• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Aktor Kebijakan Dalam Pembuatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dinamika Aktor Kebijakan Dalam Pembuatan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA AKTOR KEBIJAKAN DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN TEMBAKAU, STUDI KASUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG

PERTEMBAKAUAN Oleh:

Herda Prabadipta (105030100111009) Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya

A.Latar Belakang

Salah satu isu kebijakan yang patut mendapat perhatian kini adalah kebijakan mengenai pertembakauan yang kian memanas di Indonesia. Permasalahan ini diawali dengan hilangnya pasal 113 ayat (2) mengenai tembakau dari RUU Kesehatan pada tahun 2009. Berbagai isu berhembus bahwa hilangnya ayat ini dimotori oleh salah seorang anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia yang mendapat asupan dari produsen rokok. Belum bertemu titik terang, masyarakat, khususnya para petani tembakau dibuat resah oleh munculnya Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau Sebagai Zat Adikitif Bagi Kesehatan (RPP Tembakau). Dalam prosesnya, terjadi kabar simpang siur bahwa RPP Tembakau dapat membekukan produsen tembakau dalam negeri. Hal ini tentunya memicu penolakan dari petani tembakau di berbagai daerah. Namun sangat mengejutkan, bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012, yaitu RPP Tembakau yang telah disahkan, tidak ada pasal yang mampu menghentikan industri rokok dalam negeri. Kembali berhembus kabar bahwa penyebar isu pembekuan produsen tembakau dalam negeri adalah produsen-produsen rokok kapital. Namun tidak pernah ditemukan bukti dan pemerintah tidak nampak memusingkan penolakan dari para petani terdahulu karena setelah PP tersebut disahkan, penolakan dari petani mereda dengan sendirinya.

(2)

topik ini dengan judul “DINAMIKA AKTOR KEBIJAKAN DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN TEMBAKAU, STUDI KASUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTEMBAKAUAN”.

B. Rumusan Masalah

1. Siapa sajakah aktor atau stakeholder yang terlibat dalam kebijakan pengendalian tembakau?

2. Bagaimana bentuk konflik yang terjadi antar aktor dalam pembuatan kebijakan pengendalian tembakau?

C. Tujuan

1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui siapa siapa saja aktor atau stakeholder yang terlibat dalam kebijakan pengendalian tembakau?

2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran bentuk-bentuk konflik yang terjadi antar aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan pengendalian tembakau.

D.Kerangka Teori 1. Teori Konflik

(3)

Menurut pendapatnya dinyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Konflik dapat terjadi antarindividu, antarkelompok dan antarindividu dengan kelompok.

Berdasarkan beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu keadaan yang terjadi karena seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon stimulus-stimulus yang muncul akibat adanya dua motif yang saling bertentangan dimana antara motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif yang lain.

Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi 6 (enam) macam, yaitu: Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), Konflik antar-individu (conflict among individuals), Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups), Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization), Konflik antar organisasi (conflict among orga nizations), Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations).

Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993). Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).

2. Teori kebijakan publik

Chandler dan Plano (1988) Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik

(4)

yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Adapun pengaruh dari tindakan pemerintah tersebut adalah :

1) Adanya pilihan kebijakan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.

2) Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

3) Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Definisi kebijakan publik menurut Woll ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah ( intervensi sosio kultural ) yaitu dengan mendayagunakan berbagai instrumen untuk mengatasi persoalan publik. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai serangkaian kerja para pejabat publik untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat.

Jones memandang kebijakan publik sebagai suatu kelanjutan kegiatan pemerintah di masa lalu dengan hanya mengubahnya sedikit demi sedikit. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making, yaitu ketika pemerintah membuat suatu keputusan untuk suatu tindakan tertentu. Klasifikasi ini juga dapat didefinisikan sebagai intervensi negara dengan rakyatnya ketika terdapat efek dari akibat suatu program yang dibuat oleh pemerintah yang diterapkan dalam masyarakat.

3. Teori Aktor Kebijakan Publik

Menurut Howlet dan Ramesh, aktor-aktor dalam kebijakan terdiri atas lima kategori, yaitu sebagai berikut:

1) Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan legislative; 2) Aparatur yang ditunjuk (appointed official), sebagai asisten birokrat, biasanya menjadi kunci dasar dan sentral figure dalam proses kebijakan atau subsistem kebijakan;

3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest group),Pemerintah dan politikus seringkali membutuhkan informasi yang disajikan oleh kelompok-kelompok kepentingan guna efektifitas pembuatan kebijakan atau untuk menyerang oposisi mereka;

(5)

5) Media massa (mass media), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan permasalahan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktiv sebagai advokasi solusi. Long & Long (1992) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perumusan kebijakan publik yang partisipatif, interaksi aktor harus berlangsung secara setara, intersif dan interface. Model inilah yang oleh kedua penulis disebut sebagai model orientasi aktor. Sementara de Zeeuw (2001), seorang psikolog menyimpulkan bahwa perumus kebijakan publik seharusnya memperhatikan potensi dan kemampuan masyarakat anggota kolektivitas secara keseluruhan sehingga kebijakan yang ditentukan tidak memihak dan dapat diakses oleh seluruh aktor yang terlibat dalam kolektivitas tersebut.

