• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan

kesehatan sebuah negara dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas

(Depkes, 2009). Permasalahan gizi yang masih menjadi masalah utama di dunia

adalah malnutrisi. Malnutrisi dapat meningkatkan kerentanan anak terhadap penyakit

dan mempengaruhi tumbuh kembangnya (Katz et al, 2006).

Gizi lebih atau dalam istilah awam lebih dikenal sebagai kegemukan

merupakan status gizi tidak seimbang akibat asupan nutrisi yang berlebihan sehingga

menghasilkan ketidakseimbangan energi antara konsumsi makanan dan pengeluaran

energi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Elsevier, 2009). Prevalensi gizi

lebih (overweight dan obesitas) di seluruh dunia mengalami tren yang terus meningkat dalam sekitar 30 tahun terakhir. Salah satu kelompok umur yang berisiko

terjadinya gizi lebih adalah kelompok umur remaja (Arisman, 2009). Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa gizi lebih 70% dipengaruhi oleh lingkungan dan 30%

dipengaruhi oleh genetik. Faktor perilaku dan lingkungan meliputi pola makan dan

aktifitas fisik merupakan hal yang paling berpengaruh untuk terjadinya gizi lebih.

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dari pola makan antara lain : kuantitas, porsi

makan, kepadatan energi dari makanan yang dimakan, frekuensi makan dan jenis

(2)

makan di luar, meningkatnya asupan makanan jajanan, dan meningkatnya gaya hidup

kurang gerak (sedentary lifestyle) berkontribusi pada kejadian gizi lebih dan keseimbangan energi.

Indonesia sendiri belum memiliki data yang lengkap untuk menggambarkan

prevalensi gizi lebih, namun penelitian yang dilakukan oleh Soegih, et al tahun 2004

pada 6318 orang pengunjung suatu laboratorium dari berbagai daerah, pekerjaan dan

kelompok umur (20 s/d lebih dari 55 tahun) dapat menjadi gambaran dari jumlah

penderita gizi lebih di Indonesia.

Gizi lebih pada remaja perlu mendapat perhatian, sebab gizi lebih yang

muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa dan lansia. Sementara

gizi lebih itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif, seperti

penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, beberapa jenis kanker, dan sebagainya.

Pada study longitudinal oleh Lytle menyatakan bahwa kelebihan berat badan pada

remaja berisiko terjadinya penyakit kardiovaskuler di usia dewasa (WHO, 2006).

Beberapa faktor yang berhubungan dengan tingginya Indeks Massa Tubuh

(gizi lebih) diantaranya adalah pola konsumsi tinggi energi dan kurangnya aktivitas

fisik yang mengarah pada pola hidup sedentaris (sedentary lifestyle). seperti menonton televisi dan bemain computer/video games. Penelitian Hanley et al pada masyarakat Kanada menemukan bahwa remaja usia 10-19 tahun yang menonton

televisi > 5 jam per hari, secara signifikan lebih berpeluang mengalami gizi lebih

dibandingkan dengan remaja yang hanya menonton televisi ≤ 2 jam per hari (Hanley

(3)

Peningkatan kemakmuran dan pengaruh westernisasi dapat mengakibatkan

terjadinya perubahan gaya hidup dalam pemilihan makanan yang cenderung

menyukai makanan cepat saji (fast food) yang kandungan gizinya tidak seimbang yaitu mengandung energi, garam, dan lemak termasuk kolesterol dalam jumlah tinggi

dan hanya sedikit mengandung serat (Bowman, 2004). Penelitian oleh Fauzul, dkk

pada siswa sekolah dasar di Manado menyebutkan bahwa siswa-siswi yang sering

mengkonsumsi fast food minimal 3 kali per minggu mempunyai risiko 3,28 kali menjadi gizi lebih (Badjeber dkk, 2012).

Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara asupan

energi dengan kejadian gizi lebih. Para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara asupan kalori,

karbohidrat, protein, lemak dan pola makan lemak dengan prevalensi gizi lebih .

