• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II - Tinjauan Aspek Kriminologi terhadap Kenakalan Anak Jalanan di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II - Tinjauan Aspek Kriminologi terhadap Kenakalan Anak Jalanan di Kota Medan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PANDANGAN KRIMINOLOGI TERHADAP KENAKALAN ANAK

JALANAN DI KOTA MEDAN

A . KLASIFIKASI DAN TIPE KENAKALAN ANAK JALANAN

Kenakalan dalam diri seorang anak merupakan perkara yang lazim terjadi.

Tidak seorangpun yang tidak melewati tahap/fase negrif ini atau sama sekali tidak

melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa

golongan anak jalanan di suatu daerah tertentu saja. Keadaan ini terjadi di setiap

tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak jalanan terbagi

mengikuti 3 kriteria, yaitu :

“Kebetulan, kadang-kadang, dan sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan tingkat titik patahan yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan Tripartite, yaitu : historis,instinktual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan demgan sebab-musabab terjadinya kenakalan insktiktual bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali anomali dalam dorongan berkelompok”.16

Klasifikasi ini melengkapi dengan kondisi mental, dan hasilnya

menampilkan suatu bentuk anak atau remaja yang agresif, serakah, pendek pikir,

sangat emosional dn tidak mampu mengenal nilai-nilai etis serta kecenderungan

untuk menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang merugikan dan berbahaya.

Adapun macam dan bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak

dibedakan menjadi beberapa macam:

16`.

(2)

1. Kenakalan Biasa

2. Kenakalan yang menjurus pada tingkat kriminal

3. Kenakalan khusus17

Ad. 1 Kenakalan Biasa

Kenakalan biasa adalah bentuk kejahatan yang berupa berbohong, pergi keluar

rumah tanpa pamit kepada kedua orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan

teman, suka bolos, suka menipu, suka terlambat ke sekolah, dan membuang

sampah sembarangan, dan lain sebagainya.

Ad. 2 Kenakalan yang menjurus pada tindakan kriminal

Adalah suatu bentuk kenakalan anak jalanan yang merupakan perbuatan pidana,

berupa kenakalan yang meliputi: mencuri, menganiaya, menodong, mencopet,

menggugurkan kandungan, membunuh, memperkosa, berjudi, menonton, dan

mengedarkan film porno atau menggandakannya serta mengedarkan obat-obat

terlarang, dan lain sebagainya.

Ad.3. Kenakalan khusus

Kenakalan khusus adalah kenakalan yang diatur dalam undang-udang pidanan

khusus, seperti kenakalan narkotika, psikotropika, pencucian uang (money

Laundering), kenakalan di Internet (Cyber Crime), kejahatan terhadap HAM dan

sebagainya. Bentuk lain dari kenakalan anak jalanan adalah berdasarkan ciri

keperibadian yang defek, yang mendorong mereka menjadi tidak terkontrol.

Anak-anak muda ini pada umumnya bersifat labil, sangat

17.

Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, cetakan pertama, Kenakalan Anak

(3)

emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cendrung suka

menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka hampir

tidak dapat digugah, beku.

Tipe Delinquen menurut struktur keperibadian ini dibagi atas :

1. Delinquensi terisolir

2. Delinquensi neurotik

3. Delinquensi psikopatik

4. Delinquensi defek mental.18

Ad. 1. Delinquensi Terisolir19

Kelompok ini merupakan jumnlah terbesar dari para remaja delinquen;

merupakan kelompok mayoritas. Pada umumnya anak tidak menderita kerusakan

Psikologi. Perbuatan kejahatan mereka disebabkan oleh dorongan faktor sebagai

berikut :

a. Kejahatan mereka tidak didorong oleh motifasi kecemasan dan konflik

batin yang tidak dapat diselesaikan, dan motif yang mendalam, akan tetapi

lebih banyak dirangsang oleh keinginan meniru, ingin konform dengan

norma kelompoknya. Biasanya semuanya kegiatan mereka lakukan dalam

bentuk kegiatan kelompok.

b. Anak kebanyakan berasal dari daerah-daerah kota yang tradisional

18.

