• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah filsafat dan sains.docx (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah filsafat dan sains.docx (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHASAN A. Pengertian Filsafat

Secara efistimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang berarti kesukaan atau kencintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan. Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan).

Hamersma (1981 : 10) mengatakan bahwa filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan. Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri adalah realitas hidup manusia yang dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju “hakekat kebenaran”.

Muntasyir & Munir (2002) dalam Usman (2006: 3) memberikan klasifikasi pengertian tentang filsafat, sebagai berikut :

a. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).

b. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).

c. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif).

d. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris.

e. Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

B. Filsafat Islam

Secara etimologi dalam Bahasa Arab, kata “Islam” berasal dari kata “aslama” yang berarti berserah diri maksudnya menyerahkan diri kepada Allah. Namun kemudian berserah diri tersebut dalam Al-Qur’an harus diseimbangkan dengan perjuangan secara optimal (Bakhtiar, 2010: 56).

(2)

menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia dengan mengajak mereka untuk memeluknya. Harun Nasution (1993: 86) mengatakan bahwa Islam menurut istilah adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengandung berbagai aspek itu adalah al-Qur’an dan Hadis.

Filsafat Islam muncul dengan cakupan kedua belahan dunia (timur-barat). Meskipun pada awalnya muncul di timur, namun perkembangannya sampai ke barat sesuai dengan daerah kekuasaan Islam pada masa jayanya. Selama tujuh abad (abad 7-13 Masehi), paham ketuhanan milik Islam menghiasi perkembangan ilmu pengetahuan. Mulai dari Al-Kindi (801-873), Al-Farabi (870-950), Ibnu Sina (980-1037), Al-Ghazali (1056-1111), sampai Ibnu Rusyd (1126-1198) menjadi para pelopor filsafat islam.

Perodisasi filsafat Islam dapat dibagi menjadi lima tahap. Tahap pertama yaitu pada rentang abad ke-1 Hijriyah (abad ke-7 Masehi) hingga jatuhnya imperium Baghdad. Tahap kedua dikenal dengan ‘keguncangan’ setengah abad. Tahap ketiga berlangsung pada awal abad ke-4 Hijriyah (abad ke-14 Masehi) sampai dengan abad ke-12 Hijriyah (abad ke-18 Masehi). Kemudian berlanjut pada tahapan keempat dimana terjadi kondisi kemunduran yang menyedihkan selama satu abad setelahnya. Akhirnya pada tahap kelima disebut-sebut sebagai masa renaissans modern yaitu pada abad ke-13 Hijriyah (abad ke-19 Masehi).

Meskipun pada intinya satu tubuh ajaran Islam, namun agar mudah dalam pengkajiannya filsafat Islam dapat dikategorikan menjadi filsafat teologi, filsafat alam, dan filsafat sosial. Segmen filsafat alam inilah yang kemudian melahirkan perkembangan sains. Hal ini terjadi terutama pada periode tahap pertama hingga awal tahap ketiga (abad ke-7 hingga abad ke-14 Masehi). (Suharsono, 2004: 46)

C. Hubungan Filsafat Islam dalam Pendidikan Sains

(3)

empiris, berarti namanya pengetahuan filsafat. Kesimpulannya jenis ilmu ialah pengetahuan yang logis dan mempunyai bukti empiris. (Ahmad Tafsir, 2004: 14-15).

Dalam perspektif islam, ilmu-ilmu dibangun atas dasar kebenaran yang bersifat autoritatif, yakni para pemegang autoritas dibidangnya melalui data-data yang diteransmisikan secara berkesinambungan, data-data emprik yang meliputi al-hadasiyyat wa al-mujarrabat. Ilmu-ilmu Islam juga dibangun atas dasar kebenaran-kebenaran rasional (‘aqliyyah) yang melahirkan ilmu murni, dan dibangun pula atas dasar pengetahuan intuitif (al-kasyfiyyah), pengetahuan terakhir ini lah yang memungkinkan lahirnya ilmu tasawuf praktis, disamping tasawuf falsafi dan tasawuf ilmiah. (Nata, 2012: 69)