Harmon (1969) meneliti tentang kepentingan publik yang merupakan konsekuensi yang muncul dalam proses formulasi kebijakan publik yang ditentukan oleh orientasi dan kepentingan aktor yang terlibat di dalamnya, baik aktor pemerintah (administrator) maupun aktor masyarakat yang terdiferensiasi berdasar kelompok-kelompok kepentingan yang ada di dalam komunitas masyarakat. Dari berbagai sifat kepentingan publik yang diuraikan tersebut, Harmon membuat model gaya atau karakter kebijakan publik yang mempertemukan antara tingkat responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) dengan tingkat dukungan kebijakan (policy advocacy) dalam proses formulasi kebijakannya.

Almond & Verba (1985) meneliti perbandingan orientasi aktor yang disebut sebagai budaya politik di berbagai negara menyimpulkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara penampilan rezim politik yang tergambar dalam model-model dan sifat kebijakan yang dibuatnya dengan tipologi budaya politik masyarakatnya. Sinclair (2002) dalam penelitiannya di Brazilia menekankan pentingnya peran dan keterlibatan masyarakat dalam segala proses pembangunan. Dalam model yang disebut “Manitoba Approach” ini disimpulkan bahwa, konsultasi masyarakat merupakan bagian integral yang harus dilakukan dalam setiap tahapan pembangunan, baik proses perencanaan, pelaksanaan maupun pelestarian keberlangsungan hasil pembangunan (Sustainable development).

Analisis kebijakan publik dengan menggunakan pendekatan orientasi aktor ini memiliki asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:

(6)

(2) dalam model ini, pembangunan berarti untuk semua (semua kelompok sasaran seperti wanita, anak-anak, penduduk miskin dan lainnya) dan pembangunan bermakna pemerataan:

(3) pembangunan didasarkan pada logika keseimbangan ekologi lingkungan, yang berarti tidak hanya mementingkan generasi sekarang, tetapi juga generasi mendatang; dalam konteks ini berarti bermakna pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Pendekatan ini memberikan makna bahwa persoalan bersama termasuk di dalamnya adalah persoalan perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian pembangunan harus merupakan hasil orientasi masing-masing aktor, karena tidak bisa aktor tertentu seperti negara sebagai misalnya dengan begitu saja mengatas namakan masyarakat sebagai pihak yang pasti memahami dan menerima perencanaan pembangunan yang dilaksanakan.

E.Metode Penelitian

Fenomena yang diteliti adalah dinamika dalam perumusan kebijakan RUU Pertembakauan. Fokus penelitian ini adalah: (1) Siapa saja aktor-aktor yang terlibat di dalam perumsan RUU Pertembakauan, dan (2) seperti apa bentuk-bentuk konflik yang terjadi di dalamnya.

Jika dilihat dari ciri-ciri pendekatan kualitatif menurut Bogdan & Bliken (1998), maka dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) Penelitian ini mempunyai latar yang alami yakni fenomena pro dan kontra yang tercipta dengan munculnya proses pembuatan kebijakan ini. (2) Bersifat deskriptif yang menggambarkan orientasi (sikap dan kepentingan) masing-masing aktor tentang fenomena yang diteliti secara deskriptif: (3) Lebih mementingkan proses dari pada hasil. Dalam hal ini hasil merupakan konsekuensi langsung dari proses penelitian yang dilaksanakan. Artinya kualitas proses penelitian merupakan legitimasi bagi validitas hasil penelitian: (4) Cenderung menganalisa data secara induktif. (5)Makna merupakan hal yang esensial. Keterlibatan peneliti secara intensif dalam waktu yang lama dilakukan untuk memahami makna orientasi, tidak hanya yang tampak di permukaan saja (formalisme).

(7)

Dalam penelitian ini data utama dan data suplemen dikumpulkan melalui Studi Dokumentasi, teknik studi dokumentasi ini bertujuan untuk menggali data non-insani, misalnya buku pedoman, catatan, surat-surat keputusan, laporan kegiatan dan sebagainya. Data hasil studi dokumentasi ini digunakan untuk mengecek kebenaran hasil wawancara dan observasi. Selain itu, bahan yang didapat dari studi dokumentasi dijadikan penguat data–data lainnya. Untuk data yang bersifat dokumenter yang dinilai penting dilampirkan dalam penyusunan laporan penelitian.

Analisis data dalam laporan penelitian ini disusun pembahasannya berdasarkan tahap-tahap yang ada dalam proses perumusan kebijakan, untuk menggambarkan mekanisme orientasi aktor dalam setiap tahapan sekaligus melihat kecenderungan perubahan akibat dari interaksi yang berlangsung intensif dan lama. Proses analisis data ini dilakukan melalui tiga alur kegiatan yang berlangsung secara bersamaan, yaitu: (1) reduksi data atau penyederhanaan data, (2) paparan data, (3) penarikan simpulan atau verifikasi (Miles & Huberman 1984).

F. Pembahasan

1. Aktor-Aktor Yang Terlibat Di Dalam Kebijakan Pengendalian Tembakau

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap kebijakan yang dirumuskan tidak lepas dari kepentingan para aktor yang ingin mendapat keuntungan dengan menumpang pada setiap kebijakan yang dibuat. Menumpangnya para aktor ini dalam setiap kebijakan akan menyebabkan sulitnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang ingin dijalankan. Hal ini berlaku sama terhadap setiap kebijakan, juga kepada kebijakan Rancangan Undang Undang Pertembakauan. Kebijakan ini sudah menuai pro dan kontra bahkan sebelum dia ada.