Kartini Kartono, op.cit, hal. 49 19. Ibid

(4)

sifatnya memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil anak melihat adanya

tindakan-tindakan kejahatan, sampai suatu saat dia ikut menjadi anggota

salah satu anak jalanan tersebut. Di dalam perkumpulan ini anak merasa

diterima, mendapat kedudukan terhormat, pengakuan status sosial dan

prestise tertentu. Semua nilai, norma dan kebiasaan kelompoknya dengan

subkultur kriminalnya, diopernya dengan serta merta.

c. Pada umumnya anak delinquen tipe ini berasal dari keluarga berantakan,

tidak harmonis, tidak konsekuen dan mengalami banyak frustasi. Situasi

keluarga di;penuhi dengan konflik diantara sesama anggota keluarga, dan

ada suasana penolakan oleh orang tua, sehingga anak merasakan disiakan

serta kesepian. Situasi demikian anak tidak pernah merasakan iklim

kehangatan emosional. Kebutuhan elementernya tidak terpenuhi,

misalnya, tidak pernah merasa aman, harga dirinya terasa diinjak, merasa

dilupakan dan ditolak oleh orang tua, dan lain-lain. Pendeknya, anak

mengalami banyak frustasi dalam lingkungan keluarga sendiri, dan

mereaksi negatif terhadap lingkungannya.

d. Sebagai jalan keluarnya, anak memuaskan semua kebutuhan dasarnya

ditengah lingkungan anak-anak kriminal.

e. Secara typis mereka dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali

mendapat supervisi dan latihan disiplin dan teratur. Akibatnya, anak tidak

sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Bahkan banyak dari

mereka kebal terhadap nilai kesusilaan, sebaiknya lebih peka terhadap

(5)

Ad.2. Delinquensi Neurotik20

Pada umumnya anak-anak delinquen tipe ini menderita gangguan kejiwaan

yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman,

merasa terancam, tersudut dan terpojok, merasa bersalah dan berdosa, dan

lain-lain. Ciri tingkah laku anak itu antara lain:

a. Tingkah laku delinquennya bersumber pada sebab-sebab psikologis yang

sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan

nilai subkultur anak jalananya saja, juga bukan berupa usaha untuk

mendapatkan prestise sosial dan simpati dari luar.

b. Tingkah laku kriminal merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum

terselesaikan, karena itu tindak kenakalan mereka merupakan alat pelepas

bagi rasa ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya yang jelas tidak

terpikulkan oleh egonya.

c. Biasanya, anak remaja delinquen tipe ini melakukan kenakalan seorang

diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka

memperkosa lalu membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.

d. Anak delinquen neurotik ini banyak yang berasal dari kelas menengah,

yaitu dari lingkungan konvensional yang cukup baik kondisi sosial

ekonominya. Namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak

ketegangan emosional yang parah, dan orang tuanya biasanya juga

neurotik atau psikotik.

20.

(6)

e. Anak delinquen neurotik ini memiliki ego yang lemah, dan ada

kecenderungan untuk mengisolir diri dari lingkungan orang dewasa dan

anak-anak remaja lainnya.

f. Motivasi kenakalan mereka berbeda-beda. Misalnya, para penyudut api

(pyromania, suka membakar) didorong oleh nafsu ekshibisionistis,

anak-anak yang suka membongkar melakukan pembongkaran didorong oleh

keinginan melepaskan nafsu seks, dan lain-lain.

g. Perilakunya memperlihatkan kualitas kompulsif (paksaan). Kualitas

sedemikian ini tidak terdapat pada tipe delinquen terisolir. Anak-anak dan

orang muda tukar bakar, pada peledak dinamit dan bom waktu, penjahat

seks, dan pecandu narkotika dimaksudkan dalam kelompok tipe neurotik

ini.

Perubahan tingkah laku anak-anak delinquen neuritik ini belangsung atas

dasar konflik jiwani yang serius atau mendalam sekali, maka mereka akan terus

melanjutkan tingkah laku kenakalannya sampai usia dewasa dan umur tua.

Ad.3. Delinquen Psikopatik21

Delinquen psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari

kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang

paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah:

21.Ibid

(7)

a. Hampir seluruh anak delinquen ini berasal dan dibesarkan dalam

lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian

keluarga, berdisiplin keras maupun tidak konsisten, dan selalu menyiakan

anaknya. Tak sedikit dari mereka berasal dari rumah yatim piatu.

Lingkungan anak tidak pernah merasakan kehangatan, kasih sayang dan

relasi personal yang akrab dengan orang lain. Akibatnya mereka tidak

mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi, sedang kehidupan

perasaan pada umumnya menjadi tumpul atau mati. Akibatnya anak tidak

mampu menjalin relasi emosional yang akrab atau baik dengan orang lain.

b. Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa atau melakukan

pelanggaran, itu sering meledak dan tidak terkendali.

c. Bentuk kejahatan majemuk, tergantung pada suasana ahtinya yang kacau

tidak dapat diduga-duga. Anak pada umumnya sangat agresif dan implusif.

