PENELITIAN TINDAKAN KELAS
MATA PELAJARAN SENI DAN BUDAYA
STRATEGI PEMBELAJARAN SENI RUPA DENGAN PENDEKATAN KONTELEKTUAL DAN PENCAPAIAN HASIL PADA SISWA KELAS IX
SMP NEGERI 2 PEDAMARAN
DISUSUN OLEH SURYANI S.Pd 19660312 199203 2 005
DINAS PENDIDIKAN KAB. OGAN KOMERING ILIR
SMP NEGERI 2 PEDAMARAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah – Nya sehingga penyusunan Penelitian Tindakan Kelas ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Dalam penyusunan Penelitian Tindakan Kelas ini, telah banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada :
Kepala SMP Negeri 2 Pedamaran dan segenap Guru pengajar serta Staf Tata Usaha,
yang telah banyak membantu, semoga segala amal baik dan keikhlasannya mendapat balasan
dari Allah SWT. Amiin.
Penyusunan Penelitian Tindakan Kelas ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan
kurangnya pengalaman, keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Akhirnya semoga
Penelitian Tindakan Kelas ini ada manfaatnya bagi pembaca.
Pedamaran, 2015
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan seni rupa di sekolah umum, pada dasarnya diarahkan untuk
menumbuhkembangkan kepekaan rasa, serta memiliki daya cipta, sehingga terbentuk
kesadaran terhadap nilai-nilai seni budaya. Kemampuan ini dapat tumbuh kembang, bila
dilakukan serangkaian kegiatan pengamatan, penilaian, analisis dan penghargaan terhadap
karya seni, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Kurikulum Pendidikan Nasional (1993 –
1994 : 86) pada mata pelajaran pendidikan seni, bertujuan untuk : “Menanamkan dan
mengembangkan cita rasa keindahan dan keterampilan berolah seni, serta rasa cinta dan
bangga terhadap seni budaya bangsa Indonesia. Selain itu mata pelajaran pendidikan seni
bertujuan untuk menyeimbangkan kemampuan rasional dan emosional.”
Sedangkan tujuan pembelajaran seni adalah : “Memahami arti seni, mengembangkan
kepekaan terhadap seni, mengembangkan estetika, mengembangkan kemampuan berapresiasi,
berkarya kreatif “ (Pendidikan Nasional, 1993 : 1994 : 87)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 : “Pendidika seni
budaya dan keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan
kebermanfaatan. terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada
pemberian pengalaman secara estetik, dalam bentuk kegiatan berekspresi dan berkreasi serta
berapresiasi melalui pendekatan “belajar dengan seni”, dan ” belajar melalui seni”. Peran ini
tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.”
Guru dalam proses pembelajaran di dalam kelas, banyak menghadapi kesulitan dalam
seni rupa dengan berbagai alasan, kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran seni rupa
berakibat siswa kurang kreatif. Rendahnya kemampuan guru dalam membangkitkan motivasi
belajar siswa, mengakibatkan kurang kreativitas serta tingkat keberhasilan siswa dalam
pendidikan seni rupa. Guru dalam pemilihan metode mengajar, kadang kurang relevan dengan
tujuan dan materi pembelajaran, demikian pula dengan keterampilan menggunakan metode.
Proses kegiatan belajar mengajar pendidikan seni rupa, yang mempunyai peranan
penting adalah strategi, pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan. Pendekatan
dan metode ini menjadi penghubung antara pengajar dengan siswa, dan merupakan sarana
pengarah secara timbal balik. Menggunakan pendekatan dan metode mengajar yang tepat,
akan sangat menentukan pencapaian hasil belajar siswa. salah memilih metode, maka
kegagalanlah yang akan didapat.
Metode merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam menetapkan metode dan alat
bantu hendaknya tidak menggunakan satu metode mengajar, tetapi kombinasi dari beberapa
metode mengajar dengan bantuan alat peraga (Sudjana, 1989 : 66).
Pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran seni rupa, belum terlaksana
kegiatan pemberian pengalaman estetik, ekspresif, dan kreatif. Dilain pihak peserta didik
banyak membuang waktu percuma, suasana kelas dengan tingkat gangguan tinggi, keadaan
suasana menjemukan, materi pelajaran sulit disampaikan, dan tidak mudah dipahami. Siswa
bersikap sinis, apatis, dan karya yang dihasilkan bernilai rendah. Kejadian seperti itu yang
mendorong penulis untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas, dan bagaimana
penggunaan strategi pembelajaran seni rupa.dengan pendekatan kontekstual di SMP Negeri 2
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian tersebut diatas terdapat beberapa permasalahan di antaranya :
1. Pemilihan strategi, pendekatan dan metode mengajar, yang kurang relevan dengan
tujuan materi pembelajaran.
2. Kurang terampilnya guru dalam menggunakan strategi, pendekatan dan metode, pada
pelaksanaan pembelajaran seni rupa.
3. Kurangnya kemampuan guru dalam membangkitkan motivasi belajar siswa.
4. Keterikatan guru pada satu jenis metode mengajar.
5. Masih rendahnya tingkat keberhasilan pendidikan seni rupa di SMP Negeri 2
Pedamaran.
6. Kurangnya kreatifitas siswa SMP Negeri 2 Pedamaran dalam berkarya seni rupa.
7. Belum terbiasanya guru dalam menggunakan Pendekatan kontekstual, serta peraga
dalam pembelajaran seni rupa.
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan masalah menjadi fokus, maka permasalahan di batasi pada :
1. Strategi pembelajaran seni rupa dengan pendekatan kontekstual di SMP Negeri 2
Pedamaran.
2. Tingkat keberhasilan strategi pembelajaran seni rupa dengan pendekatan kontekstual
di SMP Negeri 2 Pedamaran.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi pembelajaran seni rupa di SMP Negeri 2 Pedamaran dengan
menggunakan pendekatan Kontekstual ?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan strategi pembelajaran seni rupa di SMP Negeri 2
Pedamaran dengan menggunakan pendekatan Kontekstual ?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini, secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan pembelajaran seni rupa di SMP Negeri 2 Pedamaran. Sedangkan secara khusus
penelitian ini :
1. Dapat mengidentifikasi permasalahan yang timbul di kelas
2. Untuk memperoleh data tentang proses penggunaan pendekatan Kontekstual pada
pengajaran seni rupa.
3. Untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam pendidikan seni rupa.
4. Dapat melaksanakan perencanaan, peningkatan, dan berdaya guna pada pembelajaran
seni rupa.
F. Manfaat Hasil Penelitian
1. Bagi Sekolah :
Sebagai masukan pada SMP Negeri 2 Pedamaran untuk acuan dalam mengembangkan
pendidikan seni rupa.
2. Untuk Guru
a. Meningkatkan prestasi kerja penulis dalam melaksanakan tugas sehari – hari di sekolah
sebagai guru seni rupa.
b. Bahan referensi bacaan bagi teman – teman Guru pendidikan seni rupa.
BAB II
A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Strategi
a. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Strategi adalah : Rencana yang
cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (Tim Penyusun
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995 : 964).
b. Strategi belajar mengajar merupakan sejumlah langkah yang direkayasa
sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu (Pupuh Fathurohman
dan Sobry Sutikno, 2007:3)
c. Strategi pembelajaran pola umum kegiatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.(Abu Ahmadi, Joko Tri
Prasetya, 2005:11).
d. Strategi pembelajaran merupakan pendekatan dalam mengelola kegiatan
pembelajaran, dengan mengintegrasikan komponen urutan kegiatan, cara
mengorganisasikan materi pelajaran dan pembelajaran, peralatan dan bahan, serta
waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran, untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan secara efektif dan efisien. (Atwi Suparman,
97:157).
Mengajar pada hakekatnya menciptakan proses belajar pada siswa, guru
mengkondisikan serta mengatur lingkungan kelas, sehingga terjadi proses interaksi antara
siswa dengan lingkungan, guru, alat pelajaran, dan alat peraga. Melalui proses interaksi,
diharapkan pada diri siswa terjadi proses yang dikenal dengan nama proses belajar (Nasution,
1982).
Peran seorang guru adalah pemimpin dan fasilitator belajar, mengajar bukan hanya
menyampaikan bahan pelajaran, tetapi suatu proses dalam upaya membelajarkan siswa (Nana
Sudjana, 1987).
Komponen-komponen yang harus ada dalam proses pembelajaran menurut Nana
Sudjana ( 1987) adalah tujuan, materi atau bahan ajar, metode dan alat, serta penilaian.
Komponen-komponen tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan dan
mempengaruhi. Oleh karena itu, harus diupayakan hubungan yang sinergi antara ke empat
komponen tersebut. Tugas ini dibebankan kepada guru, yang merupakan pengendali dalam
proses pembelajaran tersebut.
Sasaran utama dalam proses pembelajaran adalah terjadinya proses belajar pada diri
pembelajar, empat komponen seperti dijelaskan di atas, diatur dan disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik. Hal ini akan berkaitan dengan metode pembelajaran dan media
yang harus digunakan, untuk menimbulkan proses belajar pada siswa dapat terwujud. model
pembelajaran yang akan dilaksanakan agar efektif, dapat dilihat dari karakteristik seperti:
prilaku pengajar, karakteristik pengajar, perilaku peserta didik, dan karakteristik kelas
(Woolfolk, 1982) yang dituntut dari seorang pengajar dalam melaksanakan proses
dengan metode yang sesuai dengan tujuan, mempersiapkan dan menggunakan media
pemelajaran, dan menilai hasil belajar.
Tugas dan tanggung jawab seorang guru harus memiliki kemampuan dalam mengatur
suasana kelas, agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. karena suasana kelas
merupakan utama psikologis yang mempengaruhi hasil belajar, guru dalam mengelola suasana
kelas sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa untuk belajar
Suasana itu akan terwujud apabila dalam proses pembelajaran terjadi interaksi yang
harmonis antara komponen komponen yang terlibat (pengajar, peserta didik, dan lingkungan
sekitar). Selain itu, guru dituntut untuk mampu mengetahui karakteristik emosional peserta
didik, dengan mengetahui karakteristik emosional peserta didik, dapat membantu mereka
dalam mempercepat proses belajar, mampu memotivasi siswa, mengetahui serta menghargai
dan mengakui kemampuan yang dimiliki siswa. Memberi penghargaan terhadap setiap upaya
yang telah dilakukan oleh siswa. Guru memberi teladan yaitu kesesuian antara ucapan dengan
tindakan, agar para siswa lebih tertarik terhadap apa yang diajarkan. Setelah menciptakan
suasana yang dapat mendorong peserta didik untuk belajar, selanjutnya menciptakan landasan
yang kukuh, dimulai dari penetapan tujuan. dalam komunitas belajar antara guru dan siswa
memiliki tujuan yang sama.
Tujuan peserta didik mengembangkan kecakapan dalam mata pelajaran, menjadi
pelajar yang lebih baik dan berinteraksi sebagai anggota komunitas dari masyarakat belajar,
dan mengembangkan kemampuan lain yang dianggap penting (DePorter, 2002).
Tujuan dari pengajar menjadikan peserta didiknya cakap dalam mata pelajaran yang
disampaikan, dan mampu berinteraksi dalam masyarakat belajar. Dengan adanya kesamaan
proses pemelajaran tersebut terdapat kesesuaian antara apa yang harus dillakukan dan
dinginkan peserta didik dengan apa yang harus dilakukan dan diinginkan pengajar. Kedua hal
ini selanjutnya akan menjadi prinsip yang dikembangkan dalam komunitas belajar.
Keyakinan diri mempengaruhi tindakan dan perilaku siswa dalam pembelajaran,
sehingga membantu kelancaran pelaksanakan tugas seorang guru. Memanfaatkan lingkungan
sekitar dalam proses pembelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung lebih cepat.
Keadaan ligkungan sekitar dapat dijadikan media dalam proses pembelajaran dengan tujuan
untuk membantu daya ingat Rancangan pengajaran ini sebagai jembatan yang digunakan guru
untuk dapat masuk ke dunia peserta didik. Oleh karena itu, rancangan pengajaran tersebut
harus dapat memuaskan gaya belajar siswa, sehingga dunia siswa dapat dibawa ke kedunia
guru. Guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah memberi struktur uraian menjadi
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir/penutup dan mengisi serta
melaksanakannya; menggunakan alat peraga; menggunakan metode mengajar; menutup
pelajaran; dan mengevaluasi pembelajaran.
3. Seni Rupa
Seni(Kecil, halus, elok, indah) rupa (bentuk) adalah bentuk seni yang mempunyai nilai
keindahan pada suatu benda. Seni lukis adalan seni tentang gambar-menggambar dan lukis –
melukis. Seni pahat seni memahat (membuat patung dsb.) Seni rupa terdiri dari seni dua
4. Kurikulum Seni Budaya
Kurikulum mata pelajaran seni budaya memuat aspek konsepsi, apresiasi, dan kreasi
yang disusun sebagai suatu kesatuan. Ketiga aspek kegiatan tersebut harus merupakan
rangkaian aktivitas seni yang harus dialami siswa dalam aktivitas berapresiasi dan berkreasi
seni. Dalam menggambar hanya ada dua cara belajar yakni : belajar melihat, dan secara
terusmenerus menggunakan pena, pensil, krayon serta berbagai media gambar lainnya.
Gambar merupakan sesuatu yang alami dengan salah satu keinginan manusia, dalam
mengekspresikan diri, pola pikir, dan emosi-emosinya. Dalam menggambar perlu melatih
mata dan tangan, untuk mewujudkan bentuk-bentuk benda yang kita lihat. Melihat
benda-benda seperti apa adanya, dan bukan seperti yang kita bayangkan, atau yang kita ingat, guna
melatih dan kemauan belajar.
Zezane berpendapat ; bila anda bisa menggambar silinder, lingkaran dan kubus, maka
anda bisa menggambar apa saja. Saya juga selalu berusaha untuk menyadari, memahami
bentuk benda dan memberinya dimensi ruang, sehingga realitas bentuk tadi bisa dirasakan.
Untuk menyatakan ekpresi atau mengungkapkan perasaan kita, diwujudkan dengan memberi
terang dan gelap terhadap obyek gambar.
a. Rasional
Pendidikan Seni budaya memiliki sifat :
1. Multilingual
Multilingual adalah mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri dengan
berbagai cara dan media, seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai
2. Multidimensional
Multidimensional yaitu mengembangkan kompetensi meliputi persepsi, pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi
otak sebelah kanan dan kiri, dengan cara memadukan secara harmonis unsur-unsur logika,
kinestetik etika, dan estetika.
