• Tidak ada hasil yang ditemukan

25122017105548 KESEJALANAN ATAU KETIDAKSEJALANAN PENDIDIKAN FILANDIA (UAS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "25122017105548 KESEJALANAN ATAU KETIDAKSEJALANAN PENDIDIKAN FILANDIA (UAS)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) FILSAFAT ILMU

INDRA ABIDIN_2017083001

KESEJALANAN ATAU KETIDAKSEJALANAN PENDIDIKAN FILANDIA, PANDIDIKAN KHD, DAN PEDIDIKAN INDONESIA

PENDAHULUAN

Pendikan adalah proses merubah pola pikir individu dan melatih menjalani hidup sebagaimana perilaku manusia yang dikotratkan oleh sang pencipta. Sebagai manusia kata pendidikan tidak terlepas dalam kehidupan, pada bidang pendidikan terbagi atas tiga jalur, yaitu pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidkan sendiri bukan hanya memiliki jalur namun meliki jenjang dan jenis, jenjang pendidikan memiliki empat, yaitu, pendidikan dasar, pendidikan mengah, pendidikan atas dan pendidikan tinggi atau yang disebut Universitas, kemudian jenis pendidikan yaitu, pendidikan umum, pedidikan kejuruan, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan dan pendidikan khusus, itu ranah pembahasan pada wajah hingga tubuh pendidikan di Indonesia.

Pembahasa tentang pendidikan tidak terlepas dari perkembangan dan keterbelakangan dalam bidang pendidikan pada Negara-Negara di Dunia yang perlu menjadi cermin dan contoh untuk perbaikan pendidikan di suatu Negara yang masih lambat dalam perkembangan di bidang pendidikan. Perkembangan pendidikan di belahan dunia pada peradaban ini Negara filandia menjadi contoh tetap untuk pembenahan diri, sebagaiman terlihat kurang lebih 99% sarjana dan sarjawati pada Negara tersebut. Filandia adalah Negara yang sangat memperhatikan bidang pendidikan, sebagaimana telah di bahas di atas bahwasannya pendidikan adalah proses merubah pola pikir individu dan melatih menjalani hidup sebagaimana perilaku manusia. Negara tersebut memperhatikan pengertian di atas, karna dengan memiliki setiap indivudu yang punya pemikiran manusia sudah tentu tidak melahirkan karakter bangsa yang bermental materialism yang pada akhirnya melahirkan koruptor, tidak pelahirkan paham radikal yang selalu merongrong kestabilan dan perdamaian hidup di suatu Negara. Proses pembelajaran dan pendidikan mempunya hal dasar adalah memperlihatkan karakter yang baik dan tidak, apakah Cuma sisi itu yang di bahas, sudah tentu banyak dan itu menjadi catatan penting untuk meniru akan perubahan di negaranya agar menjadi lebih baik.

(2)

Indonesia, Negara filandia sendiri meniru pemikiran dari pemilik nama Ki. Hajar Dewantara (KHD). Apakah Indonesia secara keseluruahan percaya akan perbaikan pendidikan Indonesia harus menganut pemikirannya atau mengikuti pemikiran dan tata cara yang telah berhasil di praktekan Negara Filandia sebagai Negara yang punya system pendidikan yang sudah berhasil mengangkat harkat dan martabat Negara dari sisi pendidikan dan atau Indonesia memilih untuk mengkaloborasi dua pemikiran tersebut, sejalan atau tidak jika di satukan, pisahkan, atau melahirkan teori dan cara baru.

PEMBAHASAN

(3)

 Pendidikan di Indonesia di penuhi dengan test evaluasi seperti ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional.

 KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) menyebabkan siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada tinggal kelas.

 Pemberian tugas Pekerjaan Rumah (PR) di sekolah Indonesia dianggap penting untuk mendisiplikan siswa rajin belajar.

 Kualifikasi guru SD Indonesia masih mengejar setara dengan S1, di Finlandia semua guru tamatan S2.

 Indonesia masih menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan,

 Indonesia masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik),

 Jarang sekali guru di Indonesia yang menciptakan suasana proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Bahkan lebih didominasi metode belajar mengajar satu arah seperti ceramah yang membosankan.

 Di Indonesia dikembangkan pengkatasan kelas yaitu klasifikasi kualitas kelas dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan). .

(4)

B. Ki. HAJAR DEWANTARA DAN KONSEP PEDIDIKANNYA

Mengungkapkan Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Penulis sependapat dengan konsep pendidikan untuk anak-anak menurut Ki Hajar Dewantara. Hal yang sering dilupakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan dengan potensi yang luar biasa. Kebahagiaan menikmati dunia anak seharusnya mereka dapatkan di lingkungan sekolah. Dengan perasaan senang dan menikmati proses pembelajaran, mereka sebenarnya akan lebih banyak belajar dari alam, khususnya masyarakat dimana mereka tumbuh dan bersosialisasi.

Dalam memperjuangkan pemikiran dan cita-cita Ki Hajar Dewantara untuk mewujudkan kebahagiaan seluruh peserta didik dalam pendidikan, Beliau mendirikan Taman Siswa. Di dalam Taman Siswa, Beliau menggunakan metode among.

Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love).

Teknik pengajaran educate the head, the heart, and the hand yang selalu digaungkan Ki Hajar Dewatara, merupakan bagian dari metode among (asih, asah dan asuh).

Hak mengatur diri sendiri berdiri (Zelfbeschikkingsrecht) bersama dengan tertib dan damai (orde en vrede) dan bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei). Ketiga aspek tersebut merupakan dasar instrumen pendidikan bagi anak-anak yang disebut “metode among” (sistem-among).

(5)

Dalam hal ini pendidik sangat menyayangi dan mampu mendahulukan kepentingan peserta didik, bahkan Ki Hajar Dewatara menganggap bahwa guru seharusnya menjadi abdi sang anak, bukan menjadi sosok yang otoriter. Anak harus dimerdekakan lahir dan batin, namun bukan berarti kebebasan tanpa batas dan kontrol. Kebebasan yang dimaksud adalah bebas untuk mencari pengetahuan dan pengalaman belajar sendiri kemudian menggunakannya untuk membantu kepentingan bersama serta menjunjung tinggi kedisiplinan dan tanggung jawab. Falsafah pendidikan ala Ki Hajar Dewatara tidak pernah memisahkan anak dari lingkungan dan aspek sosialnya.

C. PENDIDIKAN INDONESIA TIDAK SEJALAN DENGAN KONSEP Ki. HAJAR DEWANTARA

Berujung pada kegagalan dalam menerapkan pendidikan Indonesia adalah ketidaksejalan dengan pemikiran Ki. Hajar Dewantara, adupun keberhasilan pendidikan Filandia sudah jelas menerapkan konsep pendidikan dan pemikiran Ki. Hajar Dewantara Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini nampaknya belum menemukan jati dirinya. Setelah silih berganti serta melakukan perombakan dalam kurikulum, silabus, buku pegangan siswa, tetapi masih saja tidak merubah sistem pendidikan ke arah yang lebih baik. Belum ada perubahan yang berarti dalam sistem pendidikan Indonesia ini meskipun sudah mengorbankan peserta didik sebagai kelinci percobaan.

Pendidikan di Indonesia cenderung menekan peserta dengan materi pelajaran yang terlalu banyak yang telah tercantum dalam kurikulum tanpa memperdulikan apakah peserta didik sebenarnya mendapatkan manfaat dari pembelajaran seperti itu atau tidak dan cocok atau tidak tidak pernah diperdulikan. Materi-materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum di Indonesia terkesan kurang memperhatikan pelajaran apa yang lebih dibutuhkan peserta didik. Dalam hal ini, materi tidak berkaitan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Akibatnya, mereka tidak paham dengan apa yang mereka pelajari itu kecuali pencapaian nilai yang tinggi sesuai standar KKM.

(6)

globalisasi dan modernitas. Biaya pendidikan begitu mahal ditambah lagi anggaran negara untuk memajukan pendidikan juga dirasa masih sangat minim. Akibatnya, tidak semua warga negara Indonesia mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan yang seharusnya dijamin seperti tertuang dalam UUD 1945. Realita pendidikan yang ada di Indonesia mencerminkan pendidikan sudah tidak lagi memanusiakan manusia. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran Ki Hajar Dewantara yakni pendidikan humanis. Misi beliau untuk memajukan serta memberi kemerdekaan dan kebahagiaan peserta didik dalam pendidikannya seolah tidak terlihat jejaknya. Fenomena yang muncul sekarang ini adalah terenggutnya kemerdekaan dan kebahagiaan peserta didik. Peserta didik tidak diberi kesempatan menjadi subjek pendidikan. mereka dianggap sebagai manusia yang tidak tahu dan tidak memiliki potensi apapun. Guru sebagai subyek pendidikan, ini berarti tugas guru adalah memberi materi kepada murid-murid lalu menyuruh mereka menghafal apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru dianggap dirinya mengetahui segalanya sehingga mentransfer pengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa. Murid hanya mengiyakan apapun yang guru sampaikan. Ini jelas tidak memberi kemerdekaan bahkan kebahagiaan seperti yang dicontohkan Ki Hajar Dewantara.

Penyimpangan lain dari ajaran Ki Hajar Dewantara adalah mengenai falasafah tringa (ngerti, ngrasa, dan nglakoni) yang menitikberatkan pada keterlibatan aktif peserta didik dalam proses pendidikan sehingga mereka benar-benar mengerti tujuan, manfaat dan merasakan serta mengalami sendiri pendidikan mereka. Banyak peserta didik yang tidak memahami mengapa mereka harus belajar suatu materi, kecuali dengan alasan mendapat nilai agar bisa lulus. Mereka seolah menjadi objek penderita. Pengembangan potensi mereka tidak utuh. Peserta didik hanya bertindak sebagai robot para guru yang siap melalukan apapun yang guru perintahkan, seperti diam mendengarkan, mengerjakan banyak latihan soal, dll. Terkesan hanya fokus pada aspek intelektual yang bermuara pada standar nilai yang tinggi. Peserta didik tidak diajak mengalami lika liku belajar, seperti mengamati, mendiskusikan membandingkan, meragukan, menyukai, menarik kesimpulan dll. Ini jelas sangat bertentangan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, yang bahkan menjadi slogan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

(7)

dihormatinya hak peserta didik adalah bukti melencengnya pendidikan yang ada sekarang ini. Guru saat ini bukan lagi pamong, namun sosok yang kaku, penuh aturan, karena ingin dianggap berwibawa dan tegas. Pendidikan yang dihasilkan juga hanya cenderung fokus pada transfer of knowledge dan mengabaikan transfer of values. Akibatnya, banyak masalah sosial yang timbul dari kenakalan remaja disebabkan karena gagalnya institusi pendidikan mengembangkan moral peserta didik. Sekolah seakan-akan sebuah penjara yang penuh sebagai siksaan. Seharusnya, anak-anak senang berangkat sekolah karena suasana belajar yang menyenangkan, namun pada kenyataannya yang membuat mereka betah adalah teman mereka, bukan guru. Bersama dengan teman, mereka bisa menjadi diri mereka sendiri, tapi dengan guru, mereka tidak mendapatkan kenyamanan yang sama, bahkan cenderung mendapat tekanan.

Sekolah bukan tempat yang menyenangkan karena menjadi tempat penentu lulus tidaknya mereka sekaligus penentu masa depan peserta didik. Ini jelas bahwa pendidikan telah tercabut dari akarnya dan menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Ketidakstabilan kondisi pendidikan di Indonesia salah satunya disebabkan karena tidak diaplikasikannya ajaran Ki Hajar Dewantara dalam sistem pendidikan Indonesia. Ironi memang memandang slogan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, yang selama ini melekat pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan justru tidak diaplikasikan untuk mengatasi kondisi yang tidak stabil dalam tubuh pendidikan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan hanya menekankan aspek kognitif, ini jelas bertentangan dengan ajaran Ki Hajar Dewantara yang tidak memisahkan peserta didik dari masyarakatnya dan menuntun anak untuk tumbuh sesuai kodratnya.

Ada beberapa masalah yang muncul dalam dunia pendidikan yang terjadi akibat tidak diaplikasikannya ajaran Ki Hajar Dewantara, antara lain:

1. Pro kontra mengenai ujian nasional atau UN seolah tak kunjung usai. Padahal banyak sekali pihak yang menyayangkan adanya ujian nasional sebagai satu-satunya penentu kelulusan peserta didik. Hal ini justru menyebabkan siswa tidak menghargai lagi arti pendidikan. Berbagai kecurangan terjadi secara terang-terangan. Pendidikan karakter yang digaungkan oleh Ki Hajar Dewantara seolah tidak terdengar karena moral telah digadaikan demi UN.

(8)

berkelas dan berfasilitas bagus hanya dapat dinikmati mereka yang berkantong tebal. Ini menyebabkan semakin lebarnya kesenjangan antara si miskin dan si kaya. Padahal dalam UUD 1945 telah diatur bahwa bahwa setiap warga negera berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya, namun yang terjadi adalah penyelewengan dari UUD 1945. Hal ini jelas bertentangan dengan cita-cita Ki Hajar Dewantara yang ingin memajukan pendidikan nasional dengan membantu rakyat miskin untuk tetap mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

3. Sistem pendidikan di Indonesia sering kali berganti-ganti. Akibatnya, kurang memberi makna bagi pengembangan diri peserta didik secara utuh sesuai konteks hidup mereka. Ini jelas bertentangan dengan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yakni pengembangan peserta didik secara utuh dan tidak memisahkan peserta didik dari masyarakatnya.

KESIMPULAN

(9)

REFERENSI

Anis R. Basuwedan, P. (2014). GAWAT DARURAT PENDIDIKAN DI INDONESIA. jakarata: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Bartolomeus Samho, S. M. (2010). KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA DAN TANTANGANTANTANGAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA DEWASA INI.

BAUTY, S. N. (2016). TELAAH SISTEM PENDIDIKAN DI FINLANDIA DAN RELEVANSISNYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA (KAJIAN TERHADAP BUKU FINNISH LESSON : MENGAJAR LEBIH SEDIKIT BELAJAR LEBIH BANYAK ALA FILANDIA KARYA PASI SAHLBERG. YOGYAKARTA.

HADIWIJOYO, K. S. (2012). RIWAYAT HIDUP, PERJUANGAN DAN KONSIPSI. JAKARTA: MAJELIS LUHUR PERSATUAN TAMANSISWA.

INDONESIA, D. P. (n.d.). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA.

PURWANTO, N. A. (2018). PERJALANAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA. JURNAL MANAJEMEN PENDIDIKAN.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan minyak essensial dengan cara tekanan dingin merupakan dengan cara pengepresan tanpa pemanasan, dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah

Pelah pelan tambahkan telur yang sudah dikocok ,aduk sampai terasa kental.Pastikan gunakan api kecil atau akan merusak rasa lemon dan membuat telur matang.. Tuangkan lemon

Adapun kriteria responden yang dijadikan sampel adalah pelanggan BPPT Hadji Kalla Urip Sumoharjo yang telah menggunakan jasa pelayanan BPPT Hadji Kalla Urip dengan

Dalam proses seleksi yang dilakukan adalah proses mendapatkan dan menggunakan informasi mengenai calon karyawan untuk menentukan siapa yang seharusnya diterima dan

Ini berarti kecepatan membaca dengan menggunakan media kartu kata pada siswa NHODV , 6HNRODK 'DVDU 1HJHUL 3RQWLDQDN %DUDW GDODP NDWHJRUL ³WLQJJL´ Kemampuan membaca lancar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Destinasi Pariwisata pada kawasan pecinan adalah Strategi menggali potensi

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah Untuk mengetahui kondisi toilet training pada anak usia 2-3 tahun di TPA IT

Pengkaji merakamkan ucapan terima kasih pada semua yang terlibat dalam menyiapkan kajian mekanisme penilaian kursus dan hubungannya dengan penerimaan pelajar terhadap kursus CTU