Biasanya mereka residivis yang berulangkali keluar masuk penjara, dan

sulit sekali diperbaiki.

d. Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan

norma-norma sosial yang umumnya berlaku. Juga tidak perduli terhadap norma-norma

subkulturnya sendiri.

e. Acapkali anak juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi

kemampuan untuk menegndalikan diri sendiri.

Psikopat itu merupakan bentuk kekalutan mental dengan ciri-ciri sebagai

berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri. Orangnya tidak

(8)

dan hukum. Biasanya juga immoral. Tingkah laku dan relasi sosialnya selalu

asosial, aksentrik kegila-gilaan, dan jelas tidak memiliki kesadaran sosial serta

intelegensi sosial. Anak sangat egoistis, fanatik, dan selalu menentang apa

siapapun juga. Sikapnya aneh, sangat kasar, kurang ajar, ganas buas terhadap

siapapun tanpa sebab sesuatu pun juga. Kata-katanya selalu menyakiti hati orang

lain, perbuatannya sering ganas sadis, suka menyakiti jasmani orang lain tanpa

motif atau apapun juga. Karena itu, remaja delinquen yang psikopatik ini

digolongkan ke dalam bentuk penjahat yang paling bahaya.

Ad.4.Delinquen Defek Moral22

Defek (defect,defectus) artinya: rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat,

kurang. Delinquensi defek moral mempunyai ciri: selalu melakukan tindakan

asosial atau anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan

gangguan kognitif, namun ada disfungsi pada intelegensinya.

Kelemahan dan kegagalan para remaja delinquen tipe adalah: anak tidak

mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu

menegndalikan dan mengaturnya. Selalu saja anak ingin melakukan perbuatan

kekerasan, penyerangan dan kejahatan. Relasi kemanusiaannya sangat terganggu.

Sikapnya sangat dingin dan beku, tanpa afeksi (perasaan), jadi ada kemiskinan

afektif dan sterilisasi emosional. Anak tidak memiliki rasa harga diri. Terdapat

22.Ibid

(9)

kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super

agonya sangat lemah. Implusnya tetap ada dalam tarif primitif, sehingga sukar

dikontrol dan dikendalikan. Anak merasa cepat puas dengan “prestasinya”, namun

sering perbuatan mereka disertai agresivitas yang meledak. Anak juga selalu

bersikap bermusuhan terhadap siapapun juga, karena itu mereka selalu melakukan

perbuatan kenakalan.

Pada umumnya bentuk tubuh para penjahat habitual dan residivis itu lebih

kecil daripada tubuh orang normal. Berat badan mereka juga lebih ringan.

Acapkali anak memiliki kelainan jasmaniah. Pengaruh lingkugan adalah relatif

kecil dalam membentuk seseorang menjadi defek moralnya. Sebaiknya, kostitusi

dan disposisi psikis yang abnormal menyebabkan pertumbuhan anak muda dan

remaja yang defek moralnya itu sangat mencolok ekstrim biasanya mereka

digolongkan ke dalam tipe delinquen psikopatik.

B. PERKEMBANGAN KENAKALAN ANAK JALANAN

Kenakalan anak jalanan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan zaman

dari era ke era. Sebab setiap zaman memiliki ciri khas yang berbeda dan memiliki

tantangan yang berbeda khususnya kepada generasi mudanya, sehingga anak-anak

muda ini bereaksi dengan cara yang khas pula terhadap situasi atau zaman yang

berbeda.

Pada tahun 50 sampai pada 60-an di Indonesia yang menjadi masalah

(10)

yaitu setelah menjalin kemelut merebut kemerdekaan. Kenakalan anak jalanan

pada saat itu umumnya berupa penodong sekolah-sekolah untuk mendapatkan

izasah dan penonjolon diri yang berlebihan bak pahlawan kesiangan. Kenakalan

remaja pada zaman ini juga berupa keberandalan dan tindak-tindak kriminal

ringan ala anak-anak jalanan, menirukan pola perilaku anak-anak muda di luar

negeri yang mereka hayati dengan hadirnya film-film impor dan buku-buku

bacaan sadistis dan buku-buku porno. Adapun faktor kenakalan mereka adalah

karena ketidak mampuan si anak memanfaatkan waktu kosong dan kurangnya

pengendalian terhadap dorongan meniru. Sayangnya yang mereka tiru justru

perbuatan yang tidak terpuji, misalnya: hidup malas-malasan dan hidup seperti

hippis, melakukan tindak kriminal untuk memuaskan ambisi sosial yang semakin

meningkat.

