BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional
yang kompleks, dramatis serta penyesuaian sosial yang penting untuk menjadi
dewasa. Kondisi demikian membuat remaja belum memiliki kematangan mental oleh
karena masih mencari-cari identitas atau jati dirinya sehingga sangat rentan terhadap
berbagai pengaruh dalam lingkungan pergaulan termasuk dalam perilaku seksualnya
(Sarwono, 2011).
Perilaku seksual menurut Sarwono (2011) adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis.
Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga
tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa
orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Nevid, dkk. (1995) dalam Amalia
(2007) mendefenisikan perilaku seksual sebagai semua jenis aktivitas fisik yang
menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau perasaan afeksi.
Sedangkan perilaku seks pranikah sendiri adalah aktivitas seksual dengan pasangan
sebelum menikah pada usia remaja.
Perilaku seksual remaja sudah menjamur di belahan dunia, baik negara
terdapat peningkatan jumlah remaja yang berhubungan seks pranikah seperti di
Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sekitar 17% remaja berhubungan
seks pranikah sebelum usia 16 tahun dan ketika usia 19 tahun, tiga perempat remaja
satu kali melakukan seks pranikah. Sedangkan di negara-negara Asia seperti
Thailand, Cina, dan Rusia sekitar 135 remaja sudah melakukan hubungan seks
pranikah pada umur 15-17 tahun.
Menurut Boyke (2009) dalam Harahap (2011) bahwa hasil survei dari 33
Provinsi di Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 63% remaja SMA pernah
berhubungan seks. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya
yaitu penelitian BKKBN tahun 2005-2006 di kota-kota besar seperti Jabotabek yaitu
Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (51%), Medan (52%), Bandung (47%),
Surabaya (54%) dan Yogyakarta (37%) remaja mengaku melakukan hubungan seks
sebelum menikah sehingga remaja rentan risiko gangguan kesehatan seperti penyakit
HIV/AIDS (Human Immuno Virus /Acquired Immuno Deficiency Syndrome).
Hasil survei Sexual Behavior Survey tahun 2011 dalam BkkbN (2011) yang
dilakukan di 5 kota besar yaitu Jabodetabek, Tangerang, Bekasi, Bandung,
Yogyakarta, dan Surabaya menunjukkan bahwa 39% responden sudah pernah
berhubungan seksual saat masih ABG (Anak Baru Gede) usia 15-19 tahun, sisanya
61% berusia 20-25 tahun.
Hasil kajian terbaru oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia
kota besar di Indonesia yang disurvei, 97% menyatakan pernah menonton film porno,
sebanyak 93,7% menyatakan pernah melakukan ciuman, oral sex atau petting. Hasil
yang lebih mengejutkan adalah bahwa 62,7% remaja SMP–SMA sudah tidak
perawan/perjaka dan sebanyak 21,2% melakukan aborsi (SMP-SMA). Hasil
penelitian yang lain menyatakan bahwa remaja SMP–SMA di Kota Yogyakarta yang
sudah tidak perawan/perjaka mencapai 32% (Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Masyarakat, 2011).
Hasil penelitian pada 398 siswa-siswi SMA di Kota Yogyakarta menyebutkan
bahwa mayoritas remaja melakukan hubungan seksual pertama kali saat di bangku
SMA yaitu pada usia antara 15-18 tahun. didapat 60% menyatakan bahwa perilaku
seksual yang boleh dilakukan sebelum menikah adalah sebatas ciuman bibir sambil
pelukan, aktivitas ciuman ini pada kalangan remaja tersebut dianggap sebagai sesuatu
yang biasa/wajar namun bila tidak terkendali dapat mengarah kepada hubungan
seksual yang menyebabkan kehamilan (Soetjiningsih, 2008).
