• Tidak ada hasil yang ditemukan

Investasi Dana Zakat dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Investasi Dana Zakat dalam Hukum Islam"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh pemeluk agama

Islam untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerima, seperti fakir

miskin dan semacamnya, sesuai dengan yang ditetapkan oleh syariah.1 Zakat

termasuk ke dalam rukun Islam dan menjadi salah satu unsur yang paling penting

dalam menegakkan syariat Islam. Oleh karena itu hukum zakat adalah wajib bagi

setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Zakat juga merupakan bentuk ibadah seperti sholat, puasa, dan lainnya

dan telah diatur dengan rinci berdasarkan Al-quran dan Sunah. Seorang muslim

yang mampu secara ekonomi wajib menyisihkan sebagian harta yang dimilikinya

untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, baik melalui

panitia zakat maupun mendistribusikannya sendiri. Hukum zakat adalah wajib bila

mampu secara finansial dan telah mencapai batas minimal bayar zakat atau

nishab. Syarat-syarat yang mewajibkan seseorang untuk mengeluarkan zakat adalah (1) Islam; (2) Merdeka; (3) Berakal dan baligh; dan (4) Hartanya memenuhi nishab.

Nishab adalah batas terendah yang telah ditetapkan secara syar’i yang menjadi pedoman untuk menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang

memiliki harta dan telah mencapai ukuran tersebut. Adapun pedoman dalam

menetapkan nishab adalah:

1. Harta yang akan dizakati di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang,

seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang digunakan

untuk mata pencaharian; dan

2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama 1 tahun (haul), terhitung dari hari kepemilikan nishab. Kecuali zakat pertanian dan buah-buahan yang diambil ketika panen, serta zakat harta karun yang diambil ketika

1

(2)

menemukannya. Sehingga, kalau nishab tdk tercapai pada saat putaran satu haul, maka terputuslah hitungan haul atas harta tersebut. Dan ketika harta tersebut sempurna lagi mencapai nishab, maka perhitungan haul atas harta tersebut diulang kembali.

Sebagai contoh, Misalnya: nishab tercapai pada bulan Muharram, lalu bulan Rajab pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari nishabnya, maka terhapuslah perhitungan nishabnya. Kemudian pada bulan Ramadhan tahun itu, hartanya bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadhan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai 1

tahun sempurna, lalu dikeluarkanlah zakatnya.

Secara garis besar, dalam hukum Islam zakat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu:

1. Zakat fitrah, yaitu zakat yang wajib didatangkan oleh umat muslim pada

bulan Ramadhan hingga saat manusia keluar untuk menunaikan ibadah shalat

Eid. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 1998 tentang

Pengelolaan Zakat, pengertian zakat fitrah adalah sejumlah bahan pokok yang

dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap muslim bagi dirinya dan bagi

orang yang ditanggungnya, yang memiliki kewajiban makan pokok untuk

sehari pada hari raya idul fitri. Jumlah yang harus dibayarkan untuk zakat

fitrah adalah 1 sha’ (setara dengan 3,5 liter atau 2,7 kilogram) makanan

pokok yang dikonsumsi oleh wajib zakat sehari-harinya, seperti beras,

jagung, ubi, gandum, dan kurma.

2. Zakat Maal, yaitu zakat penghasilan seperti hasil pertanian, hasil

pertambangan, hasil laut, hasil perniagaan, hasil ternak, harta temuan, emas

dan perak, yang masing-masingnya memiliki perhitungannya sendiri. Dalam

Undang-Undang No. 38 Tahun 1998, pengertian zakat maal adalah bagian

dari harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki

orang muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak

(3)

Kemudian, setelah dana zakat terkumpul, kemanakah lembaga zakat

menyalurkannya? Sebenarnya Allah SWT dalam Alquran sudah memberi batasan

mengenai siapa yang berhak mendapatkan dana zakat. "Sesungguhnya zakat-zakat

itu hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, pengurus zakat (‘amil), orang yang telah dibujuk hatinya (mu’allaf), untuk memerdekakan budak, orang yang

berhutang, untuk jalan Allah, dan orang yang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Bijaksana.”2

Ini menjadi dalil bagi delapan asnaf dalam menentukan golongan

yang berhak mendapatkan zakat yaitu:3

1. Fakir, adalah golongan orang yang hampir tidak memiliki apapun sehingga

tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya;

2. Miskin, adalah golongan orang yang memiliki sedikit harta, tetapi tidak bisa

mencukupi kebutuhan dasar untuk hidupnya;

3. Amil, adalah orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat;

4. Mu'allaf, adalah orang yang baru masuk atau baru memeluk agama Islam dan

memerlukan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru;

5. Hamba Sahaya, adalah golongan budak mukatab yakni golongan budak yang sedang berupaya memerdekakan dirinya sendiri;

6. Gharimin, adalah orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhannya,

dengan catatan bahwa kebutuhan tersebut adalah halal, akan tetapi tidak

sanggup untuk membayar hutangnya;

7. Fi Sabiilillah, adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah; dan

8. Ibnus Sabil: Orang yang kehabisan biaya dalam perjalanannya.

Dari pembahasan di atas, maka seharusnya kita dapat menyimpulkan

sendiri apakah diri kita termasuk yang harus membayar zakat atau berhak

menerimanya. Satu hal yang harus selalu diingat, ingat bahwa segala kebaikan yg

dilakukan oleh manusia pasti akan mendapatkan balasan yang lebih baik (10 kali

2

QS. At-Taubah (:60).

3

(4)

lipat, 700 kali lipat, dan bahkan hingga sekehendak Allah),4 dan selalu ada hikmah

di balik segala kejadian sehingga Allah mengingatkan kita untuk bisa tafakkur

atas segala kejadian yang menimpa kita.5 Dengan memenuhi kewajiban kita

sebagai umat muslim untuk membayar zakat, tentu saja banyak kebaikan dan

hikmah yang akan kita dapatkan, di antaranya adalah sebagai berikut:6

1. Mempererat tali persaudaraan antara masyarakat yang kekurangan dengan

yang berkecukupan;

2. Mengusir perilaku buruk yang ada pada diri seseorang;

3. Sebagai pembersih harta dan juga menjaga seseorang dari ketamakan akan

hartanya;

4. Sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah SWT. yang telah diberikan

pada hamba-Nya;

5. Untuk pengembangan potensi diri bagi umat islam; dan

6. Memberi dukungan moral bagi orang yang baru masuk Islam.

Berdasarkan data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dana zakat

bertumbuh hingga 30% per tahun pada lima tahun terakhir. Pada bulan Januari

hingga Agustus 2016, total penghimpunan dana zakat, infak, dan sedekah umat

Muslim di Indonesia yang dilakukan oleh Baznas mencapai Rp 3,65 triliun.7

Sedangkan pada tahun 2017, Baznas melaporkan telah mampu menghimpun

zakat, infaq, dan sedekah sebanyak Rp. 5 triliun atau hanya 1% dari potensi zakat

di Indonesia yang mencapai Rp. 217 Triliun.8 Ini menunjukkan pertumbuhan dana

zakat yang cukup menggembirakan. Hal ini mendorong lembaga-lembaga amil

zakat untuk membuat berbagai program inovatif guna menyalurkan dana zakat

yang telah mereka kumpulkan.

A. Syalaby Ichsan dan Agung Sasongko. 2016. Bolehkah Dana Zakat Diinvestasikan?

www.republika.co.id.

8

(5)

Sekarang ini, lembaga amil zakat tidak hanya sekadar menyalurkan dana

untuk program sosial, melainkan juga menstimulus kegiatan ekonomi umat Islam

berupa kegiatan kewirausahaan agar para mustahik bisa mandiri. Tidak hanya itu,

program investasi juga menjadi pilihan beberapa lembaga amil zakat untuk

mengembangkan dana yang terhimpun sehingga kebermanfaatan dana tersebut

juga bisa bertambah.