Pada tahun 70-an ke atas, kenakalan anak jalanan di kota-kota besar di

tanah air sudah menjurus pada kenakalan yang lebih serius, antara lain berupa

tindak kekerasan, penjambretan, penggarongan, perbuatan seksual dalam bentuk

perkosaan sampai pada perbuatan pembunuhan dan perbuatan kriminal lain.

Kenakalan dan kenakalan tersebut erat kaitannya dengan makin derasnya

arus urbanisasi dan semakin banyaknya jumlah remaja desa bermigrasi ke daerah

perkotaan tanpa jaminan sosail yang mantap, ditambah sulitnya mencari pekerjaan

yang cocok dengan keinginan mereka.

Pada tahun berikutnya kenakalan remaja semakin meluas baik dalam

(11)

banyaknya pengedaran dan penggunaan ganja dan narkotika di tengah masyarakat

dan memasuki ruang sekolah.

Seiring dengan berkembangnya zaman, tak dapat kita pungkiri kenakalan

anak jalanan pun semakin berkembang. Pada masa sekarang ini yang dikenal

dengan masa atau era reformasi dan kebebasan sepertinya membawa dampak

yang nyata dalam perkembangan kenakalan anak jalanan. Masa sekarang ini

remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani

mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat

mungkin. Sering ditanggapi orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak

ingin diperlakukan seperti anak kecil lagi, mereka lebih senang bergaul dengan

kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Anak juga semakin

berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang

berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut anak kurang beralasan.

Kenakalan anak jalanan lain yang sedang populer di zaman sekarang ini adalah

kenakalan perilaku ngelem merupaka salah satu perilaku menyimpang yang

seringkali dilakukan oleh anak-anak jalanan di Ngunban Surbakti Kelurahan

Sempakata Kecamatan Medan Selayang. Ada beberapa faktor anak jalanan

melakukan perilaku ngelem, seperti ngelem dapat memberikan rasa tenang dan

menimbulkan halusinasi meskipun hanya sesaat, terpengaruh oleh teman sebaya

dan keingin tahuan untuk ikut mencoba, dan harga lem yang murah dan mudah

(12)

dianggap sebagai bentuk kebiasaan yang menyenangkan dikalangan anak

jalanan.23

Anak jalanan berbeda dengan anak-anak yang tinggal yang hidup bersama

orangtua yang memberikan perhatian dan kasih sayang. Anak jalanan merupakan

anak-anak yang termarginalisasi karena tidak menerima perlakuan yang

seharusnya mereka terima dan rasakan baik dari keluarga, lingkungan sekolah,

lingkungan masyarakat maupun dari agen-agen sosial lainnya. Kehidupan tanpa

aturan seringkali menjadi perlakuan yang mereka perlihatkan akibat kurangnya

pendidikan yang mereka terima. Halnya dengan perilaku menyimpang yang

mereka lakukan sebagai pelarian dari kurangnya perhatian yang mereka harapkan.

Gaya hidup anak jalanan mendidik mereka untuk menjual rasa iba, sejak

dini, melahirkan mental-mental rusak yang semakin kental ketika mereka dewasa

nantinya. Anak-anak jalanan yang masih belia kelak akan terpengeruh,

teman-temannya untuk nge”lem” atau nge”boat”, dan pipi bulatnya akan cekung, binar

matanya akan meredup, tubuh kecilnya akan layu, kurus kering oleh narkoba.

Ngelem merupaka kata yang sangat akrab terutama bagi anak yang hidup di

jalanan. Anak bisa menahan lapar, meringankan penderitaan, menghilangkan

persoalan dan membuat pikiran tenang. Bisa mendapatkan apa saja yang mereka

idam-idamkan, tentunya dengan hayalan.

23.

(13)

Berhalusinasi, ngelem juga dianggap sebagai trend atau keren bagi komunitas

mereka. Apabila tidak ngelem mereka mengatakan tidak “gaul” bahkan

“pengecut” kepada bagi mereka yang tidak ngelem. Dan ngelem ini sudah

menjadi kebiasaan bagi sebagian besar anak jalanan di kota Medan.

