• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK UTANG PIUTANG ( STUDI KASUS DI TANJUNG MEDAN JORONG PETOK SELATAN NAGARI PANTI SELATAN KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN TIMUR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK UTANG PIUTANG ( STUDI KASUS DI TANJUNG MEDAN JORONG PETOK SELATAN NAGARI PANTI SELATAN KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN TIMUR)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

(7)

vi

(8)

vii

SyukurAlhamdulillahpenulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang (Studi Kasus di Tanjung Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur). Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan contoh teladan yang sempurna bagi umat.

Teristimewa buat kedua orang tua tercinta, Ayahanda (Sulaiman Gandhi) dan Ibunda (Fitri) yang sampai detik ini masih diberikan kesehatan, semoga Allah memberikan umur yang panjang kepada keduanya dan memberkahi apa yang telah dicapai dan yang tengah dijalani oleh keduanya. Mereka yang telah bersusah payah membiayai penulis, memberikan banyak nasehat, mencurahkan kasih sayang serta untaian do’a agar penulis sukses dalam meraih cita-cita. Mereka berdualah yang senantiasa mendo’akan demi kesuksesan penulis, anaknya. Kepada adik-adikku (Esa Kurniawati Atmi, M. Bagus Alandri dan semua keluarga). Teruntukmu my twin Atmi, terima kasih atas segala pengorbanan yang telah engkau berikan kepadaku. Semua tidak akan pernah sampai sejauh ini tanpa bantuan dan pengorbananmu untukku, your twin.

Penulisan skripsi ini tidak selesai begitu saja tanpa dorongan dan niat ikhlas, semangat yang kuat serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Eka Putra Wirman, M.A selaku Rektor UIN Imam Bonjol Padang, beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu.

(9)

viii

4. Bapak Drs. Burhanuddin, M.Ag selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing I. Bapak Aslan Deri Ichsandi, SH.MH selaku pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesain skripsi ini.

5. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syari’ah UIN Imam Bonjol Padang yang telah meminjamkan buku dan mengizinkan penulis membaca di pustaka sebagai bahan rujukan bagi penulisan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu dosen Fakultas Syari’ah UIN Imam Bonjol Padang yang telah banyak memberikan ilmu kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Begitupun untuk teman-teman BP. 2012 jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah terimakasih atas motivasinya.

Akhirnya, kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun punya andil dalam proses penyelesaian skripsi ini hanya rasa terima kasih yang bisa penulis sampaikan. Semoga segala perhatian dan bantuan yang telah disumbangkan bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Aamiin yaa robbal ‘alamiin.

Padang, 09 Agustus 2017 Penulis

(10)

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN KEORISINILAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv 1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Rumusan Masalah ... 5

BAB II : KONSEP UTANG PIUTANG MENURUT HUKUM ISLAM 1. Pengertian Utang Piutang (Qardh) ... 11

2. Dasar Hukum Utang Piutang ... 12

3. Rukun dan Syarat Utang Piutang ... 19

4. Hikmah Utang Piutang ... 34

BAB III : GAMBARAN UMUM NAGARI PANTI SELATAN KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN TIMUR 1. Geografis dan Kependudukan ... 35

2. Mata Pencaharian Masyarakat Tanjung Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur ... 35

3. Adat Istiadat Masyarakat Tanjung Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur ... 37

BAB IV : PELAKSANAAN UTANG PIUTANG DI TANJUNG MEDAN JORONG PETOK SELATAN NAGARI PANTI SELATAN KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN TIMUR 1. Pelaksanaan Utang Piutang di Tanjung Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur ... 43

2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Utang Piutang di Tanjung Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur ... 61

(11)

BAB V : PENUTUP

1. Kesimpulan... 74 2. Saran ... 74

(12)

1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Setiap segi kehidupan manusia pada dasarnya tidak akan terlepas

dari proses bermuamalah. Islam mengatur hubungan yang kuat antara

akhlak, akidah, ibadah dan muamalah. Islam juga mengatur segala bentuk

tata cara dalam memenuhi kebutuhan antara seseorang dengan orang

lain, seperti dalam masalah utang piutang. Utang piutang adalah perkara

yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi kehidupan manusia.

Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab

munculnya perkara ini. Selain itu, adanya pihak yang menyediakan jasa

peminjaman (utang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.

Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam

kehidupan manusia juga mengatur mengenai perkara utang piutang.

Konsep utang piutang yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah untuk

memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan. Utang

piutang merupakan transaksi yang sering dilakukan oleh manusia. Karena

manusia mengalami pasang surut dalam kehidupannya, sebagaimana

yang telah difirmankan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 155 yang

berbunyi:

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(Kementrian Agama RI 2016, 24)

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman

dituntut untuk bersikap sabar apabila tengah ditimpa musibah maupun

(13)

ujian dalam hal makanan, harta, dan juga kematian. Jika manusia bisa

bersabar dalam menghadapi semua itu Allah akan membalasnya dengan

pahala di akhirat nanti. Selain itu, orang-orang beriman dituntut untuk

bersikap sabar apabila memiliki keluarga yang harus dipelihara dan

dipenuhi kebutuhan hidupnya.

dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(Kementrian Agama RI 2016, 106)

Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa manusia

sangat dianjurkan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan, namun

dalam menjalankannya tidak boleh lepas dari ketentuan-ketentuan yang

telah digariskan oleh Allah SWT. Begitu juga Allah melarang orang yang

saling tolong menolong dalam keburukan dan dosa. Selain itu, ancaman

Allah kepada manusia agar senantiasa bertakwa kepadanya, karena

sesungguhnya Allah amat berat siksanya.

Memberikan pertolongan kepada orang lain yang sangat

membutuhkan sangat besar pahalanya. Anjuran kebaikan tersebut dapat

kita lihat pada pratek kehidupan sehari-hari. Misalnya seseorang yang

sangat terdesak memerlukan uang untuk hal tertentu dimana orang

tersebut berutang kepada orang lain dan orang tersebut bersedia

membantu. Bagi orang yang berutang ia akan terlepas dari kesusahannya

di dunia, sedangkan bagi orang yang memberikan utang tersebut ia akan

mendapatkan pahala di Allah AWT. Hal yang demikian telah

(14)

Adapun alasan orang berutang adalah didorong oleh beberapa

faktor, antara lain kemiskinan, kebutuhan sehari-hari yang sangat

mendesak, sampai untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Utang piutang

dapat dikatakan transaksi yang bersifat sukarela tetapi mempunyai nilai

tanggung jawab penggantiannya sebab orang yang berpiutang dalam

memberikan utang sifatnya sukarela tanpa memperoleh imbalan

keuntungan dari perbuatannya, tetapi pada saat yang sama orang

tersebut mempunyai hak untuk meminta kembali dari orang yang

berutang bila waktunya sudah tiba.

Utang piutang dimaksudkan untuk kebaikan dan kemaslahatan.

Selain itu juga untuk menghilangkan kesulitan dan penderitaan sesama.

Islam juga membolehkan utang piutang dengan catatan sesuai syari’at

Islam dan tidak bertentangan dengan Al-qur’an maupun As-sunnah.

Adapun yang dimaksud dengan utang adalah harta yang diberikan oleh

kreditur (pemberi utang) kepada debitur (pemilik utang) agar debitur

mengembalikan yang serupa dengannya kapada kreditur ketika telah

mampu (Sabiq 2009, 115). Selain itu defenisi utang piutang adalah akad

tertentu antara dua pihak, satu pihak menyerahkan hartanya kepada

pihak lain dengan ketentuan pihak yang menerima harta mengembalikan

kepada pemiliknya dengan nilai yang sama (Rozalinda 2005, 145).

Menurut Sayyid Sabiq, tolong-menolong adalah sunnah. Sedangkan

menurut al-Ruyani, sebagaimana dikutip oleh Taqiy al-Din bahwa

tolong-menolong hukumnya adalah wajib (Suhendi 2011, 93).

Adapun fakta yang terjadi di lapangan yaitu kebiasaan masyarakat

dalam berutang uang yang pembayarannya berupa padi. Praktek

semacam ini sering terjadi di desa Tanjung Medan Jorong Petok Selatan

Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur.

Kebiasaan seperti ini dilakukan ketika seseorang memerlukan

uang untuk kebutuhannya yang sangat mendesak. Maka orang tersebut

(15)

tersebut. Utang uang yang dibayar berupa padi, ketika orang berutang

uang dengan jumlah tertentu kepada orang lain, maka dalam

pembayarannya orang yang berutang tersebut mengembalikan uang

dengan padi. Praktek utang piutang ini sering terjadi di desa Tanjung

Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti

Kabupaten Pasaman Timur.

Adapun utang uang dibayar dengan padi pada waktu panen si

pemberi utang mengutangkan uang sebesar Rp 5.000.000,- kepada orang

yang berutang. Orang yang berutang tersebut akan membayar utangnya

dengan cara mengangsur setiap panen padi selama lima kali panen,

karena angsuran setiap satu kali panen yaitu sebesar Rp

1.000.000,-dengan jumlah padi sebanyak 48 kaleng. Jadi, setiap kali panen dibayar

sebanyak 48 kaleng padi. Satu kaleng padi beratnya adalah 11,5 kg. Jadi

48 kaleng dikali 11,5 adalah 552 kg.

