• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM PROSES PERADILAN ANAK A. Pertanggungjawaban Pidana Anak - Peranan Hakim Anak Dalam Menjatuhkan Putusan Atas Perkara Pidana Yang Dilakukan Anak (Studi di Pengadilan Negeri Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM PROSES PERADILAN ANAK A. Pertanggungjawaban Pidana Anak - Peranan Hakim Anak Dalam Menjatuhkan Putusan Atas Perkara Pidana Yang Dilakukan Anak (Studi di Pengadilan Negeri Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A "

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM PROSES PERADILAN ANAK

A. Pertanggungjawaban Pidana Anak

Secara perdata, seorang anak memang belum dapat bertanggung jawab

secara hukum dan masih berada di bawah perwalian (Pasal 330 KUHPerdata).

Dalam sistem peradilan anak pada prinsipnya tindak pidana yang dilakukan oleh

terdakwa merupakan tanggung jawabnya sendiri, tetapi karena dalam hal ini

terdakwanya adalah anak, maka tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran orang

tua, wali, atau orang tua asuh (Penjelasan Pasal 55 Undang-Undang Pengadilan

Anak).

Kehadiran Pengadilan Anak sendiri yang khusus menangani perkara

pidana anak telah menunjukkan bahwa anak sepatutnya bertanggung jawab atas

tindak pidana yang dilakukannya melalui proses peradilan anak. Namun dalam hal

ini dibuat batasan umur anak yang dapat diajuan ke sidang anak yaitu

sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)

tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pengadilan

Anak). Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun telah melakukan

atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat

dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. Apabila menurut hasil pemeriksaan,

penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat dibina oleh orang tua,

wali, atau orang tua asuhnya maka penyidik menyerahkan kembali anak tersebut

(2)

pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dapat dibina lagi

oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya maka penyidik menyerahkan anak

tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari

Pembimbing Kemasyarakatan.

Menurut Barda N. Arief sistem pertanggungjawaban pidana anak pada

dasarnya masih sama dengan sistem pertanggungjawaban orang dewasa, yaitu

berorientasi pada si pelaku secara pribadi/individual. Mengenai hal ini dapat

dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut:34

1. Merupakan prinsip umum yang wajar, bahwa pertanggungjawaban pidana

bersifat pribadi yaitu hanya dikenakan kepada orang/si pelaku itu sendiri

dan hanya dikenakan kepada orang yang bersalah;

2. Penerapan prinsip umum pemidanaan yang demikian yaitu

pertanggungjawaban individual terhadap terhadap rang dewasa merupakan

hal yang wajar, karena orang dewasa memang sudah selayaknya

dipandang sebagai individu yang bebas dan mandiri dan bertanggung

jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Namun penerapan prinsip umum

ini kepada anak masih perlu dikaji karena anak belum dapat dikatakan

sebagai individu yang mandiri secara penuh. Oleh karena itu penerapan

prinsip umum ini harus dilakukan sangat hati-hati dan selektif.

3. Ada baiknya dikembangkan gagasan untuk untuk mengimbangi sistem

pemidanaan/pertanggungjawaban individual itu dengan sistem

pertanggungjawaban struktural/fungsional. Salah satu kelemahan sistem

34

(3)

pemidanaan individual dalam upaya penanggulangan kejahatan adalah

sifatnya yang sangat “fragmentair”, yaitu melihat upaya

pencegahan/penanggulangan kejahatan dari sudut individu si pelaku saja.

Sasaran utamanya lebih ditujukan pada pencegahan individu agar tidak

melakukan tindak pidana. Jadi kurang menekankan pada upaya

penanggulangan kejahatan secara struktural/fungsional. Strategi demikian

patut dipermasalahkan dalam menghadapi masalah kejahatan/tindak

pidana anak. Masalahnya adalah apakah cukup kejahatan anak

ditanggulangi hanya dengan memidana si anak padahal masalah anak lebih

merupakan masalah struktural. Terlebih karena sifat kekurangmandirian

dan ketergantungan anak, maka anak yang melakukan kenakalan atau

kejahatan sebenarnya adalah “korban struktural” atau “korban

lingkungan”. Oleh karena itu sepantasnya dikembangkan

pemikiran/gagasan/strategi “pertanggungjawaban struktural/fungsional”.