Dalam perspektif sejarah sains (Science) modern, asal-usul sains modern atau revolusi ilmiah, berasal dari peradaban Islam. Memang sebuah fakta, umat Islam adalah pionir sains modern. Jikalau mereka tidak berperang di antara sesama mereka, dan jika tentara Kristen tidak mengusirnya dari Spanyol, dan jika orang-orang mongol tidak menyerang dan merusak bagian bagian dari negeri-negeri Islam pada abad ke-13, mereka akan mampu menciptakan seorang Descartes, Hume, Copernicus, karena umat Islam telah menemukan bibit-bibit filsafat mekanika, empirisme, elemen-elemen utama dalam heliosentrisme, dalam karya-karya Imam al-Ghazali dan Ibn Shathir

Menurut Mulyadi Kartanegara dalam Nata Abidin (2012: 73) bahwa kata Science, sebenarnya dapat saja diterjemahkan dengan ilmu. Seperti Scince, kata ‘Ilm dalam epistemology Islam, tidak sama dengan pengetahuan biasa saja, tetapi seperti yang didefenisiskan oleh Ibn Hazm (w. 1064), ilmu dipahami sebagai “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”, dan seperti Science dibedakan dengan Knowledge, ilmu juga dibedakan oleh ilmuan muslim dengan ra’y (opini). Akan tetapi, di Barat ilmu dalam pengertian ini telah dibatasi hanya pada bidang-bidang ilmu fisik atau empiris. Sedangkan dalam epistemologi Islam, ia dapat diterapkan dengan validnya, baik dalam ilmu-ilmu fisik atau empiris maupun dalam ilmu-ilmu non fisik atau metafisis.

(4)

dibatasi pada hanya bidang-bidang fisik seperti epistemologi Barat Berbeda dengan epistemologi Barat, para ilmuan Muslim berpendapat bahwa manusia bisa mngetahaui bukan hanya objek-objek fisik, melaikan juga objek-objek non-fisik. Oleh karena, itu dalam epistemologi Islam bisa dikenal entitas-entitas non fisik, seperti konsep-konsep mental dan metafisika, disamping entitas-entitas fisik. (Shihab, 2012: 132)

Demikin juga tidak mustahil bagi kita untuk mengetahui makhluk-makhluk halus, seperti Jin, malaikat, dan ruh dismaping benda-benda fisik yang kita jumpai. Dengan demikian, kekayaan epistemologi bukan hanya menghargai fenomena alam (natural), tetapi juga menoleransi pengalaman-pengalaman fenomenal dari perspektif supranatural.

Dari kerangka berpikir seperti inilah, epistemologi Islam telah berhasil menyusun klasifikasi ilmu yang konfrehensif dan hierarkhis, yaitu metafisika menempati posisi tertinggi, disusul oleh matematika dan yang terakhir ilmuilmu fisik, sehingga membentuk sebuah “trikhotomik” ilmu (metafisika, matematika, ilmu-ilmu fisik). Kemudin dari deskripsi seperti itu lahir berbagai disiplin ilmu rasional dalam dunia Islam. Seperti ontologi, teologi, kosmologi, dan eskatologi dalam kategori ilmu-ilmu metafisika, dan geometri, aljabar, aritmetika, musik dan trigonometri yang termasuk dalam kategori ilmu-ilmu matematika, sedangkan kimia, geologi, geografi, astronomi, dan optik serta yang lainnya termasuk dalam kategori ilmu-ilmu fisik. (Ahyar yusuf, 2011: 34-35)

Banyak ilmuan modern pada realitasnya hanya percaya pada kenyataan yang bisa diamati, diuji, dan diukur dalam pengembangan epistemologi ilmu. Kebanykan mereka sangat apresiatif dan hanya percaya pada keberadaan benda-benda yang bisa diserap oleh indra. Oleh karena itu, cenderung menolak status ontologis dari entitas-entitas non-fisik, seperti ide-ide matematika, konsep-konsep mental dan entitas spritual, yang disebut oleh para filosof sebagai ma’qulat (intelligibles). Sebaliknya ilmuan muslim mengakui status ontologis bukan hanya dari objek-objek inderawi melainkan juga objek-objek non inderawi. Dengan demikian perbedaan perspektif tersebut berimplikasi pada perbedaan metodologi yang digunakan dalam pengembangan ilmu. Metode ilmiah yang dikembangkan oleh pemikir muslim berbeda secara signifikan dengan metode ilmiah yang dikembangkan oleh para ilmuan Barat. (Nata Abidin, 2012: 88)

(5)

dari aspek korporea sampai dengan fakultas-fakultas tertinggi. Jenis pengetahuan yang paling agung adalah tentang Tuhan, suatu pengetahuan yang bagaimanapun tidak mungkin dicapai kecuali melalui pemilikan iman. Penguatan iman karenanya adalah prasyarat bagi system Pendidikan yang berupaya memiliki karakter islam terutama bagi Pendidikan sains.

Pandangan mengenai Pendidikan sains seharusnya dimungkinkan untuk dipelajari dengan Pendidikan dan berlandaskan dengan tradisi filsafat islam yang bertujuan untuk mencetak generasi muda dunia yang tidak hanya ahli dalam bidang sains tetapi juga memahami islam serta serta mempunyai jiwa kefilsafatan didalam dirinya.

Landasan filosofis merupakan salah satu dasar yang harus dipegang dalam pelaksanaan Pendidikan. Konteks ini mengisyaratkan bahwa perbuatan mendidik merupakan realisasi dari nilai yang dimiliki. Pendidik tentunya telah memiliki nilai-nilai yang sudah dicita-citakan. Dalam pandangan filosof islam tentang Pendidikan sains mempunyai cabang yang penting dari pohon tradisi dan intelektual islam yang akar-akarnya tertanam dalam ajaran Al-Qur’an dan Hadits. (Suharsono, 2004: 94)

D. Perkembangan pendidikan sains ditinjau berdasarkan sejarah 1. Lembaga-lembaga pendidikan sains

Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dapat dilihat sebagai bagian dari pertumbuhan peradaban Islam. Sebelum datangnya Islam, tradisi pendidikan bangsa Arab pada dasarnya terbatas pada tradisi lisan. Pewarisan pengetahuan, nilai dan tradisi berlangsung dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Dengan kebanyakan penduduk masih hidup nomaden (berpindah-pindah) dan beternak sebagai sumber daya utama, maka materi dasar pendidikan mencakup teknik dasar beternak alamiah, mengetahui lokasi-lokasi yang berumput subur, keahlian menunggang kuda, dan mengetahui dasar-dasar navigasi di padang pasir untuk menghindari bahaya padang pasir yang luas dan buas.

(6)

Catatan sejarah tentang kegiatan pendidikan ditengah komunitas Yahudi dan Kristen yang hidup di Arabia pra Islam cenderung lebih lengkap. Komunitas Yahudi dan Kristen terkenal dengan perhatian yang tinggi terhadap pendidikan. Sebelum datangnya Islam, Arabia telah mengenal sekolah-sekolah Yahudi dan Kristen yang mengajarkan kitab suci (Tawrat dan Injil), filsafat, dan debat serta topik-topik lain yang berkaitan dengan agama mereka. Ringkas kata, menjelang datangnya Islam, bangsa Arab pada dasarnya telah mengembangkan satu kegiatan sastra, terutama dalam bentuk puisi. Meskipun sistem ekspresi dan transmisi yang domain adalah lisan, tulisan telah mulai dikenal secara terbatas, sederhana, dan sudah mulai berkembang. (Turner, 2004: 97)

Peradaban intelektual Islam tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan secara maksimal warisan intelektual dari peradaban-peradaban yang lebuh tua, seperti Yunani, Persia, dan India. Berbagai pusat kegiatan intelektual kuno yang kemudian masuk ke dalam kekuasaan Islam. Muslim generasi awal sangat fasililatif dalam capaian intelektual Islam. Muslim generasi awal terkenal dengan keterbukaan dan keberaniannya dalam melakukan adopsi dan adaptasi warisan intelektual peradaban kuno yang dijumpainya. Sikap tersebut berada di belakang perkembangan spektakuler di bidang ilmiah dan pendidikan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pengembangan sains dalam diskursus sejarah Islam tidak bisa dilepaskan dari peranan ilmuan yang berkiprah di beberapa lembaga pendidikan yang mengembangkan teori ilmu sekaligus mentransmisikan teori-teorinya tersebut kepada murid-muridnya maupun kepada masyarakat luas. Hal ini sangat menentukan juga terhadap corak pemikiran yang dikembangkan para ulama pada masa klasik Islam. Dengan demikian, melacak pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan pada masa awal Islam menjadi sangat penting untuk mencari kronologis pertumbuhan dan perkembangan ilmu dalam sejarah perspektif Islam. Adapun lembaga-lembaga pendidikan dalam pengembangan sains adalah: (Tafsir, 2004: 43)

a. Bayt Al-Hikmah

(7)

pada tahun 215/830. Bayt al-Hikmah berasal dari sebuah perpustakaan yang lebih sederhana, bernama Khizanat al-Hikmah, yang telah beroperasi semenjak masa khalifah sebelumnya Harun al-Rasyid. Al-Ma’mun meningkatkan kegiatan lembaga ini dengan memasukkan pengajaran serta proyek penerjemahan karya-karya filsafat dan pengetahuan asing dari berbagai bahasa. Dengan usaha al-Ma’mun ini proses penerjemahan, yang dalam skala lebih kecil sudah mulai sejak awal, mendapat dorongan baru. Maka jadilah era al-Ma’mun sebuah epoch khusus dalam sejarah intelektualisme Islam., khususnya dalam proses transmisi ilmu-ilmu asing dan pemanfaatannya dalam penafsiran ajaran Islam.

Para penerjemah generasi pertama dalam Bayt al-Hikmah adalah kebanyakan berasal dari keluarga Barmak dari Khurasan. Disamping sebagai pusat penerjemahan, Bayt al-Hikmah juga berkaitan dengan kegiatan al-Ma’mun mendukung dan menyebarkan teologi Mu’tazilah. Setelah masa kejayaannya, vitalits kegiatan di Bayt al-Hikmah mulai menurun, Masa ini bertepatan dengan masa beralihnya arus teologis kekhalifahan Abbasiyah, dari mendukung menjadi memusuhi Mu’tazilah. Asosiasi Bayt al-Hikmah dengan Mu’tazilah tidak memungkinkannya untuk lepas sepenuhnya dari efek kemunduran Mu’tazilah. Begitupun, lembaga yang pernah jaya ini masih bertahan dan baru benar-benar runtuh ketika terbakar dalam serangan Mongol atas Baghdad pada tahun 646/1258.

b. Perpustakaan

(8)

Kemunduran dan kehancuran perputakaan-perpustakaan Islam Abad Pertengahan dilatarbelakangi oleh berbagai sebab. Perang, barangkali, adalah salah satu sebab utama. Serbuan Mongol, Perang Salib, dan pengusiran Muslim dari Spanyol, memakan korban sejumlah perpustakaan di kota-kota besar seperti Baghdad, Tripoli, Aleppo, Iskandaria, Jerussalem, Kordoba, Sevilla, atau Granada. Tidak bisa pula dipungkiri bahwa tidak semua orang pada semua waktu mempunyai rasa cinta yang tinggi terhadap buku dan perpustakaan. Kadang-kadang perpustakaan mengalami kemunduran dan kehancuran sematamata karena diabaikan.

3. Observatorrium

Kala perpustakaan dapat disebut sebagai lembaga pendidikan yang menampung berbagai disiplin ilmu. Maka Observatorium secara khusus berkaitan dengan pengembangan dan pengajaran satu disiplin ilmu tertentu saja, yaitu astronomi. Tumbuhnya lembaga ini berkaitan erat dengan kebutuhan umat Islam akan astronomi yang membantu kehidupan dalam berbagai bidang. Seperti penunjuk arah waktu, penentuan arah kiblat, penentuan hari-hari besar keagamaan dan lain sebagainya.

Perkembangan baru dalam sejarah Observatorium terjadi pada tahun 657/1261, ketika Hulagu Khan, cucu Jengis Khan, yang membangun Observatorium besar di kota Maraghah, dilengkapi dengan sebuah perpustakaan dan peralatan astronomi yang lengkap. Nasir al-Din al-Thusi (w. 672/1274) mendapat kehormatan menjadi direktur Observatorium ini. Quthb al-Din alSyirazi, penemu teori tentang pelangi, termasuk ilmuan yang pernah meneliti dan mengembankan karirnya di Observatorium Maraghah.

2. Karya Emas Islam

(9)

adalah pengembangan dan penemuan ilmu-ilmu pengetahuan baru. (Burhanuddin, 2009: 153)

Berikut penjelasan singkat mengenai beberapa cabang sains yang berkembang beserta tokoh-tokoh yang memeloporinya menurut (Saefullah, 2010:121-132)

a. Kosmologi

Kosmologi adalah ilmu tentang sejarah, struktur, dan cara kerja alam semesta secara keseluruhan. Ilmu ini telah berkembang selama ribuan tahun dalam beberapa bentuk: mitologi dan religius, mistis dan filosofis, dan astronomis.

Ibn al-Shatir adalah seorang astronom muslim ternama yang bersama timnya menerjemahkan model kosmik Ptolemeus (pada naskah Almagest atau Al-Majisti) ke dalam konsep yang dapat diterapkan supaya lebih cocok dengan apa yang terlihat di langit.

b. Matematika

Sejak awal peradaban manusia, matematika sudah menjadi elemen penting dalam menunjang kehidupan. Penggunaan matematika sebagai alat terbukti eksis pada masa Mesir, Mesopotamia, India, dan Cina kuno. Ahli matematika Islam mengubah sifat bilangan (konsep angka desimal dan simbol bilangan nol, penambahan angka irasional serta natural dan pecahan), mengefisienkan beberapa bidang matematika, dan mengembangkan cabang-cabang baru matematika.

Di antara ahli matematika Islam yang terkenal adalah Banu Musa bersaudara yang meneliti angka-angka geometri berhubungan. Ibn al-Haytham mempelajari isometrik. Tsabit ibn Qurra, Nasiruddin al-Tusi, dan Umar Khayyam mengkaji postulat Euclid (yang buku aslinya berjudul Elements). Tidak lupa juga Al-Khawarizmi yang mengenalkan konsep aljabar dan algoritma. Trigonometri (terutama kajian segitiga) pun pada dasarnya adalah ciptaan matematikawan Islam. Belum lagi Abu Rayhan al-Biruni yang menerjemahkan karya Euclid ke dalam bahasa Sansekerta dan menghitung keliling serta jari-jari bumi secara presisi.

c. Astronomi

(10)

ditemukan secara matematis. Pengetahuan ini diturunkan dari masa Yunani, Mesir, Babilonia, dan India kuno.

Putra Hunain ibn Ishaq –penerjemah kenamaan abad ke-9– membuat terjemahan Almagest (berisi tentang kinematika langit) karya Ptolemeus. Konsep Aristoteles tentang sfera padat yang diperkenalkan pada peradaban Islam melalui karya-karya Ibnu al-Haytham tetap menjadi model fundamental selama berabad-abad. Tsabit ibn Qurra dan Ibn Yunus, dikenal sebagai pengelola observatorium (lengkap dengan instrumen-instrumen astronomi hasil ciptaan yang luar biasa semisal astrolabes, bola langit, kuadran, dan jam matahari) yang didirikan di berbagai tempat. Al-Biruni (ditambah peran Al-Khawarizmi) menghasilkan data pengamatan yang membentuk dasar-dasar buku pegangan untuk jadwal astronomi penting yang dikenal sebagai zij. Al-Tusi dengan konsepnya yang terkenal, Tusi Couple, mengajukan model hipotesis tentang gerakan episiklus. Model tersebut kemudian diterapkan oleh Ibn al-Shatir dengan konsep gerakan planeter yang belakangan ternyata menunjukkan persamaan dengan skema Copernicus. Abdurrahman Al-Sufi dalam bukunyaKitab Suwar al-Kawakib al-Thabita (Risalah tentang Konstelasi Bintang-bintang Tetap) menguraikan tentang 48 konstelasi Ptolemeus.