Selain dapat menyebabkan kehamilan, perilaku seksual pada usia muda dapat
menyebabkan kanker serviks, tertular penyakit kelamin seperti HIV/AIDS, herpes
alat kelamin, infeksi chlamydia dan lain-lain (Masland, 2004). Bila dilihat cara
penularan HIV/AIDS dapat disimpulkan bahwa mudahnya penyebaran HIV/AIDS
sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia sendiri dimana perilaku tersebut berisiko
tinggi untuk tertular dan menularkan virus yang sangat berbahaya tersebut kepada
orang lain. Oleh karena itu semua manusia memiliki potensi untuk tertular dan
beberapa survei dilakukan di luar negeri dan di Indonesia memperlihatkan
kecenderungan yang tinggi dalam melakukan aktivitas seksual mereka (Bantarti,
2000).
Berdasarkan data BkkbN Propinsi Sumatera Utara, pada tahun 2007 rata-rata
usia kawin pertama adalah 19,8 tahun, dan diharapkan pada tahun 2014 rata-rata usia
kawin pertama menjadi 20 tahun. Penundaan usia perkawinan (PUP) adalah upaya
untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan
diharapkan mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi
laki-laki (BkkbN Propinsi Sumatera Utara, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian BkkbN bahwa remaja yang melakukan hubungan
seks pranikah berat di Medan sebesar 52% (Sahrasad, 2010). Banyak remaja yang
terjerumus dalam perilaku seksual yang tidak sehat disebabkan kurangnya
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehat. Menurut Sarwono (2011),
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat rendah dibuktikan
83,7% remaja kurang memahami kesehatan reproduksi dan hanya 3,6% yang tahu
pentingnya kesehatan reproduksi. Begitu juga menurut Dadang (2008) dalam
Harahap (2011) yang mengatakan bahwa terbatasnya pengetahuan remaja tentang
kesehatan reproduksi seringkali mengarah pada perilaku seksual yang tidak sehat, dan
perilaku seksual yang tidak sehat disebabkan oleh banyak faktor.
Menurut Sarwono (2011), faktor-faktor penyebab perilaku seksual pada
remaja yaitu meningkatnya libido seksualitas, penundaan usia perkawinan, adanya
pergaulan yang makin bebas, dan pergaulan teman sebaya. Faktor-faktor tersebut
menjadi kompleks jika antara satu penyebab dan penyebab lainnya saling berkaitan.
Perilaku seksual remaja merupakan bentuk dari perilaku kesehatan yang dapat
mengganggu kesehatan reproduksi remaja. Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010)
mengatakan bahwa pembentukan atau terjadinya perubahan perilaku pada hakekatnya
adalah sama dengan proses belajar yang terkenal dengan teori Stimulus Organisme
Respon (SOR). Teori ini mendasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya
perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi
dengan organisme.
Berdasarkan teori Skiner di atas maka dalam penelitian ini perilaku seksual
remaja disebabkan oleh adanya stimulus atau rangsangan dari teman sebaya dan
sumber informasi dalam hal ini media massa yang terdiri dari media cetak dan media
elektronik akan diterima dalam bentuk organisme (perhatian, pengertian, dan
penerimaan) dan pada akhirnya akan membentuk atau merubah perilaku remaja
dalam hal ini perilaku seksualnya. Jadi, variabel teman sebaya dan sumber informasi
baik media cetak maupun media elektronik dapat memengaruhi remaja dalam
mengekspresikan perilaku seksual pranikah. Beberapa pendapat dan hasil penelitian
tentang pengaruh teman sebaya dan sumber informasi dapat dilihat berikut ini.
Banyak remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa dibekali oleh
pengetahuan yang memadai tentang seksual. Hal ini disebabkan orang tua merasa
anak menjadi jauh sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat
khususnya teman sebaya (Sarwono, 2011).
Menurut Dariyo (2004) dalam Hidayah (2010) perubahan secara seksual yang
terjadi pada remaja diantaranya timbul proses perkembangan dan kematangan organ
reproduksi. Kematangan organ reproduksi tersebut mendorong remaja melakukan
hubungan sosial baik dengan teman sejenis maupun dengan lawan jenis. Dalam
melakukan hubungan sosial dengan lawan jenis, remaja berupaya mengembangkan
diri melalui pergaulan dengan membentuk teman sebaya (peer group).
