• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebebasan Berpendapat Melalui Media Sosi (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebebasan Berpendapat Melalui Media Sosi (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KEBEBASAN BERPENDAPAT MELALUI MEDIA SOSIAL DI INDONESIA

Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang dimiliki oleh manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat yang tertuang dalam hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia.1 Hak asasi manusia disebut juga sebagai hak alamiah (natural rights), yaitu hak yang melekat pada manusia terlepas dari segala adat istiadat atau aturan tertulis. Berikut ini adalah hak-hak yang bertujuan untuk menjamin martabat setiap manusia, yakni:2

1. Hak untuk hidup;

2. Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukum yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat;

3. Hak untuk bebas dari perbudakan;

4. Hak untuk bebas dari pemenjaraan akibat ketidaksanggupan memenuhi kewajiban kontrak;

5. Hak untuk bebas dari dinyatakan bersalah atas tindak kriminal yang belum menjadi hukum pada saat tindakan tersebut dilakukan (prinsip non-retroaktif);

6. Hak untuk diakui sebagai pribadi hukum; dan

7. Hak atas kebebasan berpendapat, berkeyakinan, dan beragama.

Kebebasan menyatakan pendapat termasuk dalam hak asasi manusia di mana kebebasan berpendapat merupakan keadaan bebas untuk mengemukakan isi pikiran melalui segala media demi terjaminnya martabat manusia. Kebabasan menyatakan pendapat hanya dimiliki oleh manusia, karena pada dasarnya hanya manusialah yang dikaruniai akal budi, hati nurani, dan kehendak bebas. Melalui karunia tersebut, manusia dapat memiliki pikiran apapun dan dapat dengan bebas bertindak untuk mengemukakan isi pikirannya. Maka sesuai kodratnya sebagai manusia, kebebasan menyatakan pendapat merupakan hak asasi untuk menyatakan pikirannya baik secara lisan maupun tertulis dengan bebas sebagai pemenuhan dirinya sebagai manusia.3

Dunia internasional telah berusaha untuk menjunjung hak asasi manusia melalui pendapat-pendapat tentang hak asasi manusia pasca Perang Dunia II yang tertuang dalam

Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang disahkan pada tahun 1948. UDHR berisikan mengenai hak asasi manusia di mana kebebasan berpendapat pun menjadi bagiannya. UDHR memberikan pengakuan terhadap kebebasan berpendapat yang kemudian

1 Magnis Suseno, Etika Politik, Cetakan Ketujuh, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, halaman 121.

2 Rahayu, Hak Asasi Manusia (HAM), Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2010, halaman 6.

(2)

diaplikasikan ke dalam International Covenant of Civil and Political Right (ICCPR) yang berkenaan dalam pemenuhan hak asasi manusia sebagai strategi untuk menjadikan pendapat dalam UDHR sebagai hukum yang mengikat bagi negara-negara yang telah meratifikasi kovenan tersebut. Kovenan ini mengandung hak-hak demokratis yang esensial, kebanyakan tekait dengan fungsi suatu negara dan hubungannya dengan warga negaranya. Kebebasan individu untuk meningkatkan kualitas hidup, partisipasi politik dan kebebasan untuk berekspresi jelas terkait dengan demokrasi dan konsep kebebabsan politik dalam suatu negara.4

Untuk melindungi hak tersebut, manusia – masyarakat mengadakan kontrak sosial dengan negara yang berkenaan dengan perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut. Jikalau penguasa negara mengabaikan kontrak tersebut, maka rakyat di negara itu bebas untuk menurunkan sang penguasa untuk digantikan dengan penguasa yang sanggup untuk menghormati hak-hak tersebut. Berdasar kepada konsep pemikiran hukum kodrat dan kontrak sosial sebagai landasan hak asasi manusia, maka negara memiliki tanggung jawab yang besar terhadap eksistensi hak rakyatnya. Rakyat memiliki hak asasi yang berlandaskan hukum kodrat dan pemerintahan dalam hal ini negara, harus menjamin hak asasi rakyatnya. Konsep pemikiran positivis, menjadikan negara sebagai pihak yang memberikan wewenang dan jaminan sekaligus batasan secara bersamaan dalam aturan tertulis sebagai legitimasi dari keberlangsungan penyelenggaraan negara dan hak asasi bagi warga negara. Negara menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam keberlangsungan hak asasi manusia karena rakyat sudah mengadakan kontrak sosial kepada sang penguasa sebagai perwakilan dari negara. Tak jarang dijumpai pertentangan antara hak asasi manusia yang satu dengan yang lainnya. Negara bertanggung jawab untuk menyelesaikannya, salah satu caranya ialah dengan hukum.

Negara-negara berusaha untuk mencapai standar pencapaian bersama yang dikemukakan dalam UDHR melalui penerapan-penerapan yang sesuai dengan ICCPR sebagai aplikasi dari UDHR. Dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, Undang-Undang Dasar (UUD) mempunyai fungsi khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi, termasuk kebebasan berpendapat. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme yang secara lebih rinci merupakan paham modern terhadap perlindungan warga negara dengan cara membatasi kekuasaan negara dan memberikan jaminan hak-hak rakyat.5 4 Ibid, halaman 93.

(3)

Konstitusionalisme yang tercermin dalam UUD memiliki penekanan terhadap dua tuntutan, yakni Rule of Law yang mengajarkan bahwa otoritas hukum secara universal mengatasi otoritas politik, dan konsep demokrasi dan HAM yang mengajarkan kebebasan sebagai hak kodrati manusia yang tidak bisa diambil alih.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia (UUD 1945) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Sebagai negara hukum, setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku.6 Dalam negara yang berdasarkan atas hukum, dalam hal ini hukum harus dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Indonesia sebagai negara hukum, menggunakan konsep demokrasi karena demokrasi dan negara hukum adalah dua konsep mekanisme kekuasaan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsep tersebut saling berkaitan yang satu sama lainnya dan tidak dapat dipisahkan. Pada satu sisi demokrasi memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum memberikan patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia, tetapi hukum.7

Secara ekplisit, kebebasan berpendapat masyarakat di Indonesia telah dilindungi dan dijamin oleh hukum berdasarkan Pasal 28C, Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 28F UUD 1945, tetapi Pasal 28J UUD 1945 berusaha membatasi dengan kata pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokaratis”. Hal ini mengakibatkan dalam membuat suatu kebijakan tertulis yang berupa peraturan perundang-undangan harus mengacu kepada hak asasi manusia yang terdapat dalam UUD. Dalam menjalankan pemerintahan, Indonesia sebagai negara hukum tentu mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagai implementasi dari asas legalitas yang identik dengan negara hukum.

Undang-undang mengenai hak asasi manusia, pers, kemerdekaan menyampaikan pendapat, pendidikan tinggi, informasi dan transaksi elektronik, serta KUHP merupakan ragam peraturan yang menjamin dan membatasi kebebasan berpendapat di Indonesia. Munculnya undang-undang tersebut sebagai implikasi dari gejolak masyarakat dan perkembangan zaman yang menuntut pemerintah untuk menentukan kebijakan yang sesuai dengan masyarakat dalam kebebasan berpendapat. Pemerintah diharapkan mampu untuk 6 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, halaman 17.

(4)

mengambil kebijakan berkaitan dengan kebebasan berpendapat dalam masyarakat. Selain menjamin kebebasan berpendapat, undang-undang tersebut mengatur mengenai pembatasan kebebasan berpendapat yang sesuai dengan ketentuan UDHR, ICCPR, dan Pasal 28J UUD 1945.

Dalam orde lama (Tahun 1959-1966) dan orde baru (Tahun 1966-1998), pemerintah Indonesia berusaha membatasi kebebasan berpendapat masyarakat yang direpresentasikan melalui pers. Pembatasan tersebut berupa peraturan perundang-undangan berkenaan dengan Surat Izin Terbit (SIT) dan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Kedua instrumen ini menjadi bagian dari cara pemerintah untuk meredam kebebasan berpendapat yang merugikan pihak pemerintah. Instrumen tersebut dijadikan alat bagi pemerintah untuk melancarkan kepentingan-kepentingan pemerintah. Sementara dalam masa reformasi terjadi pergeseran dengan tidak melakukan pembatasan secara ketat berhubungan dengan kebebasan berpendapat karena kebebasan berpendapat didasarkan pada kesejahteraan umum dan ketertiban umum.

Melesatnya perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi sangat mempengaruhi warna kehidupan manusia dewasa ini. Tentu teknologi merupakan penemuan maupun perkembangan yang bersifat netral. Netral dalam pengertian memberikan pengaruh positif dan negatif. Pengaruh yang diperoleh dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menghasilkan persepktif yang bertentangan, yakni teknologi informasi dan komunikasi memberikan kemudahan kepada manusia untuk saling bertukar informasi dan dalam mengaspirasikan pendapat pribadi dan sekaligus teknologi informasi dan komunikasi juga berperan sebagai permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat. Media sosial menjadi bagian dari kemajuan teknologi dan informasi. Melalui media sosial, setiap orang dapat secara bebas menyatakan pendapat dan memberikan informasi, baik berupa fakta, opini, ataupun kabar bohong, penghinaan, pencemaran nama baik, berkenanaan dengan SARA dan sejenisnya. Gencarnya pengaruh dalam teknologi informasi dan komunikasi terlihat jelas dalam beragam kenyataan mengenai media sosial yang terjadi dalam dinamika masyarakat saat ini.

(5)

tetapi dapat melalui handphone dan internet. Perkembangan teknologi dan informasi serta kebebasan berpendapat yang dimiliki oleh manusia menghasilkan perkembangan dalam kebebasan berpendapat melalui media sosial yang menimbulkan ketegangan dalam dinamika masyarakat, khususnya di Negara Indonesia.

Dalam kekinian, permasalahan berkaitan dengan media sosial di Indonesia semakin marak terjadi. Beberapa kasus sampai menjadi perkara di pengadilan dan bahkan dalam proses pemilihan presiden baik saat masa kampanye ataupun sesudah masa kampanye, banyak opini publik dan juga tim sukses dari calon Presiden yang beredar di media sosial. Ada banyak tanggapan yang mencuat ke permukaan terkait dengan penggunaan media sosial tersebut. Beragam tanggapan tersebut antara lain:

1. menyatakan bahwa media sosial merupakan media untuk menyalurkan opini pribadi kepada publik;

2. merupakan sarana untuk menjalankan usaha; 3. efektif sebagai sarana provokasi dan publikasi; 4. tidak ada etika dalam penggunaan media sosial; dan

5. tidak ada hukum yang tegas untuk menindak lanjuti penggunaan media sosial.

Bertolak dari realitas masyarakat, terdapat beberapa kasus dalam media sosial yang menyita perhatian publik. Antara lain.

1. Prita Mulyasari8

Prita Mulyasari mengeluhkan tentang perawatan yang diberikan oleh RS OMNI Internasional Tangerang, pada Agustus 2008 melalui surat pembaca dan e-mail, yang kemudian beredar ke mailing list, membuatnya dijerat dengan UU ITE, Pasal 27 ayat 3 serta Pasal 310 dan 311 KUHP. Pelapornya adalah dr Hengky Gozal dan dr Grace Hilza dari RS Omni Internasional Tangerang. Prita sempat ditahan selama 20 hari di Lapas Wanita Tangerang dan kemudian ditangguhkan menjadi tahanan kota. Penahanan Prita sempat mengundang perhatian publik yang kemudian menciptakan 'Koin untuk Prita'. Pada 29 Desember 2009, Prita akhirnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Prita tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik RS Omni Internasional.

2. Florence Sihombing menghina Yogyakarta di Path9

8 Bh./Baranews.co, 25 Status di Media Sosial yang Berujung ke Ranah Hukum, 2014, diakses dari

(6)

Florence dijerat Pasal 27 ayat 3 UU ITE terkait informasi elektronik yang dianggap menghina dan mencemarkan nama baik. Meski sudah berkali-kali meminta maaf, Florence tetap dijerat dengan pasal 27 UU ITE dan ditahan untuk 20 hari ke depan. "Yang bersangkutan resmi ditahan pukul 17.00 WIB," kata Kabid Humas Polda DIY, AKBP Anny Puji Astuti, kepada merdeka.com, Sabtu (30/8). Dia menambahkan, polisi sudah mengantongi dua alat bukti untuk sampai pada kesimpulan menahan Florence. Dua barang bukti itu pun sudah disita kepolisian. "Barang bukti berupa print out capture dari status-statusnya di Path dan iPhone. Seperti kita lihat dari status Pathnya, memprovokasi.", tambahnya. Memang secara luas teknologi informasi dan komunikasi memberikan dampak yang besar terhadap perspektif masyarakat terutama dalam penggunaan media sosial, tetapi masyarakat belum mampu untuk mengolah diri dalam menghayati perkembangan teknologi. Penghayatan tersebut dimaksudkan dalam hal menggunakan teknologi dan mengolah informasi yang diterima dari media sosial. Secara khusus pernyataan tersebut merujuk pada peristiwa yang dianggap negatif oleh masyarakat, yakni dalam kasus “Florence Sihombing hina Yogya di Path”.

Komunikasi dan informasi yang memperkecil ruang dan waktu mengakibatkan peningkatan dan perkembangan dalam aktivitas manusia. Perkembangan tersebut mengharuskan pembaharuan regulasi yang sesuai dengan perkembangan zaman. Pemerintah dan badan legislatif telah mensahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya akan disebut UU ITE) disahkan April 2008 yang bertujuan untuk membungkus perkembangan zaman dan menciptakan keharmonisan dalam bermasyarakat.10 Menurut Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet di Indonesia ICT Watch, UU ITE telah menimpa 32 korban yang dianggap melakukan pencemaran nama baik.11 Aturan tersebut terdapat pada Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE mengancam siapa pun yang mendistribusikan dokumen atau informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Di mana setiap orang tidak boleh secara sengaja dan tanpa hak menyalurkan, menyebarluaskan suatu informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan, penghinaan dan pencemaran nama baik, pemerasan dan pengancaman, berita bohong dan menyesatkan, serta

9 Harahap, Lia/Merdeka.com, Florance Resmi ditahan, I-Phone disita, 2014, diakses dari

http://www.merdeka.com/peristiwa/florence-resmi-ditahan-iphone-disita.html pada tanggal 10 Oktober 2014. Sebagai pelengkap informasi terkait Florance.

10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(7)

muatan yang menimbulkan rasa kebencian yang didasarkan atas SARA. Perbuatan tersebut merupakan larangan secara tegas atau pembatasan yang secara eksplisit dalam menikmati hak kebebasan berpendapat melalui teknologi informatika. Pasal-pasal tersebut pun merambah kemerdekaan pers dalam melaksanakan fungsi pers melalui sarana teknlogi informasi.

Sungguh tak dapat dipungkiri bahwa pemerintah melalui regulasi tersebut telah berusaha untuk mengatur realitas berdasarkan dinamika masyarakat sekarang ini. Permasalahan yang terjadi adalah tolok ukur daripada pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong atau merupakan sebuah kritik. Pencemaran nama baik berkaitan dengan informasi yang berupa opini yang diberitakan oleh satu pihak mengenai pihak lain dan cenderung berisi keburukan pihak lain, namun bukankah itu hanya opini atau luapan emosional saja? Dampak yang luas dan luar biasa dirasakan oleh para pengguna media sosial dari berbagai kalangan, di mana pikiran mereka yang membaca mengenai keburukan orang lain telah terprovokasi baik itu setuju dengan opini ataupun menentang opini tersebut. Maka sulit untuk membedakan apakah suatu pernyataan yang dikemukakan merupakan opini dan kritik atau merupakan suatu penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik. Disamping itu, perspektif masing-masing subjek baik yang menuliskan pernyataan maupun yang mendapatkan informasi tersebut sangat sering berbeda dan menghasilkan banyak perspektif dan pergeseran makna. Hal ini dikarenakan tidak jernihnya suatu informasi yang diterima dari suatu media oleh penerima informasi. Dinamika yang mungkin sering terjadi namun tidak disadari adalah saat pengguna media sosial mendapatkan suatu informasi dan kemudian ia memasukkan ulang informasi (re-post) tersebut dari akun media sosial yang ia miliki serta isi dari informasi tersebut merupakan berisi pencemaran nama baik.

Sementara itu, opini yang tersistematis melalui media sosial di mana muatannya berunsurkan SARA pun dapat dijadikan sebagai pelanggaran Pasal 28 ayat (2) UU ITE oleh oknum yang tidak menyukai muatan media sosial tersebut. Namun disisi lain, opini tersebut dapat membuka pandangan serta wawasan masyarakat, khususnya penggunaan media sosial. Maka dimungkinkan terjadinya suatu tuntutan yang hanya menilai secara subjektif dan kedua pasal yang telah dipaparkan disalahgunakan untuk menimbulkan suatu ketegangan dalam masyarakat seperti memicu konflik sosial. Elastisitas kedua aturan tersebut berujung kekaburan mengenai maksud sesungguhnya dari pembuat undang-undang.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Perjanjian Manfaat yang diperoleh Mulai Berakhir (1) (2) (3) (4) (5) (6) Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat tentang pemanfaatan Puskesmas di wilayah Kabupaten

Pada siklus ke-II peneliti memberikan cerita dengan menggunakan media boneka wayang agar anak lebih antusias dan tertarik terhadap cerita yang akan

Perlindungan Desain Industri dalam upaya memajukan produk lokal dalam Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pentingnya masalah perlindungan Desain Industri sehingga

Setelah diuji secara skrining fitokimia dan analisis KLT, diperoleh hasil minuman teh yang menggunakan pemanis daun stevia yang digunakan dalam penelitian ini

Helmon Sihombing : Mekanisme Proses Pemanasan Air Di Dalam Boiler Dengan Mempergunakan Heater Tambahan Untuk Efisiensi Pembakaran, 2010..

Berdasarkan uraian tersebut di atas, berikut ini dikemukakan tujuan pemberian motivasi kerja kepada para karyawan adalah untuk mengubah perilaku karyawan sesuai

Pada lokasi tersebut belum ada yang membuka usaha bengkel perbaikan mobil, tapi pesaing disana adalah montir-montir lepas yang ada disana, kurang lebih 25% akan teserap

Dan untuk meningkatkan eksistensi permukiman nelayan tersebut diperlukan suatu perencanaan dalam pengembangan kawasan yang sesuai dengan karakteristik sosial-ekonomi