Menurut Ibu Fitri, beliau sudah mengangsur pinjaman selama 4

tahun dengan jumlah pinjaman Rp 10.000.000 yaitu dimulai dari tahun

2012 sampai saat sekarang ini. Di tahun 2012 harga padi yaitu Rp 2000

per kg. (Fitri 2016). Jika diuangkan jumlah padi sebanyak 48 kaleng

tersebut dengan harga Rp 2000 per kg, maka jumlahnya yaitu Rp

1.104.000. Di tahun 2012 saja Bu Fitri sudah membayar lebih dengan

harga padi saat itu Rp 2000 per kg. Apalagi sekarang harga padi sudah

mencapai Rp 4000 per kg nya. Jadi Bu Fitri membayar utangnya kepada

orang yang memberi piutang dengan nilai yang lebih atau bertambah.

Naik turunnya harga padi tidak akan mengurangi takaran padi saat

membayar utang. Pada saat harga padi masih murah orang yang berutang

tidak akan sulit untuk membayar utang. Lain halnya dengan harga padi

yang dari tahun ke tahun semakin melonjak naik tentunya ini akan

menyulitkan orang yang berutang, karena mereka membayar utang

(16)

padi saat ini, maka mereka akan membayar utang padi tersebut dua kali

lipat.

Berdasarkan masalah di atas terjadi ketidakseimbangan utang

dengan pembayaran utang antara orang yang memberi piutang dengan

orang yang berutang.

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik

untuk membahas dan menjadikan penelitian dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang (Studi Kasus di Tanjung Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur.)”

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap

pelaksanaan utang piutang uang yang dibayar dengan padi di Tanjung

Medan Jorong Petok Selatan Nagari panti Selatan kecamatan Panti

kabupaten Pasaman Timur?

3. Pertanyaan Penelitian

3.1 Bagaimana proses utang piutang dengan cara utang uang dibayar

dengan padi di Tanjung Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti

Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur?

3.2 Bagaimana tinjauan hukum Isalam terhadap pelaksanaan utang

piutang uang yang dibayar dengan padi di Tanjung Medan Jorong

Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten

(17)

4. Signifikansi Penelitian

4.1 Signifikansi Penelitian

Penelitian ini penting untuk diteliti dan berguna untuk

memperdalam dan menambah ilmu serta wawasan penulis terhadap

praktek utang piutang uang dibayar dengan padi yang terjadi di Tanjung

Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti

Kabupaten Pasaman Timur. Selain itu penelitian ini manfaatnya bagi

masyarakat adalah untuk mengetahui bagaimana seharusnya cara

memberikan utang yang baik dengan pembayaran yang baik juga.

4.2 Tujuan Penelitian

Merujuk dari latar belakang dan rumusan masalah yang

penulis paparkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktek utang piutang

uang yang dibayar dengan padi di Tanjung Medan Jorong Petok

Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman

Timur

4.3 Kegunaan Penelitian

4.3.1 Penelitian ini bermanfaat untuk semua orang pada umumnya

dan untuk penulis khususnya

4.3.2 Hasil penelitian ini sebagai bentuk sumbangsih pemikiran

penulis dan untuk menambah referensi bacaan bagi

rekan-rekan mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang pada umumnya dan

mahasiswa fakultas Syariah khususnya

4.3.3 Untuk menambah wawasan penullis tentang kajian ini

khususnya dan tentang ilmu hukum pada umumnya

4.3.4 Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berminat melakukan

(18)

5. Studi Literatur

Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami masalah yang

penulis bahas, maka penulis merasa perlu melakukan tinjauan

kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam skripsi

Maisaroh Siregar (310188) dengan judul skripsi “Sistem Pembayaran Utang dengan Hasil Panen Kebun Karet dalam Perspektif Fiqh Muamalah” dalam skripsi Maisaroh menyimpulkan bahwa sistem pembayaran utang uang dengan hasil panen karet tidak sesuai dengan

ketentuan Islam. Karena pembayaran utang bukan dengan nilai yang

sama melainkan dengan hasil panen getah karet. Adapun yang penulis

bahas adalah tinjauan hukum Islam terhadap praktek utang piutang

(studi kasus di Tanjung Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan

Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur).

6. Kerangka Teori

Utang piutang adalah suatu akad antara dua pihak, dimana pihak

pertama memberikan uang atau barang kepada pihak kedua untuk

dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang tersebut harus

dikembalikan dengan yang semisal atau senilai dengan yang diterima

oleh pihak kedua. Alasan orang melakukan praktek utang piutang adalah

karena adanya kebutuhan atau sesuatu yang mendesak.

(19)

6.1 Dasar Hukum Al Qur’an Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan(Kementrian Agama RI 2016, 39)

6.2 Rukun dan SyaratQardh

Menurut jumhur fuqaha rukun dariqardhadalah : 6.2.1 Akid

Akid yaitu muqridh dan muqtarid (dua pihak yang melakukan

transaksi) adalah pemberi utang dan pengutang. Adapun syarat-syarat

akid diantaranya merdeka, baligh, berakal, tidak di bawah

pengampuan, dan kedua belah pihak melakukan qardh karena keterpaksaan.

6.2.2 Harta yang diutangkan (Ma’qud ‘Alaih)

Syarat dari harta yang diutangkan adalah harta tersebut

berupa harta yang ada padanannya, harta yang diutangkan

disyaratkan berupa benda, tidak sah mengutangkan manfaat (jasa),

harta yang diutangkan diketahui kadarnya dan diketahui sifatnya.

6.2.3 Shigat

Shigat merupakan sesuatu yang bersumber dari dua orang

yang melakukan akad yang menunjukkan tujuan kehendak batin

(20)

merupakan pernyataan yang menunjukkan kerelaan yang terjadi lebih

awal dari salah seorang yang berakad. Maka perkataan pertama dari

orang yang berakad adalah ijab. Sedangkan qabul adalah sesuatu yang

disebutkan kemudian yang berasal dari salah satu pihak yang berakad

yang menunjukkan kesepakatan dan kerelaannya sebagai jawaban

dari ucapan pertama.

7. Metode Penelitian

Agar penelitian ini berjalan dengan baik dan memperoleh hasil

yang dapat dipertanggungjawabkan, maka penelitian ini memerlukan

suatu metode tertentu. Adapun metode yang digunakan dalam

penyusunan proposal ini adalah sebagai berikut:

7.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan untuk penelitian ini

adalah penelitian lapangan (Field Research) yang merupakan

penelitian yang langsung dilakukan di lapangan atau pada responden

baik melalui wawancara maupun melalui observasi. (Misbahuddin

dan Hasan 2004, 5) Penelitian ini menggunakan data kualitatif yaitu

penelitian yang dilihat berdasarkan makna yang terkandung dalam

setiap gejala-gejala yang terjadi dengan menganalisa data di lapangan.

(Husman dan Akbar 2009, 52) Adapun lokasi, objek dan sumber data

penelitian ini adalah sebagai berikut:

7.1.1 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang akan dilakukan yaitu di Tanjung

Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti

Kabupaten Pasaman Timur.

7.1.2 Objek Penelitian

Objek yang akan diteliti adalah tentang sistem utang piutang di

Tanjung Medan Jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan

(21)

7.1.3 Sumber Data

Adapun sumber data dalam data ini yaitu terdiri dari sumber

data primer dan sekunder. Sumber data primer dalam data ini adalah

data yang diperoleh secara langsung di lapangan yaitu orang yang

berutang (debitur) dan orang yang mempiutangkan (kreditur).

Selanjutnya yang menjadi sumber data sekunder yaitu tokoh

masyarakat, pemuka agama di Tanjung Medan Jorong Panti Selatan

Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur.

7.2 Teknik Pengumpulan Data

Wawancara yang akan penulis gunakan yaitu wawancara

terstruktur (terarah) yaitu dengan memakai pertanyan-pertanyaan

yang telah penulis siapkan.

7.3 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul maka penulis menganalisis bahan dan

data yang ada tersebut dengan menggunakan metode berpikir yaitu:

7.3.1 Deduktif

Pembahasan bertitik tolak belakang dengan pemikiran

pengetahuan umum yang diarahkan kepada hal-hal yang bersifat

khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya dengan

jalan menggunakan pola berfikir yang disebut dengan silogisma.

7.3.2 Induktif

Cara berfikir untuk memberikan alasan yang dimulai

dengan pernyataan-pernyataan yang spesifik untuk menyusun

suatu argumentasi yang bersifat umum. Alasan secara induktif

banyak digunakan untuk menjajaki aturan-aturan alamiah dari

(22)

11

KONSEP UTANG PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM 1. Pengertian Utang Piutang

Secara etimologis qardh merupakan bentuk masdar dariqaradha

asy- syai’-yaqridhu, yang berarti dia memutuskannya. (Mardani 2014,

333) Harta yang dibayarkan kepada muktarid (yang diajak akad qardh)

dinamakanqardh. Sebab merupakan potongan dari harta muqrid (orang

yang membayar).