Gagasan tentang Rancangan Undang Undang Pengendalian Tembakau atau RUU Pertembakauan pertama kali muncul pada awal bulan Desember 2012. Para aktivis anti tembakau terkejut dengan munculnya RUU Pertembakauan yang mendadak masuk ke dalam daftar prioritas Prolegnas (Program Legislasi Nasional) DPR RI untuk tahun 20131. Penetapannya dilakukan dalam rapat pembahasan prioritas Prolegnas 2013 antara pimpinan Badan Legislatif DPR yang diketuai Ignatius Mulyono dan Kementerian Hukum dan HAM pada hari Senin 10 Desember 2012.

1

(8)

Munculnya RUU Pertembakauan ini membuat Komnas Pengendalian Tembakau berang. Menurut salah seorang pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Dr Hakim Sorimuda Pohan, Sp.OG (K), masuknya RUU Pertembakauan dalam Prolegnas 2012 sangat dipaksakan, dengan alasan: (1) RUU Pertembakauan tidak pernah tercantum dalam Prolegnas 2009-2014, dan (2) dalam perjalanan masa bakti 5 tahun, bisa saja ada RUU baru yang dimasukkan dengan alasan urgensi yang jelas. Namun untuk RUU ini tidak pernah ada argumentasi yang pernah diajukan oleh Baleg. Kemudian (3) seharusnya sesuai Tata Tertib DPR, setiap RUU yang diusulkan masuk Prolegnas diwajibkan menyertai naskah akademik dan naskah undang-undangnya. Tapi RUU Pertembakauan yang dimasukkan atas usulan Fraksi PDIP dan didukung Ketua Baleg tanpa ada penjeladan apa urgensinya dan tanpa disertai naskah akademik serta draft UU. Komnas Pengendalian Tembakau menduga RUU ini sarat dengan kepentingan industri yang dimasukkan oleh fraksi PDIP atas usulan AMTI (Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia) yang di dalamnya ada salah satu nama perusahaan rokok besar.

Tidak hanya Komnas Pengendalian Tembakau, banyak pihak yang merasakan hal serupa, yaitu adanya kongkalikong Badan Legislasi dengan AMTI. Ini menyebabkan RUU Pertembakauan yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2013 diperdebatkan pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 13 Desember 20122. RUU Pertembakauan didesak untuk dihapus dari Prolegnas. Banyak anggota dewan yang berpendapat bahwa mereka tidak dapat menangkap pesan dari judul RUU tersebut. Disisi lain, banyak anggota dewan yang mengajukan keberatan karena RUU tersebut akan memiskinkan petani tembakau di Indonesia. RUU Pertembakauan juga diusulkan agar disosialisasikan ke komisi-komisi yang menangani pertainan, seperti Komisi IV. Namun setelah perdebatan sengit, akhirnya RUU Pertembakauan diloloskan dengan tanda bintang3, yang berarti masih perlu kebulatan suara antar fraksi mengenai judul dan substansi.

Semenjak beredar kabar di media massa mengenai disahkannya RUU Pertembakauan masuk daftar prioritas Prolegnas 2013, banyak aliansi dan komunitas masyarakat yang menunjukkan respon mereka. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

2

http://nasional.kompas.com/read/2012/12/13/14502794/Sempat.Diprotes.RUU.Pertembakauan.Tetap.Masu k.Prolegnas.2013 diakses pada 27 September 2013 pukul 17:25

3

(9)

bersama dengan Indonesian Tobacco Control Network misalnya, berencana melaporkan Ketua Badan Legislasi DPR RI Ignatius Mulyono ke Badan Kehormatan DPR. Hal ini dikarenakan mereka menilai RUU Pertembakauan masuk tanpa adanya Naskah Akademik dan draft RUU. Efek penolakan juga muncul dari Ikatan Dokter Indonesia. Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Kartono Muhammad, mengatakan RUU Pertembakauan adalah upaya industri rokok untuk menggembosi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Zat Aditif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan4. Tidak hanya masyarakat yang tergabung dalam aliansi, masyarakat umum pun banyak yang tidak menyetujui dan bahkan menyerukan untuk menolak RUU Pertembakauan dengan alasan bahwa pemerintah sudah seharusnya menyelamatkan kesehatan anak cucu bangsa.

Tidak hanya menuai kontra, adapula komunitas masyarakat yang memberikan dukungan terhadap lulusnya RUU Pertembakauan di prolegnas. Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), misalnya. AMTI berharap agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan diharapkan dilakukan secara terbuka agar bisa menutup celah-celah ataupun kemungkinan penyalahgunaan wewenang dari oknum anggota DPR demi kepentingan kelompok-kelompok tertentu sehingga merugikan petani. Ketua Dewan Pembina Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia, Muhaimin Moefti, menyatakan bahwa setelah RUU tersebut masuk prolegnas, AMTI akan mendorong proses pembahasan yang terbuka dan transparan serta konstruktif dengan mengikutkan semua stakeholder yang ada5. Dengan mengusung semangat keterbukaan dalam setiap pembahasan itulah, Muhaimin mengaku AMTI memang mendukung pembentukan draft RUU tersebut. Muhaimin menegaskan, pihaknya memahami betul, dalam industri tembakau banyak kepentingan yang harus diakomodasi maupun diperhatikan. Pada rangkaian industri tembakau ini ada banyak pihak yang berkepentingan. Negara sendiri berkepentingan dari cukai yang bisa diterima oleh kas negara. Selain itu harus pula diingat sangat banyak tenaga kerja yang terlibat dalam suatu industri yang terkait dengan tembakau itu sendiri. Menurut AMTI pengaturan yang akan dilakukan melalui RUU pertembakauan tersebut, juga akan sangat membantu para petani tembakau secara keseluruhan. Sebab, setelah RUU itu disahkan menjadi undang-undang nantinya,

4

http://www.kabar24.com/nasional/read/20121229/9/119914/ruu-pertembakauan-oknum-dpr-diduga-bermain diakses pada 27 September 2013 pukul 17:18

5

(10)

diharapkan tidak akan ada lagi persoalan-persoalan terkait tembakau yang dikelola menjadi konsumsi politik oleh pihak-pihak tertentu.

Dukungan serupa juga datang dari Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI) dan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri). Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI) menilai industri nasional bidang tembakau yang ada di Indonesia masih memerlukan tembakau dan industri tembakau sebagai produk yang harus dipertahankan bangsa ini. Untuk itu pemerintah mutlak melindungi keberlangsungan industri nasional tembakau melalui regulasi6. Data MPKKI menyebutkan, di Indonesia terdapat 20 provinsi yang menjadi sentra penghasil tembakau, dimana masyarakat masih banyak yang membutuhkan sebagai sumber penghidupan mereka. Fakta ini harus dibarengi adanya serapan industri untuk bahan baku industri rokok. Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz menyatakan dukungannya dengan mengatakan, pernyataan Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi yang menilai RUU Pertembakauan dibahas di DPR atas desakan pengusaha rokok, beberapa hari lalu, adalah upaya pengalihan isu7. Tentunya dukungan juga datang dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Ketua DPP Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nurtantio Wisnu Brata mengatakan, menghambat rencana UU Pertembakauan sama dengan menyetujui hilangnya varietas tembakau lokal Indonesia dan seluruh usaha ekonomi rakyat. Menurutnya, impor tembakau akan merajalela masuk ke Indonesia, dimana saat ini lebih dari separuh kebutuhan tembakau dalam negeri diisi impor, dan tembakau lokal mulai dikurangi akibat PP No. 81/19998.

Respon tidak hanya datang dari masyarakat anti rokok dan masyarakat tembakau, melainkan juga dari para akademisi. Misalnya dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia yang menemui DPR RI untuk memberikan masukan mengenai RUU Pertembakauan. Tercatat dalam Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Umum Badan Legislasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI)

6

http://jaringnews.com/ekonomi/umum/39617/masyarakat-pemangku-kepentingan-kretek-dukung-ruu-pertembakauandiakses pada 27 September 2013 pukul 17:18

7

http://jaringnews.com/ekonomi/umum/39617/masyarakat-pemangku-kepentingan-kretek-dukung-ruu-pertembakauandiakses pada 27 September 2013 pukul 17:18

8

(11)

dalam rangka penyusunan RUU tentang Pertembakauan pada tanggal 24 Juni 2013, BEM UI memberikan masukan sebagai berikut:

1. RUU tentang Pertembakauan masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2013 secara tiba-tiba dan catat prosedur karena belum dilengkapi Naskah Akademik dan draft RUU.

2. Diusulkan agar Badan Legislasi menghentikan penyusunan RUU tentang Pertembakauan karena dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2013 masih diberikan tanda bintang.

3. Penyusunan RUU tentang Pertembakauan dapat dilaksanakan apabila sudah dilaporkan dalam rapat Paripurna untuk mencabut tanda bintangnya.

4. RUU yang sedang dipersiapkan oleh Badan Legislasi tidak memberikan kepastian terhadap perlindungan masyarakat dari bahaya akibat asap rokok.

5. RUU tentang Pertembakauan versi Badan Legislasi lebih mengutamakan perlindungan terhadap petani tembakau dan pabrik rokok.

6. Pemberian perlindungan terhadap petani tembakau sebaiknya diatur dalam undang-undang tersendiri yang mengatur pertanian.

Melalui perwakilan BEM UI, mahasiswa sudah menyatakan untuk tidak memberikan dukungan mereka terhadap RUU Pertembakauan. Walaupun hal ini dinyatakan secara implisit, namun sudah dapat dipastikan bahwa pihak mahasiswa lebih mendukung masyarakat anti rokok dengan alasan bahwa industri rokok dapat mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia.

Dengan ini, dapat dilihat bahwa hampir seluruh elemen masyarakat memiliki perhatian yang besar terhadap proses pembuatan kebijakan ini. Merunut kepada teori Howlet dan Ramesh mengenai aktor-aktor dalam kebijakan, maka dalam perumusan kebijakan RUU Tembakau terdiri lima kategori aktor, yaitu sebagai berikut:

(12)

Indonesia (GAPPRI), Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), dan Indonesia Berdikari. Selain itu, melakukan RDP dengan Ditjen Perkebunan (Kementerian Pertanian), Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (Kementerian Perdagangan), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Ditjen Bea Cukai (Kementerian Keuangan), dan Ditjen Ketenagakerjaan (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi)9.

2) Aparatur yang ditunjuk (appointed official), dalam hal ini RUU Pertembakauan dirumuskan bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM. Namun disisi lain Komnas Pengendalian Tembakau dan Kementrian Kesehatan juga turut ambil andil karena RUU ini sangat lekat dengan isu kesehatan masyarakat.

3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), terdapat banyak kelompok kepentingan seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Indonesian Tobacco Control Network, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI).

4) Organisasi-organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas, kelompok ahli atau konsultan kebijakan. Dalam kasus ini, terdapat berbagai Badan Eksekutif Mahasiswa yang juga memberikan masukan dan pandangan terhadap kasus ini, BEM UI adalah salah satunya.

5) Media massa (ma ss media), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan permasalahan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktif sebagai advokasi solusi. Terdapat berbagai media yang memberitakan mengenai kasus ini, mulai dari berita di televisi nasional hingga di media online.

2. Bentuk-Bentuk Konflik Yang Terjadi Antar Aktor Dalam Pembuatan Kebijakan Pengendalian Tembakau

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan atau RUU Pertembakauan merupakan salah satu RUU yang telah diprogramkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2010 - 2014. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hal ini menimbulkan berbagai pro dan

99

(13)

kontra dari banyak pihak. Namun sesungguhnya, apa faktor utama yang melatarbelakangi dibuatnya RUU Pertembakauan?

Ketua Badan Legislasi, Ignatius Mulyono, memberikan pandangannya dalam Executive Forum Media Indonesia10, dengan topik Rancangan Undang-Undang Tembakau di Indonesia, tentang empat faktor utama yang melatarbelakangi dibuatnya RUU Pertembakauan. Keempat faktor tersebut adalah:

1. Dari berbagai penelitian dan pengkajian tentang tembakau dan produk-produk yang berasal dari tembakau disimpulkan bahwa tembakau membahayakan kesehatan pengkonsumsi tembakau, terutama perokok dan lingkungannya. Dalam kaitannya dengan aspek kesehatan, penggunaan tembakau sebagai bahan dasar rokok menjadi masalah paling krusial. Berbagai literatur di bidang kesehatan dan kefarmasian menyatakan bahwa produk tembakau yang dibakar terdapat zat kimia yang mengandung racun berbahaya, seperti nikotin, tar dan karbonmonoksida. Zat-zat yang terkandung dalam tembakau dapat mengakibatkan berbagai penyakit, antara lain kanker, penyakit jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Orang yang tidak mengkonsumsi produk tembakau apabila terkena paparan asap produk tembakau secara terus menerus, akan menerima resiko lebih tinggi untuk terkena kanker paru, jantung, dan kanker lain. Bagi bayi dan anak-anak yang terkena paparan asap produk tembakau, akan terkena bronkhitis, pneumonia, infeksi telinga dan kelambatan pertumbuhan paru-paru.

2. Semua negara anggota yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Sidang Majelis Umum atau World Health Assembly yang ke-56 di Geneva bulan Mei 2003, secara aklamasi telah menyepakati naskah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Pengendalian Masalah Tembakau (KPMT). FCTC ini akan efektif sebagai instrumen hukum internasional apabila minimal 40 negara telah meratifikasinya. Sebelum meratifikasi, negara yang bersangkutan diharuskan menandatanganinya sebagai bentuk endorsement. Sampai akhir Juli 2003 sebanyak 46 negara serta Masyarakat Ekonomi Eropa telah menandatanganinya. Pemerintah Indonesia

10

(14)

sampai batas waktu akhir penandatanganan FCTC belum menandatanganinya. Langkah yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Indonesia untuk menjadi negara pihak dapat dilakukan melalui aksesi dan kemudian meratifikasinya dengan UU tentang Pengesahan FCTC. Pada bulan Oktober 2007, sebanyak 152 negara menjadi anggota FCTC dengan melakukan ratifikasi, termasuk Cina, India, dan Brazil. Indonesia adalah satu- satunya dari 38 negara di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat yang belum meratifikasi FCTC.

3. Pada aspek lain, tembakau dan produk-produk yang berasal dari tembakau sudah lama menjadi masalah yang bersifat kompleks, tidak hanya menyangkut masalah di bidang kesehatan, namun ternyata juga menyangkut masalah ekonomi, tenaga kerja, politik, dan sosial budaya. Masalah-masalah yang berkaitan dengan tembakau dan produk-produk yang dihasilkan dari tembakau dalam tataran nasional menyangkut masalah kesehatan, ketenagakerjaan, petani tembakau, pajak dan cukai, perlindungan petani, yang tidak jarang berdampak panjang kepada masalah sosial ekonomi bangsa. Sedangkan dalam tataran internasional berkaitan dengan penanaman modal asing, hak cipta, dan budaya yang juga berdampak ekonomi dan bahkan politik. Dalam kehidupan nasional dan internasional sudah lama orang mengenal tembakau sebagai suatu bahan yang dipergunakan untuk membuat rokok.