3. Multikultural
Multikultural mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran
dan kemampuan apresiasi terhadap keragaman budaya Nusantara dan Mancanegara sebagai
wujud pembentukan sikap menghargai, bertoleransi, demokratis, beradab, serta mampu hidup
rukun dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.
Pendidikan seni budaya memiliki peranan dalam pembentukan pribadi siswa yang
harmonis dalam logika (jalan pikiran yang masuk akal), rasa estetis (mempunyai penilaian
terhadap keindahan) dan artistiknya (mempunyai nilai seni), serta etikanya (baik dan buruk
tentang hak dan kewajiban moral serta akhlak) dengan memperhatikan kebutuhan
perkembangan anak dalam mencapai kecerdasan emosional (menyentuh Perasaan)/(EQ),
kecerdasan intelektual (cerdas, berakal, dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan)
(IQ), kecerdasan adversitas (AQ) dan kreativitas (CQ), serta kecerdasan spiritual dan moral
(SQ) dengan cara mempelajari elemen-elemen, prinsip-prinsip, proses dan teknik berkarya,
sesuai dengan nilai-nilai budaya dan keindahan, serta sesuai dengan konteks sosial budaya
masyarakat sebagai sarana untuk menumbuhkan sikap saling memahami, menghargai, dan
menghormati.
Pendidikan seni memiliki peranan dalam pengembangan kreativitas, kepekaan rasa dan
melalui seni, dan belajar tentang seni. Bidang-bidang seni seperti musik, tari, teater, rupa, dan
media memiliki kekhasan tersendiri berdasarkan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam
pembelajaran mata pelajaran pendidikan seni budaya, aktivitas berkesenian harus menampung
kekhasan tersebut yang tertuang dalam gagasan gagasan keterampilan/keahlian proses kreasi
seni serta mengapresiasikan seni dengan cara mengilustrasikan pengalaman pribadi,
mengeksplorasi (menggali) rasa, melakukan pengamatan dan penelitian (mempelajari) atas
elemen, prinsip, proses dan teknik berkarya yang dikaitkan dengan nilai-nilai budaya serta
keindahan dalam masyarakat yang beragam.
b. Pengertian
Pendidikan seni melibatkan semua bentuk kegiatan berupa aktivitas fisik dan cita rasa
keindahan. Aktivitas fisik dan cita rasa keindahan, tertuang dalam kegiatan berekspresi,
bereksplorasi, berapresiasi dan berkreasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran, yang
masing-masing mencakup materi sesuai dengan bidang seni dan aktivitas dalam
gagasan-gagasan seni, keterampilan berkarya serta apresiasi dengan memperhatikan konteks sosial
budaya masyarakat.
c. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran
Mata pelajaran pendidikan seni memiliki fungsi dan tujuan menumbuhkembangkan
sikap toleransi, demokrasi, beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat yang
majemuk, mengembangkan kemampuan imajinatif intelektual, ekspresi melalui seni,
mengembangkan kepekaan rasa, keterampilan, serta mampu menerapkan teknologi dalam
d. Ruang Lingkup
Lingkup materi mata pelajaran Pendidikan Seni meliputi seni rupa, musik, tari, dan
teater. Pendekatan pengorganisasian materi pada mata pelajaran Pendidikan Seni
menggunakan pendekatan terpadu, yang penyusunan kompetensi dasarnya dirancang secara
sistemik berdasarkan keseimbangan antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
terjabarkan dalam konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Hal-hal itu dijabarkan sebagai berikut:
Kemampuan perseptual yang meliputi kepekaan inderawi terhadap rupa, bunyi, gerak
dan perpaduannya;
Pengetahuan yang meliputi pemahaman, penganalisisan, dan pengevaluasian;
Apresiasi yang meliputi kepekaan rasa etestika dan artistik serta sikap menghargai dan
menghayati karya seni
Kreasi memcakup segala bentuk dalam proses produksi berkarya seni dan
berimajinasi.
Materi disusun berdasarkan pengorganisasian keilmuan yang didasarkan pada prinsip
dari hal konkret ke hal abstrak, dari yang dekat ke yang jauh, dari yang sederhana ke yang
kompleks, serta disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan siswa
e. Standar Kompetensi Lintas Kurikulum
Standar Kompetensi Lintas Kurikulum merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar
sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman
belajar. Standar Kompetensi Lintas Kurikulum ini meliputi:
Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling
Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan
gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik, pola, struktur,
dan hubungan.
Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan dari
berbagai sumber.
Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi, dan
menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan
yang tepat. Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat dan
budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan historis.
Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual serta menerapkan
nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradab.
Berpikir logis, kritis, dan lateral (di sebelah sisi, di sisi, ke sisi, ke pinggir) dengan
memperhitungkan potensi dan peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
Menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja sama dengan
orang lain.
f. Standar Kompetensi Bahan Kajian Seni Rupa
Mampu menggunakan kepekaan inderawi dan intelektual dalam memahami,
mempresentasi tentang keragaman gagasan, teknik,materi dan keahlian berkarya seni
Mampu menggunakan rasa estetika dalam mempersepsi, memahami, menanggapi,
merefleksi menganalisis, dan mengevaluasi karya seni rupa Nusantara dan
mancanegara sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat
Mampu berekspresi dalam dua dan tiga dimensi dengan beragam teknik dan medium
seni rupa Nusantara dan mancanegara.
Mampu mengkomunikasikan gagasan, teknik, materi, dan keahlian berkarya seni rupa
Nusantara dan mancanegara melalui kegiatan pameran.
g. Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Kompetensi mata pelajaran pendidikan seni budaya pada jenjang SMP adalah sebagai
berikut:
1. Siswa mampu menganalisis, menilai keunikan, berkreasi dan memamerkan atau
mempergelarkan karya seni berdasarkan keragaman gagasan, bahan, alat/medium dan
teknik dalam berkreasi seni Nusantara (daerah setempat).
2. Siswa mampu mempresentasikan tanggapan, menunjukkan sikap empati dan
menghargai, berkreasi dan memamerkan atau mempergelarkan karya seni berdasarkan
keragaman gagasan, bahan, alat/medium dan teknik dalam berkreasi seni Nusantara.
3. Siswa mampu mempresentasikan tanggapan, menunjukkan sikap empati dan
menghargai, berkreasi dan memamerkan atau mempergelarkan karya seni berdasarkan
keragaman gagasan, bahan, alat/medium dan teknik dalam berkreasi seni Nusantara
h. Rambu-Rambu
Standar kompetensi dan materi pembelajaran pendidikan seni disusun secara terpadu
antar bidang seni meliputi seni rupa, seni musik, seni tari dan seni teater berdasarkan
keseimbangan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pencantuman subkompetensi dasar dilakukan untuk mempermudah pemahaman guru
dalam penyusunan silabus. Pemilihan bidang seni disesuaikan dengan minat dan bakat siswa.
Sekolah seyogyanya memberikan pengalaman belajar seni secara menyeluruh meliputi seni
rupa, musik, tari dan teater. Sekolah yang belum mampu dapat melaksanakan minimal salah
satu bidang seni. Pembelajaran mata pelajaran pendidikan seni menekankan pada
pengembangan kepekaan estetik” yang diimplementasikan dalam ketiga kompetensi dasar
pendidikan seni yang meliputi konsepsi, apresiasi dan kreasi. Keseluruhan kompetensi dasar
(konsepsi, apresiasi dan kreasi) dikembangkan melalui pengalaman eksplorasi dan berkreasi,
sedangkan kegiatan teori diberikan secara integratif di dalamnya.
Urutan kompetensi dasar dan materi pokok dalam satu tahun bukan merupakan urutan
hirarkhis, tetapi diberikan secara utuh dan berulang sampai pada tingkat yang lebih tinggi.
Kreasi meliputi segala proses berkarya dan penyajian seni dari tingkat yang paling sederhana
hingga yang paling kompleks dan meliputi semua usaha berkarya yang diawali dengan
kebebasan dalam memilih gagasan, bentuk, teknik dan bahan yang digunakan sesuai dengan
kondisii daerah setempat.
Penilaian meliputi proses dan hasil pembelajaran serta pengembangannya mencakup
kompetensi dasar konsepsi, apresiasi dan kreasi. Penilaian proses dan produk dilakukan
dengan menerapkan berbagai bentuk metode penilaian, seperti portofolio, pengamatan dan
Setiap aktivitas berapresiasi seni dan berkreasi seni dikaitkan dengan konteks seni dalam
kehidupan sosial budaya masyarakat. Kegiatan pameran dan pergelaran karya seni dapat
diberikan minimal setahun sekali. Dalam seni rupa, materi gambar teknik sudah terintegrasi
dalam kompetensi merancang karya seni rupa dua dan tiga dimensi.
3. Pengertian Pembelajaran
a. Pembelajaran adalah : Proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar
(Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995 : 14).
b. Pembelajaran adalah proses terjadinya interaksi atau hubungan timbal balik
antara siswa dengan guru, dan antara sesama siswa dalam satu situasi dan kondisi
yang mendorong siswa untuk secara aktif belajar.
c. Pembelajaran adalah upaya seseorang (guru), untuk menciptakan kondisi orang lain
(siswa), mau melakukan proses belajar dengan memberikan ilmu pengetahuan,
kecakapan dan keterampilan (Affandi, 1998).
d. Pembelajaran seni rupa melatih siswa setahap demi setahap agar mampu
berekspresi dalam seni rupa sehingga pada akhirnya dia memiliki kepekaan rasa seni
(Suhardjo, 1989 / 1990 : 28).
4. Pembelajaran seni rupa
Pembelajaran seni rupa adalah suatu bentuk kegiatan pembelajaran sebagai upaya untuk
memberikan bantuan kepada siswa dalam mengembangkan dirinya menuju ke tingkat
kematangan pribadi secara harmonis (Affandi, 1998 : 3). Upaya yang dilakukan melalui
5. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan adalah suatu antar usaha dalam aktivitas kajian, atau interaksi, relasi dalam
suasana tertentu, dengan individu atau kelompok melalui penggunaan metode-metode tertentu
secara efektif. Pendekatan pembelajaran sebagai proses penyajian isi pemelajaran kepada
siswa untuk mencapai kompetensi tertentu dengan suatu metode atau beberapa metode
pilihan.Dengan demikian pendekatan dapat dikatakan lebih luas dari metode, dan lebih
komprehensif dalam kajian, akan tetapi lebih aplikasi dalam praktik baik disadari maupun
tidak (http://www.pembelajaran.com)
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengatahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari. (CTL DEPDIKNAS:2002:5)
6. Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh komponen utama pembelajaran yaitu
Kontuktivisme, , menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian.
a. Kontruktivisme
Kontruktivisme sebagai landasan berfikir pendekatan kentekstual, dimana pengetahuan
dibangun sedikit demi sedikit. Dalam aplikasinya pada pembelajaran seni rupa praktik
b. Menemukan
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual.
Bentuk pelaksanaannya mengamati dan mengumpulkan data-data dari obyek yang diamati
untuk di gambar atau di lukis.
c. Bertanya
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu diawali dari bertanya. Penerapannya
pada semua aktivitas belajar bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru
dengan siswa atau orang ahli yang didatangkan ke kelas
d. Masyarakat Belajar
Hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Penerapannya belajar
dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.
e. Pemodelan
Dalam sebuah pembelajaran hendaknya ada model yang bisa ditiru. Dalam
pembelajaran seni rupa, model membantu kelancaran belajar siswa.
f. Refleksi
Refleksi cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari, atau berfiki ke belakang tentang
apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Pada pembelajaran seni rupa berupa hasil karya.
g. Penilaian yang Sebenarnya
Penilaian yang sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pada pembelajaran seni rupa penilaian
7. Pengertian Belajar
Morgan mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Hendroyuwono,
1982 / 1983 : 3).
Surya (1981 : 32) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungan.
Mahmud (1989 : 121 – 122) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu perolehan tingkah
laku, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, dan terjadi
dalam diri seseorang karena pengalaman.
Dari pendapat tadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap, baik yang
dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu
hasil latihan atas pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan.
8. Keberhasilan Belajar
a) Soeitoe (1982 : 83) perubahan mental pada diri pelajar atau modifikasi
kecenderungannya, ada 3 jenis perubahan :
(1) Perubahan kognitif, terdiri dari pengetahuan atau cara melihat atau mengerti sesuatu.
(2) Perubahan motivasi yakni perubahan tujuan dan minat.
(3) Perubahan tingkah laku yang berbeda dengan 2 perubahan yang terdahulu karena
b) Arifin (1990 : 23) keberhasilan mempunyai beberapa kunci antara lain :
(1) Keberhasilan belajar sebagai indiaktor kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah
dikuasai siswa.
(2) Keberhasilan belajar lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
(3) Keberhasilan belajar sebagai bahan informasi dalam moral pendidikan.
(4) Keberhasilan belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan.
(5) Keberhasilan belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak
didik.
Keberhasilan belajar merupakan pencapaian hasil usaha siswa setelah mengikuti
pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan.
B. Kajian Hasil Penelitian
Landasan filosofi Kontekstual adalah kontruktivisme, untuk memahami kontruktivisme,
berikut adalah kajian teori yang dikembangkan Jhon Dewey.
Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh langsung oleh siswa
berdasarkan pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan sekitar. Dalam proses
pembelajarannya lebih ditekankan pada model belajar kolaboratif. Siswa belajar dalam
kelompok tidak seperti pada pembelajaran konvensional, bahwa siswa belajar secara individu.
Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa seorang siswa tidak hanya belajar dari dirinya
perlu dikembangkan adalah model pemelajaran yang terpusat pada masalah dan model belajar
kolaboratif. Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam diri manusia.,dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta
merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna,
pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya
masing-masing.
Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri dan guru tidak boleh
belajar untuk peserta didik. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu
skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi
proses renungan dan pengabstrakan. Pikiran peserta didik tidak akan menghadapi kenyataan
dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta didik
adalah realita yang dia bina sendiri. Peserta didik sebenarnya telah mempunyai satu set idea
dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka. Untuk
membantu peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus
memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah
disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagai pegangan kuat mereka, barulah kerangka
baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina.Proses ini dinamakan
konstruktivisme, pembelajaran yang bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau
pengalaman yang ada pada peserta didik. Siswa mempunyai pemikiran mereka sendiri tentang
hampir semua hal, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika kefahaman dan
miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani dengan baik, maka semua ide awal yang
dimliki mereka itu akan tetap kekal walaupun dalam tes, mungkin mereka memberi jawaban
John Dewey menguatkan teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa,
pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses
menyusun, atau membina pengalaman secara berkesinambungan keikutsertakan peserta didik
di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Melalui teori konstruktivisme ini,
diharapkan pengajaran guru itu dapat memberi peluang kepada peserta didik untuk
meramalkan secara bebas dan terbuka segala pengetahuan setelah proses pembelajaran
berlangsung. Pengajaran secara tidak langsung itu nanti dapat memberi satu pengalaman baru
kepada peserta didik. Pengalaman itu akan dikaitkan pula dengan teori kognitif di mana ia
akan disimpan dalam ingatan atau memori peserta didik baik pada jangka pendek atau ingatan
jangka panjang.Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan, bahwa dilihat dari perspektif
estimologi yang disarankan oleh konstruktivisme, maka peran guru akan berubah, perubahan
tersebut meliputi teknik pengajaran dan pembelajaran, penilaian, dan pelaksanaan kurikulum
pada umumnya. Sebagai contoh, guru harus mengubah kaidah mengajar dari tuntutan agar
peserta didik dapat meniru dengan tepat apa yang disampaikan oleh guru, menjadi kaidah
pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan peserta didik dalam membina skema
pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialaminya. Dengan demikian,
pembelajaran harus diubah dari kaca mata guru menjadi pemelajaran berdasarkan kacamata
peserta didik. Artinya, bukan bagaimana guru mengajar, melainkan bagaimana agar peserta
didik dapat belajar.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa:
1) murid tidak hanya dibekali dengan fakta-fakta, melainkan diarahkan pada kemampuan
2) Guru hanya merupakan salah satu sumber pengetahuan, bukan orang yang tahu
segala-galanya. Jadi guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing belajar peserta
didik.
3) sebagai implikasinya, dalam penilaian pun harus mencakup cara-cara penyelesaian masalah
dengan berpatokan pada aturan yang berlaku.
Teknik-teknik tersebut dapat berbentuk peta konsep, diagram ven, portopolio, uji kompetensi,
dan ujian komprehensip.
Implikasi konstrukstivisme terhadap pembelajaran adalah:
1) Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, jika siswa tidak diberi kesempatan untuk
menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.
2) Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda
sesuai dengan kemampuannya.
3) Untuk menilai keputusannya, peserta didik harus bekerja sama dengan peserta didik yang
BAB III
METODOLOGI/METODE PENELITIAN
A. Objek Tindakan
Penelitian Tindakan Kelas ini tentang: Strategi Pembelajaran Seni Rupa Bagi Siswa Kelas
IX SMP Negeri 2 Pedamaran Dengan Pendekatan Kontekstual Dan Pencapaian Hasil
Belajarnya.
Objek Tindakan tertuju kepada :
1. Kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran seni rupa
2. Kreativitas siswa dalam mata pelajaran seni rupa rendah
3. Tingkat gangguan kelas tinggi
B. Seting/Lokasi/ Subjek Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan di SMP Negeri 2 Pedamaran. Mengambil
lokasi penelitian di SMP Negeri 2 Pedamaran, selain mendapat kemudahan dalam
pengumpulan data, menghemat biaya, ketersediaan waktu yang cukup, dan berkaitan dengan
masalah pembelajaran.
1. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian pada semester I Tahun pelajaran 2014/2015, dimulai bulan
2. Subyek Penelitian
a). Populasi
Populasi adalah Kelompok subyek, baik manusia, gejala nilai tes, benda – benda atau
peristiwa – peristiwa (Surahmad 1983 : 93). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas
IX.1 SMP Negeri 2 Pedamaran, dengan jumlah siswa sebanyak 206 orang dengan jumlah
kelas 5 ruang.
b). Sampel
Sampel adalah penarikan atau pembatasan sebagian populasi untuk mewakili populasi
(Surahmad 1983 : 93). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini Kelas IX.1, dengan
jumlah siswa 29 orang. Dipilih kelas IX.1, karena kelas ini memberi respon yang baik
terhadap mata pelajaran seni rupa. Pengambilan sampel secara khusus dianggap mewakili
populasi maka jenis sampel ini termasuk purposive sampel.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala – gejala
yang diteliti (Usman dan Akbar, 1995 : 54). Subyek penelitian adalah proses pembelajaran
seni rupa, obyek yang diamati adalah hasil karya siswa.
2. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung (Usman
a) Mendapatkan data ditangan pertama
b) Pelengkap teknik pengumpulan data
c) Menguji hasil pengumpulan data lainnya.
3. Dokumentasi
a) Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh
melalui dokumen – dokumen (Usman dan Akbar, 1995 : 75)
b) Dokumentasi adalah suatu metode pencarian data mengenai hal – hal atau variabel berupa
catatan transkip, buku, surat kabar, majalan dan lainnya. Aspek – aspek untuk menambah
kelengkapan data dalam dokumentasi meliputi catatan – catatan, foto – foto (Arikunto,
1982 : 187).
c) Teknik dokumentasi untuk mendapatkan latar belakang yang luas, tentang pokok-pokok
penelitian, dan dapat dijadikan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data
(Nasution,1996).
d) Dokumen lama dapat digunakan dalam penelitian sebagai sumber data, dan
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moleong, 1989).
D. Metode Analisa Data
Dalam menganalisis data langkah – langkah yang ditempuh :
1. Menghimpun data
Mengumpulkan data – data yang diperlukan dalam penelitian ini, melalui observasi,
2. Mereduksi data
Data yang terkumpul dipilih sesuai dengan keperluan yang akan diteliti.
3. Mengklasifikasi data
Data yang dipilih dikelompokkan agar mudah dalam penyusunannya.
4. Menyusun hasil penelitian yang telah dilakukan.
E. Cara Pengambilan Kesimpulan
Kesimpulan di ambil sejak data-data awal diperoleh, dilanjutkan dengan analisis, dan
verifikasi menurut kebutuhan. Kesimpulan dalam penelitian ini awalnya belum pasti, masih
kabur, diragukan, akan tetapi semakin bertambahnya data, maka kesimpulan semakin lebih
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Temuan-temuan pada siklus 1
1. Dapat mengidentifikasi permasalahan yang timbul di kelas
2. Untuk memperoleh data tentang proses penggunaan pendekatan Kontekstual pada
pengajaran seni rupa.
3. Untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam pendidikan seni rupa.
4. Dapat melaksanakan perencanaan, peningkatan, dan berdaya guna pada pembelajaran
seni rupa.
*Rekomendasi Perbaikan untuk Siklus 2
1. Guru mengarahkan agar contoh gambar yang dibawa harus sederhana dan sesuai dengan
kemampuan siswa, jangan terlalu rumit.
2. Guru mencontohkan langkah-langkah menggambar tokoh cerita secara pelan-pelan dan
berulang-ulang dan variatif untuk memberikan kesempatan yang luas kepada siswa yang
kurang mampu dalam menggambar untuk meniru dan menghafalnya.
3. Guru harus mengelompokkan siswa yang mempunyai tokoh gambar komik yang sama agar
dibina secara bersama-sama, untuk menyingkat waktu
4. Guru harus membimbing satu persatu kepada siswa sesuai dengan gambar komik yang
*Pelaksanaan Siklus 2
2.1. Pelaksanaan
Pada siklus kedua dilakukan tahapan-tahapan seperti pada siklus pertama. Pada siklus
kedua didahului dengan perencanaan ulang berdasarkan hasil-hasil yang direkomendasikan
pada siklus pertama. Pelaksanaan perubahan itu antara lain:
a) Siswa dibagi ke dalam kelompok berdasarkan kesamaan cerita
b) Peneliti mendemonstrasikan langkah-langkah menggambar tokoh komik secara mendalam
c) Peneliti memberi kesempatan kepada siswa untuk menggambar tokoh cerita yang telah
dibawa dan dikerjakan sesuai dengan langkah-langkah yang telah dicontohkan guru.
d) Peneliti melakukan observasi kepada masing siswa dan membimbing
masing-masing siswa yang kesulitan menggambar.
2.2. Pengamatan
a) Peneliti melakukan pengamatan dengan lembar observasi segala aktifitas yang terjadi pada
masing-masing siswa
b) Sebelum melakukan penilaian, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menempelkan karyanya di dinding kelas.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1). Simpulan
Berdasarkan hasil implementasi metode yang telah dilaksanakan pada siklus I dan
siklus II dapat disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan metode mencontoh komik dapat membangkitkan ide dan gagasan siswa dalam
mengeksplorasi kreativitasnya dalam menggambar ilustrasi. Kemampuan tersebut dapat
dibuktikan pada siklus I dengan ketuntasan 72% dan siklus II dengan pencapaian 100%
2. Penggunaan metode mencontoh komik dapat dilakukan efektif dan efisien jika guru dapat
membimbing secara intensif, serta mampu memberikan contoh yang mudah dalam
menggambar tokoh komik. Dari pengalaman ini peserta didik menjadi senang karena
mereka mengetahui cara menggambar tokoh komik kesukaannya.
2). Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian tentang implementasi model siklus belajar
dengan model yang telah penulis lakukan di kelas ini dapat disarankan bahwa:
1. Pemecahan masalah kualitas proses dan hasil belajar seni budaya dapat dilakukan dengan
mengkombinasikan dua metode mengajar seperti mencontoh komik dan metode bimbingan
intensif sehingga dapat memberikan jalan mudah dan sekaligus mengurangi kegamangan
2. Untuk mengetahui sejauhmana efektifitas penggabungan kedua metode ini dapat dilakukan
penelitian lanjutan berupa penelitian eksperimental sehingga variabel-variabel yang terlibat
dapat dikontrol
3. Jangan ragu menggunakan beragam metode –walau itu dianggap kuno-untuk membantu
pemahaman siswa. Karena metode-metode tersebut bersifat kondisional, sehingga masih