Qardh menurut istilah, antara lain dikemukakan oleh ulama

Hanafiyah:

ا

ٍلﺎَﻣ ْﻦِﻣ ِﻪْﻴِﻄْﻌُـﺗ ﺎَﻣ َﻮُﻫ ُضْﺮَﻘﻟ

ٌصﻮُﺼُُﳐ ٌﺪْﻘَﻋ َﻮُﻫ ىَﺮْﺧُأ ٍةَرﺎَﺒِﻌِﺑ ْوَأ، ُﻩﺎَﺿﺎَﻘَـﺘَﺘِﻟ ﱟﻲﻠِﺜِﻣ

ُﻪَﻠْـﺜِﻣ ﱠدُﺮَـﻴِﻟَﺮَﺧ ِﻷ ﱟﻲِﻠْﺜِﻣ ٍلﺎَﻣ ِﻊْﻓَد ﻰَﻠَﻋ ﱡدُﺮَـﻳ

Qardh adalah harta yang diberikan kepada orang lain dari mal mitsli untuk kemudian dibayar atau dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qaradh adalah suatu perjanjian yang khusus untuk menyerahkan harta (mal mitsil) kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti yang diterimanya.”

Sayyid Sabiq memberikan defenisi qardh adalah sebagai berikut:

ِﻪْﻴَﻠَﻋ ِﻪِﺗَرْﺪُﻗ َﺪْﻨِﻋ ِﻪْﻴَﻟِإ ُﻪَﻠْـﺜِﻣ ﱠدُﺮَـﻴِﻟ ُضَِﱰْﻘُﻤْﻠِﻟ ُضِﺮْﻘُﻤْﻟا ِﻪْﻴِﻄْﻌُـﻳ ْيِﺬﱠﻟا ُلﺎَﻤْﻟا َﻮُﻫ ُضْﺮَﻘْﻟا

Al-qardh adalah harta yang diberikan oleh pemberi utang (muqridh) kepada penerima utang (muqtaridh) untuk kemudian dikembalikan kepadanya (muqridh) seperti yang diterimanya, ketika ia telah mampu membayarnya.”

Hanabilah sebagaimana dikutip oleh Ali Fikri memberikan

defenisiqardhsebagai berikut:

ا

ﻪَﻟَﺪَﺑ ﱡدُﺮَـﻳَو ِﻪِﺑ ُﻊِﻔَﺘْﻨَـﻳ ْﻦَﻤِﻟ ٍلﺎَﻣ ُﻊْﻓَد ُضْﺮَﻘْﻟ

(23)

Adapun pendapatSyafi’iyahadalah sebagai berikut:

Qardh dalam istilah syara’ diartikan dengan sesuatu yang diberikan kepada orang lain (yang pada suatu saat harus dikembalikan)”

Jelasnya qardh atau utang piutang adalah akad tertentu antara

dua pihak, satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain dengan

ketentuan pihak yang menerima harta mengembalikan kepada

pemiliknya dengan nilai yang sama. (Rozalinda 2005, 145-146)

Dari defenisi di atas, dapat diambil intisari bahwa qardh adalah

suatu akad antara dua pihak, dimana pihak pertama memberikan uang

atau barang kepada pihak kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan

bahwa uang atau barang tersebut harus dikembalikan dengan yang

semisal atau senilai dengan yang diterima oleh pihak kedua.

2. Dasar Hukum Utang Piutang

Utang piutang merupakan perbuatan baik yang diperintahkan

oleh Allah dan Rasul. Dasar disyariatkannya qardh adalah Al-Qur’an,

Hadis dan Ijma’.

2.1 Dasar Hukum Al Qur’an

2.1.1 Surah Al-Baqarah (2) ayat 245:



(24)

Tafsir ayat

Perhatikanlah anjuran yang lembut ini untuk memberi nafkah,

dan bahwasannya orang yang menafkahkan hartanya sesungguhnya

dia memberi pinjaman kepada Allah yang Maha Kaya lagi Maha Mulia,

dan Allah menjanjikan kepadanya balasan berlipat ganda yang

melimpah sebagaimana Allah berfirman:

perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (Al-Baqarah : 261)(Kementrian Agama RI 2016, 44)

Ketika penghalang terbesar untuk berinfak adalah takut

kemiskinan, Allah mengabarkan bahwa kekayaan dan kemiskinan itu

berada di tangan Allah, dan bahwa Dia menahan rezki dari siapa yang

dihendakiNya dan memberikannya kepada siapa yang

dikehendakiNya. Maka janganlah menunda-nunda wahai orang yang

hendak berinfak karena takut akan kemiskinan, dan janganlah ia

berpikir bahwa hartanya itu hilang begitu saja, namun tempat kembali

seluruh hamba adalah kepada Allah, lalu orang-orang yang berinfak

dan beramal akan mendapatkan pahala mereka tersimpan di sisiNya

untuk suatu kebutuhan yang paling mereka butuhkan dan memiliki

kepentingan begitu besar yang tidak mungkin diungkapkan oleh

(25)

Maksud dari pinjaman yang baik adalah perkara yang

menyatukan segala sifat dan kebijakan dari niat yang shalih,

kelapangan dada dalam berinfak, dan tepat sasarannya, dan orang

yang berinfak itu tidak mengiringnya dengan mengungkit-ungkitnya

dan tidak pula perkataan yang menyakitkan, tidak membatalkannya

dan tidak pula menguranginya. (as-Sa’di 2012, 424-425)

Sisi pendalilan dari ayat di atas adalah bahwa Allah SWT

menyerupakan amal saleh dan memberi infaq fi sabilillah dengan

harta yang dipinjamkan dan menyerupakan pembalasannya yang

berlipat ganda kepada pembayaran utang. Amal kebaikan disebut

pinjaman (utang) karena orang yang berbuat baik melakukannya

untuk mendapatkan gantinya sehingga menyerupai orang yang

mengutangkan sesuatu agar mendapat gantinya. (Mardani 2012, 334)

Berdasarkan pemaparan tafsir ayat di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa bagi orang yang mau menafkahkan hartanya di

jalan Allah, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepada

orang tersebut dengan lipat ganda yang banyak. Sebagai contoh orang

yang memberikan utang kepada orang lain yang membutuhkan, Allah

akan balas perbuatan tersebut dengan pahala. Sekiranya orang

tersebut memberikan utang sebanyak dua kali, maka perbuatan

tersebut sama dengan bersedekah satu kali.

2.1.2 Surah Al-Hadid (57) ayat 11:



(26)

Tafsir Ayat

Dari Ibnu Mas’ud ia berkata, setelah turun ayat ini :

“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik, maka

Allah melipatgandakan ganti kepadanya.” (Al-Baqarah: 245)

Maka berkatalah Abu Dahdah Al-Anshari, “ Ya Rasulullah,

apakah Allah benar-benar menghendaki pinjaman dari kami?”

Rasul bersabda, “Benar hai Abu Dahdah,” Abu Dahdah berkata,

Tunjukkanlah kepadaku tanganmu itu, ya Rasulullah?” Kata Ibnu

Mas’ud maka Rasulullah saw pun memberikan tangannya kepada

Abu Dahdah. Abu Dahdah berkata, “ Sesungguhnya aku

meminjamkan kepada Tuhanku kebunku.”

Memang Abu Dahdah mempunyai sebidang kebun yang di

dalamnya terdapat 600 pohon kurma, dan Ummu Dahdah

(istrinya) berada di sana bersama keluarganya. Abu Dahdah

memanggil istrinya itu, “ Hai Ummu Dahdah.” “ Labbaik” kata

istrinya. Abu Dahdah berkata, “ Keluarlah kamu, karena aku

benar-benar telah meminjamkannya kepada Tuhanku ‘ Azza wa

jalla.” Istrinya berkata kepadanya, “Berlabalah jual belimu, hai

Abu dahdah,” dan wanita itu pun memindahkan barang dan

anak-anaknya dari kebun tersebut. Rasulullah saw bersabda, “ Betapa

banyak dahan-dahan yang panjang dalam surga milik Abu

Dahdah.”(Al-Maragi 2010, hal 181)

2.1.3 Surah At-Taghabun (64) ayat 17:



(27)

Tafsir Ayat

Allah memberikan pahala yang berlipat ganda kepada

orang yang mentaatiNya, dan tidak menyegerakan siksaanNya

kepada orang yang mendurhakaiNya, meskipun dosa dan

kesalahannya itu banyak.

Ayat-ayat tersebut pada dasarnya berisi anjuran untuk

melakukan perbuatan qardh (memberikan utang) kepada orang

lain, dan imbalannya adalah akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Selain itu, jika orang yang diberi utang mengembalikan utangnya

lebih dari jumlah yang ia utang tanpa ada paksaan atau

kesepakatan di awal akad, maka ini dibolehkan dalam Islam. Jadi,

dengan demikian manusia telah melakukan perbuatan saling

tolong menolong.

Dari sisi muqridh (orang yang memberikan utang), Islam

menganjurkan kepada umatnya untuk memberikan bantuan

kepada orang lain yang membutuhkan dengan cara memberi

utang. Dari sisi muqtaridh, utang bukan perbuatan yang dilarang,

melainkan dibolehkan karena seseorang berutang dengan tujuan

untuk memanfaatkan barang atau uang yang diutangnya itu untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

2.2 Dasar dari Hadist

َﺲﱠﻔـَﻧ ْﻦَﻣ َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ﱢِﱯﱠﻨﻟا ِﻦَﻋ ُﻪْﻨَﻋ ُﻪﱠﻠﻟا َﻲِﺿَر َةَﺮْـﻳَﺮُﻫ ْ ِﰊَأ ْﻦَﻋ

ُﻪْﻨَﻋ ُﷲا َﺲﱠﻔـَﻧ ، ﺎَﻴْـﻧﱡﺪﻟا ِبَﺮُﻛ ْﻦِﻣ ًﺔَﺑْﺮـُﻛ ٍﻦِﻣْﺆُﻣ ْﻦَﻋ

،ِﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟا ِمْﻮَـﻳ ِبَﺮـُﻛ ْﻦِﻣ ًﺔَﺑْﺮـُﻛ

َﺮـَﺘَﺳ ْﻦَﻣَو ، ِةَﺮِﺧ ْﻵاَو ﺎَﻴْـﻧﱡﺪﻟا ﻲـِﻓ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا َﺮـﱠﺴَﻳ ، ٍﺮِﺴْﻌـُﻣ ﻰـَﻠَﻋ َﺮﱠﺴَﻳ ْﻦَﻣَو

ُﺪْﺒَﻌْﻟا َنﺎَﻛ ﺎَﻣ ِﺪْﺒَﻌْﻟا ِنْﻮَﻋ ﻲـِﻓ ُﷲاَو ، ِةَﺮِﺧ ْﻵاَو ﺎَﻴْـﻧﱡﺪﻟا ﻲـِﻓ ُﷲا ُﻩَﺮـَﺘَﺳ ، ﺎـًﻤِﻠْﺴُﻣ

ِﰲ

(28)

kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Tirmidzi) (Al Basam 2006 447)

Kesimpulan yang dapat diambil dari hadis tersebut adalah

anjuran kepada seseorang untuk menolong sesama yang

membutuhkan bantuan dan pertolongan. Jika orang tersebut

ikhlas dalam memberikan pertolongan kepada orang lain yang

sedang dalam kesusahan, maka sebagai balasannya Allah akan

melapangkan dari nya suatu kesusahan di hari kiamat. Sebagai

contoh, seseorang yang membantu orang lain dengan

memberikan pinjaman atau utang untuk dimanfaatkan oleh orang

yang sedang membutuhkan. Maka orang tersebut telah

melapangkan satu kesusahan dunia terhadap orang yang

membutuhkan tersebut.

Selain itu, orang yang memudahkan seseorang yang

kesulitan dalam membayar utang, jika mereka memang tidak

mampu untuk membayar utang tersebut maka Allah akan

memudahkan baginya kesulitan di dunia dan akhirat. Begitu juga

barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah

akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa

menolong seorang hamba selama hamba tesebut menolong

saudaranya.

َﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰَﻠَﺻ ِﱯﱠﻨﻟا ﱠنَا ٍدْﻮُﻌْﺴَﻣ ِﻦْﺑا ِﻦَﻋ

َلﺎَﻗ َﻢ

:

ُضِﺮْﻘُـﻳ ٍﻢِﻠْﺴُﻣ ْﻦِﻣﺎَﻣ

َنﺎَﻛ ﱠﻻِا ِْﲔَـﺗﱠﺮَﻣ ﺎًﺿْﺮَـﻗ ﺎًﻤِﻠْﺴُﻣ

ًةﱠﺮَﻣ ﺎَﻬِﺘَﻗ َﺪَﺼَﻛ

(29)

Maksudnya yaitu tidaklah seorang muslim mengutangkan

hartanya kepada muslim lainnya sebanyak dua kali kecuali

perbuatannya sama dengan sedekah satu kali. Sebagai contoh

seseorang memberikan utang kepada orang lain sebesar Rp

100.000,- sebanyak dua kali, maka perbuatan tersebut sama

dengan bersedekah satu kali sebesar Rp 100.000,- kepada orang

lain. Begitu indahnya anjuran dan perintah kepada seorang

muslim terhadap muslim lainnya.

2.3 Dasar dari Ijma’

Kaum muslimin sepakat bahwa qardh dibolehkan dalam

Islam. Hukum qardh adalah dianjurkan (mandhub) bagi muqrid

dan mubah bagi muqtarid, berdasarkan hadits diatas.

Memberikan utang kadang-kadang dapat menjadi wajib

seperti menghutangi orang yang terlantar atau yang sangat hajat

dan tidak syak lagi bahwa hal ini adalah suatu pekerjaan yang

amat besar faedahnya terhadap masyarakat satu sama lain hajat

menghajatkan pertolongan. (Moh. Rifa’I, 414)

Adapun hukum qardh yaitu mengikuti hukum taklifi :

terkadang boleh, terkadang makruh, terkadang wajib, dan

terkadang haram. Semua itu sesuai dengan cara

mempraktekkannya karena hukum wasilah itu mengikuti hukum

tujuan.

Jika orang yang berutang adalah orang yang mempunyai

kebutuhan yang sangat mendesak, maka orang yang bisa

membantu orang yang sedang dalam kesusahan hukumnya wajib.

Adapun kebutuhan yang mendesak adalah untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari seperti untuk makan. Jika mereka tidak

berutang maka mereka akan kelaparan, maka wajib bagi mereka

(30)

Jika pemberi utang mengetahui bahwa pengutang akan

menggunakan uangnya untuk berbuat maksiat maka hukumnya

adalah haram. Misalnya, orang berutang karena ingin membeli

minuman keras, untuk berjudi dan perbuatan lain yang dilarang

agama, maka haram hukumnya bagi pemberi utang untuk

memberikan utang kepadanya.

Jika seorang yang berutang bukan karena adanya

kebutuhan yang mendesak, tetapi untuk menambah modal

perdagangannya karena berambisi mendapat keuntungan yang

besar, maka hukum memberi utang kepadanya adalah mubah.

Selain itu, orang yang berutang dengan tujuan untuk memperkaya

diri hukumnya juga mubah. Misalnya seorang berutang untuk

membeli mobil, rumah, dan sebagainya yang bertujuan untuk

memperkaya diri orang yang berutang tersebut.

Seseorang boleh berutang jika dirinya yakin dapat

membayar utang tersebut karena ada harta yang diharapkan dan

ada niat juga untuk membayar utang tersebut. Seseorang wajib

berutang jika dalam kondisi terpaksa dalam rangka

menghindarkan diri dari bahaya, seperti untuk membeli makanan

agar dirinya tertolong dari kelaparan. (ath-Thayar, 157-158)

3. Rukun dan Syarat Utang Piutang

Utang piutang merupakan akad pemilikan. Boleh melakukannya

bagi orang yang berhak melakukan transaksi terhadapnya yaitu orang

yang cakap bertindak hukum, tidak dikenakan hajru, dan harta tersebut

merupakan miliknya sendiri. Dengan demikian tidak sah melakukan akad

utang piutang terhadap orang yang tidak memenuhi ketentuan ini. Akad

ini dinyatakan sah dengan adanya ijab qabul berupa lafazqardhatau yang

sama pengertiannya. Seperti “ aku utangkan uang ini kepadamu dan kamu

kembalikan lagi padaku.” Orang yang berutang mengembalikan utangnya

(31)

Seperti halnya jual beli, rukunqardhjuga diperselisihkan oleh para

fuqaha. Menurut Hanafiyah, rukun qardh adalah ijab dan qabul saja.

Sedangkan menurut jumhur fuqaha rukunqardhadalah :

3.1 Aqid, yaitu muqridh dan muqtarid (dua pihak yang melakukan

transaksi) adalah pemberi utang dan pengutang. Adapun syarat-syarat

akid adalah:

3.1.1 Merdeka. Maksudnya orang yang melakukan transaksi adalah

orang yang tidak berada dalam pengampuan orang lain

(mahjur ‘alaih). Selain tidak berada dalam pengampuan orang

lain, merdeka berarti ia sudah mandiri dalam kehidupannya.

3.1.2 Baligh. Maksudnya adalah orang yang melakukan transaksi

sudah dewasa. Adapun tanda bagi laki-laki yang sudah baligh

yaitu sudah mengalami mimpi basah. Sedangkan tanda baligh

bagi perempuan adalah sudah datang haid atau mengalami

menstruasi. Adapun yang dimaksud dengan haid menurut

ulama Malikiyah adalah darah yang keluar sendiri dari

kemaluan wanita dan biasanya wanita yang sudah bisa hamil.

Oleh karena itu tidak sah qardh yang dilakukan oleh anak yang

masih di bawah umur. (Shalih 2013, 199)

3.1.3 Berakal. Maksudnya adalah orang yang melakukan transaksi

adalah orang yang sudah bisa membedakan baik buruknya

suatu perbuatan, sehingga dapat mempertanggungjawabkan

perbuatannya. (Rozalinda 2005, 43)

3.1.4 Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak. Tidak sah

akad orang yang tidak cakap bertindak , seperti orang gila,

orang yang di bawah pengampuan (mahjur), karena boros atau

yang lainnya. (Suhendi 2011, 50)

3.1.5 Tidak ada paksaan. Maksudnya orang yang melakukan

(32)

paksaan orang lain. Jadi, tidak dibenarkan melakukan transaksi

qardhkarena paksaan salah satu pihak ataupun dari pihak lain.

Untuk ‘akid, baik muqridh maupun muktaridh disyaratkan

harus orang yang dibolehkan melakukan tasarruf atau memiliki

ahliyatul ada’.

Syafi’iyah memberikan persyaratan untuk muqridh, antara

lain:

3.1.6 Ahliyah atau kecakapan untuk melakukan tabarru’. Maksunya

untuk seorang muqridh (pihak pemberi utang) adalah seorang

yang ahli dan dan cakap hukum dalam bertransaksi.

3.1.7 Mukhtar (memiliki pilihan)

Sedangkan untuk muqtaridh hanya disyaratkan harus memiliki

ahliyah atau kecakapan untuk melakukan muamalat, seperti baligh,

berakal, dan tidak mahjur ‘alaih. (Muslich 2013, 278- 279)

3.2 Harta yang diutangkan (Ma’qud ‘Alaih)

Syarat harta yang diutangkan adalah sebagai berikut:

3.2.1 Harta tersebut berupa harta yang ada padanannya, maksudnya

harta yang satu sama lain dalam jenis yang sama tidak banyak

berbeda. Contohnya harta atau barang yang banyak dijual

orang, seperti beras, minyak, dan sebagainya.

3.2.2 Harta yang diutangkan disyaratkan berupa benda, tidak sah

mengutangkan manfaat (jasa). Hal ini disebabkan karena

mengutangkan suatu manfaat atau jasa tidak diketahui kadar

dan sifatnya. Contohnya orang yang tolong menolong di saat

panen padi secara bergilir dari sawah ke sawah. Menurut

hukum asalnya tidak boleh karena tidak diketahui kadar dan

sifatnya.

3.2.3 Harta yang diutangkan diketahui kadarnya dan diketahui

(33)

benda. Jadi, tidak sah mengutangkan manfaat atau jasa, karena

tidak diketahui kadar dan sifatnya.

Sedangkan menurut Syafi’iyah, materi yang diutangkan dapat

dimanfaatkan yaitu, maka tidak sahqardhyang materinya tidak dapat

digunakan, seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga

tidak dapat digunakan untuk menyimpan padi. (Suhendi 2011, 95)

Menurut pendapat paling unggul dari ulama Hanafiyah, setiap

qardh pada benda yang mendatangkan manfaat diharamkan jika

memakai syarat. Akan tetapi, dibolehkan jika tidak disyaratkan

kemanfaatan atau tidak diketahui adanya manfaat padaqardh.

Ulama Malikyah berpendapat bahwa muqrid tidak boleh

memanfaatkan harta muqtarid, seperti naik kendaraan atau makan di

rumah muqtarid, jika dimaksudkan untuk membayar utang muqrid

dan bukan sebagai penghormatan.

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah melarang qardh terhadap

sesuatu yang mendatangkan kemanfaatan, seperti memberikan qardh

agar mendapat sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak. Sebab

qardh dimaksudkan sebagai akad kasih sayang dan mendekatkan

hubungan kekeluargaan, mempererat tali silaturrahmi. Selain itu,

Rasulullah SAW pun melarang qardh terhadap sesuatu yang

mendatangkan manfaat bagi orang yang memberi utang tersebut.

Namun demikian, jika tidak disyaratkan atau tidak

dimaksudkan untuk mengambil yang lebih baikmaupun lebih banyak,

qardh dibolehkan. Tidak dimakruhkan bagi muqrid untuk

mengambilnya, sebab Rasulullah pernah memberikan anak unta yang

lebih baik kepada seorang laki-laki daripada unta yang diambil beliau

SAW. (Syafei 2000, 156)

3.3Shigat

Shigat merupakan sesuatu yang bersumber dari dua orang

(34)

mereka yang melakukan akad. Shigat terdiri dari ijab dan qabul. Ijab

merupakan pernyataan yang menunjukkan kerelaan yang terjadi lebih

awal dari salah seorang yang berakad. Maka perkataan pertama dari

orang yang berakad adalah ijab.

Sedangkan qabul adalah sesuatu yang disebutkan kemudian

yang berasal dari salah satu pihak yang berakad yang menunjukkan

kesepakatan dan kerelaannya sebagai jawaban dari ucapan pertama.

Salah satu prinsip muamalah adalah antaradin atau azas

kerelaan para pihak yang melakukan akad. Rela merupakan persoalan

batin yang sulit diukur kebenarannya, maka manifestasi dari suka

sama suka itu diwujudkan dalam bentuk akad. Akad pun menjadi

salah satu proses dalam pemilikan sesuatu.

Ijab qabul disyaratkan:

3.3.1 Jelas menunjukkan ijab dan qabul, artinya masing-masing dari

ijab dan qabul jelas menunjukkan maksud dan kehendak dari

dua orang yang berakad. Tidak sah ijab qabul yang dilakukan

dengan samar ataupun tidak jelas maksudnya.

3.3.2 Bersesuaian antara ijab dan qabul, kesesuaian dikembalikan

kepada setiap yang diakadkan. Contohnya, jika seorang

mengatakan saya utangkan uang kepada anda, maka

jawabannya adalah saya terima uang dari anda, saya utangkan

kepada anda emas 2,5 gram, maka jawabannya adalah saya

terima emas dari anda atau sejenisnya. Bila terjadi perbedaan

antara ijab dengan qabul maka akad tidak sah.

3.3.3 Bersambungan antara ijab dan qabul. Ijab dan qabul terjadi

(35)

Untuk terciptanya bersambungan antara ijab dan qabul

disyaratkan:

3.3.1 Bersatunya majelis (tempat) ijab dan qabul.

Akad tidak boleh dilakukan dengan ijab pada suatu tempat

sedangkan qabul pada tempat lain. Dalam masalah bersambungan

ijab dan qabul ini terjadi perbedaan pendapat ulama apakah ijab

harus segera dijawab dengan qabul. Jumhur fuqaha yang terdiri

dari Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, menyatakan tidak

disyaratkan segera dalam pernyataan qabul, karena pihak lain

(penjawab) membutuhkan waktu untuk berfikir. Sedangkan al

Ramli dari kalangan Syafi’iyah mensyaratkan segera dalam qabul.

Hanafiyah dan Malikiyah dalam masalah ini berpendapat, antara

ijab dan qabul boleh saja diantarai oleh waktu sehingga pihak

kedua dapat berpikir dengan baik. Namun Syafi’iyah dan

Hanabilah berpendapat, jarak antara ijab dan qabul tidak boleh

terlalu lama yang menimbulkan dugaan terjadinya perubahan

objek akad.

3.3.2 Tidak ada penolakan dari salah seorang yang berakad

Maksudnya adalah dalam melakukan akad antara dua orang

yang berakad tidak boleh terjadi penolakan dari salah seorang

yang berakad. Sebagai contoh, ketika dua orang berakad dimana

pihak pertama memberikan utang sebesar Rp 100.000,- kepada

pihak kedua dan pihak kedua harus mengembalikan utang

tersebut dalam tiga hari, jika pihak kedua menolak dengan

kesepakatan tersebut maka akad tersebut batal.

3.3.3 Tidak ditarik kembali sebelum ada qabul dari pihak lain

Maksudnya adalah dalam melakukan transaksi oleh dua

orang yang berakad dimana pihak pertama tidak menarik kembali

ucapannya sebelum ada qabul dari pihak lain.

(36)

Pada prinsipnya akad dilakukan dengan lisan, namun bukan

satu-satunya cara untuk melakukan akad. Untuk melaksanakan akad

menurut para ulama ada beberapa cara yang bisa ditempuh

diantaranya :

3.3.1 Akad al-Mu’athah (saling memberi)

Akad mu’athah adalah akad saling menukar dengan

perbuatan yang menunjukkan kerelaan tanpa ucapan ijab dan

qabul. Misalnya pembeli mengambil barang dan menyerahkan

uang kepada kasir tanpa mengucapkan ijab dan qabul. Contohnya

jual beli yang dilakukan di supermarket, minimarket, atau

toko-toko swalayan lainnya.

Ulama berbeda pendapat tentang akad dengan cara

tha’athi. Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa akad dapat

dilakukan dengan cara tha’athi terhadap sesuatu yang sudah

menjadi kebiasaan manusia. Karena sesungguhnya kebiasaan

manusia adalah petunjuk nyata bagi keredaan. Maksudnya adalah

perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan terhadap suatu hal

adalah bukti atas keredaannya melakukan perbuatan tersebut.

Tidak ada lagi tawar menawar antara pembeli dan penjual, bagi

pembeli mereka menyetujui berapa saja harga yang ditetapkan

oleh si penjual. Mazhab Maliki dan pendapat yang paling kuat dari

mazhab Ahmad menyatakan, akad dapat dengan perbuatan.

Sedangkan Syafi’iyah, Syi’ah, Zahiriyah berpendapat, tidak

diakadkan akad dengan cara perbuatan atau mu’athah karena

tidak kuat menunjukkan atas saling berakad, sebab redha

merupakan urusan tersembunyi yang tidak bisa menjadi petunjuk

atas keredaan kecuali dengan adanya akad. Sesungguhnya

disyaratkan terjadi akad dengan lafaz-lafaz yang jelas atau

sindiran (sharih dan kinayah) atau sesuatu yang bisa dijadikan

(37)

jelas (al-sharihah) yaitu sighat yang jelas adalah sighat yang

menunjukan kepada makna qardh saja tidak kepada makna yang

lain. Sighat secara tidak jelas (al-kinayah) yaitu sighat yang

mengandung pengertian qardh dan mengandung pengertian yang

lainnya.

3.3.2 Akad bi al-Kitabah (akad dengan tulisan)

Akad sah dilakukan melalui tulisan oleh dua orang yang

berakad baik keduanya mampu berbicara maupun bisu, keduanya

hadir pada waktu akad maupun tidak, dengan bahasa yang dapat

dipahami oleh kedua orang yang berakad. Sebagaimana ijab dan

qabul diucapkan dengan perkataan, maka ijab dan qabul dengan

surat-menyurat sah dilakukan. Contohnya transaksi via pos,

telegram, e-mail dan sebagainya sah dilakukan.

Tetapi akad perkawinan tidak sah dilakukan dengan tulisan

apabila kedua belah pihak (mempelai laki-laki dan wali

perempuan) hadir pada suatu tempat, kecuali pada salah satu

pihak tidak mampu berbicara seperti bisu.

3.3.3 Akad bi al-Isyarat (Akad dengan isyarat)

Isyarat adakalanya dari orang yang mampu berbicara dan

juga berasal dari orang bisu. Apabila orang yang berakad mampu

berbicara maka akad yang dilaksanakan tidak sah dilakukan

dengan isyarat, tetapi wajib dengan lisan atau tulisan, karena

walaupun isyarat menunjukkan kehendak tapi tidak

memfaedahkan suatu keyakinan seperti lafaz atau tulisan.

Apabila orang yang berakad tidak bisa berbicara seperti

bisu atau gagap, jika tulisannya baik harus dengan tulisan, begitu

riwayat yang kuat dari golongan Hanafiyah karena tulisan lebih

menunjukkan pengertian yang dalam daripada isyarat. Jika

(38)

sama nilainya dengan lisan berdasarkan kesepakatan para fuqaha’

karena darurat. (Rozalinda 2005, 44-49)

Utang harus dibayar dalam jumlah dan nilai yang sama

dengan yang diterima dari pemiliknya, tidak boleh berlebih karena

kelebihan pembayaran itu membuat transaksi ini menjadi riba

yang diharamkan.

Yang dimaksud dengan keuntungan atau kelebihan dari

pembayaran adalah kelebihan yang disyaratkan dalam akad utang

piutang atau ditradisikan untuk menambah pembayaran. Bila

kelebihan itu adalah kehendak yang ikhlas dari orang yang

berutang sebagai balas jasa yang diterimanya, maka yang

demikian bukan riba, bahkan cara ini dianjurkan oleh Nabi

Muhammad SAW. Hal ini terdapat dalam beberapa riwayat dari

Nabi diantaranya adalah :

ْﻦَﻋ ٍﻞْﻴَﻬُﻛ ِﻦْﺑ َﺔَﻤَﻠَﺳ ْﻦَﻋ ٍﺢِﻟﺎَﺻ ِﻦْﺑ ﱢﻲِﻠَﻋ ْﻦَﻋ ٌﻊﻴِﻛَو ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ٍﺐْﻳَﺮُﻛ ﻮُﺑَأ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

َﺮُﻫ ِﰊَأ ْﻦَﻋ َﺔَﻤَﻠَﺳ ِﰊَأ

ﺎﻨ ِﺳ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ِﻪﱠﻠﻟا ُلﻮُﺳَر َضَﺮْﻘَـﺘْﺳا َلﺎَﻗ َةَﺮْـﻳ

ًءﺎَﻀَﻗ ْﻢُﻜُﻨ ِﺳﺎَﺣَأ ْﻢُﻛُرﺎَﻴ ِﺧ َلﺎَﻗَو ِﻪﱢﻨ ِﺳ ْﻦِﻣ اًﺮْـﻴَﺧ ﺎﻨ ِﺳ ُﻩﺎَﻄْﻋَﺄَﻓ

) .

يﺬﻣﱰﻟا ﻩاور

(

“Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Ali bin Shalih dari Salamah bin Kuhail dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata; “Rasulullah SAW meminjam (berhutang) kepada seseorang seekor unta yang sudah berumur tertentu. Kemudian beliau mengembalikan pinjaman tersebut dengan unta yang telah berumur yang lebih baik dari yang beliau pinjam. Dan beliau berkata, sebaik-baik kamu adalah mereka yang mengembalikan pinjamannya dengan sesuatu yang lebih baik (dari yang dipinjam).” (HR. Tirmidzi) (Al-AlBani 2014, 86)

Dibolehkan mengutangkan ternak yang nantinya akan

dibayar dengan ternak yang sama. Ini berarti bahwa

bertambahnya umur ternak atau berlebih beratnya jika ternak

tersebut dikembalikan adalah dibolehkan. Bahkan sehubungan

(39)

diikat oleh perjanjian dan memang pemberian dari orang yang

berutang adalah dibenarkan pula. (Djuwaini 2008) Ini berarti bahwa utang itu bentuknya adalah persahabatan dan tolong

menolong tidak diikat oleh penambahan keuntungan. Namun pada

saat akad dinyatakan lebih dahulu syarat tambahnya dan kedua

belah pihak setuju maka hukumnya sama dengan riba. Nabi

bersabda :

ﺮﻗ ﻞﻛ

ﺮﻟا ﻩﻮﺟو ﻦﻣ ﻪﺟو ﻮﻬﻓ ﺔﻌﻔﻨﻣ ﺮﺟ ض

ﺎﺑ

.

ﺒﻟا ﻩاور

ﻰﻘﻬ

Semua utang yang menarik manfaat (keuntungan) adalah sebagan dari beberapa macam riba (bunga) (HR. Baihaqi).

Berdasarkan hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

semua utang yang menarik manfaat atau keuntungan adalah riba.

Riba maksudya di sini adalah penambahan yang disyaratkan pada

waktu akad. Jika seseorang berutang dan pada saat

pembayarannya dilebihkan karena telah disyaratkan di awal

kesepakatan maka ini disebut dengan riba nasiah. Riba nasiah

terjadi karena adanya penundaan. Sebagai contoh, seorang yang

berutang dan membayar lebih pada saat pembayaran dan juga

telah disyaratkan di awal kesepakatan.

Sedangkan kelebihan atau penambahan terhadap suatu

barang maupun uang pada saat transaksi berlangsung dinamakan

dengan riba fadhal. Riba fadhal terjadi saat transaksi berlangsung

tanpa adanya penundaan. Sebagai contoh dalam jual beli secara

tunai. Misalnya, Bu Emma menukarkan gula satu kg kepada Bu

Denna. Namun Bu Denna ingin dilebihkan menjadi 1 kg

seperempat, maka kelebihan tersebut merupakan riba fadhal

karena dilakukan secara langsung dan tidak ada penundaan.

Utang wajib dibayar pada waktu yang ditentukan bila

(40)

mampu membayar tetapi menangguhkan pembayarannya, dia

dinyatakan sebagai orang yang zalim.

لﺎﻗ ﻪﻨﻋ ﷲا ﻲﺿر ةﺮﻳﺮﻫ ﰊأ ﻦﻋ

:

ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ

ﻢﻠﻇ ﱢﲏﻐﻟا ﻞْﻄَﻣ

“Menunda pembayaran utang dalam kondisi mampu adalah suatu kezaliman.”(HR. Bukhari) (Al-AlBani 2007, 161)

Namun bila yang berutang memang tidak mampu

membayar utangnya pada waktu jatuh tempo, orang yang

mengutangi diharapkan bersabar sampai yang berutang

mempunyai kemampuan untuk membayar utangnya. (Syarifuddin

2003, 224-226)

Jumhur fuqaha berpendapat bahwa penangguhan tidak

boleh disyaratkan dalam utang karena ia adalah kebaikan semata.

Apabila utang ditangguhkan sampai batas waktu tertentu maka

penangguhan ini tidak sah dan utang tetap tanpa penangguhan.

Sementara menurut Malik, penangguhan boleh disyaratkan dan

syarat ini bersifat mengikat. Apabila utang ditangguhkan sampai

pada batas waktu tertentu maka penangguhan ini sah dan orang

yang mempiutangkan tidak boleh menagih sebelum batas

waktunya tiba. (Sabiq 2009, 118) Misalnya seseorang berutang

uang pada orang lain atas kesepakatan bersama uang tersebut

akan dibayar pada waktu tertentu. Namun, pada waktu tersebut

orang yang berutang tidak mampu untuk membayarnya maka

orang yang memberi utang tersebut boleh memberikan tangguhan

waktu kepada orang yang berutang sampai ia mampu membayar

utang tersebut.

Akad perutangan dimaksudkan untuk mengasihi manusia,

menolong mereka dalam menghadapi berbagai urusan, dan

(41)

bukanlah sarana untuk memperoleh penghasilan dan bukan pula

salah satu metode untuk mengeksploitasi orang lain.

Orang yang berutang boleh mengembalikan yang serupa

dengan harta tersebut, maksudnya adalah harta yang

dikembalikan bukanlah harta atau barang yang yang semula

diutang oleh pihak kedua namun harta tersebut semisal atau

senilai dengan yang diterimanya. Misalnya saja orang berutang

uang sebesar Rp 50.000,- maka orang tersebut akan

mengembalikan uang yang ia utang sebesar Rp 50.000,- dan boleh

juga mengembalikan harta itu sendiri, baik ada yang serupa

dengannya maupun tidak, selama harta tersebut tidak berubah

dengan penambahan atau pengurangan. Apabila harta tersebut

berubah maka dia wajib mengembalikan yang serupa dengannya.

(Sabiq 2009, 117)

Pendapat ulama fiqh tentang qardh dapat disimpulkan bahwa

qardhdibolehkan dengan dua syarat :

3.3.1 Tidak menjurus pada suatu manfaat

Maksudya adalah orang memberikan utang kepada orang lain

adalah atas dasar tolong menolong dan tidak ada syarat

tertentu diawal kesepakatan untuk membayar lebih utang

tersebut.

3.3.2 Tidak bercampur dengan akad lain, seperti jual beli

Maksudnya adalah tidak boleh ada dua akad dalam satu

transaksi. Sebagai contoh ketika seseorang berutang padi pada

orang lain, pada saat akad tersebut orang yang memberi utang

mengatakan bahwa ia mengutangi padi pada pihak kedua.

Namun pada saat pembayaran utang, pihak pemberi utang

mengatakan bahwa ia menerima padi tersebut atas dasar jual

(42)

boleh dilakukan, karena tidak boleh ada dua akad dalam satu

transaksi.

Mengutangi kepada orang lain yang hukumnya sunat sesudah

dasarnya adalah tolong menolong dalam kebaikan bahkan hukumnya

menjadi wajib jika orang yang berutang itu benar-benar memerlukan,

sebab jika tidak diberikan pinjaman itu misalnya ia bisa terlantar.

selanjutnya hukum mengutangi orang lain menjadi haram jika utang

tersebut akan digunakan untuk berbuat maksiat, perjudian,

pembunuhan, dan lain-lain. Hukum utang piutang menjadi makruh

jika benda yang diutangkan itu akan digunakan untuk sesuatu yang

makruh.

Pada kedua belah pihak diperlukan adanya shigat misalnya

menyatakan: “Aku utangkan uang ini padamu. Kemudian dijawab oleh

orang yang berutang: “Aku terima utang daripadamu.” Sebagian

berpendapat bahwa shigat dapat disahkan dalam bentuk serah terima

tanpa shigat seperti yang terjadi pada jual beli.

Menurut H. Moh. Anwar bahwa ketentuan-ketentuan dari

qardh, ialah sebagai berikut :

3.3.1 Sahnya qardh (berutang) itu dengan ijab qabul. Seperti kata

yang menguntungkan : “Saya mengutangkan kepadamu beras 2

Liter.” lalu dijawab : “Saya terima berutang beras kepada

saudara 2 Liter.” dan sebagainya.

3.3.2 Barang yang diutangkan itu menjadi hak milik yang berutang.

Maksudnya adalah barang apapun yang diutang itu adalah

milik dari pihak yang berutang dan akan menjadi milik pihak

yang memberikan piutang jika telah tiba waktunya. Jadi selama

barang tersebut ada ditangan pihak yang berutang maka

barang tersebut menjadi miliknya.

3.3.3 Diwajibkan kepada orang yang berutang mengembalikan atau

(43)

barang yang serupa atau senilai dengannya. Jika orang tersebut

belum mampu untuk mengembalikan barang tersebut maka

diharapkan kepada pihak yang memberi utang untuk bersabar

sampai pihak yang berutang bisa membayarnya.

3.3.4 Orang yang mengutangkan berhak menegurnya bila dianggap

perlu. Maksudnya adalah jika orang yang berutang telah bisa

membayar utangnya dan waktunya sudah jatuh tempo namun

tidak mau membayar utangnya, maka pihak yang memberi

utang berhak menegur orang tersebut.

3.3.5 Orang yang mempiutangkan wajib memberi tempo lagi bila

orang yang berutang belum mempunyai kemampuan untuk

membayarnya. Jika hal tersebut terjadi maka Allah akan

membalas kebaikannya baik di dunia dan akhirat.

3.3.6 Disunnatkan kepada orang yang mengutangkan, membebaskan

sebagian atau semua piutangnya bilamana orang yang

berutang tidak mampu untuk membayarnya.

3.3.7 Orang yang mengutangkan berhak mengajukan urusannya

kepada hakim (pengadilan), bilamana orang yang berutang

malas membayarnya. Maksudnya adalah pihak pemberi utang

dapat mengajukan urusan atau perkara utang piutangnya ke

pengadilan jika pihak penerima utang tidak mau membayarnya

sdangkan ia suda mampu untuk membayar utang tersebut.

3.3.8 Hakim berhak menyita harta benda kepunyaan orang yang

berutang untuk dibayarkan kepada yang mengutangkannya.

3.3.9 Disunnatkan kepada orang yang berutang memberi jasa

(membalas kebaikannya) dengan uang atau dengan barang

atau tenaga orang yang mengutangkannya, dengan syarat tidak

dijanjikan pada waktu akad. Ini adalah sebagai wujud tolong

(44)

Kalau pembalasan itu dijanjikan pada waktu akad, maka

hukumnya haram, sebab termasuk riba. Namun ketika seseorang

membayar lebih kepada pihak pemberi utang tanpa ada kesepakatan

di awal maka ini dibolehkan. Sabda Nabi Muhammad SAW :

َةَﺮْـﻳَﺮُﻫ ِﰉَأ ْﻦَﻋ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Ibnu Majah) (Al-AlBani 2007, 411)

Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud

dengan membayar utang dengan baik adalah membayarnya lebih baik

daripada utangnya baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif,

misalnya : Melebihkan bayaran. Apabila kelebihan bayaran itu atas

kemauan dari pihak yang berutang dan tidak atas perjanjian

sebelumnya, maka kelebihan itu boleh (halal) bagi yang

mengutangkannya, dan bagi yang membayar utang adalah suatu

kebaikan.

Adapun apabila kelebihan itu atas kehendak yang berpiutang

atau telah menjadi perjanjian sewaktu akad, maka hal semacam itu

tidak diperbolehkan. Hal ini dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW,

yaitu : “Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW telah

mengutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih

tua umurnya dari hewan yang beliau utang itu, dan Rasululah

bersabda : orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang

dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik”. (Riwayat Ahmad

dan Tirmidzi). Sebaliknya ditegaskan pula bahwa : “Tiap-tiap piutang

yang mengambil manfaat, maka ia semacam dari beberapa riba.” (HR.

(45)

4 Hikmah Utang Piutang

Hikmah disyariatkannyaqardhyaitu sebagai berikut:

4.1 Melaksanakan kehendak Allah agar kaum muslimin saling tolong

menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

4.2 Menguatkan ikatan ukhuwah (persaudaraan) dengan cara

mengulurkan bantuan kepada orang yang membutuhkan dan

mengalami kesulitan dan meringankan beban orang yang tengah

dilanda kesulitan.

Adapun hikmah disyariatkannya qardh (utang piutang ) dilihat

dari sisi yang menerima utang atau pinjaman (muqtaridh) adalah

membantu mereka yang membutuhkan. Ketika seseorang sedang terjepit

dalam kesulitan hidup, seperti kebutuhan mendesak untuk biaya masuk

sekolah anak, membeli perlengkapan sekolahnya, kemudian ada orang

yang bersedia memberikan pinjaman uang tanpa dibebani tambahan

bunga, maka beban dan kesulitannya untuk sementara dapat teratasi.

Bagi pihak pemberi utang jika ia memberikan utang sebanyak dua kali

dengan ikhlas maka nilai perbuatannya itu sama dengan sedekah satu

kali.

Selain itu, memberikan utang kepada orang lain lebih utama

daripada bersedekah, karena perbuatan memberikan utang sebanyak dua

kali sama dengan sedekah satu kali. Sebab orang berutang karena mereka

butuh sedangkan bersedekah kepada orang lain belum tentu mereka

butuh.

Dilihat dari sisi pemberi pinjaman (muqridh), qardh dapat

menumbuhkan jiwa ingin menolong orang lain, menghaluskan

perasaannya, sehingga ia peka terhadap kesulitan yang dialami oleh

(46)

35

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1. Geografis dan Kependudukan

Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur terletak pada 99’55’-100’11’ BT dan 00’25’-00’15’ LU dengan luas wilayah 6. 417 Ha. Sebelah Utara yang berbatasan dengan Nagari Panti, sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Sundata Kecamatan Lubuk Sikaping, sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Cubadak, dan sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Muaro Sungai Lolo Kecamatan Mapat Tunggul Selatan.

Adapun letak wilayah Tanjung Medan jorong Petok Selatan Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Timur yang wilayahnya termasuk daerah dataran rendah. Mempunyai jumlah penduduk laki-laki 7.093 jiwa, perempuan berjumlah 6.969 jiwa, usia 0-15 berjumlah 4.122 jiwa, usia 15-65 berjumlah 9.268 jiwa, dan usia 65 ke atas berjumlah 672 jiwa. Dengan jumlah 14.062 jiwa, 4.015 KK, lebih jelasnya bisa dilihat dengan tabel berikut ini:

Tabel 1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2015

No. Keterangan Jumlah Dokumen Profil Nagari Panti SelatanTahun 2015

2. Mata Pencaharian Penduduk Nagari Panti Selatan

(47)

Nagari yang beraktifitas dalam penggunaan wilayah ini terdiri dari petani 5.726 orang, peternak 356 orang, buruh tani 1,332 orang, pensiunan 126 orang, jasa 68 orang, pengrajin 34 orang, pekerja seni 8 orang, wiraswasta atau pedagang 1260 orang, pegawai negri sipil 420 orang, TNI atau Polri 36 orang. lainnya 665 orang, tidak bekerja 3.047 orang. Lebih jelasnya lihat Dokumen Profil Nagari Panti Selatan Tahun 2015

(48)

Tabel 3 Dokumen Profil Nagari Panti Selatan Tahun 2015

Nagari Panti Selatan adalah salah satu nagari yang terletak di kecamatan Panti Kabupaten Pasaman.

Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sawah dan petani karet. Selain itu, ada juga bekerja sebagai pedagang dan pegawai. Lokasi Kecamatan Panti Selatan dengan potensi alam yang dominan yaitu persawahan dan perbukitan. Sebagai penunjang perekonomian masyarakat Kecamatan Panti Selatan, mata pencaharian

penduduk adalah pertanian (karet, bercocok tanam, berkebun),

pedagang, dan pegawai.

3. Adat Istiadat Nagari Panti Selatan

(49)

3.1Adat Istiadat Perkawinan 3.1.1 Pelamaran

Setiap manusia pasti memiliki keinginan untuk menikah. Mereka menjalani hubungan serius antara seorang laki-laki dengan perempuan yang biasanya diawali dengan ta’aruf diantara keduanya. Ketika seorang laki-laki telah mantap dan siap untuk menikahi seorang yang dianggap bisa menjadi pasangan hidupnya kelak, begitu juga perempuan yang sudah siap dipersunting oleh lelaki atau calon suaminya, maka keduanya diwajibkan untuk menikah, karena pada dasarnya niat yang baik itu harus disegerakan pelaksanaannya.

Adapun proses lamaran atau dengan istilah maanta kato yang

biasanya dilakukan di daerah Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman, diawali ketika dimana seorang laki-laki berbicara kepada ibunya atau saudari bungsu ibu (etek) bahwasannya dia ingin serius kepada seorang perempuan atau kekasihnya dan berkeinginan untuk menikahinya. Laki-laki tersebut tentunya mengatakan tentang siapa wanita tersebut tidak terkecuali tentang orang tua dan keluarga dari perempuan tersebut.

Dalam proses lamaran ini, baik ibu atau saudari bungsu ibu mendatangi rumah dari perempuan tersebut, dengan kata lain bahwa laki-laki tersebut meminta bantuan baik melalui ibu atau saudara ibu untuk mendatangi keluarga perempuan tersebut.

(50)

diterima atau tidak. Jika lamaran tersebut diterima, lalu kedua pihak memberikan kabar kapan akan diadakan musyawarah untuk menetapkan kapan diadakannya hari pertunangan, atau tukar cincin yang dikenal

dengantimbang tando.

3.1.2 Pertunangan

Seseorang yang sudah melakukan proses lamaran sebelumnya, yang dilakukan oleh laki-laki baik melalui ibunya maupun saudara ibu (etek) untuk mempersunting seorang wanita, dan sudah mengetahui bahwa lamaran tersebut diterima, maka kedua pihak menetapkan hari

pertunangan atau dengan istilahmaanta tando.

Dalam proses ini adapun yang dijadikan sebagai tanda dari pertunangan yaitu baik berupa cincin ataupun kain panjang. Dalam

proses maanta tando atau pertunangan biasanya dilakukan oleh ninik

mamak beserta pengurus adat. Proses pertunangan atau maanta tando

tersebut seminggu setelah itu baru diadakan proses mengantarkan ayam dari keluarga laki-laki.

Proses ini diadakan oleh orang banyak. Makna mengantarkan ayam ini bermakna adalah tanda bahwa pernikahan akan berlangsung. Proses mengantar ayam itu dengan cara menggendong ayam tersebut

serta membawa kelapa dengan cara dijinjing. Dalam prosesmaanta tando

inilah ditentukan kapan akan diadakannya pesta perkawinan atau walimah. Seminggu setelah proses pertunangan barulah diadakan pesta perkawinan atau walimah.

3.1.3 Tata cara perkawinan

Sebelum melakukan acara pesta perkawinan, pihak yang

bersangkutan tentunya sudah melewati yang namanya proses

peminangan ataumaanta kato, dan juga pertunangan ataumaanta tando,

(51)

Pada pesta perkawinan tentunya, tidak dipungkiri bahwa kehadiran antara mempelai laki-laki dengan mempelai perempuan merupakan keharusan dan agenda dari proses perkawinan tersebut. Jika pernikahan tersebut dilakukan jam 9 pagi di kantor KUA, ( bagi yang punya hajat khatam Qur’an tentu membayar hajat tersebut). Dalam acara walimah ataupun di hari undangan mempelai mengenakan pakaian adat.

Tiga hari setelah itu diadakan proses mengantar pulut yang dilakukan oleh pihak perempuan ke rumah orangtua laki-laki. Dalam proses ini suami dari wanita tersebut pergi beserta keluarga perempuan ke rumah orangtua laki-laki. Proses mengantar pulut ini dilakukan bersamaan dengan kepergian sang suami dari rumahnya untuk menetap di rumah istrinya. Inilah bentuk dari tata cara perkawinan di daerah Nagari Panti Selatan Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman.

Adapun proses Perkawinan:

1) Diadakannya duduk serumah atau duduk sepakat, hal ini biasanya

digunakan untuk menentukan kapan duduk sumando dan duduk

pengulu.

2) Duduk Sumando ini biasanya untuk menentukan kapan diadakan

duduk pengulu.

3) Adapun duduk pengulu ini dihadiri oleh sumando, niniak mamak,

cadiak pandai dalam nagari, serta semua pemuka masyarakat. Di

dalam duduk pengulu ditentukan hari H atau pestanya, besarnya

pesta, apakah ada hiburan dan sebagainya.

4) Setelah itu baru diadakan pestaniniak mamakpada malam hari, yang

dihadiri olehniniak mamakdan masyarakat tempat serta diiringi doa

Gambar

Tabel 1Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2015
Tabel 2Mata Pencaharian Masyarakat
Tabel 3Infrastruktur Nagari Panti Selatan

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Propinsi yang merupakan perwakilan pemerintah pusat di daerah (dekonsentrasi) menguasai basis pajak yang besar pula.Pajak yang dikelola pemerintah

Sedangkan Hole (1981) membagi binatang tanah ke dalam enam kategori berdasarkan keberadaannya di dalam tanah, yakni: 1) Permanen, yaitu fauna tanah yang seluruh daur hidupnya

Berisi gerakan pelemasan lari keliling lapangan dan evaluasi kegiatan (10menit). Pemanasan dipimpin oleh salah satu seorang siswa, pengajar memperagakan bentuk pembelajaran,

tsap-istik (kahit isang salita ang orihinal na chopstick) brawn-awt (kahit isang salita ang orihinal na brownout) Ngunit ginagamitan ng gitling ang salita kahit

Prosedur Kegiatan PPL Penulis pada saat melaksanakan Program Pengalaman Lapangan di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Lubuk Pakam adalah membantu pegawai-pegawai Kantor

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP), maka dapat diketahui rencana waktu produksi dari masing – masing

Pada kontrol yang tanpa diberi ekstrak kehilangan berat kertas umpan sangat besar yang dikarenakan banyak rayap yang masih hidup dengan tingkat mortalitas

Dalam hal ini diharapkan aplikasi sistem pakar diagnosis penyakit THT berbasis web dengan menggunakan metode certainty factor ini dapat digunakan oleh masyarakat