Diungkapkan oleh Henan Crispo alias Batara (15 tahun) anak jalanan

yang mencari keberuntungan sebagai pengamen di simpang jalan Gajah Mada,

Medan. “Saya seringkali diejek sebagai seorang pengecut karena saya tidak mau

ikut ngelem dengan mereka. Beberapa hari kemudian tepatnya hari minggu, saya

suntuk sekali karena adik saya yang bernama ucok dipukuli di daerah padang

bulan, saya sangat kesal dan marah, lalu saya turut mereka untuk ngelem. Mereka

memberi saya lem sebanyak satu kaleng, dan mulai menghisap lem tersebut.

Saya menghisap lem tersebut, saya merasa seperti terbang dan berbagai

hayalan banyak datang. Saya baru pertama kali ngelem rasanya kepalaku mau

pecah, hidungku rasanya seperti disumbat dan mata merah. Selain itu, saya cepat

sekali emosi dan merasa sayalah yang jago dan tak terkalahkan. Pandangan

berkunang-kunang dan bayangan hitam datang mendekat dan seperti

meremas-remas kepala.

Menelusuri lebih jauh lagi, apa sebenarnya yang mendasari anak

khususnya anak jalanan hingga memiliki kebiasaan dan menjadi ketergantungan

terhadap ngelem, ada beberapa faktor. Pertama, ngelem merupakan sebagai

pelarian terhadap adanya gangguan karakter pada diri anak, seperti marah, suntuk,

(14)

ngelem membuktikan bahwa anak diterima dalam pergaulan ataupun komunitas.

Dimana seorang anak jalanan tidak ngelem akan dijuluki pengecut atau tidak gaul

dan juga adanya tekanan sosiokultural seperti bangga bila ngelem. Ketiga, dengan

memungkinkan untuk menghilangkan rasa lapar, kelelahan dan juga rasa sakit

terhadap penyakit yang dideritanya, itu secara fisik. Dan untuk secara psikis bisa

menghilangkan rasa cemas, depresi dan stress menghadapi faktor sosial. Keempat,

di samping faktor-faktor yang tadi, bisa juga dikatakan bahwa ngelem juga

merupakan perwujutan dari sifat-sifat penyimpangan dari norma-norma sosial

yang ada.

Ngelem itu sendiri merupakan suatu kegiatan menghirup aroma lem

secara komtiniu segingga adanya perubahan pada emosional. Kebanyakan lem

yang digunakan untuk ngelem oleh anak-anak adalah lem plastik, lem perabotan

dan lem alat rumah tangga. Dimana kesemuanya ini berisi bermacam-macam

volatile hidrokarbon termasuk diantaranya, toluene aceton, alifatik acetat, benzine,

petroleum naflat, perklorethylen, trikloreane, karbontetraklorida. Selain berisi

volatile hidrokarbon, juga mengandung diethyleter, klorofrom, nitrous oxyda,

macam-macam aerosol, insektiside.24

Berdasarkan uraian di atas maka dukungan dari teman-teman

seperjuangan tidak dapat diabaikan keberadaannya. Steven Box dalam bukunya

24 .

(15)

yang berjudul Deviance, Reality, and Society mengemukakan bahwa ada

anak-anak dan remaja yang mempunyai kemauan untuk melakukan kenakalan tetapi

tidak pernah tewujud. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, ada beberapa hal

yang diperlukan yaitu; 25

1. Keahlian (skills)

a) Anak-anak remaja yang mempunyai keinginan untuk melakukan

kenakalan, mungkin harus menunda keinginanya mengingat mereka

tidak mempunyai tingkat pengetahuan yang khusus atau keahlian

(skills).

b) Keahlian dalam melakukan kenakalan merupakan proses belajar,

yang diperoleh dari teman-teman sekelompok. Cara-cara

mengompas, mengancam, menggunakan senjata tajam merupakan

kehliannya yang harus dipelajari.

2. Perlengkapan (Suplay)

Seseorang yang mempunyai keinginan untuk melakukan kenakalan akan

mengabaikan keinginanya bila tidak mempunyai perlengkapan yang

memadai. Perlengkapan ini pun tidak mudah diperoleh. Hanya mereka

yang dikenal dan termasuk dalam kelompok yang mudah memperoleh

perlengkapan.

25.

