• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Arena Budaya dan Modal Budaya di Dalam Sumber Mata Air (‘‘SMA”) Senjoyo di Desa Tegalwaton, Kabupaten Semarang: Dari Perspektif Pierre Bourdieu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Arena Budaya dan Modal Budaya di Dalam Sumber Mata Air (‘‘SMA”) Senjoyo di Desa Tegalwaton, Kabupaten Semarang: Dari Perspektif Pierre Bourdieu"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

51 BAB VI

Sumber Mata Air Senjoyo Sebagai Modal Budaya

Masyarakat desa Tegalwaton dalam menjalani kehidupan mereka bersandar dari tradisi nenek-moyang mereka. Hal ini tercermin didalam sikap masyarakat yang masih mempercayai

adanya kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini terwujud didalam adanya kepercayaan terhadap dhanyang-dhayang yang hidup disekitar mereka.

Kepercayaan terhadap dhanyang-dhanyang desa maupun pepunden desa dari hari ke hari semakin berkembang, terutama desa-desa yang mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam

Kejawen atau Agama Jawi. efek yang ditimbulkan dari pengaruh aliaran kepercayaan animisme dan dinamisme yaitu mempercayai dapat berhubungan langsung dengan roh-roh halus untuk meminta bantuan bagi kepentingan duniawi dan rohani masyarakat. Hubungan dengan legenda alam gaib yang terkait dengan Sendang Senjaya adalah jika kita melaksanakan Kungkum Di Sendang Senjaya pada hari Selasa Kliwon Atau Jum’at Kliwon setelah selesai Kungkum kemudian membawa air dari Sendang Senjaya, air tersebut akan memberikan berkah pada mereka yang mengambil air. Jika pada saat “Kungkum” kita khusuk dalam memanjatkan doa, seolah-olah kita mendapatkan suatu wahyu atau petuah dari danyang Di Sendang Senjaya. Hal

ini seprti diungkapakan oleh kepala dusun Jubug.

“Nek ting umbul niku enten sing nunggu mas namine nyai sobrah joyo mas, byasane nek

mbahe niku ngetok ngih opo sing di gayuh bakal kelakon mas”1

Masyarakat desa Tegalwaton masih mempercayai adanya kekuatan diluar diri manusia dan senantiasa menjagai mereka dalam menjalani hidup. Kekuatan-kekuatan ini umunya bersandar dari roh-roh moyang mereka. Dalam pengetahuan masyarakat disana roh-roh nenek-moyang yang sudah hidup dan tinggal mendiami poon-pohon besar, sungi dan batu-batu besar. Kejadian alam juga sering dipersonifikasikan sebagai bentuk ulah roh-roh nenek moyang tersebut.

Dalam konsep pengatahuan masyarakat Jawa mengenal konsep pengetahuan tentang

Jagad gede dan Jagad Cilik. Dalam menjalani kehidupan didunia masyarakat selalu menjalani keselarasan dengan sesama makhluk hidup. Kejadian alam yang terjadi merupakan sebagai

1

(2)

52

bentuk dari kesalahan manusia yang tidak menjaga keselarasan dengan sesame makhluk hidup. Sikap hidup masyarakat cenderung serakah dan mengabaikan keberalangsungan lingkungan.

“Ya namanya orang Jawa to mas harus olah roso mas. Tapi orang Jawa sekarang

ninggalke roso mas. Ya sekarang ini mas nek dibiang orang Jawa sudah hilang rasane dan ora Jawani ya sekarang ini. Orang-orang serakah mas banyak itu to mas barang

yang bukan menjadi miliknya diminta. Lha itu yang korupsi-korupsi itu kan karena

serakah mas. Trus lagi itu sekarang alam-alam pada rusak kan karena manusianya yang serakah mas. Tapi manusia itu aneh kok mas. Nanti kalok alamnya sudah rusak kena bencana yang disalahkan Gusti, kan ya ndak tepat to mas. Wong itu salahnya manusianya sendiri mas2”

Jagad Cilik (bumi kecil) menyimpan potensi luar biasa yang tidak dimiliki oleh Jagad Gede.

Jagad cilik berupa roh, sukma yang bersifat immateri sehingga tidak terkena hukum kehancuran. Dalam pandangan masyarakat Jawa yakni manusia (mikro-kosmos) haruslah hidup selaras

dengan Jagad Gede (makro-kosmos). Pandangan harus selaras memberikan latar belakang pandangan Jawa terhadap kosmos dan sesamanya. Keselarasan dengan alam melahirkan

pandangan alam sebagai yang suci, roh alam memberikan sumber-sumber penghidupan bagi manusia dibumi. Oleh karena itu manusia harus memberikan sesaji kepada roh alam yang dipersonifikasikan kedalam dewa-dewi (Suseno, 1984: 62).

Dalam pandangan masyarakat desa Tegalwaton “SMA” Senjoyo merupakan sumber mata air

berkah. Keberadaanya “SMA” Senjoyo merupakan representasi dari keberadaan Tuhan di dalam

kehidupan mereka. Air merupakan simbol kehidupan masyarakat desa Tegalwaton. Ritual “Kungkum” merupakan salah satu bentuk masyarakat di desa Tegalwaton dalam menjalin komunikasi dengan Tuhanya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh oleh bapak Jasmin.

“Kan setiap orang itu berbeda-beda mas. Nek di katakana musrik “Kungkum” itu bukan musrik mas wong mintane keinginan itu kan kepada Tuhan mas. Cuma setiap

2

(3)

53

orang kan berbeda mas. Kalau “kungkum” itu kan salah satu cara to mas. Meminta

kepada Tuhan apa yang dipingini melalui ritual “Kungkum”3.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kepala dusun Jubug.

“Ritual “Kungkum” kan cuman salah satu cara mas meminta kepada Tuhan. Ada sing

nyaman ke klenteng, ke masjid, gereja. Kalau orang Jawa ya biasane puasa mas. Nek

saya itu puasa sinambi “Kungkum” mas. Saya percaya kok mas “kungkum” itu manfaatnya banyak. Saya sampai sekarang juga masih sering melakukan “Kungkum”

mas.4

Petikan wawancara diatas menunjukan ritual “kungkum” memiliki dimensi spiritual. Kegiatan

-kegiatan ini sangat erat kaitanya dengan konsep pengetahuan masyarakat tentang Manunggaling Kawulo Gusti. Ritual “Kungkum” seperti yang dijelaskan diatas berfungsi sebagai pemenuhan

kebutuhan sosio-spiritual masyarakat. Melalui ritual “Kungkum” masyarakt mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang bersifat adikodrati untuk memecahkan

permasalahan-permasalahan dalam kehidupan dan bahkan penyatuan kepada Tuhanya. Inilah yang menjadi dasar-dasar konsep Manunggaling Kawulo Gusti (Ahmad, 2006: 6).

Masyarat desa Tegalwaton masih memagang teguh tradisi yang ditinggalkan oleh nenek-moyang merekea. Menurut cerita masyarkat desa Tegalwaton keberadaan “SMA” Senjoyo merupakan cikal keberadaan desa Tegalwaton. Berangkat dari pemahaman ini masyarakat di desa Tegalwaton sangat menjaga lingkungan sumber mata air Senjoyo. Kegiatan yang sering dilakukan masyarakt disana adalah dengan rajin membersihkan disekitaran tempat Umbul Senjoyo. Dalam lingkungan masyarakat terdapat norma-norma yang berlaku, salah satunya yaitu

norma-norma yang tidak tertulis atau disebut hukum adat. Bagi masyarakat Tegalwaton yang tinggal di dekat Sendang Senjaya sudah terbiasa dengan tradisi Dawuhan. Tradisi membersihkan

lingkungan seperti membersihkan lingkungan, menanam pohon di sekitar sendang masih sangat kental dengan kepedulian lingkungan, kebersihan sendang selalu terjaga. Hal ini sebagai bentuk

usaha agar air sendang tetap ada, sehingga anak cucu masih merasakan air dari Sendang Senjaya.

3

Hasil wawancara dengan bapak Jasmin 4

(4)

54

Diera modern ini lingkungan semakin rusak akibat dari tergerusnya nilai-nilai budaya masyarakat. Tradisi yang mampu membawa masyarakat pada taraf keseimbangan. Keseimbangan kehidupan antara manusia dengan alam lingkungan, dengan menjaga pohon-pohon agar tidak ditebang semakin tergerus dengan pandangan bahwa hal ini menghambat pembangunan. Konsep Memayu Hayuning Bawana merupakan bentuk kongkrit masyarakat

dalam menjaga alam ligkungan mereka. Memayu hayuning bawana secara utuh merupakan

falsafah, tujuan dan landasan hidup manusia di bumi. Sebagai falsafah dan tujuan hidup, Memayu Hayuning Bawana menganjurkan agar manusia hidup digunakan untuk terus menerus meningkatkan kualitas hidup dan kualitas ekosistem bumi dan jagad raya. Konflik yang merugikan harus dihindari ini sebagai bentuk wujud dalam menjaga keselarasan dengan sesame makhluk hidup.

Pranoto mongso merupakan praktek yang digunakan masyarakat untuk menadai perubahan alam disekitar mereka. Pranoto mongso atau aturan waktu musim umunya digunakan

oleh para tani pedesaan yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian. Hal ini seperti diungkapkan oleh kepala Dusun Jubug.

“Nek pranoto itu merupakan pitungan atau aturan dalam masyarakat desa dalam

menanam segaa bentuk tanaman. Misal contoh musim kelima itu baiknya missal menanam buah-buahan. Petung itu penting mas, coba kalau ndak ada pitung mas. Misal pas musim nanam biji-bijian kita malah nanam pohon-pohon keras, ya mek hiup-itu hidup mas tapi ya tidak menghasilkan mas. Soale kan bukan musime mas. Makane itu perlu petung mas biar semuanya itu pas mas”.5

Selain bermanfaat untuk bercocok tanam pranoto mongso juga digunakan masyarkaat untuk menandai perubahan lingkungan. Hal ini seperti diungkapkan oleh kepala dusun

Jubug.

“Alam sekarang tidak bisa ditebak mas, harusnya sudah masuk musim panas tapi setiap sekarang kan tidak bisa ditebak mas justru hujan sehari-hari mas. Makan e itu sekarang kan petani susaah mas mau nanem-nanem itu karena cuaca yang tidak menentu. Itu kan karena alamnya sudah rusak mas karena ulah manusiane. Manusia yang serakah yo

5

(5)

55

alame marah mas. Jadi jangan menyalahkan alam mas. Alam itu sudah ada yang mengatur mas, tinggal manusianya saja mau apa tidak merawat apa yang sudah diberikan secara Cuma-cuma kepada manusia. Yang ada kan manusia serakah mas yang

bukan milike kan kadang yo malah diminta tapi tanpa sijinya. hehehe”6

Fakta-fakta yang telah dipaparkan diatas mnunjukan sebagai modal pengetahuan hal demikian membentuk kebiasaan masyarkat di desa Tegalwaton. Didalam arena budaya terdapat sejumlah

modal pengetahuan yang terus terbangun melalui setiap praktek ritual tradisi yang dilakukan.

6

Referensi

Dokumen terkait

Selain tindak pidana, untuk ibu atau pihak lain yang merasa dirugikan dalam kegiatan pemberian ASI Eksklusif, Penulis berpendapat bahwa dapat juga menuntut ganti rugi kepada

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan. Program Sarjana Strata Satu Pendidikan

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa di dalam pelayanan hemodialisis, apabila seorang dokter atau perawat yang melakukan tindakan medis dan tindakan asuhan

Tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar

Rig pada kamera dapat bergerak secara panning dan tilting dengan kondisi waktu delay dan kemudian kamera mampu mengambil gambar untuk setiap pergerakan kamera tersebut..

Penukar panas adalah peralatan proses yang digunakan untuk memindahkan panas dari dua fluida yang berbeda dimana perpindahan panasnya dapat terjadi secara langsusng (kedua

ini dirasa perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pembiasaan shalat Dhuha dan tadarus Al- Qur‟an dengan ketenangan jiwa siswa, jika terdapat hubungan

At the same time, however, the concentration of holes in the i -layer is reduced, but it remains still sufficiently high to allow recombination with the additional