BAB II
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM PROSES PERADILAN ANAK
A. Pertanggungjawaban Pidana Anak
Secara perdata, seorang anak memang belum dapat bertanggung jawab
secara hukum dan masih berada di bawah perwalian (Pasal 330 KUHPerdata).
Dalam sistem peradilan anak pada prinsipnya tindak pidana yang dilakukan oleh
terdakwa merupakan tanggung jawabnya sendiri, tetapi karena dalam hal ini
terdakwanya adalah anak, maka tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran orang
tua, wali, atau orang tua asuh (Penjelasan Pasal 55 Undang-Undang Pengadilan
Anak).
Kehadiran Pengadilan Anak sendiri yang khusus menangani perkara
pidana anak telah menunjukkan bahwa anak sepatutnya bertanggung jawab atas
tindak pidana yang dilakukannya melalui proses peradilan anak. Namun dalam hal
ini dibuat batasan umur anak yang dapat diajuan ke sidang anak yaitu
sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)
tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pengadilan
Anak). Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun telah melakukan
atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat
dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. Apabila menurut hasil pemeriksaan,
penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat dibina oleh orang tua,
wali, atau orang tua asuhnya maka penyidik menyerahkan kembali anak tersebut
pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dapat dibina lagi
oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya maka penyidik menyerahkan anak
tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari
Pembimbing Kemasyarakatan.
Menurut Barda N. Arief sistem pertanggungjawaban pidana anak pada
dasarnya masih sama dengan sistem pertanggungjawaban orang dewasa, yaitu
berorientasi pada si pelaku secara pribadi/individual. Mengenai hal ini dapat
dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut:34
1. Merupakan prinsip umum yang wajar, bahwa pertanggungjawaban pidana
bersifat pribadi yaitu hanya dikenakan kepada orang/si pelaku itu sendiri
dan hanya dikenakan kepada orang yang bersalah;
2. Penerapan prinsip umum pemidanaan yang demikian yaitu
pertanggungjawaban individual terhadap terhadap rang dewasa merupakan
hal yang wajar, karena orang dewasa memang sudah selayaknya
dipandang sebagai individu yang bebas dan mandiri dan bertanggung
jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Namun penerapan prinsip umum
ini kepada anak masih perlu dikaji karena anak belum dapat dikatakan
sebagai individu yang mandiri secara penuh. Oleh karena itu penerapan
prinsip umum ini harus dilakukan sangat hati-hati dan selektif.
3. Ada baiknya dikembangkan gagasan untuk untuk mengimbangi sistem
pemidanaan/pertanggungjawaban individual itu dengan sistem
pertanggungjawaban struktural/fungsional. Salah satu kelemahan sistem
34
pemidanaan individual dalam upaya penanggulangan kejahatan adalah
sifatnya yang sangat “fragmentair”, yaitu melihat upaya
pencegahan/penanggulangan kejahatan dari sudut individu si pelaku saja.
Sasaran utamanya lebih ditujukan pada pencegahan individu agar tidak
melakukan tindak pidana. Jadi kurang menekankan pada upaya
penanggulangan kejahatan secara struktural/fungsional. Strategi demikian
patut dipermasalahkan dalam menghadapi masalah kejahatan/tindak
pidana anak. Masalahnya adalah apakah cukup kejahatan anak
ditanggulangi hanya dengan memidana si anak padahal masalah anak lebih
merupakan masalah struktural. Terlebih karena sifat kekurangmandirian
dan ketergantungan anak, maka anak yang melakukan kenakalan atau
kejahatan sebenarnya adalah “korban struktural” atau “korban
lingkungan”. Oleh karena itu sepantasnya dikembangkan
pemikiran/gagasan/strategi “pertanggungjawaban struktural/fungsional”.
Artinya pemidanaan tidak hanya berfungsi untuk
mempertanggungjawabkan dan membina anak sebagai pelaku kejahatan
tetapi juga berfungsi untuk mempertanggungjawabkan dan mencegah
pihak-pihak lain yang secara struktural/fungsional mempunyai potensi dan
kontribusi besar untuk terjadinya kejahatan/tindak pidana yang dilakukan
B. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Anak Menurut Instrumen Internasional
Menurut Arif Gosita, usaha-usaha perlindungan anak ini sebenarnya
merupakan suatu tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum oleh karena itu
perlu adanya jaminan hukum bagi bagi kegiatan perlindungan anak tersebut.
Kepastian hukumnya perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan
anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak
diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan anak.35
a. Pelaksanaan peradilan pidana terhadap anak harus efektif, adil, dan
bersifat manusiawi tanpa adanya perbedaan diskriminasi;
Berbagai dokumen/instrumen Internasional dalam upaya memberikan
perlindungan terhadap anak sudah sepantasnya mendapat perhatian semua negara
termasuk Indonesia dan diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk kebijakan
perundang-undangan dan kebijakan sosial lainnya. Mengabaikan masalah
perlindungan anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Maka
ini berarti bahwa perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai cara
apabila kita ingin mengusahakan pembangunan nasional yang memuaskan.
Berikut diuraikan prinsip-prinsip perlindungan atas hak anak yang
berkonflik dengan hukum dalam berbagai dokumen/instrumen hukum
Internasional:
1. Berdasarkan Peraturan-Peraturan Minimum Standar PBB Mengenai
Administrasi Peradilan Bagi Anak (The Beijing Rules):
35
b. Penentuan batas usia pertanggungjawaban pelaku anak berkisar tujuh
tahun hingga delapan belas tahun atau lebih tua;
c. Pelaku anak memiliki hak praduga tak bersalah, hak diberitahu akan
tuntutannya, hak untuk tetap diam, hak didampingi pengacara, hak
kehadiran orangtua atau wali, hak untuk menghadapi dan memeriksa
sidang saksi-saksi dan hak untuk naik banding ke tingkat berikutnya serta
perlindungan privasi;
d. Pemberitahuan penangkapan anak pelaku tindak pidana secepatnya kepada
orangtua atau walinya;
e. Pada saat penangkapan pelaku anak harus terhindar dari tindakan
kekerasan fisik, bahasa kasar, atau terpengaruh oleh lingkungan;
f. Anak pelaku tindak pidana diupayakan untuk dilakukan pengalihan dari
proses formal ke informal oleh pihak yang berwenang yang berkompeten;
g. Penahanan sebelum pemutusan pengadilan dilakukan sebagai pilihan
terakhir dan dalam waktu yang singkat;
h. Pelaku yang berada di bawah penahanan sebelum pengadilan, mempunyai
hak dan mendapat jaminan pemenuhan hak;
i. Pelaku yang ditahan sebelum putusan pengadilan dipisahkan dari orang
dewasa;
j. Selama proses pengadilan, pelaku mempunyai hak untuk diwakili oleh
seorang penasihat hukum atau untuk memohon bantuan hukum dengan
k. Orangtua atau wali pelaku anak berhak ikut serta dalam proses peradilan
dan berwenang untuk menghadiri persidangan demi kepentingan pelaku;
l. Hakim dalam memutuskan perkara anak pelaku tindak pidana harus
memperhatikan laporan penelitian dari lembaga sosial;
m. Hukuman hanya dijalankan sebagai upaya terakhir dan penjara terhadap
anak harus dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik;
n. Hukuman mati tidak dapat dikenakan pada setiap kejahatan apapun yang
dilakukan oleh anak;
o. Anak pelaku tindak pidana tidak boleh menjadi subjek hukuman badan
dan mengupayakan tindakan alternatif sebagai hukuman;
p. Pihak yang berwenang secara hukum memiliki kekuasaan untuk
mengakhiri proses peradilan pada setiap saat;
q. Pelaku anak sedapat mungkin dihindarkan dari penahanan kecuali
terdapat perlindungan secara maksimal terhadap pelaku;
r. Upaya menghindarkan penempatan anak pada Lembaga Pemasyarakatan,
jika terpaksa diupayakan sesingkat mungkin;
s. Pelaku mendapatkan bantuan seperti: penginapan, pendidikan, atau latihan
keterampilan, pekerjaan atau bantuan lain yang bersifat membantu dan
praktis dengan tujuan mempermudah proses rehabilitasi;
t. Anak pelaku tindak pidana ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan
u. Pelanggar hukum wanita muda ditempatkan pada Lembaga
Pemasyarakatan terpisah dan patut mendapat perhatian khusus terhadap
keperluan dan masalah pribadinya;
v. Demi kepentingan dan kesejahteraan remaja yang ditahan di Lembaga
Pemasyarakatan, orangtua atau wali memilikli hak akses untuk
mengetahuinya;
w. Adanya penggalangan sukarelawan dan pelayanan masyarakat dalam
pembinaan anak pelaku tindak pidana;
x. Pembebasan bersyarat terhadap anak pelaku tindak pidana oleh Lembaga
Pemasyarakatan sedini mungkin dan adanya pengawasan dan bantuan
terhadap pelaku yang diberi pembebasan bersyarat.
2. Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
Perserikatan Bangsa-Bangsa 1989:
a. Seorang anak tidak akan dikenai penyiksaan atau pidana dan tindakan
lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat;
b. Pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup tanpa kemungkinan
memperoleh pelepasan/pembebasan (“without possibility of release”) tidak
akan dikenakan kepada anak yang berusia di bawah 18 tahun;
c. Tidak seorang anak pun dapat dirampas kemerdekaannya secara melawan
hukum atau sewenang-wenang;
d. Penangkapan, penahanan dan pidana penjara hanya akan digunakan
sebagai tindakan dalam upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang
e. Setiap anak yang dirampas kemerdekaanya akan diperlakukan secara
manusiawi dan dengan menghormati martabatnya sebagai manusia;
f. Anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisah dari orang dewasa dan
berhak melakukan hubungan/kontak dengan keluarganya;
g. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan
hukum, berhak melawan/menentang dasar hukum perampasan
kemerdekaan atas dirinya di muka pengadilan atau pejabat lain yang
berwenang dan tidak memihak, serta berhak untuk mendapat keputusan
yang cepat/tepat atas tindakan terhadap dirinya itu;
h. Tiap anak yang dituduh, dituntut atau dinyatakan telah melanggar hukum
pidana berhak diperlakukan dengan cara-cara:
1. yang sesuai dengan kemajuan pemahaman anak tentang harkat dan
martabatnya;
2. yang memperkuat penghargaan/penghormatan anak pada hak-hak asasi
dan kebebasan orang lain;
3. mempertimbangkan usia anak dan keinginan untuk
memajukan/mengembangkan pengintegrasian kembali anak serta
mengembangkan harapan anak akan perannya yang konstruktif di
masyarakat.
i. Tidak seorang anakpun dapat dituduh, dituntut atau dinyatakan melanggar
hukum pidana berdasarkan perbuatan (atau “tidak berbuat sesuatu”) yang
tidak dilarang oleh hukum nasional maupun internasional pada saat
j. Tiap anak yang dituduh atau dituntut telah melanggar hukum pidana,
sekurang-kurangnya memperoleh jaminan-jaminan (hak-hak):
1. untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti kesalahannya menurut
hukum;
2. untuk diberitahu tuduhan-tuduhan atas dirinya secara cepat dan
langsung (“promptly and directly”) atau melalui orang tua, wali atau
kuasa hukumnya;
3. untuk perkaranya diputus/diadili tanpa penundaan (tidak berlarut-larut)
oleh badan/kekuasaan yang berwenang, mandiri dan tidak memihak;
4. untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian atau pengakuan bersalah;
5. apabila dinyatakan telah melanggar hukum pidana, keputusan dan
tindakan yang dikenakan kepadanya berhak ditinjau kembali leh
badan/kekuasaan yang lebih tinggi menurut hukum yang berlaku;
6. apabila anak tidak memahami bahasa yang digunakan, ia berhak
memperoleh bantuan penterjemah secara cuma-cuma (gratis);
7. kerahasiaan pribadinya dihormati/dihargai secara penuh pada semua
tingkatan pemeriksaan.
k. Negara harus berusaha membentuk hukum, prosedur, pejabat yang
berwenang dan lembaga-lembaga yang secara khusus
diperuntukkan/diterapkan kepada anak yang dituduh, dituntut atau
dinyataan telah melanggar ukum pidana, khususnya:
1. menetapkan batas usia minimal anak yang dipandang tidak mampu
2. apabila perlu diambil/ditempuh tindakan-tindakan terhadap anak tanpa
melalui proses peradilan, harus ditetapkan bahwa hak-hak asasi dan
jaminan-jaminan hukum bagi anak harus sepenuhnya dihormati.
l. Bermacam-macam putusan terhadap anak (a.l. perintah/tindakan untuk
melakukan perawatan/pembinaan, bimbingan, pengawasan,
program-program pendidikan dan latihan serta pembinaan institusioanl lainnya)
harus dapat menjamin bahwa anak diperlakukan dengan cara-cara yang
sesuai dengan kesejahteraanya dan seimbang dengan keadaan lingkungan
mereka serta pelanggaran yang dilakukan.
Setelah dilakukannya ratifikasi atas Konvensi Hak-Hak Anak oleh
Pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan Keppres Nomor 36 Tahun 1990,
maka secara hukum menimbulkan kewajiban kepada Indonesia (negara peserta)
untuk mengimplementasikan hak-hak anak tersebut dengan menyerapnya ke
dalam hukum nasional.
Dalam hal Undang-Undang Pengadilan Anak, dapat dikemukakan
merupakan perwujudan atau penampungan dari kaidah hukum Konvensi Hak
Anak mengnai peradilan khusus untuk anak-anak yang berkonflik dengan hukum
(children in conflict with law).36
36
C. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Anak Menurut Instrumen Nasional
1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan
Anak:
a. Hak untuk diperiksa dalam suasana kekeluargaan pada Sidang Anak (Pasal
6);
b. Hak untuk diadili secara khusus berbeda dengan orang dewasa (Pasal 7);
c. Hak untuk diperiksa dalam sidang tertutup untuk umum (Pasal 8 ayat (1));
d. Hak untuk dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa, dan selama masa
tahanan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap dipenuhi
(Pasal 45);
e. Hak untuk dikeluarkan dari tahanan demi hukum apabila jangka waktu
penahanan telah habis (Pasal 46 ayat (5), Pasal 47 ayat (4), Pasal 48 ayat
(4), Pasal 49 ayat (4), Pasal 50 ayat (5));
f. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat
Hukum sejak ditangkap atau ditahan dan pada setia tingkat pemeriksaan
(Pasal 51 ayat (1));
g. Hak untuk berhubungan langsung dengan Penasihat Hukum dengan
diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang pada saat ditangkap
atau ditahan (Pasal 51 ayat (3));
h. Hak untuk didampingi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasihat
hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan selama proses pemeriksaan
i. Hak untuk menjalani pidana atau dididik di Lembaga Pemasyarakatan
Anak yang harus terpisah dari orang dewasa, serta memperoleh pendidikan
dan latihan sesuai bakat dan kemampuannya (Pasal 60).
2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
a. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan,
atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi (Pasal 16 ayat (1));
b. Hak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum (Pasal 16 ayat (2));
c. Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara sesuai dengan hukum
yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16
ayat (3));
d. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapat
perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya dalam setiap
tahapan upaya hukum, membela diri dan memperoleh keadilan di depan
pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup
untuk umum (Pasal 17 ayat (1)).
3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia
a. Hak perlindungan hukum (Pasal 58 ayat (1));
b. Hak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau
hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan kepada anak (Pasal 66 ayat
(1),(2));
c. Hak untuk tidak dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum (Pasal
66 ayat (3)).
d. Hak penangkapan, penahanan, atau pidana penjara hanya sebagai upaya
terakhir (Pasal 66 ayat (4));
e. Hak perlakuan yang manusiawi bagi anak yang dirampas kemerdekaannya
dan dipisahkan dari orang dewasa (Pasal 66 ayat (5));
f. Hak bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif bagi anak yang
dirampas kebebasannya (Pasal 66 ayat (6));
g. Hak membela diri dan memperoleh keadilan bagi anak yang dirampas
kebebasannya di depan pengadilan yang objektif, tidak memihak dan
sidang tertutup untuk umum.
4. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Dalam masalah menyangkut hak-hak anak yang menjadi
tersangka/terdakwa atau anak yang berkonflik dengan hukum, ketentuan KUHAP
masih tetap diperlukan karena Undang-Undang Pengadilan Anak sendiri tidak ada
mencabut hak-hak tersangka/terdakwa dalam KUHAP, namun justru ketentuan
yang terdapat dalam KUHAP tersebut dapat melengkapi apa yang diatur dalam
Undang-Undang Pengadilan Anak.37
Hak-hak tersebut diatur dalam BAB VI Pasal 50 sampai Pasal 68, kecuali
persidangan yang terbuka untuk umum. Hal ini bertentangan dengan prinsip
persidangan anak yang harus dilakukan secara tertutup.
Adapun hak-hak tersangka/terdakwa anak atau anak yang berkonflik
dengan hukum menurut KUHAP dapat diperinci sebagai berikut:
a. Hak untuk segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya
dapat diajukan kepada Penuntut Umum (Pasal 50 ayat (1));
b. Hak agar perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut
Umum (pasal 50 ayat (2));
c. Hak untuk segera diadili oleh pengadilan (Pasal 50 ayat (3));
d. Hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu
pemeriksaan dimulai dan tentang apa yang didakwakan kepadanya (Pasal
51);
e. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau
hakim (Pasal 52);
f. Hak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa dalam pemeriksaan
pada tingkat penyidikan dan pengadilan (Pasal 53 ayat (1));
g. Hak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum
selama dalam waktu pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54);
h. Hak memilih sendiri Penasihat hukumnya (pasal 55);
i. Dalam hal tersangka/terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas
dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat
hukum sendiri, pajabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum
bagi mereka yang memberikan bantuannya dengan cuma-cuma (Pasal 56
ayat (1),(2));
j. Hak menghubungi penasihat hukumnya (Pasal 57 ayat (1));
k. Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan
penahanan berhak mengubungi dan berbicara dengan perwakilan
negaranya (Pasal 57 ayat (2));
l. Tersangka atau terdakwa yang ditahan berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada
hubungannya dengan proses perkara maupun tidak (Pasal 58);
m. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan
tentang penahanan atas dirinya, kepada keluarganya atau orang lain yang
serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang
bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapat
bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya (pasal 59);
n. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai
hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna
mendapat jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha
o. Hak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal
yang tidak ada hubungannya dengan perkara (Pasal 61);
p. Hak untuk mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima
surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarganya (Pasal 62 ayat (1));
q. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan (Pasal 63);
r. Hak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang
memiliki kealian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65);
s. Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 6);
t. Hak untuk meminta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama
(Pasal 67);