• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN BUDIDAYA TANAMAN SAGU METROXYLON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN BUDIDAYA TANAMAN SAGU METROXYLON"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Praktikum Hari, Tanggal : Sabtu, 21 Desember 2013

M.K. Budidaya Sagu Dosen : Prof Dr Ir HMH Bintoro, M Agr

Ratih Kemala Dewi, SP Shandra Amarilis, SP M. Iqbal N. Haq, SP Fendri Ahmad, SP Yanti, SP

BUDIDAYA TANAMAN SAGU

Disusun oleh : Kelompok II

M. Prayoga J3W412014

Nurazila Atika J3W412023

Rusmidar J3W412024

Salim Borahima J3W412046

Siti Rohamah J3W412035

PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN TERPADU PROGRAM DIPLOMA

(2)

BAB I PENDAHULUAN...4

A. Latar belakang...4

B.Tujuan...5

BAB II METODOLOGI PRAKTIKUM...6

A. Pertumbuhan Bibit Sagu Terhadap Bobot Sucker dipersemaian Rakit...6

1. Waktu dan tempat...6

2. Bahan dan Alat...6

3. Metode percobaan...6

4. Pelaksanaan percobaan...6

B. Respon Pertumbuhan Bibit Sagu Terhadap aplikasi Dosis Pupuk N Dan Bobot Sucker Di Persemaian Polibag...8

1. Waktu dan Tempat...8

2. Bahan dan Alat...8

3. Metode Percobaan...8

4. Pelaksanaan Percobaan...9

C. Penanaman Bibit Sagu Terhadap Aplikasi Daun yang disungkup Dan Tidak Disungkup...11

1. Waktu dan tempat...11

2. Bahan dan Alat...11

3. Metode percobaan...11

4. Pelaksanaan percobaan...11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA...13

A. Botani Tanaman Sagu...13

B. Syarat Tumbuh Sagu...14

C.Persiapan Bahan Tanam...15

D. Pupuk dan Pemupukan...16

1. Nitrogen...17

E.Pembibitan atau persemaian...18

F. Penanaman...21

G.Hama dan penyakit...22

(3)

2. Penyakit...23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...23

A. Persemaian bibit pada media polibag...23

1. Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N...23

2. Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N...25

3. Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg tanpa N...27

4. Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 g pupuk N...29

5.Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 gram pupuk N 30 6.Peubah persentase bibit yang hidup perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 gram pupuk N ...31

7.Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N...32

8.Peubah persentase daun terinisisi perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N. .33 9.Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N...34

10.Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit > 2kg menggunakan 3 gram pupuk N...35

11.Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit > 2kg menggunkan 3 gram pupuk N 36 12.Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit > 2kg menggunakan 3 gram pupuk N...37

B.Persemaian pada media rakit...38

1.Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg...39

2.Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg...40

3.Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg...42

4.Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit > 2kg...43

5.Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit > 2kg...44

6.Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit > 2kg...45

C.Perbandingan antara media persemaian polibag dan rakit...46

1.Peubah tinggi tanaman...46

2.Peubah persentase daun yang terinisiasi...47

3.Peubah persentase bibit hidup...48

D.Penanaman...51

1.Perlakuan menggunakan sungkup...51

2.Perlakuan tanpa menggunakan sungkup...51

(4)

1.Hama...53

2.Penyakit...54

BAB V PENUTUP...54

A. Kesimpulan...55

B. Saran...55

BAB VI DAFTAR PUSTAKA...55

LAMPIRAN...57

Persemaian di media rakit...57

Persemaian di poly bag...60

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan pokok untuk beberapa daerah di Indonesia seperti Maluku, Irian Jaya dan sebagian Sulawesi.Sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan yang antara lain dapat diolah menjadi bahan makanan seperti bagea, mutiara sagu, kue kering, mie, biskuit, kerupuk dan laksa (Harsanto, 1986).

Luas areal tanaman sagu di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa literatur yang ada memberikan data yang berbeda-beda, tetapi berdasarkan perkiraan M. Yusuf Samad (2002) luas areal sagu di Indonesia sekitar.1.000.0000 hektar.

Beberapa hasil penelitian yang dirangkum oleh Wahid (1987) menyimpulkan bahwa tanaman sagu mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya, yaitu : (1) pohon sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang berawa-rawa dimana tanaman lain tidak dapat tumbuh dengan baik; (2) panen tidak tergantung musim, tahan dan mudah dalam menyimpannya; (3) pohon sagu mengeluarkan anakan sehingga panen dapat berkelanjutan tanpa melakukan penanaman ulang.

Sagu juga sangat akrab dengan lingkungan. Karena sagu memerlukan lingkungan yang banyak mengandung air,maka lingkungan sagu akan dipertahankan dalam keadaan mengandung banyak air.Halini berarti bahwa sagu akan mempertahankan air dalam jumlah yang banyak sehingga dapat menghemat air. Seperti yang kita ketahui pasokan air saat ini sangat terbatas.

Sagu yang merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang potensial di Indonesia dapat digunakan untuk penganekaragaman pangan sesuai dengan INPRES No. 20 tahun 1979 (Haryanto dan Pangloli dalam Bintoro, 2008). Sagu merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia dan menempati urutan ke-4 setelah ubikayu, jagung dan ubi jalar (Lestari et al., 2009).

Tanaman sagu memiliki kandungan jumlah pati yang cukup banyak. Jika dihitung jumlah pati yang dapat sagu hasilkan, maka akan terlihat perbandingan yang cukup besar antara jumlah pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu satu hektar dengan tanaman jagung atau padi satu hektar.

(6)

Selain itu sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Lebih dari 95% tanaman sagu tersebar luas di Indonesia, Papua Nugini, dan Malaysia. Sekitar 55% sagu dunia terdapat di Indonesia. Sayangnya, sampai saat ini tanaman sagu belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Apabila ada pemekaran wilayah, areal sagu akan dikorbankan. Luas areal sagu akan semakin menyusut karena digunakan untuk perkebunan lain. Saat ini sulit mendapatkan sagu bahkan di daerah penghasil sagu tertinggi yaitu Papua.Sementara itu peneliti jepang di luar sana sedang meneliti secara intensif karena FAO menyatakan bahwa sagu berpotensi untuk mengatasi kekurangan pangan dunia.

B.Tujuan

(7)

BAB II METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Pertumbuhan Bibit Sagu Terhadap Bobot Sucker dipersemaian Rakit

1. Waktu dan tempat

Percobaan di laksanakam pada hari sabtu, 14 september 2013 bertempat di lahan budidaya sagu kampus Gunung gede, program Diploma IPB.

2. Bahan dan Alat

Bahan yang di gunakan dalam percobaan pertama adalah sukcer dengan bobot kurang dari 2 kg dan 2-4 kg yang diambil dari tanaman sagu yang dewasa, antracol ( fungisida) dan air. Alat yang digunakan adalah bambu, pisau atau golok, kawat, paku, tali, ember, gergaji dan peralatan budidaya lainnya.

3. Metode percobaan

Percobaan akan dilaksanakan menggunakan rencana percobaan acak kelompok dengan satu faktor yaitu bobot sucker( 2 kg dan 2-4 kg ). Percobaan tersebut diulang sebanyak tiga kali(setiap ulangan terdapat 20 satuan percobaan ).

Berdasarkan kombinasi dari taraf tiap-tiap faktor maka didapatkan empat perlakuan sebagai berikut :

1. Media rakit dengan bobot sucker < 2 kg. 2. Media rakit dengan bobot sucker 2-4 kg.

Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga didapatkan 6 unit percobaan. Populsi setiap unit percobaan sebanyak 20 sucker sehingga dibutuhkan 60 sucker dengan bobot < 2 kg, dan 60 sucker dengan bobot 2-4 kg.

4. Pelaksanaan percobaan

4.1. Pengambilan sucker

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan sucker sagu berbentuk ” L” yang diambil dari tanaman induk dengaan kriteria sebagai berikut :

(8)

c. Bobot sucker sagu < 2kg dan 2-4 kg.

d. Sucker yang diambil bebas dari serangan hama dan penyakit. e. Sucker dibersihkan dari tanah yang masih menempel. f. Akar sucker dipangkas dan disisakan kurang lebih 4-5 cm.

g. Bagian tajuk sucker dipangkas hingga panjangnya 30 cm dari banirnya.

Setelah sucker diambil sucker diletakkan pada tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung untuk menghindari transpiraasi yang berlebihan sebelum bibit dipindahkan kepersemaian. Pemangkasan dimaksudkan untuk mengurangi transpirasi berlebihan dan mempercepat terinisiasinya daun baru pada sucker ketika dipersemaian. Pemangkasan juga untuk mempercepat terinduksinya akar-akar baru yang bermanfaat bagi bibit sagu. Mengabsorbsi hara dan mineral selama fase pertumbuhannya. Akar-akar awal sebelum perlakuan persemaian akan mengalami kematian jaringannya dan berwarna kehitaman seiring dengan terinisiasinya akar-akar baru atau akar nafas.

4.2. Pembuatan rakit

Rakit dibuat dari potongan bambu dengan ukuran 2,5 m x 1 m x 30 cm. Potongan bambu disusun bertingkat dengan 3 bagian. Potongan bambu yang dibutuhkan untuk membuat satu rakit adalah 15 buah dengan rincian 11 potongan bambu dengan panjang 2,5 m dan 4 potongan bambu dengan panjang 1 m. Rakit disusun dengan menggunakan kawat dan paku agar terikat secara kuat. Setelah rakit siap rakit dimasukkan kedalam kolam. Agar rakit tidak bergerak rakit dipancang/ditegakkan didalam kolam.

4.3. Penanaman

Sucker ditanam dipersemaian rakit. Sebelum sucker ditanam, sucker tersebut direndam terlebih dahulu kedalam fungisida( antracol) 5 menit dengan konsentrasi 2 g/liter air. tahapan penanaman dilakukan sebagai berikut penanaman dipersemaian rakit :

a. Daun sucker sagu dipangkas dan disisakan 30-40 cm, b. Akar sucker sagu juga dipangkas dan disisakan 5-10 cm. c. Sucker yang telah ditanam, disusun kedalam rakit, d. Akar sucker sagu harus terendam kedalam air

Lama persemaian untuk sucker sagu yaitu 3-4 bulan atau sampai keluar 3-4 daun baru dengan perakaran yang banyak.

4.4. Pemeliharaan

Pemeliharan yang dilakukan dengan menjaga kondisi bibit dirakit agar tetap tegak, permukaan air tidak melewati leher banir dan pengendalian hama penyakit tanaman dengan penyemprotan menggunakan fungisida.

4.5. Pengamatan

(9)

1. Persentase hidup bibit (%)

Persentase hidup bibit dihitung berdasarkan jumlah bibit yang bertahan hidup dn tumbuh dengan baik untuk setiap perlakuan sampai kemunculan daun ketiga dengan rumus :

persentase hidup bibit ¿ jumlahbibit hidup px(n)

jumlahbibit yang di tanamx100 keterangan

px (n) = pengamatan bulan ke – n( 1,2,3,) setiap perlakuan

1. Jumlah daun

Jumlah daun di hitung pada jumlah daun yang membuka secara sempurna. Pengamatan dilakukan setiap minggu.

2. Panjang akar

Panjang akar diukur pada panjang akar terpanjang. Pengamatan dilakukan setiap minggu.

B. Respon Pertumbuhan Bibit Sagu Terhadap aplikasi Dosis Pupuk N Dan Bobot Sucker Di Persemaian Polibag

1. Waktu dan Tempat

Percobaan akan dilaksanakan mulai bulan september –januari 2013 bertempat dikebun percobaan, program diploma IPB.

2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan pertama adalah sucker sagu dengan bobot < 2kg dan 2-4 kg yang diambil dari tanaman sagu yang telah dewasa, pupuk kandang, pupuk N, (dosis 0,3 dan 6 g/suckera),furadan,dan fungisida(antracol),air. Pupuk P dan K diberikan untuk keseluruhan satuan percobaan. Alat yang digunakan adalah polibag, cangkul, ember, sprayer, dan peralatan budidaya lainnya.

3. Metode Percobaan

Percobaan akan dilaksanakan dengan menggunakan rancangan percobaan acak kelompok dengan dua faktor. Faktor yang pertama adalah pemberian dosis pupuk N yang terdiri atas 3 taraf yaitu 0,3 dan 6 g/bibit. Faktor yang kedua yaitu bobot sucker (abut) yaitu < 2 kg dan 2-4 kg.

Berdasarkan kombinasi dari taraf tiap-tiap faktor maks didapatkan 6 perlakuan sebagai berikut.

(10)

5. Bobot sucker 2-4 kg dosis N 3 gram per bibit. 6. Bobot sucker 2-4 kg dosis N 6 gram per bibit.

Populasi setiap unit percobaan sebanyak 20 sucker sehingga dibutuhkan 360 sucker dengan bobot 2-4 kg.

4. Pelaksanaan Percobaan

4.1. Persemaian dimedia persemaian polibag

Komposisi media tanam terdiri atas tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi yang telah terdekokposisi sempurna. Tanah dan pupuk kandang dicampur hingga rata dan dimassukkan kedalam polibag yang berukuran 40 x 40 cm.

4.2. Penanaman

Sucker ditanam didalam polibag dan didalam rakit. Sebelum sucker ditanam, sucker tersebut dicelupkan terlebih dahulu kedalam larutan fungisida selama 2 menit dengan konsentrasi 2 g/l air. Tahapan penanaman dilakukan sebagai berikut.

Penanaman dalam media tanam polibag.

a. Isi polibag dengan media tanam sebanyak 2/3 bagian. b. Daun sucker sagu dipangkas dan disisakan 30-40 cm. c. Akar sucker sagu juga dipangkas dan disisakan 5-10 cm. d. Sucker yang telah siap ditanam, dimasukkan kedalam polibag.

e. Isi kembali media tanam ke dalam polibag yang telah ditanami sucker sagu. f. Polibag disussun sesuai dengan perlakua nnya.

4.2. Aplikasi pupuk

Pupuk N diaplikasikan sesuai dengan perlakuannya dengan cara ditaburkan secara melingkar sekitar 4 cm dari bagian banir bibit, kemudian ditutup dengan tanah. Selain pupuk N, akan diaplikasikan juga pupuk P dan K dengan dosis 5 gram per bibit dengan cara yang sama. Pupuk diaplikasikan pada minggu ke 2 tanam.

4.3. Pemeliharaan

(11)

4.4. Pengamatan

Peubah yang diamati adalah peubah vegetatif yang terdiri atas :

1. Persentase hidup bibit (%)

Persentase hidup bibit dihitung berdasarkan jumlah bibit yang bertahan hidup dan tumbuh dengan baik untuk setiap perlakuan sampai kemunculan daun ketiga dengan rumus :

Persentase hidup bibit = ¿ jumlahbibit hidup PX(n)

jumlahbibit yang ditanam x100 % Keterangan :

P X (n) = pengamatan bulan ke-n(1,2,3), setiap perlakuan.

2. Jumlah daun

Jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka secara sempurna. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali sampai bibit memiliki 3 daun.

3. Panjang akar.

Panjang akar diukur pada panjang akar terpanjang. Pengamatan dilakukan pada akhir percobaan.

4. Jumlah bibit yang berakar.

Jumlah bibit yang berakar dihitung pada akhir percobaan dengan menghitung akar baru yang muncul pada bibit.

5. Rasio akar, banir (rizoma), dan tajuk.

(12)

C. Penanaman Bibit Sagu Terhadap Aplikasi Daun yang disungkup Dan Tidak Disungkup

1. Waktu dan tempat

Penanaman di laksanakan pada tanggal 7 desember 2013 bertempat dilahan budidaya tanaman sagu program diploma IPB

2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penamanan adalah sucker sagu dengan bobot <2 kg yang diambil dari tanaman sagu yang dewasa dan pupuk SP- 36 sebanyak 5 gr dan furadan untuk masing - masing satuan percobaan. Alat yang digunakan adalah cangkul, gunting,hetter, pancang atau ajir,alat tulis (penggaris, pena),kertas.

3. Metode percobaan

Penanaman dilakukan dengan rancangan percobaan sucker bobot < 2 kg dengan dua faktor. Faktor pertama adalah bibit sucker di tanam dengan cara di beri sungkup atau tutup dengan kertas. Faktor yang kedua bibit sucker tiadak diberi sungkup atau tutup.

Setiap perlakuan di ulang 3 kali sehingga dibutuhkan 30 sucker dengan bobot <2 kg. Tiap- tiap faktor maka didapatkan 2 perlakuan setiap kelompok sebagai berikut;

1. Penanaman sucker bobot <2 kg ditutup dengan kertas oleh kelompok 1-5 2. Penanaman sucker bobot < 2kg tidak ditutup oleh kelompok 6-10.

4. Pelaksanaan percobaan

4.1. Penanaman

Sebelum sucker ditanam, bibit sagu yang dipilih untuk di tanam sudah memiliki 2-3 helai daun baru. Sucker yang memiliki banyak pelepah harus di potong, dengan menyisakan 3 batang pelepah dan daun pada bibit di pangkas agar bibit sagu tidak mengalami transpirasi dan respirasi berlebihan. Di lanjutkan Tahapan penamanan di lakukan sebagai berikut:

a. Lubang tanam disiapkan untuk penanaman bibit sagu yang telah disiapkan sebelumnya. Ukuran lubang tanam yang dibuat adalah 30 cm x 30 cm x 30 cm.

b. Penanaman dilakukan dengan membenamkan banir kedalam lubang tanam,dan berikan sedikit furadan.bagian pangkal banir ditutupi dengan tanah.

c. Taburkan pupuk sp-36 pada setiap piringan sucker

d.

bibit

sagu ditanam menyandar tegak pada sisi lubang tanam

e. ajir tetap dipancang disamping lubang tanam agar tanaman menjadi kokoh dan tidak mudah tumbang.

f. bibit sagu ditutup dengan kertas khusus untuk perlakuan yang yang ditutup dengan kertas

4.2. Pengamatan

(13)

1. persentase hidup bibit

persentase hidup bibit dihitung berdasarkan jumlah bibit yang bertahan hidup dan tumbuh dengan baik untuk setiap perlakuan denagn rumus :

persentase hidup bibit ¿ julmahbibit hidup px(n)

jumlahbibit yang di tanamx100 keterangan:

px (n)= pengamatan bulan ke – n ( 1,2,3,) setiap perlakuan.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tanaman Sagu

Tanaman sagu ( Metroxylon spp.) merupakan tanaman monokotil,secara taksonomi dapat dijelaskan sebagai berikut.

(14)

Spesies: Metroxylon spp

Sagu dari genus metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua yaitu , tanaman sagu yang berbunga atau berbuah dua kali ( pleonanthic) dengan kandungan pati rendah dan tanaman sagu yang berbunga atau berbuah sekali ( Hepaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting ,karena kandungan patinya lebih banyak ( Bintoro et al,2010 )

Sagu ( Metroxylon spp) termasuk tumbuhan monokotil dari kelurga palmae. Terdapat lima marga plamae yang kandungan ptinya banyak dimanfaatkan , yaitu Metroxylon spp, Arenge sp, Coripha sp,Euqeissona sp, dan cariota sp.( Ruddle et al, 1978).

Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) termasuk tanaman monokotil dari famili Palmae, genus Metroxylon dan ordo Spadiciflorae merupakan jenis tanaman yang menyimpan pati pada bagian batangnya (Haryanto dan Pangloli, 1992). Tanaman sagu secara botani digolongkan menjadi dua, yaitu tanaman sagu yang berbunga dan berbuah satu kali (Hapaxanthic) dan tanaman sagu yang berbunga dan berbuah dua kali atau lebih (Pleonanthic). Golongan yang pertama sangat penting nilai ekonominya karena kandungan patinya tinggi (Haryanto danPangloli, 1992).

Bagian yang terpenting dari sagu adalah batang. batang merupakan tempat untuk menyimpan cadangan makanan berupa karbohidrat. Batang sagu berbentuk silinder dengan kulit luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat dan pati. Sagu memiliki daun sirip, menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada tangkai daun. Bunga sgu majemuk yang keluar dari ujung batang sagu, berwarna merah kecoklat-coklatan seperti karat. (Bintoro et al,2010)

Batang sagu terdiri atas lapisan kulit luar bagian luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat dan pati. Tebal kulit luar yang keras sekitar 3 – 5 cm. pohon sagu yang masih muda mempunyai kulit yang tipis dibandingkan sagu dewasa ( Haryanto dan pangloli, 1992)

Lapisan kulit paling luar berupa lapisan sissa-sisa pelepah daun sagu yang terlepas, sehingga yang terlihat hanya lapisan kulit tipis pembungkus kulit dalam yang keras. Pada tanaman sagu yang masih muda , kulit dalam tersebut tipis dan tidak begitu keras. Serat dan empulur pada sagu muda dan banyak mengandung air, sedangkan pada sagu dewasa sampai umur panen empulur dan serat sudah mulai kering dan keras.(Bintoro et al ,2010)

Struktur batang sagu dari arah luar terdiri atas lapisan sisa pelepah daun,lapisan kulit luar yang tipis yang berwarna kemerah-merahan, lapisan kulit dalam yang keras dan padat berwarna kehitam-hitaman, lapisan serat, serta lapisan empulur yang mengandung pati (Rumalatu,1981).

Menurut Haryanto dan Pangloli ( 1992), kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda tergantung umur ,jenis,dan lingkungan tumbuh. Penurunan kandungan pati dalam batang sagu biasanya ditandai dengan mulai terbentuknya primordia bunga.

Daun sagu memiliki anak daun dengan panjang 1,5 m bertangkai dan berpelepah. Panjang daun sagu dapat mencapai 7 m. daun merupakan bagian tanaman sagu yang memilki peranan penting karena merupakan tempat pembenntukan pati melalui proses fotosintesis.

(15)

B. Syarat Tumbuh Sagu

Sagu merupakan palma penting penghasil tepung dan pati yang secara alami tanaman sagu tersebar dari Melanesia di Pasifik Selatan di sebelah Timur sampai ke India di sebelah Barat (90º-180º BT) dan dari Mindanau di sebelah Utara sampai di Pulau Jawa di sebelah Selatan (10º LU- 10ºLS) (Johnson dalam Djoefrie, 1999).

Sagu umumnya tumbuh baik di daerah 10o LS- 15o LU dan 90º-180º BT pada ketinggian 0-700 m dpl. Pertumbuhan optimum sagu terjadi pada ketinggian 400 m dpl ke bawah (Manan dan Supangkat, 1984). Hutan sagu ditemukan di lahan-lahan di sepanjang dataran rendah tepi pantai hingga ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (m dpl), di sepanjang tepi sungai, dan di sekitar danau atau rawa (Djoefrie, 1999). Jika ketinggian tempat lebih dari 400 m dpl maka pertumbuhannya akan terhambat dan produksinya rendah (Bintoro et al., 2010).

Derajat kemasaman (pH) yang dikehendaki oleh tanaman sagu berkisar antara 3.7- 6.5. Kisaran keadaan hidrologi tempat tumbuh tanaman sagu sangat luas, jikahanya dilihat dari kemungkinan hidup, tanaman sagu dapat hidup pada daerah yang tergenang sampai yang tidak tergenang asalkan kelembaban tanah cukup tinggi. Pertumbuhan sagu pada daerah tergenang tetap pada tahap semai masih baik, akan tetapi pada tahap pembentukan batang laju pertumbuhannya sangat lambat (Djoefrie, 1999).

Tanaman sagu menghendaki tanah berlumpur dan kaya dengan mineral dan bahan organik. Sagu juga dapat hidup pada tanah berpasir asalkan mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podzolik merah kuning, grumosol, alluvial, dan hidromorfik. Secara alami tanaman sagu merupakan vegetasi yang mendominasi lahan berawa (Djoefrie, 1999).

Suhu udara terendah bagi pertumbuhan tanaman sagu yaitu 15o C danm pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu 25o C dengan kelembaban udara sekitar 90% dan intensitas penyinaran matahari sekurang-kurangnya 900 joule/cm2/hari (Bintoro et al., 2010).

Sagu tumbuh di daerah-daerah yang berair tawar , rawa yang bergambut, sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air dan hurtan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi (haryanto dan pangloli, 1992). Di Papua dan Maluku, sagu tumbuh liar dirawa-rawa dataran rendah dengan daerah yang luas. Di Sumatra sagu banyak di tanaman yang membentang dari provinsi Sumatera Selatan sampai Sumatra tara melalui Jambi dan Riau.sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah vulkanik, podzolik merah kuning, grumosol, alluvial, dan hidromofik (Bintoro 1999).

Bintoro, (1999) menyatakan bahwa satu hal yang menarik dari tanaman sagu yaitu tanaman tersebut dapat tumbuh dikawasan tanaman lain tidak dapat tumbuh dan apabila tanaman lainnya seperti padi, jagung, umbi-umbian dan palawija hasilnya akan membusuk jika terendam >1 m, tetapi pati yang terdapat dibatang sagu tidak akan rusak jika terendam >1m selama beberapa hari.

(16)

C.Persiapan Bahan Tanam

Persiapan bahan tanam tanaman sagu merupakan kegiatan pengadaan bahan tanaman yang di butuhkan oleh kebun. Kegiatan tersebut meliputi seleksi bibit, perlakuan terhadap bibit dan persemaian. Keseluruhan dari kegiatan persiapan bibit bertujuan mendapatkan bibit yang berkualitas baik, bebas dari hama penyakit tanaman sehingga bibit tersebit dapat ditanam dilapangan dengan persentase hidup yang tinggi.

Bibit yang diambil sebagai bahan tanaman adalah bibit yang telah matang atau tua. Bibit sagu umumnya dapat ditemukan pada kebun yang sudah dipanen 3- 4 kali terhadap pohon induknya. Bibit yang baik dengan berat 2-5 kg, sedangkan bentuk yang baik dengan bonggol bentuk ”L”.

Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji (generatif) dan bibit yang berasal dari tunas atau anakan sagu (vegetatif). Perbanyakan tanaman secara generatif belum optimal keberhasilannya, terutama dalam perkecambahan biji (Flach dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Bahan tanam (sucker) yang digunakan untuk pembiakan secara vegetatif harus berasal dari tunas atau anakan sagu dari induk yang mempunyai produksi pati yang tinggi. Teknik pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah pesemaian

rakit.

Pesemaian rakit dilaksanakan pada parit dengan air mengalir. Rakit bisa terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman dewasa. Keuntungan menggunakan teknik persemaian rakit adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta pemeliharaan tanaman sangat sedikit. Dalam satu rakit berukuran 3 x 1 meter dapat disemaikan 60 – 100 anakan sagu tergantung pada ukuran bonggolnya dan anakan sagu diatur searah dengan rakit. Selain menggunakan rakit, persemaian juga bisa dilakukan dengan menggunakan teknik kolam dan polibag. Pada persemaian dengan menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag tersebut (Bintoro, 2008).

Bibit yang diambil sebagai bahan tanam adalah bibit yang masih baru (segar), telah matang atau tua, mempunyai pelepah dengan pucuk yang masih berwarna hijau segar, bibit mudah bergerak jika digoyang-goyangkan, posisi bibit tersebut tidak tumbuh menempel pada induk sagu, tidak terserang hama dan penyakit, memiliki akar yang cukup, tempat penyimpanan bahan makanan (banir) berwarna merah muda dan keras, dan diutamakan bibit yang memiliki banir berbentuk “L” karena memiliki jumlah cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan bibit dengan bentuk banir yang lainnya sehingga presentase hidupnya lebih tinggi. Semakin berat suatu bibit, maka pertumbuhannya akan lebih cepat (Bintoro et al., 2010). Berdasarkan penelitian Pinem (2008) bibit dengan perlakuan persemaian kanal dengan bobot 4 kg menghasilkan pertumbuhan yang paling baik.

Perlakuan sebelum persemaian yaitu pemangkasan dari atas banir 30 cm dan konsentrasi Rootone-F 1500 ppm menunjukkan hasil pertumbuhan yang baik(Listio, 2007). Selain itu, penelitian Asmara (2005) menunjukkan bahwa perendaman bibit menggunakan Rootone-F selama 4 jam berpengaruh terhadap panjang akar tetapi tidak berpengaruh terhadap panjang, jumlah, dan lebar daun. Tujuanpemangkasan yaitu agar evaporasi dapat ditekan dan mempercepat pemunculan tunas.

(17)

menggunakan sistem kanal (Irawan, 2004). Bibit ditata dalam rakit yang terbuat dari tulang daun sagu (gaba-gaba) atau dari bambu/kayu yang berukuran 3 m x 0.5 m.

