleh pengetahuannya berdasarkan langkah-langkah yang sudah ditentukan secara ilmiah dan sistematik. Hal ini cocok dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yang mengaitkan pengetahuan dengan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran ini membuat siswa untuk memberdayakan berpikir aktif yang dapat membangun pengetahuannya secara mandiri ataupun kerjasama kelompok. Hal ini disebabkan, adanya rangsangan seperti masalah-masalah yang harus dilakukan pemecahan masalah-masalah atau mencari solusi pemecahan masalah, disini guru berperan hanya sebagai fasilitator sehingga pembelajaran dari pengalaman siswa membuat lebih bermakna. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik melalui model problem based learning diharapkan siswa mampu berpikir secara runtut dan meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah. Dalam proses pembelajaran ada beberapa unsur penting agar tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan oleh guru dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, seperti subjek (siswa), objek (guru), media, dan lingkungan pembelajaran.
Salah satu aspek yang mendasari tercapainya tujuan pembelajaran bisa diukur dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan menyelesaikan soal cerita. Pada penelitian ini pendekatan saintifik melalui model problem based learning menjadi utama karena merupakan variabel bebas
2.2 Kajian Hasil Belajar yang Relevan
Berdasarkan penelitian ekperimen yang berjenis quasi yang dilakukan oleh Ade Febriyanto (2012) dengan judul penelitian: “Efektifitas penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dalam Pembelajaran matematika pada siswa
kelas 5 semester 2 desa depok tahun pelajaran 2011/2012” menyimpulkan bahwa
hasil uji t menunjukkan nilai t hitung > t tabel (3.173 >2.023) dengan signifikan 0,03 < 0,05. Jika nilai t hitung positif, ini berarti rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Dapat dilihat dari uji analisis deskriptif diperoleh rata-rata untuk kelompok ekperimen 78,60 dan kelompok kontrol 64,14. Dari hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa pembelajaran menggunakan Problem Based Learning lebih efektif dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas V SD. Hal itu menunjukkan adanya perbedaan antara rata-rata hasil belajar kelompok ekperimen dan kelompok kontrol
Selain itu juga terdapat penilitian oleh Ni Wayan Wida Gian Pratiwi dengan judul penelitian “Model Pembelajaran Problem Based Learning Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Materi Pecahan Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas 4 Sd Saraswati Tabanan” berdasarkan penelitiannya model pembelajaran PBL berpengaruh terhadap hasil belajar materi pecahan dalam Mata Pelajaran Matematika pada siswa kelas IV SD Saraswati Tabanan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji-t (t hitung = 2.88, ttabel = 2.02 pada taraf signifikansi 5% dan dk = 34 diperoleh thitung > ttabel) sehingga hipotesis nol (Ho) yang diajukan ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. ada perbedaan yang signifikan hasil belajar materi pecahan dalam Mata Pelajaran Matematika antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran PBL dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan Pembelajaran Konvensional pada siswa kelas IV SD Saraswati Tabanan. Kelompok siswa dengan penerapan model pembelajaran PBL memiliki skor rata-rata hasil belajar sebesar 74.23 dan kelompok siswa dengan penerapan Pembelajaran Konvensional memiliki skor rata-rata hasil belajar sebesar 67.14.
Project terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Ditinjau dari Kemampuan Verbal siswa kelas V di Gugus V Kecamatan Sukasada” Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional; (2) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan verbal terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika; (3) siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi, terdapat perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional; (4) siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah, terdapat perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
2.3 Kerangka Pikir
Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik dikemas di dalam model Problem Based Learning, membuat belajar dari pengalaman dan pengamatan di lingkungan sekitar atau dalam kehidupan nyata. Pembelajaran tersebut diolah menjadi suatu konsep yang diperoleh dengan jalan belajar secara aktif dan proses belajar lebih bermakna. Hal ini, siswa melakukan penyelidikan terhadap materi yang dipelajari. Penyelidikan tersebut diharapkan untuk melatih kemampuan siswa berpikir kritis.
Salah satu kemampuan dalam pengetahuan, yaitu kemampuan pemahaman dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Kemampuan menyelesaikan soal cerita memerlukan keterampilan dalam menentukan kalimat yang diketahui dalam soal, menentukan kalimat yang ditanyakan, membuat model dalam matematika, melakukan komputasi, dan menginterprestasi jawaban pada permasalahan semula. Hal ini sesuai dengan tahapan menyelesaikan soal cerita menurut polya, sehingga penggunaan dengan menerapkan pendekatan saintifik melalui model problem based learning dalam pembelajaran di kelas diharapkan membantu siswa untuk
meningkatkan pemahaman siswa, yang belum dapat berpikir abstrak terhadap suatu masalah dalam kemampuan menyelesaikan soal cerita, dan dapat bekerjasama dengan siswa lain dalam memahami materi. Karena langkah model problem based learning berlandaskan pada suatu masalah nyata yang memerlukan
penyelesaian melalui praktik, sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru berdasarkan penemuannya dan pembelajaran lebih bermakna. Karena belajar matematika tidak sekedar hafalan dengan rumus, akan tetapi siswa diharapkan lebih memahami dan mengerti dasar-dasar rumus itu berasal. Hal ini, sangat bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui asal rumus, maka pembelajaran tentang materi yang diajarkan dapat melekat dibenak siswa dan siswa tidak mudah lupa.
Gambar 1. Kerangka Pikir 2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori, kerangka pikir yang relevan, dan kerangka pikir yang diuraikan di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah:
1. 𝐻0: 𝜇1 =𝜇2
tidak terdapat pengaruh penggunaan Pendekatan Saintifik melalui Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal
Cerita Matematika Pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Gundih Gugusan Kihajar Dewantoro Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015.
Pebelajaran Matematika
Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala
Pretes Siswa mengerjakan soal cerita matematika
Pembelajaran konvensional modern dengan ceramah
variasi
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik
memalui model Pembelajaran Problem
Based Learning Posttes
Siswa mengerjakan soal cerita matematika
Pretes Siswa mengerjakan soal cerita matematika
Posttes
Siswa mengerjakan soal cerita matematika Hasil dari tes kemampuan
2. 𝐻1:𝜇1≠ 𝜇2
ada pengaruh Pendekatan Saintifik melalui Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika