RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal
lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negative pembangunan
infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan
maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan
perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen,
serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang
dibutuhkan.
10.1.
ASPEK LINGKUNGAN
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan
RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL
mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan
pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung
dan daya tamping lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar
dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen
Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan
Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan
Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU
No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a.
Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
10.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:
1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM
bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal
ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana
dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan
yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan
fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat
mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya
pembangunan berkelanjutan
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam
iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3)
peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya
alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan
jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok
masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan
manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun
teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tabel 10. 1
Kriteria Penapisan Usulan Program/ Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria Penapisan
4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam
5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
*) didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau program yang ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses
penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak
berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan
Hidup No. 9/2011 tentang
Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat
Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen
RPI2-JM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan
hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah
Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya
Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
KLHS
2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
Tabel 10. 2
Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
No Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lembaga
1 Pembuat Keputusan a. Bupati b. DPRD 2 Penyusun Kebijakan,
Rencana dan/ atau program Dinas PU-Cipta Karya
3 Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya
b. BPLHD
4
Masyarakat yang memiliki informasi dan/ atau keahlian (perorangan/
tokoh/ kelompok)
5 Masyarakat Terkena dampak
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
Tabel 10. 3
Kriteria Penapisan Usulan Program/ Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Komponen Kebijakan/
rencana/ Program Kegiatan
Lokasi (Kecamatan/
Kelurahan) Pengembangan Air Minum
Pengembangan PPLP
Pengembangan Permukiman
Penataan Bangunan dan Lingkungan
10.1.1. AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH
Berikut adalah daftar hal-hal yang harus dimasukkan dalam analisis dan laporan
proyek. Rincian daftar isi laporan ANDAL dan RKL/RPL disampaikan secara khusus dalam
dokumen Rencana Pelaksanaan Proyek (Project Implementation Plan - PIP).
A. Isi laporan ANDAL sekurang-kurangnya meliputi:
Ringkasan Eksekutif :
Pendahuluan, meliputi: kerangka kebijakan, hukum, kelembagaan, dan
administratif
Lingkup studi, meliputi kedalaman dan keluasan substansi yang dikaji dan batas
spasial pengamatan
Metode studi, termasuk metode pengumpulan dan analisis data, metode
prakiraan dampak, dan metode evaluasi dampak;
Pemerian proyek secara teknis dan rinci;
Rona lingkungan awal, meliputi lingkungan fisik-kimia-geologis, lingkungan
biologis, dan lingkungan sosial-ekonomi;
Prakiraan dampak lingkungan, termasuk dampak tidak langsung dan kumulatif
Analisis alternatif, termasuk alternatif tanpa-proyek
Evaluasi dampak besar dan penting;
Lampiran-lampiran pendukung, termasuk proses konsultasi publik dan ringkasan
Isi nunggu kiriman tabel dari
hasil-hasil yang dicapai
Keluasan, kedalaman dan jenis analisis bergantung kepada sifat, skala dan potensi
dampak lingkungan proyek dimaksud. Pemrakarsa mengevaluasi risiko dan dampak
lingkungan, mengkaji alternatif-alternatif proyek, mengidentifikasi cara-cara untuk
memperbaiki seleksi, lokasi, rencana, desain, dan/atau implementasi proyek, dengan
mencegah, meminimalkan, menanggulangi, atau mengkompensasi dampak lingkungan
negatif serta meningkatkan dampak positif.
B. Isi laporan RKL/RPL sekurang-kurangnya meliputi:
Ringkasan Eksekutif
Pendahuluan
Pendekatan pengelolaan lingkungan (teknologi, sosial-ekonomi, institusional);
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL)
Dampak lingkungan besar dan penting, dan sumbernya: komponen lingkungan
yang terkena dampak, dan sumber dampak; Indikator dampak.
Tujuan pengelolaan lingkungan.
Rencana pengelolaan dan tindakan penanggulangan pada tahap pra-konstruksi,
konstruksi dan operasi.
Lokasi dan periode pengelolaan. Anggaran dan jadwal.
Pengaturan kelembagaan: badan yang bertanggung jawab dan hubungan
pelaporan.
C. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Dampak besar dan penting yang hendak dipantau;
Sumber dampak;
Indikator pemantauan;
Tujuan pemantauan lingkungan;
Metode dan lokasi pemantauan;
Anggaran dan jadwal
Pengaturan kelembagaan: badan yang bertanggung jawab dan hubungan
pelaporan.
RKL/RPL harus menggambarkan perangkat penanggulangan, pemantauan, dan
tindakan-tindakan kelembagaan yang perlu dijalankan selama tahap implementasi
dan operasi proyek guna meminimalkan dampak lingkungan negatif, mengkompensasi
Prosedur AMDAL dan Konsultasi Publik
Pemrakarsa perlu bekerja sama dengan warga yang mungkin terkena dampak
proyek dan perlu berkoordinasi dengan Komisi AMDAL dalam sejumlah langkah
esensial berikut:
Keputusan untuk menentukan kategori proyek dan seleksi ketentuan-ketentuan
safeguard yang tepat (seperti diilustrasikan dalam Tabel 3 di atas),
Penyusunan dan persetujuan Kerangka Acuan (TOR) bagi penyiapan
dokumen-dokumen safeguard yang memadai; dan
Penyusunan dan persetujuan dokumen safeguard.
Selama penyiapan ANDAL dan RKL/RPL, Pemrakarsa harus menjamin terpenuhinya
persyaratan prosedural minimal, yang terdiri dari:
Persetujuan: Komisi AMDAL adalah lembaga resmi yang bertanggung jawab
mengkaji dan menilai KA dan draft ANDAL dan RKL/RPL. Mendahului persetujuan
KA, Pemrakarsa harus melakukan konsultasi dengan Forum Stakeholder dan
warga yang terkena dampak proyek. Konsultasi ini bersifat wajib, dan hasilnya
dicatat sebagai bagian dari laporan ANDAL.
Pelaporan: Secara administratif, Komisi AMDAL melaporkan kegiatannya kepada
Walikota (untuk Komisi AMDAL Kota), atau Gubernur (untuk Komisi AMDAL
Provinsi). Pemrakarsa harus melaporkan implementasi RKL/RPL kepada
dinas-dinas terkait seperti ditunjukkan dalam Gambar 1 tersebut..
Pemantauan: Pemrakarsa adalah pihak yang bertanggung jawab melaksanakan
pemantauan lingkungan berkaitan dengan implementasi proyek. Namun
demikian, Bapedalda merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab
memantau kualitas lingkungan di dalam wilayah penugasannya. Karena itu,
Bapedalda dapat diminta untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan pemantauan
yang dilaksanakan oleh Pemrakarsa untuk menjamin kesesuaian kegiatan
dimaksud dengan standar dan peraturan yang berlaku.
Konsultasi Publik selama penyiapan ANDAL dan RKL/RPL serta implementasi
Gambar Prosedur AMDAL
Untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan akibat
(kemungkinan) adanya konflik kepentingan di antara para stakeholder dari
kalangan Pemerintah Kota – mereka terlibat sebagai Pemrakarsa, sekaligus
anggota tetap dan sekretariat Komisi AMDAL – konsultasi dengan Forum
Stakeholder dan warga yang terkena dampak proyek merupakan langkah yang
wajib dilaksanakan. Konsekuensinya, tanggapan yang disampaikan selama
konsultasi publik berkenaan dengan dampak proyek, harus diperhatikan dan
dijawab secara tepat, serta dimuat sebagai Lampiran dalam dokumen ANDAL dan
RKL/RPL Forum Stakeholder dan warga yang
terkena dampak
Pemrakarsa, difasilitasi oleh Komisi AMDAL, berkonsultasi dengan Forum Stakeholder dan warga yang
terkena dampak 2 kali setahun), dengan tembusan Penyaringan untuk Pemrakarsa , yaitu: Dinas atau unit di
lingkungan Pemerintah Kota mengajukan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/1999 tentang AMDAL pasal 33 (3) menyatakan
bahwa dalam waktu 30 hari setelah pengumuman proyek, pihak-pihak yang
berkepentingan, termasuk warga yang terkena dampak, LSM setempat, dan pihak
lainnya, dapat menyampaikan tanggapan, saran dan keluhan kepada Pemrakarsa.
Selama proses AMDAL, Pemrakarsa menginformasikan Forum Stakeholder, LSM
setempat yang tidak terwakili dalam Forum Stakeholder, dan warga yang terkena
dampak proyek, mendiskusikan aspek-aspek lingkungan, sosial dan dampak
proyek; serta menimbang pandangan pihak-pihak dimaksud dalam kajian.
Pemrakarsa berkonsultasi dengan kelompok-kelompok dimaksud sedikitnya dua
kali, yaitu: (i) segera setelah penapisan awal dan sebelum finalisasi Kerangka
Acuan (TOR); dan (ii) setelah draft Laporan ANDAL dan RKL/RPL disusun serta
siap untuk dievaluasi (oleh Komisi AMDAL). Di samping itu, jika diperlukan,
Pemrakarsa juga berkonsultasi dengan kelompok-kelompok tersebut selama
implementasi proyek, untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan
AMDAL dan dampak proyek
Agar konsultasi antara Pemrakarsa, Forum Stakeholder, LSM setempat, dan
warga yang terkena dampak proyek bermakna, Pemrakarsa perlu menyediakan
semua bahan yang relevan sekurang-kurangnya 3 hari sebelum proses konsultasi
dilakukan, dan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami. Bahan dimaksud
setidak-tidaknya mencakup: ringkasan tujuan proyek, rincian pemerian proyek,
dan gambaran menyeluruh potensi dampaknya. Untuk konsultasi setelah draft
laporan ANDAL dan RKL/RPL disusun, Pemrakarsa menyediakan ringkasan laporan
ANDAL dan RKL/RPL dimaksud, termasuk kesimpulan dan sarannya. Di samping
itu, Pemrakarsa juga harus mengungkapkan draft laporan ANDAL dan RKL/RPL
atau UKL/UPL kepada publik dalam waktu yang tidak terbatas, serta dapat
diakses oleh Forum Stakeholder, dan LSM setempat.
Berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan dan sosial, perlu dikembangkan
prosedur penyampaian keluhan publik yang transparan. Keluhan harus dijawab
sebelum tahap pelelangan proyek dimulai. Keluhan yang diajukan sebelum
konstruksi, selama konstruksi dan/atau operasi proyek perlu diselesaikan secara
musyawarah antara Pemrakarsa dengan pihak-pihak yang mengajukan keluhan.
Keluhan yang tidak dapat diselesaikan oleh Pemrakarsa dalam waktu 30 hari
kalender harus diteruskan kepada Tim Pemantau Safeguard untuk ditengahi.
Apabila keluhan yang diajukan sebelum konstruksi tidak dapat diselesaikan
disesuaikan, atau ditunda.
UKL/UPL dan Prosedur Operasi Baku (SOP)
Proyek yang tidak termasuk memerlukan AMDAL, mungkin akan memerlukan
UKL/UPL atau SOP. Persiapan UKL/UPL harus sesuai dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 86/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan UKL/UPL. Penyusunan
UKL/UPL dan SOP untuk masing-masing proyek harus terlebih dahulu menyiapkan hal-hal
seperti yang akan diuraikan dibawah ini.
A. Untuk semua kegiatan
Gambaran lengkap aspek-aspek teknis proyek dengan peta yang memadai.
1. Identifikasi lokasi-lokasi yang sensitif secara lingkungan dalam peta yang
memadai.
(1) Sekolah, rumah sakit, rumah penduduk
(2) Tempat pengambilan air
(3) Sungai, kolam, danau, saluran irigasi
(4) Kawasan lindung
(5) Peninggalan budaya
2. Pengembangan langkah-langkah mitigasi untuk lokasi-lokasi sensitif.
3. Identifikasi masalah lingkungan penting untuk ditangani segera.
B. Air Bersih
1. Identifikasi dampak ke wilayah hilir sumber air.
2. Bagaimana menangani lumpur (endapan) dari proses penyaringan air.
3. Dimana membuang endapan tersebut.
C. Sampah / Konstruksi IPAL dan Sewerage
1. Kesesuaian dengan peraturan-perundangan yang mengatur tentang
struktur fasilitas.
2. Analisis rinci dampak fasilitas tersebut terhadap badan air permukaan, air
bawah tanah dan tanah.
3. Identifikasi jalan masuk bagi truk-truk pengumpul sampah.
4. Identifikasi lokasi-lokasi sensitif secara lingkungan sepanjang jalan masuk.
5. Identifikasi lokasi pembuangan endapan dari pengoperasian IPAL.
6. Identifikasi lokasi pembuangan endapan limbah konstruksi dari sewerage.
7. Identifikasi lokasi pembuangan endapan kakus (jika tidak dibuang di
IPAL).
D. Drainase / Normalisasi Sungai / Kanal Banjir / Pelabuhan
senyawa organik kuat (PCB, DDT, dll)
2. Identifikasi kuantitas bahan yang akan dikeruk.
3. Pemeriksaan (laboratorium) kualitas bahan yang akan dikeruk.
4. Identifikasi lokasi pembuangan.
E. Jalan
1. Identifikasi hubungan antara kawasan lindung dan lokasi proyek di atas
peta.
2. Identifikasi sumber-sumber bahan (bahan galian) dan lokasi pembuangan.
3. Identifikasi lokasi-lokasi sensitif secara lingkungan sepanjang lintasan
antara lokasi konstruksi dan lokasi sumber material atau lokasi
pembuangan.
F. Jembatan
Identifikasi dampak lingkungan terhadap kawasan yang volume lalu lintasnya
akan meningkat karena konstruksi jembatan baru.
G. Pengembangan Perumahan dan Permukiman
1. Identifikasi hubungan antara kawasan lindung dan lokasi proyek di atas
peta.
2. Uraian lengkap tentang metode pengolahan limbah padat dan cair.
3. Identifikasi dampak lingkungan, termasuk kemacetan lalu lintas karena
peningkatan lalu lintas di masa mendatang serta langkah-langkah
penanggulangannya.
4. Identifikasi dampak terhadap hidrologi di dalam kawasan yang
dikembangkan.
H. Bangunan
1. Uraian lengkap tentang sistem pengumpulan sampah dan pengolahan air
limbah.
2. Identifikasi dampak lingkungan, termasuk kemacetan lalu lintas karena
peningkatan lalu lintas di masa mendatang serta langkah-langkah
penanggulangannya.
I. Program Perbaikan Kampung (KIP)
1. Identifikasi hubungan antara kawasan lindung dan lokasi proyek di atas
peta.
3. Identifikasi dampak lingkungan, termasuk kemacetan lalu lintas karena
peningkatan lalu lintas di masa mendatang serta langkah-langkah
penanggulangannya.
4. Identifikasi dampak terhadap hidrologi di dalam kawasan yang
dikembangkan.
10.2. ASPEK SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan
isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan
gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak
sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian
kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya
tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan
aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan social juga dilakukan
dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang
kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di
wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di
tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hokum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan
kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan
percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan
partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender
guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang
berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan
masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat
strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta
Karya.
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat
regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dikabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk
bidang Cipta Karya
10.2.1. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Dari analisis lingkungan dan evaluasi kebijakan ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam upaya menanggulangi peningkatan pencemaran dan kerusakan lingkungan di Kabupaten Pasuruan. Sementara itu adanya beberapa bencana alam seperti tanah longsor dan bencana banjir beberapa waktu yang lalu serta dalam rangka menanggulangi kompleksitas masalah lingkungan hidup, baik yang bersifat preventif maupun kuratif guna terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di tahun yang akan datang maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
A. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup
1. Melaksanakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup bagi semua kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan.
2. Sosialisasi AMDAL, UKL/ UPL dan perijinan pemanfaatan ruang
3. Sosialisasi pelaksanaan RKL/RPL dan UKL/UPL
5. Pengembangan kawasan industri dan pariwisata yang berwawasan lingkungan.
B. Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
1. Penyuluhan tentang perlindungan keanekaragaman hayati dan pengembangan flora
fauna identitas daerah.
2. Pengembangan kemampuan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam
secara bijaksana dan lestari.
3. Pemasyarakatan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
4. Sosialisasi pelestarian fungsi lingkungan hidup melalui Forum-forum desa dan Pemberdayaan Keluarga Sejahtera.
C. Program Penataan/Pengembangan Kelembagaan dan Penegakan Hukum dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
1. Menjalankan kerja sama lintas sektoral dengan Dinas/Instansi terkait dengan masalah lingkungan hidup serta mengintegrasikan perencanaan pengelolaan lingkungan hidup ke dalam perencanaan pembangunan yang lebih luas dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
2. Melaksanakan koordinasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian
pencemaran/kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan kualitas lingkungan hidup.
3. Meningkatkan kinerja Tim Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
4. Pemberdayaan dan revitalisasi kegiatan penghijauan dan reboisasi
5. Menjalin kemitraan baik dengan Pemerintah Propinsi Jawa Timur maupun Perguruan
Tinggi dan LSM bidang LH.
6. Meningkatkan koordinasi lintas sektoral dalam pelaksanaan Program Bangun Praja, khususnya kebersihan dan keindahan perkotaan.
7. Penegakan hukum lingkungan melalui peningkatan kapasitas dan intensitas
koordinasi lintas sektoral dengan melibatkan seluruh instansi, baik horisontal maupun vertikal serta kelompok-kelompok masyarakat.
D. Program Pengembangan Sumber Daya Manusia
1. Mempersiapkan Aparatur yang mempunyai latar belakang dan kecakapan di bidang lingkungan hidup serta mengikutsertakan aparatur dalam pelatihan teknis di bidang lingkungan hidup dan kursus AMDAL
2. Mengikutsertakan dan memberdayakan siswa dan pendidik dalam pelatihan maupun
pembinaan bidang lingkungan hidup.
3. Penyampaian pesan pelestarian lingkungan hidup dalam setiap kegiatan masyarakat