(16)

3. Adanya dukungan sosial

Anak yang mempunyai keinginan untuk melakukan

penyimpangan/kenakalan baru dapat melaksanakan keinginannya bila

terdapat dukungan kelompok. Dukungan sosial, yang berbentuk

dukungan kelompok sangat penting bagi pelaksanaan kejahatan. Dengan

adanya dukungan kelompok ini segala perbuatan yang akan dilakukan

dapat direncanakan dengan baik. Dan yang lebh penting lagi, dengan

dukungan sosial ini akan diperoleh pembenaran dari perbuatan tersebut.

4. Adanya dukungan simbolis (Symbolic Support)

Para remaja yang mempunyai kemauan dan kemampuan dalam

melaksanakan kenakalan, memerlukan dukungan simbolis sebagai dasar

pembenaran dari perbuatan yang dilakukan.

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN ANAK JALANAN

A. Sebab-Sebab Kenakalan Menurut Teori Kriminologi

Ada tiga bagian yang disebut dalam typhological atau bio-typhological

berdasarkan dalil yang menyatakan bahwa beda penjahat dan bukan penjahat

terletak pada sifat-sifat tertentu pada kepribadian, yang mengakibatkan seorang

tertentu dalam suatu keadaan berbuat kejahatan dan seseorang lain tidak.

Kecencerungan berbuat jahat ini mungkin diturunkan dari orang tua atau

(17)

proses-proses lain tidak diperhitungkan dalam menerangkan sebab-sebab kajahatan.

Ketiga aliran ini saling berbeda hanya dalam ssifat mana yang diangggap

perbedaan anatara penjahat dan bukan penjahat.

Ketiga bagaian sebab-sebab tersebut adalah:

1. Lambrosian

Teori ini dikenal sebagai “Italian School”, yang dimana berpendapat:

a. Penjahat sejak lahirnya sudah mempunyai suatu tipe tersendiri.

b. Memiliki tipe tersendiri, misalnya: tengkorak asimetris, rahang bawah

yang panjang, hidung yang pesek, rambut janggut jarang, tahan sakit.

c. Tanda-tanda lahirnya yang merupakan bawaan sejak lahir seperti berntuk

atavisme atau suatu degenerasi terutama epilepsy.

2. The Mental Testers

Teori ini merupakan teori yang mempertahankan teori Lambrosian. Teori ini

lebih menekankan pada feeble minded sebagai suatu ciri khas seseorang

penjahat. Teori ini berpendapat bahwa kelemahan otak (yang diturunkan dari

orang tua menurut hukum-hukum kebaikan dan mental) mengakibatkan

orang-orang bersangkutan tak mampu menilai akibat tingkah lakunya dan tidak biasa

(18)

3. The Psychiatric School/Aliran Psikiatri

Teori ini merupakan kelanjutan dari aliran Lambroso, tetapi tanpa bentuk

khusus dari tanda badan. Aliran ini mengajarkan bahwa gangguan-gangguan

emosional yang terjadi dalam hubungan pergaulan kelompok merupakan

penyebab kejahatan dan warisan biologis sebagai penyebab kejahatan sudah

tidak diakui lagi. Aliran ini sangat dipengaruhi oleh Sigmund Freud, Khusus

ajarannya yang menitik beratkan pada: ”alam tak sadar”, frustasi dan Oedipus

Complex.26

B. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Anak Jalanan

Kenakalan anak tidak timbul dan ada begitu saja dalam setiap

kehidupan, karena kenakalan-kenakalan tersebut mempunyai penyebab yang

merupakan faktor terjadinya kenakalan anak. Mengetahui sebab musabab

timbulnya kenakalan anak jalanan harus diperhatikan faktor-faktor dari dalam diri

anak tersebut, faktor keluarga, lingkungan dan lain-lainnya yang dapat

mempengaruhi seseorang anak itu melakukan kenakalan. Kenakalan anak jalanan

sering terjadi dalam masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri.

Kenakalan anak jalanan tersebut timbul karena adanya beberapa sebab dan

tiap-tiap sebab dapat ditanggulangi dengan cara-cara tertentu.

Menurut POLRI dalam mengangai kasus-kasus yang terjadi di

masyarakat dapat dikatakan bahwa banyak faktor yang turut mempengaruhi

26 .

