LEMBARAN DAERAH
KABUPATEN LOMBOK BARAT
NOMOR 5 TAHUN 2008 SERI E NOMOR 5 TAHUN 2008
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008
TENTANG
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
BUPATI LOMBOK BARAT,
Menimbang :a. bahwa negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warganya yang akan bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan
prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan
keadilan gender, anti diskriminasi, dan anti perdagangan manusia;
b. bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang
sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan
penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri;
c. bahwa pelanggaran terhadap hak-hak tenaga kerja asal kabupaten
Lombok Barat yang bekerja di luar negeri sering terjadi baik pada
pra penempatan, masa penempatan maupun purna penempatan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada
huruf a, b, dan c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 69 tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah- daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (lembaran
Negara Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1655);
2. Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Wanita (Convention on the Elimintaion of All Forms of
Discrimination Against Women);
3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
4. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi
Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomer 109, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4235 );
6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4279);
7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara
9. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
10. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4438);
11. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran
Negara Tahun 2004 No. 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4445);
12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya), (Lembaran Negara Tahun 2005 No. 118, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4557);
13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik), (Lembaran Negara
Tahun 2005 No. 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4558);
14. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, (Lembaran Negara Tahun
2007 No. 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4720).
15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578).
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH LOMBOK BARAT dan
BUPATI LOMBOK BARAT
M E M U T U S K A N :
Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA
KERJA INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lombok Barat.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Lombok Barat.
4. Dinas adalah Dinas Pelaksana teknis di bidang ketenagakerjaan.
5. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang selanjutnya
disebut PPTKIS adalah Badan Hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari
pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri.
6. Tenaga Kerja Indonesia selanjutnya disebut TKI adalah setiap warga Kabupaten
Lombok Barat yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam
hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
7. Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut calon TKI adalah setiap
warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan
bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
8. Kantor Pelayanan TKI adalah tempat pelayanan dan perekrutan Calon TKI yang
9. Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau
memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam
negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang
tereksploitasi.
10. Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis, dan
sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat.
11. Komisi Perlindungan TKI adalah institusi yang tetap dan mandiri yang
anggotanya dipilih melalui uji kepatutan dan kelayakan oleh tim seleksi dan
hasilnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
12. Tim Seleksi adalah Tim yang dibentuk oleh Bupati yang terdiri dari unsur
Akademisi, Organisasi TKI, Pemerintah Daerah, Anggota DPRD dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM).
13. Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri,
yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan
dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan
sampai negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan.
14. Perlindungan adalah segala upaya untuk melindungi calon TKI/TKI dalam
mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
15. Surat Izin Pengerahan yang selanjutnya disebut SIP adalah izin yang diberikan
oleh Pemerintah kepada PPTKIS untuk merekrut Calon TKI dari daerah tertentu,
untuk jabatan tertentu dan untuk dipekerjakan pada calon pengguna tertentu
BAB II
AZAS DAN TUJUAN Pasal 2
Perlindungan TKI berdasarkan azas; keterpaduan, persamaan hak, kekeluargaan, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi serta anti perdagangan manusia.
Pasal 3
Perlindungan calon TKI/TKI bertujuan untuk:
a. memberdayakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b. menjamin hak-hak calon TKI/TKI sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal;
c. meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
BAB III PERLINDUNGAN
Bagian Pertama Umum Pasal 4
(1) PPTKIS yang melakukan perekrutan calon TKI di daerah harus membuka Kantor Cabang di Propinsi NTB.
(2) PPTKIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus membuka Kantor Pelayanan di daerah.
(3) Kantor Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk: a. melakukan penyuluhan dan pendataan calon TKI;
b. melakukan pendaftaran dan seleksi calon TKI; dan c. menyelesaikan kasus calon TKI pada pra penempatan
(4) Kegiatan yang dilakukan oleh kantor pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi tanggung jawab kantor pusat PPTKIS.
Pasal 5
(1) PPTKIS dapat menunjuk petugas lapangan untuk melakukan perekrutan calon TKI
(2) Petugas Lapangan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) adalah karyawan atau orang lain yang ditunjuk oleh PPTKIS.
(3) Petugas lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kartu identitas yang disahkan oleh Dinas yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.
(4) Pada saat melakukan perekrutan, petugas lapangan harus menunjukkan kartu identitasnya kepada calon TKI yang direkrut
(5) Segala tindakan petugas lapangan yang berkaitan dengan proses perekrutan menjadi tanggung jawab PPTKIS.
(6) Setiap orang selain PPTKIS dan Petugas Lapangan dilarang melakukan perekrutan
Pasal 6
(1) Pemerintah Daerah dapat menyediakan fasilitas kredit lunak bagi calon TKI yang disalurkan melalui lembaga perbankan atau lembaga keuangan lain.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pemberian kredit lunak bagi calon TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 7
(1) Dinas wajib membantu rehabilitasi TKI korban tindak kekerasan setelah tiba di daerah
(2) Untuk melaksanakan upaya rehabilitasi TKI korban tindak kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinas dapat bekerja sama dengan instansi terkait lainnya
Pasal 8
(1) TKI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah daerah apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis.
(2) Hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh korban atau keluarga korban, teman korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pekerja sosial setelah korban melaporkan kasus yang dialaminya atau pihak lain melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) instansi yang menangani rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memberikan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diajukan permohonan.
Bagian Kedua
Perlindungan Prapenempatan Pasal 9
Dinas bertanggung jawab meningkatkan pelayanan informasi untuk memberdayakan TKI pada prapenempatan,
Pasal 10
(1) Pelayanan informasi oleh Dinas dilakukan secara berjenjang melalui pemerintah kecamatan dan Desa/Kelurahan termasuk tentang besaran biaya keberangkatan.
(2) Pemerintah Desa/Kelurahan dapat membentuk unit layanan informasi TKI di Desa.
(3) Pemerintah Desa/Kelurahan berhak mendapatkan bimbingan, pembinaan, dan dukungan informasi dari Dinas.
Pasal 11
(1) Setiap TKI berhak mendapatkan pendidikan dan pelatihan sesuai jenis pekerjaan yang diminati sebelum diberangkatkan.
(2) Untuk memastikan terpenuhinya hak TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas meminta laporan kepada PPTKIS/Kantor Cabang PPTKIS
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Dinas dijadikan bahan untuk disampaikan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Dinas Tenaga Kerja Propinsi
(4) Laporan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui Dinas Tenaga Kerja Propinsi.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan 6 (enam) bulan sekali.
Pasal 12
Pasal 13
(1) PPTKIS harus mengurus tes kesehatan calon TKI ke klinik kesehatan yang mendapatkan akreditasi dari negara tujuan.
(2) Salinan dokumen hasil pemeriksaan kesehatan harus diberikan kepada calon TKI yang bersangkutan dan Dinas.
Pasal 14
Dinas yang bertanggung jawab di bidang kesehatan wajib melakukan pemantauan terhadap kinerja pelayanan klinik kesehatan.
Bagian Ketiga
Perlindungan Masa Penempatan Pasal 15
TKI yang menghadapi kasus di negara tujuan, baik yang berdokumen maupun yang tidak berdokumen, harus mendapatkan pembelaan dan perlindungan dari Pemerintah Daerah.
Pasal 16
(1) PPTKIS wajib membuat laporan tertulis tentang perkembangan TKI di negara tujuan kepada Dinas sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali untuk disampaikan kepada keluarga TKI secara berjenjang melalui pemerintahan Desa/Kelurahan.
(2) Dinas dapat menolak memberikan pelayanan kepada PPTKIS yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Keempat
Perlindungan Purna penempatan Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah bekerja sama dengan daerah lainnya wajib mendirikan pos perlindungan TKI di pintu masuk dan keluar daerah.
BAB IV
PEMBINAAN TKI PURNA PENEMPATAN Pasal 18
(1) Dinas wajib melakukan pembinaan terhadap TKI purna penempatan ;
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk : a. membangun kemandirian;
b. meningkatkan keahlian dan keterampilan;
c. meningkatkan daya saing untuk bekerja disemua sektor.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengikutsertakan Dinas terkait, PPTKIS, Organisasi TKI, LSM, dan masyarakat.
BAB V PENGAWASAN
Pasal 19
(1) Dinas wajib melakukan pengawasan terhadap keberadaan dan operasional kegiatan PPTKIS
(2) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Menteri Tenaga Kerja melalui Disnaker Propinsi
(3) Apabila dalam menjalankan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya pelanggaran, Dinas wajib segera melaporkan PPTKIS yang bersangkutan kepada Dinas Propinsi dan Menteri Tenaga Kerja.
BAB VI
KOMISI PERLINDUNGAN TKI Bagian Kesatu
Pembentukan Pasal 20
(2) Tim Seleksi mengumumkan dan menerima pendaftaran calon anggota Komisi Perlindungan TKI.
(3) Tim Seleksi melakukan seleksi melalui uji kepatutan dan kelayakan untuk menentukan 5 (lima) orang calon anggota Komisi Perlindungan TKI berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. komitmen terhadap perlindungan TKI dan penegakan HAM; b. integritas yang baik dan dapat dipercaya;
c. memiliki kompetensi dalam penyelesaian sengketa dan advokasi;
d. memahami peraturan perundang-undangan terkait dengan ketenagakerjaan.
(4) Tim Seleksi menyerahkan 5 (lima) orang calon kepada Bupati untuk ditetapkan sebagai anggota Komisi Perlindungan TKI dengan Keputusan Bupati.
(5) Masa bakti kepengurusan Komisi Perlindungan TKI selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa kepengurusan.
(6) Persyaratan dan tata cara pembentukan Komisi Perlindungan TKI, serta penetapan kepengurusan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua Kedudukan
Pasal 21
(1) Komisi Perlindungan TKI bersifat tetap dan mandiri
(2) Komisi Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibukota kabupaten
Bagian Ketiga Fungsi Pasal 22
Bagian Keempat Tugas Pasal 23
Tugas Komisi Perlindungan TKI adalah:
a. menerima pengaduan baik secara tertulis maupun secara lisan;
b. mencari, mengumpulkan, dan menganalisa data sesuai pengaduan yang diterima.
c. mendorong Dinas dan PPTKIS untuk segera menyelesaikan masalah TKI; d. memediasi para pihak yang bersengketa;
e. berkoordinasi dengan instansi terkait baik di Kabupaten, Propinsi maupun pusat dalam rangka pemberian perlindungan pada TKI.
Bagian Kelima Kewenangan
Pasal 24
Dalam menjalankan tugasnya Komisi Perlindungan TKI berwenang untuk:
a. Meminta informasi dari penyelenggara penempatan TKI, pejabat yang bertanggung jawab pada urusan ketenagakerjaan;
b. Meminta catatan atau bahan-bahan yang terkait dengan permasalahan yang ditangani;
c. Menghadirkan pihak-pihak untuk kepentingan konsultasi maupun mediasi.
Pasal 25
Komisi Perlindungan TKI menyampaikan pertanggungjawaban kinerjanya secara tertulis kepada Bupati dan menginformasikan kepada publik setiap 6 (enam) bulan sekali.
BAB VII PUSAT TRAUMA
Pasal 26
(2) Pusat trauma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain memberikan pelayanan bagi korban tindak pidana perdagangan orang juga dapat memberikan pelayanan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga, maupun tindak kekerasan perempuan dan anak lainnya.
(3) Pusat trauma harus didukung dengan fasilitas dan sumberdaya manusia yang memadai.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pusat trauma diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati.
BAB VIII
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 27
(1) Calon TKI/TKI yang bermasalah dapat mengadukan permasalahannya baik secara tertulis maupun lisan kepada Dinas atau Komisi Perlindungan TKI.
(2) Apabila pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan bukan oleh calon TKI/TKI bermasalah yang bersangkutan harus secara tertulis.
(3) Pemerintah Desa/Kelurahan yang menerima pengaduan dapat meneruskan pengaduan dimaksud kepada Dinas atau Komisi Perlindungan TKI, jika tidak dapat ditangani di Desa/ Kelurahan.
Pasal 28
Dinas atau Komisi Perlindungan TKI wajib menindaklanjuti pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, paling lama 10 (sepuluh) x 24 jam setelah menerima pengaduan.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA Pasal 29
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) diancam dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
BAB X
KETENTUAN PENUTUP Pasal 30
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatkannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Barat.
Ditetapkan di Gerung
pada tanggal 14 Maret 2008
BUPATI LOMBOK BARAT,
H. ISKANDAR Diundangkan di Gerung
pada tanggal 15 Maret 2008
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN LOMBOK BARAT,
Drs. H. L. SERINATA, MM. Pembina Utama Muda (IV/c) Nip. 610 006 062
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008
TENTANG
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA
I. UMUM
Salah satu hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia adalah hak untuk hidup yang tidak boleh dirampas, diambil, dan dikurangi oleh siapapun termasuk negara. Manusia perlu memenuhi kebutuhan hidup untuk kelangsungan hidup serta mempertahankan hidupnya. Untuk itu maka manusia perlu bekerja sehingga mendapatkan barang yang menjadi kebutuhan hidupnya. Dengan terpenuhi kebutuhan hidupnya manusia akan dapat hidup sebagaimana layaknya manusia lainnya.
Bekerja adalah hak setiap manusia dewasa sebagai upaya untuk menjaga dan mempertahankan derajat kemanusiaannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, baik di dalam maupun di luar negeri.
Persoalan ketenagakerjaan di Lombok Barat ditandai dengan ketidak seimbangan pemenuhan permintaan pencari kerja yaitu setiap tahun angkatan kerja yang menganggur selalu bertambah, sedangkan lowongan kerja yang tersedia terbatas. Berdasarkan data dari Dinas Dinas Kependudukan,Transmigrasi dan Tenaga Kerja (KTT) Lombok Barat, jumlah pencari kerja per januari 2007 sebanyak 7513 orang sementara jumlah lowongan kerja yang tersedia hanya 701 orang.
Secara sosiologis masih tingginya kepercayaan masyarakat terhadap para perantara (calo) dalam penempatan tenaga kerja ke luar negeri menyebabkan banyak TKI yang berhubungan dengan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) tanpa adanya surat perjanjian penempatan. Berdasarkan bukti empiris program penempatan tenaga kerja ke luar negeri, masih belum memiliki aspek perlindungan yang memadai.
Banyak faktor penyebab terjadinya permasalahan tersebut yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah Kabupaten Lombok Barat yaitu penempatan TKI yang tidak berdokumen adalah orang-orang yang bekerja di luar negeri yang tidak mempunyai dokumen dalam pengertian ini bukan hanya mereka yang diberangkatkan oleh calo dan tekong ataupun badan hukum yang tidak memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP), akan tetapi mereka yang diberangkatkan oleh PPTKIS yang memiliki SIUP dengan dilengkapi dokumen yang sah akan tetapi ketika di negara tujuan mengalami kekerasan yang pada akhirnya lari dari majikan .
Faktor penyebab lainnya adalah pemalsuan identitas yang meliputi status perkawinan, umur, nama, dan tempat tinggal. Seringkali PPTKIS mengajukan pembuatan Kartu Tanda Penduduk TKI yang direkrutnya tidak melalui desa asal/domisili TKI yang bersangkutan melainkan di desa lain, ini memiliki dampak yang cukup besar.
TKI yang terjerat rentenir untuk modal keberangkatannya ke luar negeri, banyak TKI meminjam uang ke retenir dengan bunga yang cukup tinggi . Di samping itu berbagai jenis penipuan yang dihadapi TKI, ketidakpastian kontrak kerja, lemahnya penanganan pengaduan persoalan TKI yang bermasalah.
Secara yuridis ketentuan mengenai penempatan TKI ke Luar negeri pada dasarnya telah diatur dalam Undang Undang No. 39 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut, perlindungan TKI dinyatakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan sampai dengan purna penempatan, tetapi hanya mengatur perlindungan selama masa penempatan, sedangkan yang paling dibutuhkan oleh Calon TKI adalah perlindungan prapenempatan dan purnapenempatan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, mengingat semakin meningkatnya warga masyarakat di Lombok Barat yang ingin bekerja ke luar negeri dan semakin maraknya kasus perlakuan tidak manusiawi terhadap TKI, maka perlu menetapkan peraturan daerah yang berkaitan dengan perlindungan TKI.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Keterpaduan
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenaga-kerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung.
Persamaan hak
Semua warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak yang sama untuk bekerja ke luar negeri
Kekeluargaan
Penyelesaian Sengketa yang mungkin terjadi diantara beberapa pihak sejauh mungkin mengedepankan proses musyawarah.
Keadilan sosial
Perlindungan harus dapat memenuhi rasa keadilan dan mengutamakan bagi pihak yang lemah
Kesetaraan dan keadilan gender
Anti diskriminasi
Pelayanan penempatan dan perlindungan terhadap para TKI tanpa membedakan dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik.
Anti perdagangan manusia
Perlindungan harus mengandung pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan manusia
Pasal 3 Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas
Pasal 6 Cukup jelas
Pasal 7 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan membantu rehabilitasi korban termasuk didalamnya memberikan perawatan bebas biaya.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 8 Cukup jelas
Pasal 9 Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud “bentuk informasi” adalah segala informasi yang berkaitan dengan pengiriman TKI ke luar negeri yang berupa job order,calling visa, Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi TKI, Nama nama PT yang memiliki ijin rekrut di Kabupaten Lombok Barat, negara tujuan, besaran biaya yang dibutuhkan.
Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14 Cukup Jelas
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16 Cukup jelas
Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud “pihak lain” adalah Dinas atau instansi terkait yaitu Dinas Perhubungan, Perum Damri serta Perusahaan Angkutan Swasta.
Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas
Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas
Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas
Pasal 29 Cukup jelas
Pasal 30 Cukup jelas