Rakit tersebut sangat ringan sehingga mengapung di air dan mudah dilangsir ke lokasi penanaman. Setiap rakit dapat menampung 70 – 80 bibit. Bibit dalam rakit diletakkan dalam kanal sampai batangnya terendam, setelah 3 bulan akan ada 2-3 helai daun baru dan perakarannya sudah berkembang dengan baik, saat itu bibit sagu dapat dipindahkan ke lapangan (Bintoro, 2008).

Kegiatan persemaian merupakan kegiatan lanjutan dari penyeleksian abut (anakan sagu). Persemaian bertujuan memberikan kondisi yang sesuai atau akli-matisasi untuk abut-abut yang akan di tanam di lapangan. Aklimatisasi bertujuan agar abut tersebut tidak stres, sehingga selama proses persemaian kondisi abut ba-ik dan sehat untuk ditanam di lapangan. Lama bibit di persemaian yaitu selama ti-ga bulan, bibit memiliki rata-rata jumlah daun 2-3 helai dan perakaran yang baik sehingga bibit sudah siap dipindah ke lapang (Bintoro et al., 2010).

Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji (generatif) dan dari tunas atau anakan sagu (vegetatif). Perbanyakan tanaman secara generatif belum optimal keberhasilannya, terutama dalam perkecambahan biji (Flach dalam Haryanto dan Pangloli, 1992).

Teknik pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah persemaian rakit. Persemaian rakit dilaksanakan pada parit atau kanal dengan air mengalir.7

Rakit bisa terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman sagu. Keuntungan meng-gunakan persemaian rakit adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta peme-liharaan sangat sedikit. Selain menggunakan rakit, persemaian juga bisa dilakukan dengan menggunakan teknik kolam dan polibag. Pada persemaian menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag tersebut (Bintoro, 2008). Menurut Pinem (2008), perlakuan persemaian dengan polibag menghasilkan nilai rata-rata panjang tunas yang rendah jika dibandingkan dengan sistem rakit dan ko-lam. Hal ini karena kadar air polibag cukup rendah, sedangkan bibit sagu membutuhkan kadar air yang tinggi untuk pertumbuhannya.

D. Pupuk dan Pemupukan

Pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah atau di-semprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur hara yang diperlukan tanaman. Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan me-nambah persediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk me-ningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Sarief, 1985).

Menurut Hardjowigeno (2007), agar pemupukan efisien maka dalam pe-mupukan harus diketahui beberapa hal, yaitu tanaman yang akan dipupuk, jenis tanah, jenis pupuk, dosis pupuk, waktu dan cara pemupukan. Dosis pupuk yang diberikan berhubungan dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara, kandungan unsur hara yang ada dalam tanah dan kadar unsur hara yang terdapat dalam pupuk.

(18)

Urea adalah salah satu bentuk pupuk N buatan dan tergolong pupuk tung-gal. Rumus kimianya adalah CO(NH2)2. Pupuk urea mengandung 45% N dan termasuk golongan pupuk yang

higroskopis. Pada kelembaban nisbi 73% sudah mu-lai menarik air dari udara. Reaksi fisiologisnya agak masam dengan ekivalen ke-masaman 80 tetapi tidak terlalu mengasamkan tanah. Pupuk urea dibuat dari amo-niak dan gas asam arang, berbentuk kristal berwarna putih atau butir-butir bulat berdiameter kurang lebih 1 mm. Pupuk urea sering dilapisi suatu bahan pelapis untuk mengurangi sifat higroskopisnya. Untuk dapat diserap tanaman, nitrogen dalam urea diubah dahulu menjadi ammonium dengan bantuan enzim tanah urea-se melalui proses hidrolisis. Apabila diberikan ke tanah proses hidrolisis tersebut cepat sekali terjadi sehingga mudah menguap menjadi amonia. Amonia mudah bereaksi dengan air dan akan membentuk hidroksi amonium, sehingga untuk se-mentara tidak akan hilang dari tanah (Sarief, 1985 ; Hardjowigeno, 2007).

1. Nitrogen

Nitrogen merupakan unsur yang termasuk ke dalam salah satu unsur esensial bagi tanaman. Menurut Miftahudin et al,(2010) unsur esensial diartikan sebagai hara mineral yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Bila salah satu dian-taranya tidak tercukupi dalam tanah maka pertumbuhan dan perkembangan tana-man tidak dapat optimal. Senyawa nitrogen sebagai sumber nitrogen yang dapat diasimilasikan oleh tanaman dan dapat dibagi menjadi empat golongan besar, yaitu: nitrogen nitrat (NO3-), nitrogen ammonia, nitrogen organik dan nitrogen molekul lain (N2). Sum-ber utama unsur nitrogen bagi tanaman diantaranya atau yang terpenting adalah ion nitrat (NO3) dalam larutan tanah. Ion nitrat diserap oleh bulu-bulu akar melalui proses respirasi anion dandiakumulasikan dalam vakuola. Sumber lain dari nitrogen anorganik adalah dalam bentuk ion am monium (NH4+). Masuknya ion ammonium ke dalam sel karena adanya gradien listrik akibat pengambilan ion secara aktif (Suseno, 1974).

Kandungan nitrogen di udara sekitar 79%. Nitrogen tersebut tidak lang-sung dapat dimanfaatkan oleh tanaman sebelum mengalami perombakan menjadi senyawa nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+). Sumber nitrogen udara berasal dari vulkan, pembakaran, denitrifikasi dan pelapukan sedimen. Nitrogen udara diok-sidasi oleh cahaya kilat dan bereaksi dengan air hujan membentuk nitrat. Fiksasi biologi dapat dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri, aktinomisetes dan ganggang hijau biru. Molekul nitrogen (N2) akan bereaksi dengan oksigen (O2) membentuk ammonium (NH4+) yang tersedia bagi tanaman.

Menurut Hardjowigeno (2007), perubahan-perubahan bentuk nitrogen da-lam tanah dari bahan organik melalui beberapa macam proses, yaitu aminisasi, amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi. Aminisasi adalah pembentukan senyawa amino dari bahan organik (protein) oleh berbagai mikroorganisme. Amonifikasi adalah pembentukan ammonium dari senyawa-senyawa amino oleh mikroorganis-me. Nitrifikasi adalah perubahan dari ammonium (NH4+) menjadi nitrit (NO2-) oleh bakteri Nitrosomonas, kemudian menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Faktor-faktor yang mempengaruhi nitrifikasi adalah tata udara (nitrifikasi berjalan baik jika tata udara tanah baik), pH tanah (baik pada pH sekitar 7.0) dan suhu. Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat (NO3-) menjadi bentuk N2 oleh mikroorganisme dan proses reduksi kimia (terjadi setelah terbentuk nitrit). Syarat terjadinya denitrifikasi adalah di tempat yang tergenang, drainase buruk dan tata udara tidak baik.

(19)

Sarief (1985), jumlah N yang terlalu banyak mengakibatkan menipisnya bahan dinding sel sehingga mu-dah diserang oleh hama dan penyakit, serta mudah terpengaruh oleh keadaan bu-ruk seperti kekeringan dan kelebihan air.

Penambahan Urea terlalu banyak menyebabkan tidak terjadinya keseimbangan pupuk dalam tanah, sehingga tanaman tidak sempurna menyerap hara, akibatnya tanaman tidak berkembang. Penggunaan Urea yang berlebihan mengakibatkan turunnya pH tanah sehingga mikriflora dan fauna mati, tanah menjadi padat dan tata aerasi tanah menjadi jelek, yang akhirnya menghambat perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman. Akibatnya kemampuan tanaman untuk menyerap air dan unsur hara yang tidak mobil seperti P, K dan Zn menurun (Comish, 1984 dan Hammel, 1989). Pemberian pupuk Urea dengan dosis berlebih menyebabkan penurunan hasil produksi tanaman.

Pemberian pupuk NPK berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tinggi bibit, jumlah dan lebar daun. Semakin tinggi dosis yang diberikan menyebabkan pertumbuhan sagu terhambat dan semakin banyak bibit yang mati. Hal tersebut diduga pada pembibitan sagu untuk pertumbuhannya masih berasal dari karbohidrat dari banir dan hara dari dalam tanah masih mencukupi, sehingga pemberian hara melalui pemupukan tidak memberikan peningkatan pada pertumbuhan. Tinggi pemangkasan sebelum penyemaian berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Semakin rendah pemangkasan maka hasilnya akan semakin baik. Bobot bibit juga mempengaruhi tinggi, karena semakin kecil bobot bibit cadangan makanan yang dimiliki semakin sedikit untuk memenuhi kebutuhan makanan bibit tersebut.

E.Pembibitan atau persemaian

Kegiatan persemaian merupakan kegiatan lanjutan dari penyeleksian abut. Persemaian bertujuan memberikan kondisiyang sesuai (aklimatisasi) untuk abut-abut (anakan sagu) yang akan ditanam dilapangan. Aklimatisasi bertujuan agar abut tersebut tidak stress, sehingga selama proses persemaian kondisi abut dan sehat untuk di lapangan. Penyemaian merupakan suatu tindakan budidaya tanaman yang diantaranya bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan vegetatif suatu bibit

Persemaian yaitu kegiatan pembibitan untuk memperoleh bibit dengan kualitas yang baik melalui perlakuan tertentu. Persemaian menghasilkan bibit yang siap dipindah tanam dengan kualitas baik, sehingga mampu mengurangitingkat kematian setelah ditanam di lahan. Fungsi dari persemaian yaituuntuk menyeleksi bibit yang berkualitas baik dan buruk. Bibit yang baik ditanam setelah disemai selama tiga bulan, dan telah memiliki 2 - 3 daun, perakarannya kuat, memiliki akar nafas dan tidak kerdil.

(20)

Listio (2007) menyatakan bahwa bibit-bibit yang ditanam pada musim hujan memiliki daya tumbuh lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada musim kemarau, karena bibit yang ditanam pada musim kemarau rawan kekeringan dan mengeras sehingga bibit lebih sukar tumbuh.

Pupuk dapat menjadi tambahan nutrisi untuk meningktakan daya hidup bagi tanaman sagu terutama saat di pembibitan atau dipersemaian. Pemberian tambahan hara tersebut dapat berupa pupuk cair, pupuk padat organik maupun nonorganik, atau zat pengatur tumbuh.

Aspek paling penting dalam budidaya sagu adalah pada persemaian sagu, karena persemaian akan mempengaruhi kualitas bibit yang dihasilkan Penyemaian bibit yang terlalu lama menyebabkan bibit menjadi besar dan sulit untuk dicabut. Bibit yang bagus dalam waktu tiga bulan setelah semai akan keluar dua sampai tiga helai daun. Di persemaian, pertumbuhan bibit sagu sering dijumpai tidak seragam. Perbedaan pertumbuhan tiap-tiap bibit di persemaian selain ditentukan oleh bagus tidaknya suatu bibit, juga ditentukan oleh ukuran bobot bibit, lama waktu penyimpanan, dan umur bibit. Ukuran bobot bibit berpengaruh terhadap banyak tidaknya kandungan pati yang ada di dalam bonggol (banir) bibit. Kandungan pati yang terdapat di dalam banir akan berfungsi sebagai cadangan makanan yang dibutuhkan pada saat pertumbuhan terutama untuk pembentukan bagian vegetatif bibit pada saat di persemaian.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembibitan sagu dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Namun perbanyakan secara vegetatif lebih banyak digunakan karena lebih mudah mendapatkan calon bibit serta bibit memiliki pertumbuhan yang sama dengan induknya. Teknik persemaian bibit sagu dapat dilakukan dengan rakit, polibag dan kolam. Teknik persemaian yang digunakan berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit selama di persemaian.

Pertumbuhan anakan sagu yang baik berpengaruh terhadap hasil bibit yang akan ditanam. Pertumbuhan anakan sagu di persemaian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, serangan hama dan kondisi bibit. Kondisi bibit menjadi faktor utama dalam mempengaruhi daya hidup bibit. Bibit sagu yang sehat, cukup tua, banir cukup besar dan dari induk yang baik menjadi faktor bibit dengan daya hidup tinggi (Maulana, 2011). Pertumbuhan anakan sagu juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh meliputi sinar matahari, kelembaban, suhu udara, dan kecepatan angin. Sinar matahari berpengaruh besar terhadap pertumbuhan setiap organ. Sinar matahari berpengaruh juga terhadap kelangsungan proses fotosintesis. Proses fotosintesis meningkat pada siang hari dan kemudian turun pada sore hari. Peningkatan intensitas cahaya akan menaikkan suhu daun sehingga penguapan akan tejadi lebih cepat. Penguapan yang berlebihan dapat merugikan bagi tanaman.

Pemberian naungan merupakan salah satu cara untuk mengurangi intensitas cahaya. Persemaian sagu menggunakan naungan bertujuan untuk mengurangi penguapan yang berlebihan. Penggunaan naungan pada saat persemaian diharapkan akan memberi pengaruh pada bibit yang disemai. Naungan dapat mengurangi laju transpirasi sehingga hasil fotosintat yang dihasilkan dapat digunakan untuk pertumbuhan bibit yang optimal.

(21)

lembab dan tersedia cukup air yang banyak diduga dapat meningkatkan kemampuan bibit untuk hidup. Selain itu, persemaian rakit memiliki keunggulan lainnya yaitu dapat terhindar dari serangan hama serta ketersediaan air yang cukup.

Sebelum ditanam dilapangan, bibit terlebih dahulu disemaikan dikanal dengan menggunakan rakit yang terbuat dari pelepah sagu. Persemaian dilakukan agar bibit sagu tetap segar sebelum dipindah kelapang. Bibit yang akan disemai terlebih dahulu dipangkas daun tuanya dengan ketinggian pangkas 30-40 cm dari banir. Tujuannya agar evaporasi dapat ditekan dan untuk mempercepat pemunculan tunas. (Bintoro et al. 2010).

Kegiatan persemaian merupakan kegiatan lanjutan dari penyeleksian abut (anakan sagu). Persemaian bertujuan memberikan kondisi yang sesuai atau akli-matisasi untuk abut-abut yang akan di tanam di lapangan. Aklimatisasi bertujuan agar abut tersebut tidak stres, sehingga selama proses persemaian kondisi abut ba-ik dan sehat untuk ditanam di lapangan. Lama bibit di persemaian yaitu selama ti-ga bulan, bibit memiliki rata-rata jumlah daun 2-3 helai dan perakaran yang baik sehingga bibit sudah siap dipindah ke lapang (Bintoro et al., 2010).

Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji (generatif) dan dari tunas atau anakan sagu (vegetatif). Perbanyakan tanaman secara generatif belum optimal keberhasilannya, terutama dalam perkecambahan biji (Flach dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Bibit yang diambil sebagai bahan tanaman adalah bibit yang telah matang atau tua. Bibit sagu umumnya dapat ditemukan pada kebun yang pohon induknya sudah dipanen 3-4 kali. Bibit yang baik dengan bobot 2-5 kg dan bong-gol berbentuk “L” (Wibisono, 2011).

Sebelum penyemaian bibit terlebih dahulu dilakukan pemotongan pelepah dan tunas kurang lebih 20-30 cm dari banir, terutama untuk tunas-tunas yang telah mengering akibat terlalu lama di tempat persiapan bahan tanam. Tujuan pemo-tongan untuk mempercepat pemunculan calon tunas pertama yang selanjutnya menjadi daun (Asmara, 2005).

Teknik pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah persemaian rakit. Persemaian rakit dilaksanakan pada parit atau kanal dengan air mengalir. Rakit bisa terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman sagu. Keuntungan meng-gunakan persemaian rakit adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta peme-liharaan sangat sedikit. Selain menggunakan rakit, persemaian juga bisa dilakukan dengan menggunakan teknik kolam dan polibag. Pada persemaian menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag tersebut (Bintoro, 2008). Menurut Pinem (2008), perlakuan persemaian dengan polibag menghasilkan nilai ra-ta-rata panjang tunas yang rendah jika dibandingkan dengan sistem rakit dan ko-lam. Hal ini karena kadar air polibag cukup rendah, sedangkan bibit sagu membu-tuhkan kadar air yang tinggi untuk pertumbuhannya.

Persemaian dilakukan didalam rakit. Rakit yang digunakan berbentuk persegi panjang yang dibagi menjadi tiga bagian. Ukuran rakit yang digunakan memiliki lebar 1 m dan panjang 2,5 m. Rakit tersebut disangga pada pinggir kanal agar selama persemaian tidak tenggelam (Bintoro et al.2010).

(22)

menampung jumlah abut maksimal. Bagian banir harus terendam air agar abut tidak mengalami kekeringan dan posisi abut tegak (Bintoro et al.2010).

Bibit sagu disemai didalam rakit selama tiga bulan. Setelah tiga bulan persemaian, bibit memiliki rata-rata jumlah daun 2-3 helai dan jumlah perakaran yang baik sehingga bibit sudah dapat ditanam dilapangan. Bibit tanaman sagu siap ditanam untuk pembukaan lahan baru maupun untuk penyulaman (Bintoro et al.2010).

Teknik pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah pesemaian rakit. Pesemaian rakit dilaksanakan pada parit dengan air mengalir. Rakit bisa terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman dewasa. Keuntungan menggunakan teknik persemaian rakit adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta pemeliharaantanaman sangat sedikit. Dalam satu rakit berukuran 3 x 1 meter dapat disemaikan 60 – 100 anakan sagu tergantung pada ukuran bonggolnya dan anakan sagudiatur searah dengan rakit. Selain menggunakan rakit, persemaian juga bisadilakukan dengan menggunakan teknik kolam dan polibag. Pada persemaiandengan menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag tersebut (Bintoro, 2008).

Persemaian bibit sagu dilakukan dengan menggunakan sistem kanal (Irawan, 2004). Bibit ditata dalam rakit yang terbuat dari tulang daun sagu (gaba-gaba) atau dari bambu/kayu yang berukuran 3 m x 0.5 m. Bibit sagu banir rakit tersebut sangat ringan sehingga mengapung di air dan mudah dilangsir kelokasi penanaman. Setiap rakit dapat menampung 70 – 80 bibit. Bibit dalam rakit diletakkan dalam kanal sampai batangnya terendam, setelah 3 bulan akan ada 2-3 helai daun baru dan perakarannya sudah berkembang dengan baik, saat itu bibit sagu dapat dipindahkan ke lapangan (Bintoro, 2008).

F. Penanaman

Lubang tanam disiapkan untuk penanaman bibit tanaman sagu yang telah dipersiapkan sebelumnya. Ukuran lubang tanaman yang dibuat adalah 30 x 30 x 30 cm atau dengan menyesuaikan dengan ukuran bibit. Bagian bawah bibit yang akan ditanam diusahakan meyentuh permukaan air agar terhindar dari kekeringan. Apabila permukaan air tanah sangat dalam, lubang tanam digali sampai kedalaman 60 cm. setelah lubang tanam selesai dibuat maka bibit dapat segera ditanam. (Bintoro et al, 2010).

Kegiatan penanam bibit tanaman sagu dilakukan setelah bibit disemai selama tiga bilan dan telah memiliki 2-3 helai daun baru serta memiliki perakaran yang baik. Penanaman saat musim hujan persentase hidupnya lebih tinngi dari oada penanaman di musim kemarau. Hal tersebut disebabkan bibit yang ditanaman pada musim kemarau mengalami transpirasi dengan cepat sehingga mengalami kekeringan. Kondisi tanah yang lembab dan suhu udara yang terlalu tinggi menentukan persentase hidup bibit sagu. (Bintoro et al, 2010).

Proses pengangkutan abut dari rakit persemaian kelapangan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak tunas dan daun yang baru tumbuh. Pemotongan daun dan pucuk muda dilakukan untuk menghindari kerusakan karena pengangkutan. Pada saat penanaman, bagian akar biibit harus tertutup tanah dengan baik untuk menghindari serangan penyakit, dan bibit tidak mudah rebah. (Bintoro et al, 2010).

(23)

tanaman. Ikit kedalam tanah. Pada bibit kemudian diberi dua batang kayu yang diletakkan. (Bintoro

et al, 2010).

Akar-akar dibenamkan pada tanah penutup lubang dan pangkalnya agak ditekan secara bersilangan pada bibit. Pemasangan kayu tersebut dimasukkan agar bibit lurus dan tegak, sehingga pada saat tanaman sudah dewasa, tanaman menjadih kokoh dan tidak mudah tumbang. (Bintoro et al, 2010).

G.Hama dan penyakit

1.Hama

1.1 kumbang (Oryctes rhinoceros sp.)

Ciri Tubuhnya berbulu pendek dan sangat rapat pada bagian ekornya. Kepompong berwarna kuning dengan ukuran yang lebih kecil daripada lundi, terbungkus dalam bahan yang terbuat dari tanah. Kumbang dewasa berwarna merah sawo, berukuran 3-5 cm. Imago (kumbang dewasa) meninggalkan rumah kepompongnya pada malam hari dan terbang ke pohon sagu. Gejala terdapat lubang pada pucuk daun bekas gerekan kumbang, setelah berkembang tampak terpotong seperti digunting dalam bentuk segitiga. Bila titik tumbuhnya rusak, sagu tidak mampu membentuk daun lagi dan akhirnya mati. Pengendalian mekanis, pohon-pohon sagu yang mendapat serangan ditebang dan dibakar, sedangkan pucuknya dibelah-belah, kemudian diberi Aldrin 40% WP yang dipakai sebagaiperangkap. Penebangan pohon menggunakan gergaji mekanis atau kapak. Bila menyerang sagu muda, maka Oryctes dapat dimatikan dengan kawat runcing yang ditusukkan ke Oryctes pada lubang gerekan sampai tembus badannya danditarik keluar. Pengendalian, pada pucuk pohon diberi Heptachlor 10 gram, Diazinon 10 gram, dan BHC. Sedang cara biologis adalah dengan Oryctes dapat diserang oleh cendawan (Meterrhizium anisopliae) yang sifatnya sebagai parasit pada stadium larva, tetapi daya bunuhnya terlalu rendah.

1.2 Kumbang sagu (Rhynchophorus sp)

Terdapat beberapa jenis, yaitu Rhynchophorus ferrugineus, Oliv (kumbang sagu) Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas Schach, F dan Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas Papuanus, Kirsch. Perbedaannya terletak pada bentuk, ukuran dan rupa kumbang dewasa. Ciri serangan sekunder setelah kumbang Oryctes biasanya meletakkan telur di luka bekas Oryctes. Bila serangan terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon. Pengendalian sama dengan kumbang Oryctes.

1.3 Ulat daun Artona (Artona catoxantha, Hamps. atau Brachartona catoxantha)

(24)

Gejala pada tingkat serangan titik adalah ulat/larva yang baru menetas masuk dalam jaringan daun dan memakan daging anak daun, bekas serangan ini dari bawah tampak sebagai bintik-bintik kecil yang tidak tembus, tingkat serangan garis adalah ulat Artona yang lebih besar menyusup lebih meluas, sehingga bekas serangga tampak seperti garis-garis, tingkat serangan pinggir adalah yang menggerek daun sagu adalah ulat Artona yang lebih besar/tua, berpindah tempat ke bagian pinggir dan memakan bagian anak daun pinggir; tingkat serangan akhir adalah pada tingkatan ini daun-daun menjadi sobek-sobek. Daun yang paling disenangi adalah daun tua. Daun bekas serangan seperti terbakar. Pengendalian mekanis: daun-daun yang diserang Artona dipangkasi, serangan Artona yang berat akan mengakibatkan pelepah daun tinggal memliki 2/3 daun saja. Waktu pemangkasan daun-daun yang diserang Artona adalah bilamana dalam 200-300 daun sagu yang diambil secara acak, mengandung lima atau lebih stadium hidup Artona (telur, larva, kepompong, atau kupu-kupu).Pemangkasan harus sudah dilakukan dua minggu sesudah Artona memiliki panjang 8 mm,sehingga banyak Artona yang gagal menjadi kupu-kupu. Pengendalian biologis: menggunakan parasit, antara lain taburkan (Apanteles artonae) yang biasanya menyerang ulat Artona pada instar kedua, Lalat Ptychomyia remota atau Caudurcia leefmansii yang menyerang ulat Artona pada instar berikutnya.Pengendalian kimiawi: menggunakan bahan kimia Arcotine D-25 - EC, dengan dosis 4 kg/ha.

2. Penyakit

2.1 Bercak kering

(25)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persemaian bibit pada media polibag

Dalam persemaian dipolibag ada beberapa perlakuan yang dilakukan diantaranya perlakuan berdasarkan berat bibit dan perlakuan menggunakan pupuk N. untuk perlakuan berdasarkan berat bibit,berat bibit yang digunakan ialah < 2kg dan > 2 kg. untuk perlakuan menggunakan pupuk N pengaplikasiannya yang pertama adalah tanpa pupuk N, menggunkan 3 gram pupuk N dan menggunakan 6 gram pupuk N. untuk hal yang diamatai atau peubah yang diamati adalah peubah tinggi tanaman, peubah persentase daun yang terinisiasi atau daun yang muncul, dan persentase bibit yang hidup. Berikut ini data – data hasil pengamatan pada persemaian dimedia polibag yang dilakukan selama kegiatan praktikum budidaya tanaman sagu.

1. Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N

Dalam pengamatan peubah tinggi tanaman, yang diamati ialah pertumbuhan tinggi dari bibit sagu yang disemai dipolibag dari awal pengamatan sampai akhir waktu pengamatan. Tinggi disini diukur dari pangkal bibit atau banir paling atas sampai ujung atas tertinggi. Jika tinggi tanaman dari minggu pertama setelah tanam masih tetap maka dihitung 0, namun jika bibit tersebut mati maka tidak dihitung. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di (tabel 1).

Tabel 1: Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N

Peubah Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan Bibit < 2kg Tanpa N

Kel./Ulangan Minggu setelah tanam

I II III IV V VI VII VIII IX

1 27.3 32.4 29.3 31.9 32.5 34 34.8 40.5 41

2 28,8 31,5 29,7 30,9 31,3 36,4 36,4 37,7 38,5

3 34,31 34,59 36,48 37,19 37,88 40,5 41,36 44 44,3

4 0 26 31,87 33,42 36,16 27,12 27,5 27,33 27,3

3

21,96 29,60 29,93 30,46 31,71 32,20 32,68 34,55 35,2 0

(26)

minggunya mengalami naik turun angkanya. Hal tersebut disebabkan disetiap minggunya ada bibit yang mati atau tingginya masih tetap dari minggu pengamatan sebelumnya. Dapat dilihat pada (tabel 1) dari minggu pertama angkanya berubah pada minggu kedua lebih tinggi minggu ketiganya turun lagi dan seterusnya begitu. Angka tersebut ialah angka tinggi tanaman yang telah dirata – ratakan datanya disetiap satu minggu sekali pengamatan per ulangan, jadi setiap ulangan merata – ratakan data tinggi tanamannya setiap kali melakukan pengamatannya setelah keseluruhan data dari setiap ulangan terkumpul dilakukan penggabungan data dengan cara merata-ratakan lagi dari data ulangan 1 samapai ulangan 8 maka dapat dibaca sesuia tabel diatas bahwa rata-rata untuk minggu pertama tinggi tanamannya ialah 21,96 cm, minggu kedua meningkat menjadai 29,60, minggu selanjutnya menjadi 29,93,minggu selanjutnya lagi menjadi 30,46,selanjutnya menjadi 31,71,minggu selanjutnya menjadi 32,20 cm, minggu selanjutnya menjadi32,68 cm, minggu selanjutnya menjadi 34,55 dan minggu terakhir pengamatan didapat angka 35,20 cm. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pertumbuhan tinggi tanamannya pada ( Grafik 1).

Grafik 1: Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N

I II III IV V VI VII VIII IX

0 5 10 15 20 25 30 35 40

21.96

29.6 29.93 30.46 31.71 32.2

32.68 34.55 35.2

Rata - rata

(27)

2. Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk

Dalam pengamatan persentase daun yang terinisiasi yang diamati ialah jumlah tanaman yang pucuk atau dauanya sudah tumbuh dan muncul. Dari keseluruhan bibit yang disemai dihitung berapa banyak pucuk atau daunya yang sudah terinisiasi atau muncul setelah dihitung baru dipersentasekan. Jika ada bibit yang belum muncul maka tidak dihitung meskipun bibit tersebut masih hidup. Data persentase daun yang terinisisai dapat dilihat pada (tabel 2).

Tabel 2: Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N

Peubah persentase daun terinisiasi (%) Perlakuan Bibit < 2kg Tanpa N Kel./Ulanga

n

Minggu setelah tanam

I II III IV V VI VII VIII IX

1

15 22.2 11.1 71.4 11.1 40 33.3 50 50

2 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 6,25 6,25 7,69 7,69 7,69 20 20 33,3 33,3

4 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 60 25 50 50 50 50

RATA-RATA 2,66 3,56 2,35 17,39 5,47 13,75 12,91 16,66 16,66

(28)

Grafik 2: Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N

I II III IV V VI VII VIII IX

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

2.66 3.56 2.35 17.39

5.47 13.75

12.91

16.66 16.66

RATA-RATA

(Grafik 2) menunjukan persentase daun yang terinisiasi,dari grafik tersebut dapat diliahat bahwa angka persentase daun yang muncul mengalami fluktuaktif atau naik turun angkanya. Hal tersebut terjadi karena pada pengamatan tertentu daunnya belum muncul semua atau ada sebagian tanaman yang dauannya belum muncul maka dari itu maka belum bias dihitung, namun pada pengamatan selanjutnya bibit yang sebelumnya daunnya belum muncul sudah mulai muncul dan dihitung maka datanya otomatis bertambah menjadi meningkat dari minggu sebelumnya. Apabila pada minggu selanjutnya angkanya turun lagi itu disebabkan ada beberapa bibit yang daunnya sudah muncul tetapi tiba-tiba mati maka bibit yang mati tersebut tidak dihitung sehingga datanya berkurang otomatis angkanya turun dan begitu seterusnya.

3. Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg tanpa N

(29)

Tabel 3: Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N

Peubah persentase bibit hidup (%) Perlakuan Bibit < 2kg Tanpa N Kel./Ulanga

n

Minggu setelah tanam

I II III IV V VI VII VIII IX

1

100 % 90 % 80 % 65 % 20 % 60 % 35 % 30 % 20 %

2 75 % 70 % 60 % 60 % 30 % 20 % 15 % 15 % 10 %

3 80% 80% 65% 65% 65% 25% 25% 20% 15%

4 100 90% 55% 40% 35% 20% 20% 15% 15%

5 100 80% 65% 40% 30% 20% 20% 10% 10%

6 100% 100% 60% 45% 45% 25% 15% 15% 15%

7 100% 100% 60% 45% 45% 25% 15% 15% 15%

8 100% 100% 75% 70% 60% 55% 45% 30% 20%

RATA-RATA

94,36 88,75 65 53,75 41,25 31,25 23,75 18,75 15

(30)

Grafik 3: peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N disetiap minggunya,ini disebabkan karena disetiap minggunya bibit yang disemai mati. Dari minggu pertama pengamatan samapi minggu terakahir bibit yang disemai mengalami kematian yang sangat signifikan atau drastic, hal ini sangat disayangkan. Namun dari itu semua dapat menjadi bahan pertimbangan dan sebagai pengalaman dalam kegiatan pembelajaran ini.

4. Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 g pupuk N

Dalam pengamatan peubah tinggi tanaman, yang diamati ialah pertumbuhan tinggi dari bibit sagu yang disemai dipolibag dari awal pengamatan sampai akhir waktu pengamatan. Tinggi disini diukur dari pangkal bibit atau banir paling atas sampai ujung atas tertinggi. Jika tinggi tanaman dari minggu pertama setelah tanam masih tetap maka dihitung 0, namun jika bibit tersebut mati maka tidak dihitung. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di (tabel 4).

Tabel 4:Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 gram pupuk N

Peubah tinggi tanaman (cm) Perlakuan Bibit < 2kg 3g N/bibit

Kel./Ulangan Minggu setelah tanam

(31)

Dari( tabel 4) untuk peubah tinggi tanaman pada perlakuan bibit < 2kg yang menggunakan 3 gram pupuk N hanya ada 3 ulangan yang melakukan perlakuan ini ini disebabkab bibit yang digunakan tidak cukup. Dapat dilihat angkanyanya pada setiap ulangan dan setipa minggunya mengalami fluktuaktif. Untuk lebih jelasnya bias dilihat pada (grafik 4).

Grafik 4: Peubah tinggi tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 g pupuk N

I II III IV V VI VII VIII IX

0 5 10 15 20 25 30 35 40

26.93

31.1 32.47 31.78 31.57 29.1

33.6 32.8 34.27

RATA-RATA

(Grafik 4 ) menunjukan angka pertumbuhan tinggi tanaman disetiap minggu yang mengalami fluktuaktif . naik turunnya angka tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan tinggi bibit disetiap minggunya ada yang tumbuh terus namun ada juga yang tingginya tetap dari minggu keminggu.

5.Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 gram pupuk N

(32)

Tabel 5: Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 gram pupuk N

Peubah persentase daun terinisiasi (%) Perlakuan Bibit < 2kg 3g N/bibit

Kel./Ulangan Minggu setelah tanam

I II III IV V VI VII VIII IX

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0

RATA-RATA 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dari (tabel 5) diketahui angkanya masih 0 ini menunjukan bahwa daunnya belum muncul maka dari itu ditulis 0 karena belum bisa dihitung. Dari minggu pertama pengamatan sampai diminggu akhir pengamatan daunnya belum ada yang muncul.

6.Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 gram pupuk N Dalam pengamatan persentase bibit yang hidup yang diamati ialah jumlah tanaman yang masih hidup dan terus tumbuh. Dari keseluruhan bibit yang disemai dihitung berapa banyak bibit yang masih hidup setelah dihitung baru dipersentasekan. Apabila ada bibit yang mati maka biit tersebut tidak dihitung. Data persentase bibit yang hidup dapat dilihat pada (tabel 6).

Tabel 6: peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 garam pupuk N

Peubah persentase bibit hidup (%) Perlakuan Bibit < 2kg 3g N/bibit

Kel./Ulangan Minggu setelah tanam

I II III IV V VI VII VIII IX

1 80 % 40 % 30 % 30 % 20 % 15 % 15 % 15 % 15 %

2 55% 50% 30% 20% 15% 15% 10% 10% 5%

3 100% 95% 80% 70% 70% 70% 50% 50% 30%

RATA-RATA 78,33 61,67 46,67 40 35 33,33 25 25 16,67

(33)

Grafik 5: peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 gram pupuk N

(Grafik 5) menunjukan persentase bibit yang hidup disetiap minggunya mengalami penurunan ini mengidentifikasikan bahwa disetiap minggunya ada bibit yang mati.

7.Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N

Dalam pengamatan peubah tinggi tanaman, yang diamati ialah pertumbuhan tinggi dari bibit sagu yang disemai dipolibag dari awal pengamatan sampai akhir waktu pengamatan. Tinggi disini diukur dari pangkal bibit atau banir paling atas sampai ujung atas tertinggi. Jika tinggi tanaman dari minggu pertama setelah tanam masih tetap maka dihitung 0, namun jika bibit tersebut mati maka tidak dihitung. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di (tabel 7).

Tabel 7: Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N

Peubah tinggi tanaman (cm) Perlakuan Bibit < 2kg 6g N/bibit Kel./Ulanga

n Minggu setelah tanam

I II III IV V VI VII VIII IX

1 36,2 39,14 35,8 34,75 38,33 38,33 34,5 0 0

2 27,32 28,41 30,56 31,75 34,75 41,3 45,67 52 62,3

3 31,67 32,67 27,33 25,8 25,63 26,83 27,33 29,5 29,67

RATA-RATA 31,73 33,41 31,23 30,77 32,90 35,49 35,83 27,17 30,66

(34)

tanaman pada masing-masing ulangan disetiap minggunya. Data seluruh ulangan disatukan dna dirata-ratakan untuk lebih jelasnya bisa dilihat di (grafik 6).

Grafik 6: peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N

I II III IV V VI VII VIII IX

(Grafik 6) menunjukan data rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman pada setiap minggunya disetiap minggunya angakanya mengalami fluktuaktif atau mengalami naik turun datanya ini diakibatkan karena ada bibit yang mati disetiap minggunya sehingga datanya juga berkurang.

8.Peubah persentase daun terinisisi perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N

Dalam pengamatan persentase daun yang terinisiasi yang diamati ialah jumlah tanaman yang pucuk atau daunya sudah tumbuh dan muncul. Dari keseluruhan bibit yang disemai dihitung berapa banyak pucuk atau daunya yang sudah terinisiasi atau muncul setelah dihitung baru dipersentasekan. Jika ada bibit yang belum muncul maka tidak dihitung meskipun bibit tersebut masih hidup namun hanya ditulis 0 yang artinya daunnya belum muncul. Data persentase daun yang terinisisai dapat dilihat pada (tabel 8)

Tabel 8: Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N.

(35)

RATA

(Tabel 8) menunnjukan data peubah persentase daun yang terinisiasi atau daun yang muncul pada masing-masing ulangan disetiap minggunya. Angka 0 artinya pada minggu tersebut daunnya belum ada yang muncul atau terinisiasi,jadi tidak bisa dihitung namun di tulis 0 menunjukan bahwa bibit tersebut masih hidup hanya daunnya saja yang belum muncul atau terinisiasi.

Grafik 7: Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg menggunkan 6 gram pupuk N

I II III IV V VI VII VIII IX

0 2 4 6 8 10 12

0 0 0 0 0 0 0

8.33 11.11

RATA-RATA

(Grafik 7) menunjukan angka rata – rata pada setiap minggunya, dari (grafik 7) dapat dilihat bahwa pada minggu pertama sampai minggu ketujuh daunnya belum muncul atau belum terinisiasi namun pada minggu kedelapan dan Sembilan daunnya sudah muncul.

9.Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N

(36)

Tabel 9: Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 gram pupuk N

Peubah persentase bibit hidup (%) Perlakuan Bibit < 2kg 6g N/bibit

Kel./ulangan Minggu setelah tanam

RATA 71,67 65 43,33 30 21,67 11,67 11,67 10 10

(Tabel 9) menunjukan angka persentase bibit yang hidup disetiap ulangan disetiap

minggunya. Angka tersebut juga menunjukan naik turunnya angka persentase bibit yang hidup atau mati disetiap minggunya. Dari data setiap ulangan disatukan dan dirata-ratakan dan di dapat data sebagaimana tertera pada( tabel 9) dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada (grafik 8).

Grafik 8: Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg menggunakan 6 garam pupuk N

I II II IV V VI VII VIII IX

(Grafik 8) menunjukan angka persentase bibit yang hidup dari minggu pertama pengamatan sampai akhir yang mengalami penurunan. Penurunan tersebut karena banyaknya bibit yang mati disetipa minggunya.

10.Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit > 2kg menggunakan 3 gram pupuk N

(37)

minggu pertama setelah tanam masih tetap maka dihitung 0, namun jika bibit tersebut mati maka tidak dihitung. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di (tabel 10).

Tabel 10: Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit > 2kg menggunakan 3 gram pupuk N

Peubah tinggi tanaman (cm) Perlakuan Bibit >2kg 3g N/bibit

Kel./Ulangan Minggu setelah tanam

I II III IV V VI VII VIII IX

1 40 40.6 38.25 32.6 39.4 41.4 48 49 50

2 0 36,74 40,71 42,61 44,59 47,28 53,9 57,75 62,57

RATA-RATA 20 38,67 39,48 37,61 42 44,34 50,95 53,38 56,29

(Tabel 10) adalah data untuk peubah tinggi tanaman pada perlakuan bibit > 2kg yang menggunakan 3 gram pupuk N. dalam perlakuan ini tidak semua ualangan melakukan perlakuan ini hanya ada 3 ulangan yang melakuakan perlakuan ini. (Tabel 10) menunjukan data pertumbuhan tinggi tanaman pada masing-masing ulangan disetiap minggunya. Data seluruh ulangan disatukan dan dirata-ratakan untuk lebih jelasnya bisa dilihat di (grafik 9).

Grafik 9: Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit > 2kg menggunakan 3 gram pupuk N

I II III IV V VI VII VIII IX

(Grafik 9) menunjukan data rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman pada setiap minggunya disetiap minggunya angkanya mengalami fluktuaktif atau mengalami naik turun datanya ini

diakibatkan karena ada bibit yang mati disetiap minggunya sehingga datanya juga berkurang. Namun untuk perlakuan ini angkanya mengalami peningkatan disetiap minggunya. Karena disetiap

minggunya bibitnya mengalami pertumbuhan yang baik.

(38)

Jika ada bibit yang belum muncul maka tidak dihitung meskipun bibit tersebut masih hidup namun hanya ditulis 0 yang artinya daunnya belum muncul. Data persentase daun yang terinisisai dapat dilihat pada (tabel 11)

Tabel 11:Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit > 2kg menggunkan 3 gram pupuk N

Peubah persentase daun terinisiasi (%)

RATA 7,5 16,67 15,63 18,58 18,25 33 45,70 29,15 39,29

(Tabel 11) menunnjukan data peubah persentase daun yang terinisiasi atau daun yang muncul pada masing-masing ulangan disetiap minggunya. Angka 0 artinya pada minggu tersebut daunnya belum ada yang muncul atau terinisiasi,jadi tidak bisa dihitung namun di tulis 0 menunjukan bahwa bibit tersebut masih hidup hanya daunnya saja yang belum muncul atau terinisiasi.

Grafik 10:Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit > 2kg menggunkan 3 gram pupuk N

(39)

(Grafik 10) menunjukan bahwa angka persentase daun yang terinisiasi mengalami fluktuaktif disetiap miggunya. Hal tersebut dipengaruhi oleh bibit yang mati disetiap minggunya sehingga data yang terkumpul berkurang dari minggu sebelumnya.

12.Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit > 2kg menggunakan 3 gram pupuk N Dalam pengamatan persentase bibit yang hidup yang diamati ialah jumlah tanaman yang masih hidup dan terus tumbuh. Dari keseluruhan bibit yang disemai dihitung berapa banyak bibit yang masih hidup setelah dihitung baru dipersentasekan. Apabila ada bibit yang mati maka biit tersebut tidak dihitung. Data persentase bibit yang hidup dapat dilihat pada (tabel 12).

Tabel 12:Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit > 2kg menggunakan 3 gram pupuk N

Peubah persentase bibit hidup (%)

RATA 100 95 70,65 64,15 61,95 42,95 29,25 24,9 22,72

(Tabel 12) menunjukan angka persentase bibit yang hidup disetiap ulangan disetiap

minggunya. Angka tersebut juga menunjukan naik turunnya angka persentase bibit yang hidup atau mati disetiap minggunya. Dari data setiap ulangan disatukan dan dirata-ratakan dan di dapat data sebagaimana tertera pada (tabel 12) dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada (grafik 11).

Grafik 11:Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit > 2kg menggunakan 3 gram pupuk N

(40)

(Grafik 11) menunjukan angka rata – rata persentase bibit yang hidup disetiap minggunya. Pada (grafik 11) menunjukan angka persentase bibit yang hidup semangkin menurun disetiap minggunya.

B.Persemaian pada media rakit

Dalam persemaian dimedia rakit ada dua perlakuan yang dilakukan yaitu perlakuan berdasarkan berat bibit < 2kg dan berat bibit > 2kg. untuk hal yang diamatai atau peubah yang diamati adalah peubah tinggi tanaman, peubah persentase daun yang terinisiasi atau daun yang muncul, dan persentase bibit yang hidup. Berikut ini data – data hasil pengamatan pada persemaian dimedia rakit yang dilakukan selama kegiatan praktikum budidaya tanaman sagu.

1.Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg

Dalam pengamatan peubah tinggi tanaman, yang diamati ialah pertumbuhan tinggi dari bibit sagu yang disemai dirakit dari awal pengamatan sampai akhir waktu pengamatan. Tinggi disini diukur dari pangkal bibit atau banir paling atas sampai ujung atas tertinggi. Jika tinggi tanaman dari minggu pertama setelah tanam masih tetap maka dihitung 0, namun jika bibit tersebut mati maka tidak dihitung. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di (tabel 13 ).

Tabel 13:Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg

Peubah tinggi tanaman (cm) Perlakuan Bibit <2kg (rakit) Kel./Ulanga

n Minggu setelah tanam

I II III IV V VI VII VIII IX

1 51,2 51,1 51,9 52,6 53,4 56,6 56,1 57,9 57,9

2 41,6 45,7 51,9 54,1 59 66,33 69,33 71 74

3 46,59 47,68 49,24 50,28 53,18 54,17 55,25 55,8 58,67

4 41,43 46 47,5 50,12 41,4 46,83 45 50,75 46,83

5 0 0 41,67 45 46,5 48,5 50,33 53,33 55,2

6 45,6 47,5 50,3 48,2 49,5 64,1 56,5 58 58,9

7 37,56 38,56 38,23 33,75 33,64 33,56 34 37 41,5

8 37,56 38,56 38,23 33,75 33,64 33,56 34 37 41,5

9 35,8 39,4 38.1 38,7 39,3 38,2 38,85 38.9 38.8

10 35,8 39,4 38.1 38,7 39,3 38,2 38,85 38.9 38.8

(41)

(Tabel 13) adalah data untuk peubah tinggi tanaman pada perlakuan bibit < 2kg. (Tabel 13) menunjukan data pertumbuhan tinggi tanaman pada masing-masing ulangan disetiap minggunya. Data seluruh ulangan disatukan dan dirata-ratakan untuk lebih jelasnya bisa dilihat di (grafik 12) .

Grafik 12:Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg

I II III IV V VI VII VIII IX

0 10 20 30 40 50 60

37.31 39.4

44.52 44.52 44.89 48 47.87 49.86 51.21

RATA-RATA

(Grafik 12) menunjukan data rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman pada setiap minggunya. Pada perlakuan ini angkanya mengalami peningkatan disetiap minggunya,karena disetiap minggunya bibitnya mengalami pertumbuhan yang baik

2.Peubah persentase daun terinisiasi perlakuan bibit < 2kg

Gambar

Tabel 1: Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N
Grafik 1: Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg tanpa pupuk N
Tabel 4:Peubah tinggi tanaman perlakuan bibit < 2kg menggunakan 3 gram pupuk N
Grafik 14:Peubah persentase bibit hidup perlakuan bibit < 2kg
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada OMSK tipe benigna, reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi sering kali menyebabkan cairan yang keluar bersifat mukopus dan tidak

3) Kelainan jantung / penyakit jantung : Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output

Sedangkan hasil penelitian dengan menggunakan metode Constant Market Share menunjukkan bahwa kekuatan penawaran ekspor Indonesia yang dicerminkan oleh kekuatan daya saing

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Setelah melakukan studi pendahuluan berupa studi pustaka (mengaji ruang lingkup bahan ajar, prosedur dan prinsip penyusunan modul, ruang lingkup pendidikan kecakapan hidup

marah dan burung itu lalu pergi dengan cacing curiannya. Karena merasa terganggu si nelayan akhirnya menyuruh anjingnya untuk berada di ujung perahu. Hal yang

Nilai Pasar pada Perusahaan Manufaktur untuk Sektor Barang Konsumsi di BEI, Periode Tahun 2008 sampai dengan 2011.

Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna