• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Stres Kerja Karyawan Media Massa Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Stres Kerja Karyawan Media Massa Medan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja

Stres kerja menurut Handoko (2000) adalah suatu kondisi ketegangan yang

mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang dalam bekerja.

Semakin berat stres yang dialami oleh karyawan, maka semakin terganggu

kemampuannya dalam pekerjaan dan lingkungannya. Stres kerja yang dialami

oleh para karyawan dapat menghambat tugas-tugas yang dibebankan, yang mana

manusia cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan

keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang

ada di dalam maupun di luar dirinya (Anoraga, 2001). Sebagai hasilnya, dalam

diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu

keberlangsungan kerja mereka. Orang-orang yang mengalami stres dapat menjadi

nervous dan merasakan kekuatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah dan agresi, tidak dapat bersikap tenang, atau tidak kooperatif (Rivai, 2005)

Luthans (2006) mengungkapkan stres kerja sebagai respon adaptif yang

dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan

konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang

menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang.

Stres pada pekerjaan tentunya tidak akan muncul tanpa ada penyebabnya.

Robbins (2008) memaparkan bahwasannya stres kerja pada karyawan dapat

(2)

dalamnya tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan pribadi, kemudian faktor

lingkungan, serta faktor individu. Tak jauh berbeda dengan yang lainnya, Robbins

dan Coulter (2010) mendefinisikan stres sebagai reaksi negatif dari orang-orang

yang mengalami tekanan berlebih yang dibebankan kepada mereka akibat

tuntutan, hambatan, atau peluang yang terlampau banyak.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja

merupakan suatu kondisi ketegangan yang berupa respon adaptif yang

dihubungkan dengan perbedaan individu dan atau proses psikologi yang

merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan)

yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada

seseorang.

2. Dimensi Stres Kerja

Stres kerja dapat diukur dari 3 dimensi (Michael, 2009), yaitu:

a. Beban Kerja

Adanya ketidaksesuaian antara peran yang diharapkan, jumlah waktu, dan

sumber daya yang tersedia untuk memenuhi persyaratan tersebut. Beban

kerja berkaitan dengan banyaknya tugas-tugas yang harus dilaksanakan,

ketersediaan waktu, serta ketersediaan sumber daya. Apabila proporsi

ketiganya tidak seimbang, kemungkinan besar tugas tersebut tidak bisa

diselesaikan dengan baik. Ketidakseimbangan ini bisa menyebabkan

seseorang mengalami stres.

(3)

b. Konflik Peran

Konflik peran merujuk kepada suatu keadaan ketika seseorang memiliki

satu atau lebih peran yang saling bersaing, dengan kata lain, tiap peran

memiliki tuntutan masing-masing, sehingga ketika individu memenuhi

tuntutan peran yang satu, maka akan sulit bagi individu tersebut untuk

memenuhi tuntutan peran yang lainnya (Rollinson, 2005).

c. Ambiguitas Peran

Ambiguitas peran berkaitan dengan ketidakjelasan tugas-tugas yang harus

dilaksanakan seorang karyawan. Hal ini terjadi salah satunya karena job

description tidak diberikan oleh atasan secara jelas, sehingga karyawan kurang mengetahui peran apa yang harus dia lakukan serta tujuan yang

hendak dicapai dari perannya tersebut.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja

Menurut Robbins (2008) timbulnya stress kerja dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu:

a. Faktor Organisasi

Terdapat banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat

menimbulkan stres. Beberapa faktor tersebut yakni tekanan untuk

menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang

telah ditetapkan, beban kerja yang berlebih, pimpinan yang menuntut dan

kurang peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Beberapa faktor

(4)

1. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau

tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.

2. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada

seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam

organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang

barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila

karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan

oleh waktu. Sehingga ambiguitas peran dapat tercipta bila harapan peran

tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang

harus dikerjakan.

3. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan

lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar

pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya

di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.

4. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi,

tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan

yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber

stres.

b. Faktor Lingkungan

Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan, yaitu:

(5)

Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin

mencemaskan kesejahteraan mereka.

2. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang

terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan

yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat

membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada

yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para

karyawan terlambat masuk kerja.

3. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka

hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang

membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri

dengan itu.

4. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang

semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan

gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika

merasa terancam keamanannya dan merasa stres.

c. Faktor Individu

Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor

persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian

bawaan.

1. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten

menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan

(6)

pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh

masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke

tempat kerja.

2. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola

sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi

yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian

mereka dalam bekerja.

3. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting

mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang.

Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya

berasal dari dalam kepribadian orang itu.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah terlihat bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi terciptanya stres kerja adalah faktor organisasi, yang mana di

dalam faktor organisasi itu sendiri, dikemukakan bahwa gaya pemimpin dalam

memimpin bawahannya turut mempengaruhi stres kerja. Adapun salah satu

gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan oleh pemimpin organisasi kepada

bawahannya yakni gaya kepemimpinan transformasional.

B. GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

1. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional

Tichy dan Devanna (dalam Jewell, 1998) mendefinisikan gaya kepemimpinan

(7)

organisasi, menciptakan visi, membuat komitmen pada visi tersebut, membentuk

budaya perusahaan untuk mendukung perubahan-perubahan, dengan cepat melihat

tanda-tanda perlunya perubahan dalam organisasi, serta mampu menciptakan

kepercayaan pada karyawannya, walaupun tidak memiliki hubungan personal

dengan tiap karyawannya.

Seperti ungkapan Bass dalam Muchinsky (2003) yang mendefinisikan gaya

kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang didasarkan pada

pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan. Dalam hal ini,

para pengikut akan merasa percaya, mengagumi, loyal, dan menghormati

pemimpin, serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi

dan berkinerja yang lebih tinggi.

Pemimpin yang transformasional bisa menjadi direktif, partisipatif, otoriter

ataupun demokratis (Bass dalam Muchinsky, 2003). Menurut Bass (1990)

kepemimpinan transformasional ini bersifat kontinuum dan merupakan suatu

tingkatan di atas kepemimpinan transaksional dalam hal mengilhami dan

memotivasi bawahan untuk berbuat lebih dari yang diharapkan. Kepemimpinan

transformasional dapat menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan

dalam mencapai tujuan organisasi serta mengembangkan minat karyawan dalam

bekerja. Kemudian Luthans (2006) menyatakan bahwa kepemimpinan

transformasional membawa keadaan menuju kinerja tinggi pada organisasi yang

menghadapi tuntutan pembaharuan dan perubahan.

Kepemimpinan transformasional juga didefinisikan sebagai antitesis dari

(8)

kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai kepemimpinan yang

mencakup upaya perubahan organisasi (Dwiyekti, 2011).

Transformasional berarti dalam pelaksanaannya, pengikut lebih diberikan

kebebebasan, rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang memungkinkan para

pengikut untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan tujuan akhirnya

meningkat (Khan, 2012).

Tidak jauh berbeda dengan Bass, Modiani (2012) mengemukakan bahwa

kepemimpinan transformasional merupakan kemampuan untuk memberikan

inspirasi dan memotivasi para pengikutnya untuk mencapai hasil - hasil yang

lebih besar daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal.

Dari berbagai pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional merupakan kepemimpinan yang mengenal perlu adanya

perubahan organisasi didasarkan pada pengaruh serta hubungan pemimpin dengan

pengikut atau bawahan, menciptakan komitmen dan motivasi yang tinggi untuk

berprestasi dan berkinerja yang lebih tinggi serta menimbulkan rasa percaya,

kagum, loyal, dan hormat pada karyawan terhadap pemimpin.

2. Ciri-ciri Gaya Kepemimpinan Transformasional

Bass (1990) merumuskan empat ciri yang dimiliki oleh pemimpin dengan

gaya kepemimpinan transformasional, yaitu:

a. Pemimpin memiliki karisma yang diakui oleh pengikutnya (charisma),

berarti pemimpin yang menjadi model bagi pengikutnya, mendapatkan

(9)

mampu menyampaikan rasa pengertian memiliki misi yang kuat terhadap

pengikutnya.

b. Dapat memberikan inspirasi atau menjadi sumber inspirasi bagi

pengikutnya (inspirational), berarti pemimpin yang percaya diri,

meningkatkan optimism dan antusias kelompok, serta mampu memotivasi

pengikutnya.

c. Perilaku dan perhatian pemimpin terhadap pengikutnya bersifat individual

(individualized consideration), berarti memberikan perhatian secara personal pada semua individu serta membuat individu merasa dihargai.

d. Pemimpin memiliki kemampuan menstimulasi pemikiran atau ide-ide dari

bawahannya (intellectual stimulation), berarti menunjukkan cara-cara

dalam mendorong pengikut menjadi inovatif dan kreatif dalam memimpin.

C. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Karyawan

Stres kerja merupakan respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan

individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi,

atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan

atau fisik yang berlebihan pada seseorang (Luthans, 2006). Gaya kepemimpinan

transformasional merupakan kepemimpinan yang didasarkan pada pengaruh dan

hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan, yang dalam hal ini, para

(10)

serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan

berkinerja yang lebih tinggi (Bass dalam Muchinsky, 2003).

Pemimpin yang transformasional merupakan pemimpin yang memberikan

perhatian bersifat individual kepada karyawannya (Bass,1990). Perhatian yang

bersifat individual ini berarti pemimpin sangat tahu benar diri tiap-tiap

karyawannya. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa pemimpin dengan

gaya kepemimpinan transformasional harusnya mampu mengatur peran serta

beban kerja tiap bawahannya sehingga dapat mencegah terjadinya stres kerja.

Salah satu faktor yang menyebabkan terciptanya stres kerja adalah faktor

organisasi, yang mana di dalam nya terdapat beberapa hal yang dapat memicu

terjadinya stres kerja, salah satunya adalah pimpinan yang terlalu menuntut dan

kurang peka (Robbins, 2008). Apabila dikaitkan dengan pemimpin yang

transformasional, yakni pemimpin yang dikenal dengan karakteristiknya yang

memberikan perhatian bersifat individual, yang berarti pemimpin yang

memberikan perhatian kepada tiap bawahannya (Bass, 1990). Hal ini merupakan

bentuk kepekaan pemimpin terhadap keadaan bawahan, sehingga hal tersebut

menunjukkan bahwa semakin peka pemimpin terhadap keadaan bawahan, maka

semakin kecil kemungkinan terciptanya stres kerja (Robbins, 2008).

Kemudian daripada itu, pemimpin yang transformasional juga mampu

menstimulasi pemikiran atau ide-ide bawahannya (Bass, 1990), dapat menjadi

seorang pemimpin yang direktif ketika situasi yang mengharuskan pemimpin

menjadi direktif atau bahkan dapat menjadi seseorang yang otoriter maupun

(11)

Berdasarkan pernyataan tersebut, berarti dengan gaya kepemimpinan

transformasional pemimpin dapat mencegah munculnya stres kerja dikarenakan

pemimpin yang transformasional termasuk pemimpin yang dapat mengontrol

segala situasi yang terjadi dalam organisasi/perusahaan. Transformasional sendiri

berarti dalam pelaksanaannya, pengikut lebih diberikan kebebebasan, rasa

kepemilikan dan tanggung jawab yang memungkinkan para pengikut untuk

mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan tujuan akhirnya meningkat

(Khan, 2012). Maka dengan kata lain, pemberian kebebasan pada karyawan ini

memungkinkan karyawan dapat bekerja dengan lebih tenang walaupun dituntut

harus bekerja lebih daripada tujuan organisasi, sehingga mencegah timbulnya

kondisi yang tegang yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi

karyawan dalam bekerja (Handoko,2000).

Dalam kegiatan memimpin, mengawasi dan mengontrol bawahan, tentunya

perlu diciptakan sebuah hubungan yang baik antara pemimpin dan bawahan atau

anak buah; pemimpin yang dapat memotivasi dan memberikan perhatian secara

individual kepada tiap bawahannya (Bass,1990). Pemimpin dengan gaya

kepemimpinan transformasional akan memotivasi bawahannya agar berprestasi

dan bekerja yang lebih tinggi, hal ini berarti menjadi tuntutan tiap bawahan untuk

dapat menghasilkan sesuatu yang lebih lagi di luar target pemimpin (Bass,1990).

Sedangkan setiap individu memiliki kepribadiannya masing-masing. Tidak semua

individu dapat menjalankan tuntutan yang berada di luar kemampuannya,

sehingga dalam hal ini pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional

(12)

Konflik peran merupakan suatu keadaan ketika seseorang memiliki satu atau

lebih peran yang saling bersaing, dengan kata lain, tiap peran memiliki tuntutan

masing-masing, jadi ketika individu memenuhi tuntutan peran yang satu, maka

akan sulit bagi individu tersebut untuk memenuhi tuntutan peran yang lainnya

(Rollinson, 2005). Pemimpin yang terlalu banyak menuntut dan kurang peka

terhadap keadaan dan kemampuan karyawannya dapat menjadi salah satu faktor

terciptanya konflik peran yang kemudian berujung kepada stres kerja (Robbins,

2003). Namun, pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional

dikenal dengan karakteristiknya yang memberikan perhatian bersifat individual

(Bass, 1990). Pemberian perhatian kepada bawahan oleh pemimpin dengan gaya

kepemimpinan transformasional merupakan bentuk kepekaan pemimpin terhadap

keadaan bawahan, termasuk peran-peran yang dimiliki karyawan. Sehingga, hal

tersebut menunjukkan bahwa semakin peka pemimpin terhadap keadaan bawahan

khususnya peran bawahan, maka semakin kecil kemungkinan terciptanya konflik

peran yang merupakan salah satu aspek dari stres kerja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional berpengaruh negatif terhadap stres kerja, semakin kuat gaya

kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh pemimpin, semakin rendah

(13)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

terdapat pengaruh negatif gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres

Referensi

Dokumen terkait

Kriteria yang digunakan pada sistem pendukung keputusan penentuan supplier ini berdasarkan atas 3 (tiga) aspek penilaian yaitu aspek harga, aspek kualitas dan

The other researcher is Thomson, 1991 who found that the ratio of the CAMEL (Capital, Assets, Managements, Earnings, Liquidity) as a proxy variable of financial

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa tepung tempe kacang komak memiliki karakteristik fisikokimia dan kapasitas antioksidan yang dapat berfungsi sebagai

Behavioral metrics and normative guidance for household preparedness generally focus on six of the dimensions discussed earlier: hazard knowledge, formal and informal response

Furthermore, even if individuals can observe the payoffs of predecessors, inefficient cascades can form and with positively probability last forever, because a cascade can lock

In the second session, the students stayed in the same conditions and followed a sec- ond instruction session according to their conditions: students in control condition direct

The ability of a quail to learn a new response by observation has not previously been tested; the present experiment was designed to control the presence of

The goal for the final year is to enrich the method-mix by re- searching a coin image recognition technique, to further improve and evaluate the methods researched so far and