(19)

terjadinya kenakalan anak jalanan. Untuk terjadinya suatu penggaran maka 2

(dua) unsur harus bertemu yaitu NIAT untuk melakukan suatu pelanggaran dan

KESEMPATAN untuk melaksanakan niat tersebut. Jika ada salah satu dari kedua

unsur tersebut dia atas maka tidak akan terjadi apa-apa, niat untuk melakukan

pelanggaran tetapi tidak ada kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut, maka

tidak mungkin terlaksana pelanggaran itu. Sebaliknya walaupun ada kesempatan,

tetapi tidak ada niat untuk melanggar maka juga tidak akan terjadi suatu

pelanggaran. Jadi kedua unsur NIAT dan KESEMPATAN adalah hal yang sangat

penting dalam hal terjadinya kenakalan anak jalanan.27

Di sisi lain ada pula faktor-faktor penyebab kenakalan anak jalanan yaitu

faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah faktor endogin dan faktor

eksogin. Yang dimaksud dengan faktor endogin adalah faktor-faktor yang berasal

dari dalam diri anak itu sendiri yang mempengaruhi tingkah laku yaitu antara lain:

a. Cacat yang bersiafat biologis dan psikis

b. Perkembangan kepribadian dan inteligensi yang terhambat sehingga

tidak biasa menghayati norma-norma yang berlaku.

Faktor-faktor eksogin adalah faktor-faktor yang berasal dari anak, yang

mempengaruhi tingkah lakunya, antara lain:

a. Pengaruh negative dari orangtua,

b. Pengaruh negative dari lingkungan sekolah,

27.

(20)

c. Pengaruh negative dari linfkungan masyarakat,

d. Tidak ada/kurangnya pengawasan orangtua,

e. Tidak ada/kurangnya pengawasan pemerintah,

f. Tidak ada/kurangnya pengawasan masyarakat,

g. Tidak ada pengisian waktu yang sehat,

h. Tidak ada pekerjaan,

i. Lingkungan fisik kota besar,

j. Anonimitas karena banyaknya penduduk kota-kota besar, dll.28

Faktor-faktor penyebab kejahatan anak jalanan yang telah diuraikan di

atas, ada beberapa factor lain yang ditinjau dari lingkungan tempat anak

bertumbuh dan berkembang. Faktor-faktor lingkungan tersebut terdiri:

1. Lingkungan Keluarga

Keluarga menjadi tolak ukur orang menilai kepribadian dan keberadaan anak

di luar lingkungan keluarga. Keluarga adalah satu-satunya tempat pendidikan

awal sebelum berlangsung ke instansi lain di luar keluarga. Berbagai problem

yang menyangkut kejahatan anak akhir-akhir ini tidak lepas dari

keterkaitannya dengan lingkungan keluarga.

28.

Ninik Widiyanti-Panji Anoraga, Perkembangan Kenakalan dan Masalah ditinjau

(21)

Ada beberapa factor yang mempengaruhi perilaku remaja oleh keluarga:

1) Status ekonomi orangtua rendah, banyak penghuni/keluarga besar, rumah

kotor, moralitasnya merupakan tanda Tanya sehingga tidak mampu

mengembangkan ketengan emosional pada anak.

2) Anak kurang mendapat kasih saying, kurangnya pengawasan secara

langsung dan tidak diasuh oleh orangtua kandung serta tidak ada

persekutuan antara anggota keluarga.

3) Ada penolakan baik ibu maupun ayah atau broken home (karena kematian,

perceraian, hukuman dan lain-lain)

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan satu-satunya tempat anak mendapatkan pendidikan secara

formal dengan kesungguhannya melaksanakan tugas untuk mewujudkan

tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang diharapkan adalah membimbing

anak didik menjadi warga Negara pancasila yang berdasarkan atas Ketuhanan

Yang Maha Esa, bermoral, berkesadaran masyarakat serta bertanggungjawab

terhadap kesejahteraan masyarakat. Tetapi tidak jarang sekolah menjadi

tempat yang turut mempengaruhi pola kenakalan anak, diantaranya:

1) Sekolah yang selalu berusaha memanjakan anak-anak yang sebenarnya

kurang mampu.

(22)

3) Sekolah menerapkan disiplin secara kaku, tanpa mengiraukan perasaan

anak serta suasana sekolah yang buruk menimbulkan anak-anak yang suka

membolos, malas belajar, melawan guru dan meningggalkan sekolah

(droup out)

3. Lingkungan Masyarakat

Masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas

sifatnya tersusun dari berbagai system dan sub system salah satunya adalah

keluarga. Proses untuk membentuk seorang individu masyarakat mendapat

peranan penting terutama dalam membentuk mentalitas hidup seorang anak.