d. Geografi

Meluasnya dunia Islam membutuhkan panduan di bidang geografi. Menghadapi kebutuhan yang berkembang pada perjalanan dan pedagangan serta urusan pemerintahan, ahli geografi bekerja keras untuk memperbaiki, mengembangkan, dan mengisi peta dunia yang diperoleh dari sumber-sumber Babilonia, Persia, dan Yunani serta dari naskah Yahudi, Kristen dan Cina. Pandangan kartografi Islam terhadap daerahnya menyerupai pandangan kartografi modern.

(11)

Ibnu Khaldun memberikan penjelasan tentang daerah dan orang-orang di dalam batas wilayah Islam. Al-Idrisi membuat peta dunia berbentuk relief dari perak kemudian membuat detailnya pada 71 peta terpisah dan menyertainya dengan buku Kitab al-Rujari. Piri Re’is, seorang kapten laut masa Turki Utsmani, menghasilkan atlas mediterania serta bahkan peta Afrika Barat dan Amerika.

e. Kedokteran

Pada bidang kesehatan, Islam mewarisi dan mempelajari keberhasilan Yunani, Romawi klasik, Syria, Persia, dan India. Karya utama yang diterjemahkan dan menjadi basis adalah De Materia Medica yang disusun Dioscorides. Perpustakaan, pusat-pusat penerjemahan, dan rumah sakit sebagai sebuah institusi telah dikembangkan dengan cara revolusioner yang dapat membentuk jalan bagi sains kesehatan.

(12)

teks Arab terbaik berkaitan dengan botani pengobatan (farmakologi) dan tetap digunakan sampai masa Renaissans.

f. Zoologi, Botani, Geologi

Para naturalis Islam memiliki minat terhadap sumber daya alam seperti batuan, tanah, flora, dan fauna. Hasilnya adalah inventaris yang melimpah tentang kuda, unta, hewan liar, anggur, pohon palem, sampai manusia.

Al-Biruni dan al-Khazini bahu membahu mengukur dan mengelompokkan batu-batu mulia dan semimulia. Ibn Sina juga meneliti geologi dan pengaruhi gempa bumi serta cuaca. Karya Zakaria ibn Muhammad ibn Mahmud Abu Yahya al-Qazwini pada abad ke-13 berjudul Aja’ib al-Makhluqat (Keajaiban Ciptaan), mengungkapkan botani dan zoologi. Ibn Akhi Hizam dan Abu Bakr al-Baytar meneliti tentang kuda. Analisa tentang hewan juga terdapat pada naskah Manafi’ al-Hayawan (Tentang Identifikasi dan Ciri-ciri Organ Hewan) oleh Abu Sa’id Ubaydallah ibn Bakutishu’.

g. Kimia

Alkimia menggabungkan spiritual, kerajinan, dan disiplin-disiplin ilmiah yang dapat ditelusuri kembali pada masa yang sangat lampau dan pada proses yang secara tradisional terdapat dalam penyiapan pengolahan logam dan obat. Ketika peradaban Islam sudah mapan, mereka menyerap aturan-aturan dasar alkimia yang dibuat oleh bangsa Alexandria dan terus membentuknya dalam konensi-konvensi intelektual mereka sendiri.

Jabir ibn Hayyan (dikenal di Barat dengan sebutan Geber) adalah legenda di bidang ini. Ia memfokuskan pada prinsip keseimangan dan hubungan numerik benda-benda. Ia tidak hanya mahaguru laboratorium tapi juga analis yang teliti. Ia mengetahui cara-cara menghasilkan besi, mewarnai kulit, kain tenun, dan baju anti air. Al-Razi juga memberikan sumbangan di bidang ini berupa proses kimia dasar seperti distilasi, kalsinasi, kristalisasi, penguapan, dan penyaringan. Perkakas lab yang ia gunakan diperbaiki dan dikembangkan sampai kotak, gelas kimia, labu kaca, corong, dan tungku pembakaran yang standar menyerupai yang terdapat pada masa modern. Ia juga membuat klasifikasi sistematis terhadap zat-zat mineral hasil alami maupun yang dibuat di lab.

(13)

Beberapa filosof, matematikawan, dan ahli kesehatan Islam berupaya keras mempelajari sifat fundamental serta cara bekerja pandangan dan cahaya. Mereka memiliki akses pada warisan pengetahuan Yunani yang berkaitan dengan cahaya dan penglihatan. Sumber-sumber itu antara lain karya Euclid dan karya astronom Mesir, Ptolemeus.

Al-Kindi, dengan kajiannya pada karya Euclid yang berjudul Optics, menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual yang menjadi cikal bakal hukum-hukum perspektif pada Renaissans. Riset paling spektakuler mengenai penglihatan dan cahaya dilakukan oleh Ibn al-Haytham (dikenal di Barat dengan sebutan Alhazen). Ia meneliti hampir seluruh aspek cahaya dan penglihatan manusia dalam karya komprehensifnya yang berjudul Kitab al-Manazir (Buku Tentang Optik). Karya tersebut kemudian mempengaruhi karya da Vinci, Kepler, Roger Bacon, dan ilmuwan-ilmuwan Eropa lain. Kamal Din al-Farisi mengomentari karya Ibn al-Haytham pada segmen efek kamera obscura. Ia (al-Farisi) juga untuk pertamakalinya memberikan penjelasan yang memuaskan tentang pelangi. Selain itu, al-Razi dan Ibn Sina juga mencantumkan tulisan-tulisan tentang optik.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Ahyar Yusuf Lubis dan Donny Gahral Adian. 2011. Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan. Depok: Koekoesan

Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Nasution, Harun. 1993. Falsafah Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Nata, Abidin. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: Rajawali Press.

Saefullah, Djaja. 2010. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Refika.

Shihab, M. Quraish. 2012. Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta: Mizan.

Suharsono. 2004. Inteligensi dan Spiritualisasi Agama. Jakarta: Insiasi Press.

Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Tafsir, Ahmad. 2004. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Turner, Howard R. 2004. Sains Islam yang Mengagumkan: Sebuah Catatan terhadap Abad Pertengahan. Bandung: Nuansa.

Referensi

Dokumen terkait

Usaha dan upaya untuk senantiasa melakukan yang terbaik atas setiap kerja menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian yang berwujud dalam bentuk penulisan skripsi

Perak Timur 400 Surabaya (Samudera Indonesia Group).

Untuk Jalan arah sebaliknya yaitu Jalan Ayani Kubu Raya – Jalan Ayani Kota Pontianak hasil derajat kejenuhannya sebesar 0,2248 smp/jam dan tingkat pelayanan jalannya

Tijdschrift van Het kononklijk Nederlandsch, Aardrijkskundundig Genootschap, Deel LII, 1935 , hlm.. Pada akhir Maret pada harga ini transaksi pertama dengan

Dalam berbagai penjelasan tentang prinsip-prinsip dari pengelolaan kelas itu sendiri,maka dapat kita tarik kesimpulannya bahwa terjadinya interaksi belajar di kelas

Inkubator merupakan alat yang paling sering kita temui pada laboratorium mikrobiologi dalam jumlah lebih dari satu unit. Hal ini dikarenakan fungsi dari alat ini yang

Dari pelaksanaan uji coba terbatas diperoleh hasil bahwa nilai afektif untuk kelompok eksperimen rata-rata adalah = 78.67 > rerata nilai afektif kelompok

Pabrik Formaldehyde dari Methanol dan Udara dengan Proses Haldor Topsoe (Mixed Oxide Catalyst) Departemen Teknik Kimia