Teman sebaya (peer group) adalah suatu kelompok yang anggotanya
mempunyai persamaan usia, status sosial, dan minat untuk mengembangkan
hubungan dengan anggota dan untuk menemukan kecocokan antar anggota dalam
kelompok (Santosa, 2009). Menurut Dariyo (2004) interaksi antara teman sebaya
pada remaja yang berlainan jenis mendorong remaja untuk melakukan pergaulan
yang tidak terkendali dalam hal ini pergaulan bebas. Pergaulan bebas pada remaja
terjadi karena adanya tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual. Dorongan
hasrat seksual tersebut menyebabkan terjadinya perilaku seksual di luar nikah
(Hidayah, 2010).
Papalia (2009) menyatakan bahwa ada 4 (empat) aspek dalam interaksi teman
sebaya yang dapat saling mempengaruhi, adapun aspek-aspek interaksi tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut: pola hubungan, tuntutan konformitas, kepemimpinan
Salah satu indikator dalam teman sebaya yang dapat merubah perilaku remaja
yaitu adanya konformitas dalam kelompok. Seperti terlihat dari hasil penelitian
Sukmawati (2010) pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Purwokerto bahwa tingkat
konformitas pada kelompok teman sebaya dalam kategori sedang atau rata-rata
(84,8%) yang mengindikasikan bahwa adanya konformitas dalam kelompok teman
sebaya akan memengaruhi melakukan aktivitas clubbing yang dapat menjurus pada
perilaku seks bebas.
Selanjutnya, globalisasi informasi membawa dampak yang besar bagi remaja.
Besarnya rasa keingintahuan remaja mengenai reproduksi mendorong remaja untuk
mencari informasi dari berbagai sumber seperti dari media massa, teman sebaya,
orang tua dan sekolah (Astuti, 2011). Berkaitan dengan paparan media massa, hasil
penelitian Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri (LPRKM) Surakarta (2009)
menunjukkan bahwa media online menjadi tempat terbanyak yang dijadikan sarana
untuk mengetahui informasi mengenai seksualitas. Dari jumlah responden 352 remaja
yang masih berstatus pelajar SMA di Surakarta, sebesar 56% menyatakan media
online menjadi sarana untuk mengetahui informasi tentang seks, kemudian terbanyak
kedua adalah teman sebaya sebesar 15%, diikuti orang tua 12%, guru 9%, serta
organisasi remaja dan lainnya masing-masing sebesar 4% (Sosiawan, 2010).
Survei Komnas Perlindungan Anak tahun 2010 mengungkapkan bahwa 97%
remaja pernah menonton atau mengakses materi pornografi. Sedangkan Survei
yayasan Kita dan Buah Hati sepanjang tahun 2005 terhadap 1.705 anak SD usia 9-12
materi pornografi dari berbagai sumber seperti VCD/DVD, dan situs-situs porno
(Suyatno, 2011) Dengan mendapatkan materi pornografi sejak masih SD maka akan
berpengaruh terhadap perilaku seksual pada masa remajanya kelak.
Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi
mengenai persoalan seksual dan kesehatan reproduksi. Remaja seringkali
memperoleh sumber informasi yang tidak akurat mengenai seksual dari teman-teman
sebayanya atau dari media massa, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua
(Darmasih, 2009).
Menurut Rohmawati (2008) dalam Darmasih (2009), bahwa faktor lain yang
memengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah paparan media massa, baik cetak
(koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet,
mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk
melakukan hubungan seksual pranikah.
Penelitian Nursal (2008) mendapatkan hasil bahwa responden yang terpapar
media elektronik mempunyai peluang 3,06 kali untuk berperilaku seksual berisiko
berat dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar dengan media elektronik,
sedangkan responden yang terpapar media cetak mempunyai peluang 4,44 kali untuk
berperilaku seksual berisiko berat dibanding tidak terpapar dengan media cetak.
Meningkatnya perilaku seksual remaja menyebabkan banyaknya kasus-kasus
kejahatan seksual yang dialami oleh remaja akibat interaksi dengan teman sebaya dan
rangsangan dari sumber informasi seks seperti media massa dan media cetak.
meningkat, maka penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh teman sebaya
dan sumber informasi (media cetak dan media internet) terhadap perilaku seks
pranikah pada remaja.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 2 Medan
terlihat bahwa beberapa siswa sepulang sekolah bersama dengan teman-teman
sebayanya singgah ke warnet yang tidak jauh lokasinya dari sekolah, dan beberapa
siswa bermain internet pada jam belajar secara berkelompok yang terdiri antara 3-5
orang. Saat ditanya, kecenderungan remaja di warnet lebih banyak waktunya bermain
mencari hiburan (bermain game online, membuka situs-situs khusus untuk orang
dewasa, dan lain-lain) dibandingkan mencari informasi berkaitan dengan pelajaran
yang diberikan guru. Dan ketika ditanya tentang pergaulan kelompok (geng), mereka
menjawab dengan adanya kelompok mereka lebih mempunyai keeratan dalam
berteman.
Hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 20 siswa SMA
Negeri 2 Medan yang pernah dan sedang pacaran, ditemukan 77% remaja mengakui
telah melakukan perilaku seksual ringan pranikah (menaksir, pergi berkencan,
mengkhayal, berpegangan tangan, berciuman ringan (kening, pipi), dan saling
memeluk yang terpengaruh oleh teman sebaya (72%), dan yang terpengaruh/terpapar
sumber informasi media cetak (65%) serta 76% sumber informasi media elektronik.
Sedangkan 23%nya ditemukan telah melakukan perilaku seksual berat pranikah
(berciuman bibir/mulut dan lidah, meraba atau mencium bagian sensitif seperti
dipengaruhi oleh teman sebaya (28%) dan sumber informasi media cetak (35%), serta
24% terpapar informasi media elektronik.
Dari penelitian Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri (LPRKM) Surakarta
(2009) menunjukkan bahwa tempat terbanyak yang dijadikan sarana untuk
mengetahui informasi tentang seks adalah dari sumber informasi media dan teman
sebaya. Begitu juga bagi remaja SMAN 2 Medan yang telah melakukan perilaku
seksual pranikah, karena besarnya rasa keingintahuan remaja mengenai seksualitas
sehingga remaja seringkali memperoleh sumber informasi yang tidak akurat
mengenai seksual dari teman-teman sebayanya dan dari informasi media (cetak dan
elektronik).
Sudah sangat mengkhawatirkan perilaku seksual pranikah di kalangan remaja
SMA Negeri 2 Medan yang ditemukan dapat berdampak terjadinya risiko kehamilan
tidak diinginkan (KTD), aborsi dan penularan penyakit HIV/AIDS yang tidak
diinginkan oleh para orang tua dan guru di lingkungan sekolah. Meningkatnya
perilaku seksual pranikah pada remaja akibat adanya pergeseran sikap yang lebih
permisif sehingga akan mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya dan rangsangan
dari sumber informasi media (cetak dan elektronik).
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa teman sebaya (pola hubungan dalam
teman sebaya, konformitas kelompok, kepemimpinan dalam kelompok, serta upaya
remaja untuk beradaptasi dengan kelompok) dan sumber informasi seksual (media
cetak dan media elektronik) mendukung terjadinya perilaku seksual pranikah pada
Sebaya dan Sumber Informasi terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Siswa SMA
Negeri 2 Medan.”
1.2 Permasalahan
Melihat beberapa variabel yang diduga berpengaruh terhadap perilaku seksual
pranikah maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh teman
sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa SMA
Negeri 2 Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap
perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Medan.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi guru dan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Medan
dalam memberikan pendidikan kesehatan pada siswa tentang bahaya perilaku
seksual pranikah.
2. Sebagai bahan masukan untuk Dinas Kesehatan Kota Medan dan Dinas
Pendidikan Kota Medan dalam upaya membuat kebijakan penanganan
3. Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk pencegahan perilaku seksual yang
tidak sehat, seks pranikah, kehamilan yang tidak diinginkan, dan mencegah
terjadinya aborsi.
4. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan referensi dan perbandingan dari
hasil penelitian yang didapatkan dalam bidang penelitian kesehatan