4. Produk tembakau dan cengkeh sebagai sumberdaya yang unik dan memiliki potensi bagi segenap aspek ekonomis, kesehatan, lingkungan, budaya, perlu diatur agar dapat tergali dan terberdayakan secara optimal dan berkelanjutan. Pengaturan dan pengendalian yang tidak terintegrasi dan dilakukan secara serampangan bukan saja menurunkan potensi produk tembakau, wibawa pemerintah, dan permasalahan politik, namun juga menimbulkan kerugian yang tidak sederhana.

Setelah mengetahui empat faktor utama yang mendorong dibuatnya RUU Pertembakauan, maka kita dapat dengan mudah menarik benang merah konflik yang terjadi di antara para aktor pembuat kebijakan. Dalam penyusunan RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan terdapat dua kepentingan yang saling bertentangan. Kepentingan pertama melihat dari aspek kesehatan, sedangkan kepentingan yang lain melihat dari aspek ekonomi, tenaga kerja, sosial dan politik, serta secara khusus kepentingan petani.

(15)

adalah meningkatnya prevalensi merokok dari tahun ke tahun, setidaknya menunjukkan bahwa perokok merasakan keuntungan dari rokok secara individual. Para perokok merasakan keuntungan yang dirasakan lebih besar jika dibandingkan dari biaya yang dikeluarkan, sehingga terdapat anggapan keliru bahwa merokok merupakan hak asasi dan larangan merokok di tempat umum dianggap melanggar hak asasi seseorang. Namun, banyak perokok tidak sepenuhnya sadar akan risiko penyakit dan kematian dini akibat merokok (private cost). Dengan demikian, rokok membahayakan kesehatan perokoknya sendiri dan lingkungannya. Konsumsi produk tembakau terutama rokok menjadi masalah tersendiri, karena sebenarnya di dalam produk tembakau yang dibakar terdapat kurang lebih 4000 (empat ribu) zat kimia yang mengandung racun berbahaya, antara lain nikotin yang bersifat adiktif, tar yang bersifat karsinogenik, dan karbonmonoksida. Ketiga zat ini dapat mengakibatkan berbagai penyakit, antara lain kanker, penyakit jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan. Di samping itu, bagi orang yang tidak merokok apabila terkena paparan asap rokok secara terus menerus, akan menerima resiko lebih tinggi untuk terkena kanker paru, jantung, dan kanker lain. Bagi bayi dan anak-anak yang terkena paparan asap rokok, akan terkena bronkhitis, pneumonia, infeksi telinga dan kelambatan pertumbuhan paru-paru. Kurangnya kesadaran dari masyarakat awam secara tidak langsung mengakibatkan dukungan agar RUU Pertembakauan dapat terbentuk. Karena itu, komunitas-komunitas peduli kesehatan, ikatan dokter dan mahasiswa berjuang mati-matian untuk mensosialisasikan dampak buruk dari merokok, serta menolak RUU Pertembakauan yang dinilai akan mempermudah peredaran rokok di masyarakat.

(16)

Perkebunan, Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau tahun 2010 mencapai 6,1 juta orang, baik di on farm maupun off farm. Sedangkan menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, jumlah tenaga kerja yang terlibat, baik dalam produksi maupun pengecer mencapai 7,5 juta orang. Data MPKKI menyebutkan, di Indonesia terdapat 20 provinsi yang menjadi sentra penghasil tembakau, dimana masyarakat masih banyak yang membutuhkan sebagai sumber penghidupan mereka. Fakta ini harus dibarengi adanya serapan industri untuk bahan baku industri rokok11.

Berdasarkan kepada pendapat Stoner dan Freeman (1989:393), pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik terbagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu: Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), Konflik antar-individu (conflict among individuals), Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups), Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization), Konflik antar organisasi (conflict among organizations), Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Berdasarkan hasil temuan dari Badan Legislasi, muncul beberapa bentuk permasalahan atau konflik yang harus dikaji kembali demi tercapainya RUU Pertembakauan, yaitu:

(1) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Potensi pertentangan peraturan draft RUU Pertembakauan yang disusun oleh Badan Legislasi mengenai penyamarataan kemasan rokok dengan peraturan dari Kementrian Keuangan dalam bidang cukai, yaitu peraturan bidang cukai yang mengizinkan kemasan golongan perusahaan rokok tertentu berisi 10 batang per kemasan. Hal ini juga akan mengubah secara signifikan tata cara Pemerintah dalam menghitung dan menerima pembayaran cukai, membutuhkan berbagai perubahan dan pertimbangan terhadap peraturan cukai yang berlaku. Produk tembakau merupakan barang yang harus diawasi dan dikendalikan peredarannya. Untuk itu, pemerintah menggunakan instrumen cukai dengan cara menaikkan cukai pada produk tembakau. Instrumen cukai merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam mengendalikan peredaran tembakau. Namun upaya untuk mengendalikan cukai selalu berbenturan dengan kepentingan industri rokok yang sangat

11

(17)

menginginkan harga rokok dapat dijangkau oleh masyarakat. Jumlah pabrik rokok di Indonesia menurut data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai sedikitnya 3.800 pabrik rokok, termasuk kelas rumahan. Sekitar 3.000 pabrik rokok ada di dua provinsi, yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dua daerah itu juga termasuk sebagai penghasil tembakau terbesar di Jawa ataupun secara nasional. Menurut Dirjen Bea dan Cukai, Indonesia termasuk jumlah pabrik rokok terbesar di seluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa penerimaan cukai pada saat ini telah menjadi tulang punggung perekonomian negara. Setiap tahunnya penerimaan cukai berada diatas target. Sebagai contoh pada tahun 2011 ini, menurut Direktur Cukai Bachtiar, penerimaan cukai di Kuartal I 2011 telah melewati target yang ditetapkan. Target yang telah ditetapkan untuk kuartal I ini adalah 24,75% dari target tahunan yang nilainya sebesar Rp 62,7 triliun, namun realisasinya saat ini sudah mencapai 27,78% atau setara dengan Rp 17,4 triliun. Bachtiar mengakui, pencapaian itu mayoritas didorong dari hasil cukai rokok. Kontribusi rokok sebesar 95,94%, sementara lainnya seperti Etil Alkohol sebesar 0,22%, dan minuman mengandung Etil Alkohol (MMEA) mencapai 3,9%12. (2) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Potensi pertentangan

peraturan draft RUU Pertembakauan yang disusun oleh Badan Legislasi mengenai pelarangan secara total terhadap iklan, promosi, dan sponsorsip dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-VII/2009 mengenai iklan dan promosi rokok perlu menjadi pertimbangan. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-VII/2009 mengenai iklan dan promosi disebutkan bahwa permasalahan hukum iklan rokok, tidaklah adil (unfair) apabila pertimbangan dibuat dengan hanya memfokuskan pada rokok itu sendiri dan dampak negatif dari rokok semata dengan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan dari perspektif kehidupan para petani tembakau, petani cengkeh, pelaku industri rokok, industri iklan, industri perfilman, industri percetakan, jasa transportasi serta kehidupan budaya lainnya yang di dalamnya terkait pelaku usaha, tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada industri rokok dan industri-industri lain yang terkait. Terhadap sikap yang tidak akan melarang pabrik rokok atau pembudidayaan tembakau tetapi menekan iklan rokok sama

12

(18)

saja dengan sikap hipokritisme dan sifat iklan jenis apapun selalu bersifat membujuk13. Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa kegiatan beriklan dan mempromosikan produk melalui media penyiaran hanyalah mata rantai terakhir dari seluruh investasi yang dikeluarkan oleh pengusaha industri rokok, sehingga kegiatan mengkomunikasikan dan menyampaikan informasi dalam bentuk iklan promosi rokok dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia." Dengan demikian, larangan iklan rokok melanggar hak konstitusional setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi sebagaimana dijamin oleh Pasal 28F UUD 1945. Seandainya pun iklan rokok dilarang dalam iklan siaran niaga, industri rokok tetap dapat melakukan iklan produknya melalui media periklanan yang lain seperti melalui event-event olah raga, musik, internet, satelit, media cetak, ataupun media luar ruang. Oleh karena itu, melarang iklan rokok pada media penyiaran tetapi tetap memperbolehkan melalui media lain, selain tidak efektif juga merupakan pelanggaran terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang

adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

(3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Adanya pro dan kontra terhadap RUU ini, yang mengakibatkan telah terjadinya gesekan dalam masyarakat, baik bagi masyarakat yang peduli terhadap kesehatan yang diakibatkan dari akibat produk tembakau/rokok, maupun dari kelompok masyarakat petani tembakau yang merasa dirugikan karena adanya RUU ini, pelaku usaha dan produsen produk tembakau. Penolakan terhadap RUU ini, terjadi di saat kunjungan kerja Badan Legislasi di daerah penghasil tembakau di Indonesia seperti Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.

(4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Pada saat ditetapkannya RUU Pertembakauan ke dalam

13

(19)

daftar Prolegnas 2013, terjadi pro dan kontra di dalam DPR RI sendiri, dimana RUU Pertembakauan yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2013 diperdebatkan pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 13 Desember 201214. Namun pada Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI tanggal 7 Juli 2011 memutuskan penyusunan RUU tentang Pengendalian

Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan

ditunda/diendapkan/ditangguhkan pembahasannya untuk memperoleh kajian yang lebih mendalam terhadap judul RUU dan materi/substansi yang diatur dalam RUU. Meskipun dilakukan penundaan, seluruh Fraksi bersepakat bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat akibat produk tembakau/rokok sangat penting untuk diatur dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat.

G.Kesimpulan

Merumuskan sebuah kebijakan publik bukanlah hal yang mudah, sebagaimana perumusan RUU Pertembakauan. Perumusan RUU Pertembakauan memakan proses yang panjang dan melibatkan banyak aktor kepentingan, mulai dari aparatur yang dipilih, kelompok-kelompok kepentingan dan media massa. Aparatur terpilih dalam kasus ini adalah DPR RI dengan perwakilan Badan Legislasi DPR RI. Aparatur yang ditunjuk (appointed official), adalah Kementerian Hukum dan HAM. Kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang berkaitan dengan RUU Pertembakauan ini sangat banyak dan memiliki fungsi penting dalam menjadi jembatan penyampai aspirasi masyarakat kepada DPR RI.Perumusan draft RUU Pertembakauan pun tidak akan mungkin dilakukan tanpa bantuan dan masukan dari organisasi-organisasi penelitian (resea rch organization), berupa Universitas, kelompok ahli atau konsultan kebijakan. Terakhir, media massa (mass media) membantu sosialisasi mengenai RUU Pertembakauan langsung kepada masyarakat, sehingga sangat membantu DPR RI dalam mengumpulkan feedback atau reaksi dari masyarakat.

Mengingat terdapat banyak sekali konflik yang muncul dalam pembentukan RUU Pertembakauan ini, RUU ini perlu dikaji dengan lebih mendalam agar tidak mengganggu produksi produk tembakau/rokok, dan bukan saja hanya mengatur tentang pengendalian dampak produk tembakau, tetapi juga harus mengatur tentang pengelolahan tembakau mulai dari hulu hingga ke hilir, sehingga jika RUU ini digunakan, tidak membahayakan

14

(20)

kepentingan rakyat banyak atau bahayanya pada level yang terendah. Perlu diadakan peninjauan kembali terhadap aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis, termasuk konsideran pertimbangan RUU ini yang seakan-akan menjustifikasi pengendalian produk tembakau/ rokok memiliki peran strategis dalam mewujudkan lingkungan hidup yang sehat. Tentunya, diperlukan pengaturan yang lebih berimbang terhadap semua faktor yang terkait termasuk perlindungan petani, cukai, tenaga kerja, industri, pertanian, perlindungan konsumen dan lain-lain.

H.Daftar Pustaka 1. Website

 Aby. 2012. RUU Pertembakauan Masuk DPR Mirip Siluman (online) (http://m.poskotanews.com/2012/12/16/ruu-pertembakauan-masuk-dpr-mirip-siluman/), diakses pada 27 September 2013.

 Admin. 2011. Cukai Rokok Penyumbang Terbesar Penerimaan Negara (online) (http//www.detik.com//cukai-rokok-penyumbang-terbesar-penerimaan-negara.html) diakses pada 30 Oktober 2013.

 Admin. 2012. Lho, Kok Tiba-Tiba Ada RUU Pertembakauan? (online) (http://health.liputan6.com/read/467913/lho-kok-tiba-tiba-ada-ruu-pertembakauan),

diakses pada 27 September 2013.

 Admin. 2012. RUU Pertemba kauan Akhirnya Lolos Prolegna s 2013 (online) (http://www.tribunnews.com/nasional/2012/12/13/ruu-pertembakauan-akhirnya-lolos-prolegnas-2013), diakses pada 27 September 2013.

 Admin. 2012. RUU Tembakau Dibintangi DPR dalam Prolegna s RUU 2013 (online) (http://www.pedomannews.com/politik-hukum-dan-keamanan/18294-ruu-tembakau-dibintangi-dpr-dalam-prolegnas-ruu-2013) diakses pada 27 September 2013.

 Antara. 2012. RUU PERTEMBAKAUAN: Oknum DPR Diduga "Bermain" (online) (http://www.kabar24.com/nasional/read/20121229/9/119914/ruu-pertembakauan-oknum-dpr-diduga-bermain), diakses pada 27 September 2013.

(21)

 Indonesia Tobacco. 2012. Pembahasan RUU Pertembakauan Diharapkan Terbuka (online)

(http://www.indonesiatobacco.com/2012/12/pembahasan-ruu-pertembakauan-diharapkan.html) diakses pada 27 September 2013.

 Nikky Sirait. 2013. APTI: Menjegal RUU Tembakau Berarti Masa Depan Tembakau Nasional Tinggal Cerita (online) (http://www.jaringnews.com/politik-

peristiwa/umum/44100/apti-menjegal-ruu-tembakau-berarti-masa-depan-tembakau-nasional-tinggal-cerita) diakses pada 27 September 2013.

 Nikky Sirait. 2013. Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Dukung RUU Pertemba kauan (online) (http://jaringnews.com/ekonomi/umum/39617/masyarakat-pemangku-kepentingan-kretek-dukung-ruu-pertembakauan) diakses pada 27 September 2013.

2. Makalah

 Mulyono, Ignatius. Perkembangan RUU Tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan. Jakarta, 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara dalam menyajikan sebuah sinyal wicara adalah dengan menampilkannya dalam tiga kondisi dasar, yaitu silence (S) atau keadaan tenang dimana sinyal wicara

Gambar-gambar hasil pengukuran pra-konstruksi diatas untuk selanjutnya dipergunakan sebagai acuan dan dasar perhitungan kuantitas pekerjaan galian.

Penelitian ini berfokus pada hubungan perubahan peruntukan lahan pertanian dan pergeseran implementasi konsep Tri Hita Karana yang terjadi pada masyarakat petani Kelurahan

bahwa untuk mendukung penyelenggaraan operasional rumah sakit perlu diatur Pembentukan, Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

Lapisan pasivasi pada permukaan logam adalah suatu lapisan oksida tipis yang terbentuk pada bermacam-macam tingkat derajat (tergantung pada besar kecilnya tenaga

Titrasi permanganometri adalah titrasi berdasarkan prinsip oksidasi reduksi dan digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam sulfat

Saksi dan Korban. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 69.RUU tentang Perubahan Harga Rupiah. RUU

Dalam rangka penyusunan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2022 serta pengharmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi atas RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan, Badan