Kebijakan pemanfaatan dana zakat untuk kegiatan investasi ternyata

menyisakan perdebatan panjang seputar hukum penggunaan dana zakat untuk

istitsmar berdasarkan pandangan hukum Islam. Sebagian mengatakan bahwa dana zakat boleh diinvestasikan, sedangkan sebagian yang lain berpendapat bahwa hal

itu tidak boleh dilakukan dengan alasan investasi memiliki resiko kerugian yang

menyebabkan berkurangnya hak mustahiq dan jika itu sampai terjadi, siapa yang akan menanggung kerugiannya. Belum lagi hasil investasi terkadang tidak sebesar

yang diharapkan, sehingga meskipun untung, tetap saja para investor merasa rugi.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka disusunlah makalah ini

dengan tujuan untuk menelaah lebih dalam tentang pandangan hukum Islam

dalam praktek penanaman modal (istitsmar) dengan menggunakan dana zakat yang terkumpul di lembaga-lembaga amil zakat di Indonesia.

1.2. Permasalahan

Bagaimana aturan hukum Islam tentang penggunaan dana zakat untuk

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

INVESTASI DANA ZAKAT DALAM HUKUM ISLAM

2.1. Dana Sosial Keagamaan Umat Islam

Sebagai golongan mayoritas, umat Islam tentunya merupakan kontributor

terbesar dalam pengumpulan dana sosial keagamaan di Indonesia. Berdasarkan

laporan Badan Amil Zakat Nasional, pada tahun 2017 jumlah zakat, infaq, dan

shodaqoh yang dapat dikumpulkan oleh Baznas adalah sebanyak Rp. 5 triliun.9

Dengan nominal sebesar itu, tentu saja banyak pihak yang tergoda untuk

mengembangkannya dengan berbagai macam alasan. Pengembangan dana untuk

kemaslahatan umat dan kesejahteraan mustahiq adalah alasan yang paling banyak

dijadikan dasar hukum oleh mereka yang ingin memanfaatkan dana tersebut.

Meningkatnya permintaan untuk pemanfaatan dana zakat umat Muslim

di Indonesia didorong oleh pesatnya laju pembangunan yang ada, sehingga ada

pihak yang menggunakan alasan kemanusiaan agar dapat dengan leluasa

menggunakan dana tersebut. Dengan demikian manfaat zakat dapat dirasakan

bukan hanya oleh umat Islam saja, tapi juga oleh golongan non Muslim.

Mengingat tujuan penunaian zakat adalah untuk mempererat hubungan

persaudaraan, melahirkan solidaritas, sebagai bagian dari syi’ar Islam untuk mengajak manusia masuk Islam sebanyak-banyaknya, mendukung pembangunan

fasilitas dakwah Islam, dan membangun kemandirian umat, maka alasan

kemanusiaan yang dijadikan sebagai dasar hukum penggunaan dana zakat ada

benarnya. Namun, jika dilihat dari semangat zakat: dari umat Islam, oleh umat

Islam, dan untuk umat Islam, maka penggunaan zakat untuk investasi infrastruktur

tidak dapat dibenarkan.

Meskipun demikian, manfaat zakat bagi pembangunan masyarakat

Indonesia dalam bidang sosial dan ekonomi merupakan peran aktif ‘amil zakat. Amil zakat adalah lembaga yang menerima dan menyalurkan dana zakat sesuai

9

(7)

tuntunan agama Islam. Keberadaan amil zakat akan memeratakan penikmatan

dana zakat daripada melakukan pembayaran zakat secara orang per orang.

Pemanfaatan zakat di Indonesia dapat berupa pemenuhan kebutuhan sehari-hari

para mustahik maupun sebagai modal bagi pengembangan keterampilan hidup

mereka. Bila zakat dibayarkan kepada lembaga amil zakat terpercaya, maka

pengelolaan dana zakat akan diarahkan kepada usaha pengembangan ekonomi

masyarakat fakir miskin sehingga kelak mereka juga akan menjadi muzakki.

Sehingga roda ekonomi umat Islam terus bergerak ke arah yang lebih baik.

Jadi, pengelolaan dana zakat memang lebih baik dipercayakan

sepenuhnya kepada lembaga-lembaga ‘amil zakat, karena mereka tentunya memiliki pengetahuan yang memadai.

2.2. Penggunaan Dana Sosial Keagamaan Umat Islam di Indonesia

Kemampuan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan

nasional yang cukup terbatas, mendorong pemerintah untuk mencari bantuan dari

pihak swasta dan pemilik modal lainnya. Sebagai contoh, dalam proyek

pembangunan sarana air minum dan sanitasi, pada tahun 2015 cakupan air bersih

dan sanitasi layak di Indonesia hanya mencapai 70,97%. Sementara pemerintah

mentargetkan bahwa di tahun 2019, akses air bersih dan sanitasi di Indonesia telah

mencapai 100%. Dan untuk mencapai target itu, pemerintah membutuhkan dana

hingga Rp. 275 triliun. Dari total biaya yg dibutuhkan, ternyata pemerintah, baik

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah hanya mampu memenuhi sekitar 70

persen-nya saja. Adapun sisa pendanaan menggunakan skema pembiayaan

infrastruktur non APBN (PINA), yaitu bantuan dari swasta, termasuk juga dana

sosial keagamaan.10

Seakan mengamini harapan pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI)

kemudian menunjukkan dukungannya dengan menandatangani fatwa MUI Nomor

001/MUNAS-IX/MUI/2015 tentang Pendayagunaan Dana Sosial Keagamaan

Untuk Pembangunan Sarana Air Minum Dan Sanitasi, sehingga dengan adanya

10

(8)

fatwa tersebut, Pemerintah memiliki landasan hukum untuk mempergunakan dana

zakat umat Islam guna memperkuat atau menutupi pendanaan yang tidak dapat

diatnggulangi oleh pemerintah. Oleh karena itulah, pemerintah terus berkoordinasi

dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI)

dalam upaya mengoptimalkan penggunaan dana sosial keagamaan untuk

pembangunan infrastruktur sosial. Mereka berdalih, potensi dana sosial

keagamaan umat Islam di Indonesia sanghat besar.

Dorongan dan permintaan dari pemerintah ditambah dengan terbitnya

fatwa MUI No. 001/MUNAS-IX/MUI/2015, membuat Baznas tidak memiliki

pilihan lain selain mengabulkan permintaan pemerintah.

2.3. Investasi Dana Zakat dalam Perspektif Hukum Islam

Untuk meredakan polemik tentang boleh tidaknya dana zakat

di-investasikan, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa

tentang hukum investasi dana zakat. Dalam Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 itu

ditentukan bahwa penyaluran (tauzi’) zakat mal dari amil kepada mustahiq harus disegerakan (fauriyah), namun dapat ditangguhkan (ta’khir) apabila belum ada

mustahiq atau ada kemaslahatan yang lebih besar, yakni maslahat syar’iyah yang hanya dapat ditentukan oleh Pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan

kemaslahatan.

Jika lembaga amil zakat mengelola dana zakat yang di-ta’khir-kan, maka

lembaga amil zakat tersebut boleh menginvestasikan (meng-istitsmarkan) dana tersebut dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Harus disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan

yang berlaku (al-thuruq al-masyru’ah);

2. Diinvestasikan pada bidang-bidang usaha yang diyakini akan memberikan

keuntungan atas dasar studi kelayakan;

(9)

4. Dilakukan oleh institusi atau lembaga yang profesional dan dapat dipercaya

(amanah);

5. Izin investasi (istitsmar) harus diperoleh dari Pemerintah, dan Pemerintah harus menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit;

6. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa

ditunda pada saat harta zakat itu diinvestasikan; dan

7. Pembagian zakat yang di-ta’khir-kan karena diinvestasikan harus dibatasi

waktunya.

Dewan Syariah Rumah Zakat Indonesia menjelaskan, ada perbedaan

pendapat di kalangan ulama mengenai boleh tidaknya berinvestasi dengan dana

zakat. Pada umumnya para ulama berbeda pendapat dalam hal:

1. Muzaki yang menangguhkan pembayaran zakatnya, dan memutuskan untuk

menginvestasikannya sebelum ia menyerahkan zakatnya ke lembaga amil

zakat. Oleh sebagian ulama hal ini tidak dibolehkan, mengingat pembayaran

zakat sifatnya adalah bersegera (fauriyah). Jadi, menunda pembayaran zakat tidak diperbolehkan, termasuk untuk investasi.

2. Lembaga amil zakat yang menginvestasikan dana zakat yang telah

dihimpunnya. Ulama-ulama yang menolak perbuatan ini berpendapat bahwa

(a) investasi dana zakat adalah haram karena termasuk bagian dari

menangguhkan distribusi zakat ke pihak-pihak yang berhak menerimanya

sehingga melanggar asas fauriyah zakat; (b) investasi dana zakat mengancam adanya kerugian karena bisnis hanya mengenal dua kemungkinan, untung

atau rugi; (c) investasi hanya akan menyedot dana operasional lebih banyak

dari dana zakat yang terkumpul itu sendiri; (d) investasi dana zakat dalam

bentuk apa pun membuat hilangnya kepemilikan harta secara personal karena

semua dana hak asnaf bersifat kepemilikan kolektif; dan (e) peran lembaga

yang mewakilinya hanya kolektor, bukan manajer pengelola.

Masih mengutip dari Dewan Syariah Rumah Zakat Indonesia, ulama

(10)

adalah halal. Qaradhawi juga berpendapat, lembaga zakat boleh menginvestasikan

dana zakat yang diterima secara melimpah dalam bentuk apa pun, seperti ruko dan

sejenisnya. Hasil yang didapat dari investasi tersebut bisa disalurkan kepada para

mustahik secara periodik. Bentuk investasi dana zakat itu tidaklah boleh dijual

dan dialihkan kepemilikannya sehingga menjadi bentuk setengah wakaf.11 Alasan

dibolehkannya investasi dana zakat, di antaranya adanya riwayat yang

mengatakan bahwa Nabi dan para Khulafaur Rasyidin pernah menginvestasikan

dana-dana zakat lewat unta dan kambing. Berdasarkan riwayat Anas bin Malik,

Nabi pernah meminum susu dari hewan-hewan ternak zakat di Madinah. Hewan

itu ditempatkan di tempat peternakan khusus dengan diurus para penggembala

yang digaji sehingga peternakan tersebut menghasilkan pengembangan ternak

secara signifikan.12

Berdasarkan riwayat Zaid bin Aslam, hal serupa pernah dilakukan Umar

ketika meminum susu dari ternak-ternak hasil zakat yang dikembangkan.

Pendapat yang mengatakan bahwa pembayaran zakat itu harus segera, itu berlaku

bagi muzaki, bukan imam atau lembaga pengelolanya. Perluasan arti kata fi sabilillah yang diartikan segala bentuk kebaikan, seperti membangun benteng, merenovasi masjid, membangun pabrik, dan lain-lain, seperti yang dinukil

al-Razy dalam tafsirnya (Juz 16 hal. 115). Jika alokasi dana zakat dalam bentuk

kebaikan apa pun, investasi dalam bentuk perdagangan dan pabrik bisa

mendatangkan keuntungan bagi para mustahik itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh

pendapat al-Nawawi yang menyatakan bahwa imam boleh menyalurkan dana

zakat secara langsung atau tidak langsung melalui penyewaan atau investasi

bentuk apa pun.13 Berikutnya, berpijak pada konsep istihsan, kendati secara

eksplisit tidak ditemukan anjuran investasi secara langsung, adanya situasi dan

kebutuhan modern saat ini membuat investasi dana zakat ini sangat bermanfaat,

terutama bagi para mustahik, maka ada aspek kemaslahatan yang besar jika dana

zakat bisa dikelola melalui investasi yang cerdas. Wallaahu a’lam bishawab.

11

Yusuf Qaradhawi. 1984. Atsar al-Zakat lil Afrad wa a l-Mujtamaat. Paper dalam seminar Zakat I tahun 1984.

12

HR. Bukhori.

13

(11)

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Merujuk pada fatwa MUI No. 001 tahun 2015, pemanfaatan dana zakat

untuk investasi dalam proyek yang berurusan dengan kemaslahatan orang banyak

hukumnya diperbolehkan, selama pelaksanaannya mengacu pada fatwa MUI No.

4 tahun 2003. Dimana para pengelola harus benar-benar ekstra hati-hati dalam

menggunakan dana tersebut. Dan pemerintah, sebagai pemberi izin penggunaan

dana, juga harus konsisten memberikan ganti kerugian jika ternyata investasi tidak

berjalan sesuai yang diinginkan.

3.2. Saran

Banyaknya permasalahan yang muncul di kalangan umat Islam di

Indonesia belakangan ini tentu saja mengganggu keharmonisan ukhuwa h

islamiyah di tanah air. Mengingat semua pihak memiliki argument yang sama-sama kuat, maka para pengelola dana zakat, dalam hal ini Badan Amil Zakat

Nasional, harus melibatkan seluruh pihak yang berkompeten sebelum

memutuskan untuk berinvestasi dengan menggunakan dana zakat yang

dikelolanya. Kemudian, banyaknya umat Muslim yang hidup dalam kesulitan

seharusnya turut menjadi pertimbangan para pembuat kebijakan sebelum

berinvestasi. Karena mereka juga berhak merasakan bagian dari zakat yang

terhimpun. Dan jika dicermati lebih dalam, banyaknya umat Islam yang hidup di

bawah garis kemiskinan, tidak membuka celah bagi Baznas dan lembaga-lembaga

amil zakat lainnya untuk menangguhkan distribusi zakat mereka. Seharusnya,

sebagai ‘amil mereka harus menomorsatukan mustahiq dalam pengelolaan dana

zakat, dan bukan sibuk memikirkan langkah-langkah inovatif untuk

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan prakualifikasi massal untuk Pengadaan Barang/Jasa dalam kurun waktu tertentu adalah pelaksanaan prakualifikasi yang dilakukan sekaligus kepada

Status gizi yang normal akan mempengaruhi tercapainya usia menarche yang juga normal, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fidrin (2014)

Dengan diterapkannya Algoritma K-Nearest Neighbor maka diharapkan Bank Muamalat dapat menerapkan kecerdasan bisnis yakni memprediksi potensi calon kreditur berdasarkan

Pengamatan secara keseluruhan terhadap jumlah bakteri yang tumbuh pada bakso ikan selama 40 jam penyimpanan pada suhu kamar menunjukkan bahwa bakso ikan yang direbus dengan

keharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, ayah dengan anak, serta ibu dengan anak. Membangun sebuah rumah tanggga yang harmonis dan sejahtera tentu tidak mudah.. mulus, dan

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan- perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mengumumkan akuisisi dari tahun

Pada dasarnya, sintaks pembelajaran dalam rangka pembelajaran untuk membantu siswa mampu membuat model matematika dari soal cerita adalah sebagai berikut: (1) Guru memberi

KEMENTRIAN PUPR DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN DINAS TATA RUANG & PERMUKIMAN PROV... KEMENTRIAN PUPR DIREKTORAT JENDERAL