Hasil penelitian tersebut menunjukkan rata-rata asupan kalori dan lemak kelompok

gizi lebih lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak gizi lebih (Yussac et al, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Frisna dan Hamid (2008) membuktikan juga

bahwa asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak dan aktivitas fisik berkaitan

erat dengan risiko seseorang menderita gizi lebih. Seseorang yang memiliki asupan

energi dan lemak lebih tinggi dari kebutuhan yang dianjurkan memiliki risiko lebih

tinggi menderita gizi lebih daripada seseorang dengan asupan energi dan lemak yang

(4)

Asupan energi yang tinggi ada kaitannya dengan kebiasaan makan fast food.

Fast food umumnya mengandung kalori, lemak, gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat kasar, vitamin A, asam askorbat, kalsium dan folat (Khomsan,

2004). Penelitian yang dilakukan oleh Risnaningsih dan Woro (2008) membuktikan

bahwa ada hubungan yang nyata antara kebiasaan makan fast food dengan kejadian gizi lebih. Jumlah kalori fast food yang dikonsumsi berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih.

Perkembangan teknologi dengan penggunaan kendaraan bermotor dan

berbagai media elektronika memberi dampak berkurangnya aktivitas fisik yang

akhirnya mengurangi keluaran energi. Peningkatan kemakmuran biasanya juga akan

diikuti oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan. Pola makan di kota-kota

besar telah bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak

karbohidrat, serat dan sayuran, ke pola makanan barat seperti fast food yang komposisinya banyak mengandung protein, lemak, gula, dan garam tetapi miskin gizi

(Sjarif, 2003).

Berkurangnya aktivitas fisik sangat berhubungan dengan gizi lebih. Penelitian

di negara maju menunjukkan bahwa individu dengan aktivitas fisik yang rendah

mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar > 5 kg. Berbagai penelitian juga

menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi berhubungan dengan

peningkatan gizi lebih (Nugraha, 2009).

Prevalensi gizi lebih pada orang dewasa di seluruh dunia mengalami

(5)

lebih dan angka ini masih terus meningkat. Di United State of America (USA), lebih 60% populasi dewasa mengalami overweight dan gizi lebih, pada anak remaja 20 - 25% mengalami gizi lebih. Menurut data yang dikumpulkan Center for Disease Control (CDC), prevalensi gizi lebih mulai meningkat secara dramatis sejak 1980.

Peningkatan prevalensi secara cepat juga dilihat pada kelompok minoritas,

seperti etnis Maori di Selandia Baru, suku Indian di Inggris (UK), Malaysia dan

Singapura, Australia Aborigin, populasi kepulauan di selat Torres (Hamam, 2005).

Studi yang dilakukan pada orang dewasa di Malaysia menunjukkan prevalensi

overweight sebesar 25.9% (n=114) dan gizi lebih 17% (n=75). Masalah gizi lebih secara nyata ditemukan lebih tinggi pada perempuan khususnya ibu rumah tangga

(Narayan dan Khan, 2007). Hal yang sama juga ditemukan dalam Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas, 2010) yang mendapatkan prevalensi overweight pada perempuan lebih tinggi (11,4% dan 15,5% ) dibandingkan prevalensi overweight pada laiki-laki (8,5% dan 7,8%). Beberapa faktor yang mungkin berkaitan dengan tingginya

persentase gizi lebih pada responden perempuan, antara lain adalah: (1) Konsumsi

makanan berlemak yang mungkin lebih sering dibandingkan dengan laki-laki; (2)

Aktivitas olahraga yang jarang dilakukan; (3) Status perkawinan, dimana perempuan

yang sudah menikah cenderung mengalami pertambahan berat badan di kemudian

hari (4) Pemakaian alat kontasepsi hormonal seperti: susuk, pil, dan suntikan dapat

menimbulkan efek samping bertambahnya berat badan (Sandjaja & Sudikno, 2005)

(6)

Berdasarkan penelitian tersebut terdapat 9,16% pria dan 11,02% wanita yang

gizi lebih (IMT ≥ 30) de ngan lingkar pinggang ≥ 90 cm sebanyak 41,2% pada pria

dan 53,3% pada wanita. Apabila digunakan klasifikasi gizi lebih untuk orang Asia

yang indeks massa tubuhnya lebih 25 kg/m2, maka hasilnya menjadi 48,97% pada

pria dan 40,65 % pada wanita.

Riskesdas (2007) melaporkan prevalensi gizi lebih di Sumatera Utara

sebanyak 20,9%, yaitu pada penduduk berumur 15 tahun ke atas. Sedangkan hasil

Riskesdes 2010 menemukan prevalensi gizi lebih di Sumatera Utara sebesar 25,4%,

berarti terjadi peningkatan gizi lebih di Sumatera Utara sebesar 4,5%. Masalah

overweight lebih banyak pada responden yang tinggal di daerah kota dari pada pedesaan yaitu dengan prevalensi overweight di Kota Medan sebesar 24,6 %.

Sedangkan di Pematangsiantar berdasarkan hasil dari balitbang Kesehatan

pematangsiantar masalah overweight 25,5 %.

Berdasarkan hasil survey awal di Akademi kebidanan pada bulan Maret

2014, dari 338 mahasiswa yang dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran

tinggi badan terdapat 68 orang (20,1 %) menderita overweight. Mahasiwa yang

mengalami overweight ternyata hasil berat badan dan tinggi badan pada saat

pendaftaran masuk mahasiswa baru mereka memiliki berat badan yang normal,

setelah proses perkuliahan berlangsung terjadi penambahan berat badan sehingga

(7)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang

faktor risiko penyebab kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan

Agatha Pematangsiantar.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian adalah

faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa

Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisa faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian

gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar Tahun 2014

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh riwayat keluarga terhadap kejadian gizi lebih pada

mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014.

b. Untuk mengetahui pengaruh asupan pangan (asupan energi, asupan protein,

asupan karbohidrat, asupan lemak dan asupan serat) terhadap kejadian gizi lebih

pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014.

c. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian gizi lebih pada

(8)

1.4.Hipotesis

1. Ada pengaruh riwayat keluarga terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa

Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014.

2. Ada pengaruh asupan pangan ( asupan energi, asupan protein, asupan

karbohidrat, asupan lemak dan asupan serat ) terhadap kejadian gizi lebih pada

mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014.

3. Ada pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa

Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Bagi Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar menjadi bahan masukan

dalam melakukan upaya promotif dan preventif masalah gizi lebih serta

ancaman penyakit degeneratif.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar menjadi masukan untuk menyusun

program pencegahan dan promotif masalah gizi lebih dan ancaman penyakit

degeneratif di Kota Pematangsiantar.

3. Bagi pengembangan ilmu gizi dapat dijadikan bahan masukan untuk melakukan

upaya promotif dan pencegahan masalah gizi lebih dan ancaman penyakit

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gejala klinis tonsilitis kronis berdasarkan Kriteria Centor modifikasi Mc Isaac terbanyak adalah skor 5 dengan gejala

Hasil pengujian menunjukkan bahwa promosi penjualan, periklanan serta penjualan personal secara simultan mempunyai pengaruh terhadap keputusan konsumen untuk menginap di

Keseimbangan ini digambarkan sebagai suatu Persamaan Akuntansi yaitu suatu persamaan yang menunjukkan bahwa semua jumlah asset atau sumber-sumber yang tercantum pada sisi kiri

Lapiaan air yang; telah dipiaahkan k| aadian diasaakan untuk aandapatkan ditixon ■uml, Bila larutan ditisoa dalaa CKOl^ a** tan 0014 dikoook dangan larutan logaa ba- rat dalaa air9

Faktor Lingkungan, ada dua unsur yang sangat penting dalam mempengaruhi perkembangan intelek anak yaitu keluarga dan sekolah..

Kelurahan Pinang Jaya, Kota Bandar Lampung merupakan daerah kawasan yang dapat dijadikan lokasi percontohan untuk pemberdayaan masyarakat dalam hal pengembangan

TSL 551 Sistem Informasi Geografis 3(2-3) 1 Konsepsi SIG dalam konteks manajemen sumberdaya alam dan wilayah, definisi SIG, komponen utama, bentuk dan struktur

Balindo Mitra Usaha yang akan kami buat nantinya merupakan website yang termasuk dalam kategori level 4 yaitu website yang memiliki fitur-fitur dan informasi yang