Artinya pemidanaan tidak hanya berfungsi untuk

mempertanggungjawabkan dan membina anak sebagai pelaku kejahatan

tetapi juga berfungsi untuk mempertanggungjawabkan dan mencegah

pihak-pihak lain yang secara struktural/fungsional mempunyai potensi dan

kontribusi besar untuk terjadinya kejahatan/tindak pidana yang dilakukan

(4)

B. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Anak Menurut Instrumen Internasional

Menurut Arif Gosita, usaha-usaha perlindungan anak ini sebenarnya

merupakan suatu tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum oleh karena itu

perlu adanya jaminan hukum bagi bagi kegiatan perlindungan anak tersebut.

Kepastian hukumnya perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan

anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak

diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan anak.35

a. Pelaksanaan peradilan pidana terhadap anak harus efektif, adil, dan

bersifat manusiawi tanpa adanya perbedaan diskriminasi;

Berbagai dokumen/instrumen Internasional dalam upaya memberikan

perlindungan terhadap anak sudah sepantasnya mendapat perhatian semua negara

termasuk Indonesia dan diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk kebijakan

perundang-undangan dan kebijakan sosial lainnya. Mengabaikan masalah

perlindungan anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Maka

ini berarti bahwa perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai cara

apabila kita ingin mengusahakan pembangunan nasional yang memuaskan.

Berikut diuraikan prinsip-prinsip perlindungan atas hak anak yang

berkonflik dengan hukum dalam berbagai dokumen/instrumen hukum

Internasional:

1. Berdasarkan Peraturan-Peraturan Minimum Standar PBB Mengenai

Administrasi Peradilan Bagi Anak (The Beijing Rules):

35

(5)

b. Penentuan batas usia pertanggungjawaban pelaku anak berkisar tujuh

tahun hingga delapan belas tahun atau lebih tua;

c. Pelaku anak memiliki hak praduga tak bersalah, hak diberitahu akan

tuntutannya, hak untuk tetap diam, hak didampingi pengacara, hak

kehadiran orangtua atau wali, hak untuk menghadapi dan memeriksa

sidang saksi-saksi dan hak untuk naik banding ke tingkat berikutnya serta

perlindungan privasi;

d. Pemberitahuan penangkapan anak pelaku tindak pidana secepatnya kepada

orangtua atau walinya;

e. Pada saat penangkapan pelaku anak harus terhindar dari tindakan

kekerasan fisik, bahasa kasar, atau terpengaruh oleh lingkungan;

f. Anak pelaku tindak pidana diupayakan untuk dilakukan pengalihan dari

proses formal ke informal oleh pihak yang berwenang yang berkompeten;

g. Penahanan sebelum pemutusan pengadilan dilakukan sebagai pilihan

terakhir dan dalam waktu yang singkat;

h. Pelaku yang berada di bawah penahanan sebelum pengadilan, mempunyai

hak dan mendapat jaminan pemenuhan hak;

i. Pelaku yang ditahan sebelum putusan pengadilan dipisahkan dari orang

dewasa;

j. Selama proses pengadilan, pelaku mempunyai hak untuk diwakili oleh

seorang penasihat hukum atau untuk memohon bantuan hukum dengan

(6)

k. Orangtua atau wali pelaku anak berhak ikut serta dalam proses peradilan

dan berwenang untuk menghadiri persidangan demi kepentingan pelaku;

l. Hakim dalam memutuskan perkara anak pelaku tindak pidana harus

memperhatikan laporan penelitian dari lembaga sosial;

m. Hukuman hanya dijalankan sebagai upaya terakhir dan penjara terhadap

anak harus dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik;

n. Hukuman mati tidak dapat dikenakan pada setiap kejahatan apapun yang

dilakukan oleh anak;

o. Anak pelaku tindak pidana tidak boleh menjadi subjek hukuman badan

dan mengupayakan tindakan alternatif sebagai hukuman;

p. Pihak yang berwenang secara hukum memiliki kekuasaan untuk

mengakhiri proses peradilan pada setiap saat;

q. Pelaku anak sedapat mungkin dihindarkan dari penahanan kecuali

terdapat perlindungan secara maksimal terhadap pelaku;

r. Upaya menghindarkan penempatan anak pada Lembaga Pemasyarakatan,

jika terpaksa diupayakan sesingkat mungkin;

s. Pelaku mendapatkan bantuan seperti: penginapan, pendidikan, atau latihan

keterampilan, pekerjaan atau bantuan lain yang bersifat membantu dan

praktis dengan tujuan mempermudah proses rehabilitasi;

t. Anak pelaku tindak pidana ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan

(7)

u. Pelanggar hukum wanita muda ditempatkan pada Lembaga

Pemasyarakatan terpisah dan patut mendapat perhatian khusus terhadap

keperluan dan masalah pribadinya;

v. Demi kepentingan dan kesejahteraan remaja yang ditahan di Lembaga

Pemasyarakatan, orangtua atau wali memilikli hak akses untuk

mengetahuinya;

w. Adanya penggalangan sukarelawan dan pelayanan masyarakat dalam

pembinaan anak pelaku tindak pidana;

x. Pembebasan bersyarat terhadap anak pelaku tindak pidana oleh Lembaga

Pemasyarakatan sedini mungkin dan adanya pengawasan dan bantuan

terhadap pelaku yang diberi pembebasan bersyarat.

2. Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)

Perserikatan Bangsa-Bangsa 1989:

a. Seorang anak tidak akan dikenai penyiksaan atau pidana dan tindakan

lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat;

b. Pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup tanpa kemungkinan

memperoleh pelepasan/pembebasan (“without possibility of release”) tidak

akan dikenakan kepada anak yang berusia di bawah 18 tahun;

c. Tidak seorang anak pun dapat dirampas kemerdekaannya secara melawan

hukum atau sewenang-wenang;

d. Penangkapan, penahanan dan pidana penjara hanya akan digunakan

sebagai tindakan dalam upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang

(8)

e. Setiap anak yang dirampas kemerdekaanya akan diperlakukan secara

manusiawi dan dengan menghormati martabatnya sebagai manusia;

f. Anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisah dari orang dewasa dan

berhak melakukan hubungan/kontak dengan keluarganya;

g. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan

hukum, berhak melawan/menentang dasar hukum perampasan

kemerdekaan atas dirinya di muka pengadilan atau pejabat lain yang

berwenang dan tidak memihak, serta berhak untuk mendapat keputusan

yang cepat/tepat atas tindakan terhadap dirinya itu;

h. Tiap anak yang dituduh, dituntut atau dinyatakan telah melanggar hukum

pidana berhak diperlakukan dengan cara-cara:

1. yang sesuai dengan kemajuan pemahaman anak tentang harkat dan

martabatnya;

2. yang memperkuat penghargaan/penghormatan anak pada hak-hak asasi

dan kebebasan orang lain;

3. mempertimbangkan usia anak dan keinginan untuk

memajukan/mengembangkan pengintegrasian kembali anak serta

mengembangkan harapan anak akan perannya yang konstruktif di

masyarakat.

i. Tidak seorang anakpun dapat dituduh, dituntut atau dinyatakan melanggar

hukum pidana berdasarkan perbuatan (atau “tidak berbuat sesuatu”) yang

tidak dilarang oleh hukum nasional maupun internasional pada saat

(9)

j. Tiap anak yang dituduh atau dituntut telah melanggar hukum pidana,

sekurang-kurangnya memperoleh jaminan-jaminan (hak-hak):

1. untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti kesalahannya menurut

hukum;

2. untuk diberitahu tuduhan-tuduhan atas dirinya secara cepat dan

langsung (“promptly and directly”) atau melalui orang tua, wali atau

kuasa hukumnya;

3. untuk perkaranya diputus/diadili tanpa penundaan (tidak berlarut-larut)

oleh badan/kekuasaan yang berwenang, mandiri dan tidak memihak;

4. untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian atau pengakuan bersalah;

5. apabila dinyatakan telah melanggar hukum pidana, keputusan dan

tindakan yang dikenakan kepadanya berhak ditinjau kembali leh

badan/kekuasaan yang lebih tinggi menurut hukum yang berlaku;

6. apabila anak tidak memahami bahasa yang digunakan, ia berhak

memperoleh bantuan penterjemah secara cuma-cuma (gratis);

7. kerahasiaan pribadinya dihormati/dihargai secara penuh pada semua

tingkatan pemeriksaan.

k. Negara harus berusaha membentuk hukum, prosedur, pejabat yang

berwenang dan lembaga-lembaga yang secara khusus

diperuntukkan/diterapkan kepada anak yang dituduh, dituntut atau

dinyataan telah melanggar ukum pidana, khususnya:

1. menetapkan batas usia minimal anak yang dipandang tidak mampu

(10)

2. apabila perlu diambil/ditempuh tindakan-tindakan terhadap anak tanpa

melalui proses peradilan, harus ditetapkan bahwa hak-hak asasi dan

jaminan-jaminan hukum bagi anak harus sepenuhnya dihormati.

l. Bermacam-macam putusan terhadap anak (a.l. perintah/tindakan untuk

melakukan perawatan/pembinaan, bimbingan, pengawasan,

program-program pendidikan dan latihan serta pembinaan institusioanl lainnya)

harus dapat menjamin bahwa anak diperlakukan dengan cara-cara yang

sesuai dengan kesejahteraanya dan seimbang dengan keadaan lingkungan

mereka serta pelanggaran yang dilakukan.

Setelah dilakukannya ratifikasi atas Konvensi Hak-Hak Anak oleh

Pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan Keppres Nomor 36 Tahun 1990,

maka secara hukum menimbulkan kewajiban kepada Indonesia (negara peserta)

untuk mengimplementasikan hak-hak anak tersebut dengan menyerapnya ke

dalam hukum nasional.

Dalam hal Undang-Undang Pengadilan Anak, dapat dikemukakan

merupakan perwujudan atau penampungan dari kaidah hukum Konvensi Hak

Anak mengnai peradilan khusus untuk anak-anak yang berkonflik dengan hukum

(children in conflict with law).36

36

(11)

C. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Anak Menurut Instrumen Nasional

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak:

a. Hak untuk diperiksa dalam suasana kekeluargaan pada Sidang Anak (Pasal

6);

b. Hak untuk diadili secara khusus berbeda dengan orang dewasa (Pasal 7);

c. Hak untuk diperiksa dalam sidang tertutup untuk umum (Pasal 8 ayat (1));

d. Hak untuk dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa, dan selama masa

tahanan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap dipenuhi

(Pasal 45);

e. Hak untuk dikeluarkan dari tahanan demi hukum apabila jangka waktu

penahanan telah habis (Pasal 46 ayat (5), Pasal 47 ayat (4), Pasal 48 ayat

(4), Pasal 49 ayat (4), Pasal 50 ayat (5));

f. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat

Hukum sejak ditangkap atau ditahan dan pada setia tingkat pemeriksaan

(Pasal 51 ayat (1));

g. Hak untuk berhubungan langsung dengan Penasihat Hukum dengan

diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang pada saat ditangkap

atau ditahan (Pasal 51 ayat (3));

h. Hak untuk didampingi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasihat

hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan selama proses pemeriksaan

(12)

i. Hak untuk menjalani pidana atau dididik di Lembaga Pemasyarakatan

Anak yang harus terpisah dari orang dewasa, serta memperoleh pendidikan

dan latihan sesuai bakat dan kemampuannya (Pasal 60).

2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

a. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan,

atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi (Pasal 16 ayat (1));

b. Hak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum (Pasal 16 ayat (2));

c. Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara sesuai dengan hukum

yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16

ayat (3));

d. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapat

perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang

dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya dalam setiap

tahapan upaya hukum, membela diri dan memperoleh keadilan di depan

pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup

untuk umum (Pasal 17 ayat (1)).

3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia

a. Hak perlindungan hukum (Pasal 58 ayat (1));

b. Hak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau

(13)

hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan kepada anak (Pasal 66 ayat

(1),(2));

c. Hak untuk tidak dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum (Pasal

66 ayat (3)).

d. Hak penangkapan, penahanan, atau pidana penjara hanya sebagai upaya

terakhir (Pasal 66 ayat (4));

e. Hak perlakuan yang manusiawi bagi anak yang dirampas kemerdekaannya

dan dipisahkan dari orang dewasa (Pasal 66 ayat (5));

f. Hak bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif bagi anak yang

dirampas kebebasannya (Pasal 66 ayat (6));

g. Hak membela diri dan memperoleh keadilan bagi anak yang dirampas

kebebasannya di depan pengadilan yang objektif, tidak memihak dan

sidang tertutup untuk umum.

4. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Dalam masalah menyangkut hak-hak anak yang menjadi

tersangka/terdakwa atau anak yang berkonflik dengan hukum, ketentuan KUHAP

masih tetap diperlukan karena Undang-Undang Pengadilan Anak sendiri tidak ada

mencabut hak-hak tersangka/terdakwa dalam KUHAP, namun justru ketentuan

yang terdapat dalam KUHAP tersebut dapat melengkapi apa yang diatur dalam

Undang-Undang Pengadilan Anak.37

Hak-hak tersebut diatur dalam BAB VI Pasal 50 sampai Pasal 68, kecuali

(14)

persidangan yang terbuka untuk umum. Hal ini bertentangan dengan prinsip

persidangan anak yang harus dilakukan secara tertutup.

Adapun hak-hak tersangka/terdakwa anak atau anak yang berkonflik

dengan hukum menurut KUHAP dapat diperinci sebagai berikut:

a. Hak untuk segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya

dapat diajukan kepada Penuntut Umum (Pasal 50 ayat (1));

b. Hak agar perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut

Umum (pasal 50 ayat (2));

c. Hak untuk segera diadili oleh pengadilan (Pasal 50 ayat (3));

d. Hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti

olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu

pemeriksaan dimulai dan tentang apa yang didakwakan kepadanya (Pasal

51);

e. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau

hakim (Pasal 52);

f. Hak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa dalam pemeriksaan

pada tingkat penyidikan dan pengadilan (Pasal 53 ayat (1));

g. Hak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum

selama dalam waktu pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54);

h. Hak memilih sendiri Penasihat hukumnya (pasal 55);

i. Dalam hal tersangka/terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak

pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas

(15)

dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat

hukum sendiri, pajabat yang bersangkutan pada semua tingkat

pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum

bagi mereka yang memberikan bantuannya dengan cuma-cuma (Pasal 56

ayat (1),(2));

j. Hak menghubungi penasihat hukumnya (Pasal 57 ayat (1));

k. Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan

penahanan berhak mengubungi dan berbicara dengan perwakilan

negaranya (Pasal 57 ayat (2));

l. Tersangka atau terdakwa yang ditahan berhak menghubungi dan menerima

kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada

hubungannya dengan proses perkara maupun tidak (Pasal 58);

m. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan

tentang penahanan atas dirinya, kepada keluarganya atau orang lain yang

serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang

bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapat

bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya (pasal 59);

n. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai

hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna

mendapat jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha

(16)

o. Hak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya

menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal

yang tidak ada hubungannya dengan perkara (Pasal 61);

p. Hak untuk mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima

surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarganya (Pasal 62 ayat (1));

q. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan (Pasal 63);

r. Hak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang

memiliki kealian khusus guna memberikan keterangan yang

menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65);

s. Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 6);

t. Hak untuk meminta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama

(Pasal 67);

Referensi

Dokumen terkait

Capaian Pembelajaran : Memiliki kemampuan membuat, menganalisis, menyajikan rencana pembelajaran matematika serta mendemonstasikan pembelajaran sebaya untuk materi

- Menjelaskan pengertian sifat wajib bagi Allah - Menyebutkan lima sifat wajib bagi Allah SWT.. - Menunjukkan perbedaan sifat Allah SWT dengan makhluknya 2.2 Mengartikan lima

Ada bulan Ramadhan ada satu malam yang istimewa: lailatul qadar, malam yang penuh berkah. Malam itu nilainya sama dengan seribu bulan. amat menjaga-jaga untuk bida meraih

MADUKORO BLOK AA -

MADUKORO BLOK AA -

MADUKORO BLOK AA -

Pokja Bidang Konstruksi 3 ULP Kabupaten Klaten akan melaksanakan [Pelelangan Umum/Pemilihan Langsung] dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat 22 leksia yang mempresentasikan diskriminasi perempuan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk..