• Tidak ada hasil yang ditemukan

Varian Pluralisme Hukum dalam Perfektif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Varian Pluralisme Hukum dalam Perfektif"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Varian Pluralisme Hukum dalam Perfektif Untuk

Menentukan Hukum Nasional Indonesia

Untuk memenuhi tugas hukum adat nasional yang di berikan dosen pengampu Dr Hari Purwadi S.H., M.Hum

Oleh :

Abdul Natar E0014002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

Varian Pluralisme Hukum dalam Perfektif Untuk

Menentukan Hukum Nasional Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.456 pulau, yang 1/3nya merupakan daratan, dari ujung sabang hingga ujung marauke di pisahkan oleh lautan, dengan berbagai suku bangsa yang sangat bervariasi dengan menghormati nilai-nilai luhur yang sejak dulu berkembang hidup di masyarakat, di dalamnya sangat terikat dalam suatu sistem tatanan hukum masyarat yang berbeda-beda. Dengan adanya norma kesopanan dan kesusilaan memiliki keterikatan dan tradisi yang berbeda-beda.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 25A UUD 1945), dalam melihat sejarah indonesia pernah memegang kendali dalam urusan kemaritiman nusantara pada masa kerjaan sriwijaya dan kerajaan mataram dengan hukum adat dahulu, tetapi dalam masa kolonial belanda terjadi westernisasi hukum yang masuk dalam negara republik indonesia dengan peraturan yang merungikan rakyat dan mengesampingkan hukum kedaerahan. Tetapi kenyataannya hukum barat yang masuk di indonesia sampai sekarang masih menganut hukum barat yang di bawa belanda dengan adanya aturan peralihan dalam pasal II ‘’Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini’’. yang artinya hukum lama yang ada di indonesia masih berlaku sampai adanya peraturan yang mengatur.

(3)

Prulalisme Hukum yang sangat menentukan keteraturan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Teori pluralisme hukum Menurut j. Grifith kemajemukan hukum dapat dikatakan ada apabila dalam bidang sosial tertentu dapat dibedakan perilaku yang berhubungan dengan lebih dari satu tertib hukum (……the presence in a social field of more than one legal order.) Menantang asumsi bahwa “hukum itu bentukan negara (law is a product of the state), yang artinya hanya ada satu hukum yang harus di patuhi oleh setiap masyakat yaitu hukum formal, oleh karenanya hukum agama, hukum adat dan hukum yang hidup di masyarakat tidak harus di patuhi, karena negara sudah membuat hukum itu sendiri untuk mensejahterakan rakyatnya demi kemakmuran yang menciptakan keadilan itu sendiri, sehingga kemudian masing-masing negara hanya memiliki satu sistem hukum (each state has only one legal system)”; Sebaliknya, masyarakat dapat memiliki sistem hukum yang jamak (multiple legal systems), lebih dari itu juga memiliki beberapa aturan hukum “resmi” pada tingkatan negara.

(4)

Secara historis, pencangkokan (transplantation) konsep unifikasi dan kodifikasi ke dalam pembentukan sistem hukum nasional, merupakan warisan politik hukum kolonial yang secara kultural dan struktural berbeda dengan proses yang terjadi di semua komunitas tua (old existing natives) di kepulauan Nusantara. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto (2006), di negeri asalnya di Prancis, kodifikasi dan unifikasi tidak mengalami persoalan berarti karena hukum-hukum yang ditulis berangkat dari kehidupan sehari-hari masyarakat Prancis dan dari hukum raja-raja yang sudah terserap dalam keseharian warga. Di Indonesia, kodifikasi dan unifikasi dilakukan di atas kehidupan hukum yang sangat plural. Tidak hanya hukum Belanda yang diangkut sejak jaman kolonial itu tetapi juga hukum adat, hukum agama dan bahkan dalam seabad terakhir ditambah dengan hukum Internasional. Unifikasi hukum, menurut Soepomo hanya bisa dilakukan secara selektif yakni terhadap hukum yang sifatnya universal. Namun, Soepomo lupa, universalitas seringkali muncul dari suatu nilai tertentu yang kadang hanya bercokol dalam satu ruang sosial atau kepentingan tertentu, sementara di ruang yang lain belum tentu nilai itu diterima, sehingga universalitas menjadi relatif. Ucapan terima kasih dalam bentuk pemberian hadiah merupakan kemuliaan dalam hukum agama tetapi boleh jadi menjadi suap atau gratifikasi dalam hukum negara, tetapi negara selanjutnya menjadikan konsep suap sebagai norma yang berlaku universal. Artinya, ada begitu banyak pertentangan jika kita secara semena-mena menggunakan kata universal sebagai alat ukur untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi hukum.

(5)

Masyarakat adat tentu tidak mau hukum adatnya dipaksakan berlakunya oleh polisi. Di Aceh, hukum agama dipaksakan berlakunya oleh polisi syariah, bukan polisi nasional. Ikatan kultural dan struktural sangat kuat sebagai faktor determinan efektitivitas dan kepatuhan terhadap hukum. Kodifikasi dan unifikasi tanpa pertimbangan yang memadai terhadap faktor-faktor ini akan membuat hukum menjadi formalisme belaka yang sekedar digerakan oleh aparatus hukum negara. Kita sudah dan sedang merasakan akibatnya ketika hukum tidak lagi berakar dalam budaya dan struktur pendukungnya, dia menjadi macan kertas yang hebat di atas pasal tetapi memble dalam implementasi. Oleh karenanya indonesia mengadopsi hukum adat, hukum islam, hukum barat ataupun hukum yang berkembang di masyarakat di kodifakasikan sebagai kesatuan hukum yang menyatukan segala hukum yang ada di dalam masyarakat di berbagai wilayah masyarakat, di pertegas dengan adanya ketentuan hukum positif di indonesia antara lain :

1. Tap MPR IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 (berdasarkan Pasal 3, Tap MPR I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Tap MPRS dan MPR RI Tahun 1960 Sampai dengan Tahun 2002 dinyatakan tetap berlaku sampai terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004), pada butir ke-2 ditegaskan :

“Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.”

2. LAMPIRAN PERPRES 5/2010 TENTANG RPJM TAHUN 2010-2014 (BUKU II, BAB VIII), DITEGASKAN :

(6)

3. UUD 1945 Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan bahwa negara mengakui kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah yang berlaku.

4. UU No 5 Tahun 1960 tentang Pertanahan (Undang-undang Pokok Agraria) dalam salah satu pasalnya menyebutkan bahwa UU Pokok Agraria Nasional adalah berdasarkan dan berlandaskan hukum adat.

5. UU No 1 Tahun 1974 (Undang-Undang Perkawinan) dalam salah satu pasalnya menyatakan bahwa setiap perkawinan baru dinyatakan sah apabila dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masyarakat itu sendiri.

6. UU Kehutanan juga dalam salah satu pasalnya menyatakan bahwa mengakui adanya hutan adat dan hak-hak masyarakat adat untuk memungut hasil hutan.

Varian (model) pluralisme represent the idology that “law is and should be the law of the state, uniform for all person, exclusive of all other law, and administered by a single set of state institution’’. Maka hukum adalah satu yaitu hukum negara, dari kemajemukan masyarakat dan kebergaman tata kelola harus sesuai dengan hukum sistem huku negara.

konsep klasik dari John Grifiths, yang mengacu pada adanya lebih dari satu tatanan hukum dalam suatu arena sosial. “By ‘legal pluralism’ I mean the presence in a social field of more than one legal order” (Griffiths, 1986: 1). melakukan identifikasi atau pemetaan terhadap keanekaragaman hukum dalam bidang sosial tertentu (mapping of legal universe). Pengertian pluralisme hukum dicirikan sebagai adanya hukum negara di satu sisi, dan hukum rakyat di sisi yang lain. Hukum rakyat dalam hal ini adalah hukum yang pada prinsipnya tidak berasal dari negara, yaitu hukum adat, hukum agama, kebiasaan-kebiasaan atau kesepakatan dan konvensi sosial lain yang dipandang mengikat sebagai hukum. Pandangan pluralisme hukum dapat menjelaskan bagaimanakah hukum yang beranekaragam secara bersama-sama mengatur suatu bidang kehidupan atau perkara.

Dalam konteks apakah orang memilih aturan hukum tertentu, dan dalam konteks apa ia memilih aturan hukum lain atau kombinasi dari beberapa aturan hukum, dalam kehidupan sehari-hari atau penyelesaian sengketa.

(7)

hukum, tetapi tetap berpegang pada souveregnity hukum Negara, hukum-hukum yang lain disatukan dalam hierarki di bawah hukum negara. Contoh dari pandangan pluralisme hukum adalah konsep yang diajukan oleh Hooker : “The term legal pluralism refers to the situation in which two or more laws interact” (Hooker, 1975: 3). Meskipun mengakui adanya keanekaragaman sistem hukum, tetapi ia masih menekankan adanya pertentangan antara apa yang disebut sebagai municipal law sebagai sistem yang dominan (hukum negara), dengan servient law yang menurutnya inferior seperti kebiasaan dan hukum agama.

Referensi

Dokumen terkait

perubahan iklim global terhadap kehidupan, dan Lembaga-lembaga yang menyediakan dan memanfaatkan data cuaca dan iklim di Indonesia, Peserta didik kemudian diberi

Beberapa tulang antara lain tibia, femur, pubis, sternum, iga, ulna dan skapula dinamakan pula dengan tulang meduler (medullary bone), karena mampu menyimpan kalsium

cassiicola terhadap perkembangan keparahan penyakit gugur daun Corynespora pada enam klon karet.

Sampel diambil secara random berdasarkan kelompok (kelas). Data hasil penelitian dianalisis secara statistik. Data berasal dari nilai pretest, postest dan gain kelas

Angka signifikansi koefisien regresi variabel penggunaan internet sebagai media belajar sebesar 0.00 yang ternyata lebih kecil dari 0.05 yang berarti pada angka kepercayaan 95%

Atas dasar itu, maka hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus dituntut harus berdasarkan atas fakta hukum di persidangan, norma/kaidah-kaidah hukum, moral

Makalah Seminar pada Seminar Penanganan Konversi Lahan dan Pencapaian Lahan Pertanian Abadi pada tanggal 13 Desember 2005, kerjasama Kantor Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi

mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain. mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain... Perubahan