Ada beberapa hal yang terdapat dalam masyarakat kita yang mempengaruhi

pola kehidupan remaja, antara lain:

1) Sulit memperhatikan kepentingan anak dan melindungi hak anak

khususnya berhadapan dengan berbagai perilaku kekerasan terhadap anak

yang marak terjadi belakangan ini.

2) Masyarakat kita sulit memberikan kesempatan bagi anak untuk

melaksanakan kehidupan social, dan tidak mampu menyalurkan emosi

anak secara sehat.

3) Perilaku masyarakat yang suka memilah-milah atau mengkategorikan

masyarakat berdasarkan umur. Hal ini menjadikan para remaja seolah-olah

(23)

mendalam dengan generasi yang lebih tua yang sebenarnya bias

membantu mereka dalam pertumbuhannya.29

Persoalan anak jalanan sangat serius mengingat bahwa problem anak

jalanan merupakan problem kota yang mesti ditangani sepadan dengan

masalah-masalah sosial lainnya, seperti gelandangan, pengungsi, dan pengangguran.

Disimpulkan penyebab anak jalanan melakukan kenakalan diantaranya adalah:

1. Kemiskinan

Alasan itu memang terasa klasik dan menjadi kambing hitam semua persoalan

sosial mulai dari ciblek, WTS, penjahat, gelandangan. Namun, kemiskinanalah

yang mendorong orang untuk turun ke jalan. Biasanya, hal itu berawal dari

orangtua yang kurang mempedulikan pendidikan anaknya karena mereka sibuk

mencari nafkah, suasana yang kurang harmonis dalam keluarga. Orangtua yang

tidak mengerti bagaimana mendidik anak secara benar dan bermutu sangat

potensial anak-anaknya menjadi lepas kendali dan tidak mampu merenguh

nilai-nilai sosial kemasyarakatan sebagaimana layaknya anak-anak yang lain.

2. Lingkungan

Tempat tinggal anak sangat mempengaruhi pola pergaulan anak-anak. Dari

situasi lingkungan itu pula, kita akan segera tahu latar belakang awal mengapa

anak-anak turun ke jalanan. Situasi lingkungan yang keras, kumuh, banyak

29.

(24)

stres sangat memungkinkan anak-anak menjadi tidak betah tinggal di rumah

dan melarikan diri ke jalanan. Jalanan mereka yakini sebagai konformitas

sosial baru yang mampu memberikan ruang kebebasan sehingga di sana

diperoleh sahabat, teman, serta membentuk mentalitas baru.

3. Figur orangtua bukan figur teladan

Dari pengalaman-pengalaman perjumpaan dengan anak jalanan, semakin

bahwa keluarga yang orangtuanya broken home, masing-masing mempunyai

WIL dan PIL sangat potensial anak-anaknya turun ke jalanan.

Penyimpangan-penyimpnangan yang dilakukan oleh orangtua menjadi stressor yang sama

sekali tidak mendidik anak-anak, bahkan anak menjadi kehilangan figur idola.

Bisa jadi, mereka tidak miskin secara ekonomis, bahkan banyak juga

anka-anak jalanan yang dalam kelompok itu sosial ekonomisnya cukup mapan.

4. Bentuk antara nilai-nilai dan nilai-nilai global

Era globalisasi yang sudah mulai kita rasakan membawa nilai baru ke dalam

kehidupan masyarakat kita berupa kebebasan, penggeseran nilai-nilai moral,

dan semakin kompleksnya tantangan kehidupan.

5. Klasifikasi anak jalanan sendiri

Kadang kalamasyarakat hanya melihatnya bahwa semua yang berada di jalanan

itu pasti dalam kelas yang sama. Mereka terdiri dari pengasong, penjual koran,

pengamen, pemulung, pengemis, pengelap kaca mobil. Keberadaan mereka di

(25)

perempatan-perempatan. Meski tidak akan mengganggu atau berbuat jahat, tetapi “stigma”

yang melekat pada mereka membuat masyarakat pasang kuda-kuda. Daripada

repot, lebih baik selalu menyiapkan uang recehan, takut mobil digores, takut

dimaki-maki. Memang kadang juga ada yang memaksa dengan nada marah,

meski kita sudah menjelaskan kalau kita memang tidak mempunyai uang.

Tetapi, ada juga yang dengan santun minggir, ketika kita mengatakan tidak

Referensi

Dokumen terkait

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

Vol. 2, Desember 2017 109 Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencoba menggali lebih dalam tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari