• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS CRITICAL TH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS CRITICAL TH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS (CRITICAL THINKING SKILLS)

DALAM BERBAGAI DIMENSI PEMBELAJARAN BIOLOGI

(Sintesis Jurnal Internasional)

Oleh:

LUTFIA NUR HADIYANTI

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perkembangan zaman menuntut pendidikan yang memberikan kompetensi yang sesuai kebutuhan masyarakat. Berdasarkan penelitian dalam berbagai bidang seperti sosial-sains diketahui bahwa peserta didik yang lulus dari berbagai sekolah di berbagai negara tidak memiliki kemampuan untuk bersaing pada skala global karena tidak memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis (Frijters et al., 2008) . Pentingnya berpikir kritis sebenarnya telah dibuktikan semenjak zaman Socrates. Bahkan, pada kegiatan ilmiah juga mempersyaratkan pemikiran yang kritis, sangat mengejutkan melihat sedikitnya lulusan mahasiswa yang dapat menunjukkan kemampuan ini. Ketidakmampuan output pembelajaran untuk berpikir kritis telah menjadi isu nasional yang harus segera ditanggulangi (Quitadamo et al., 2008)

Seseorang diharapkan dapat menentukan posisinya di lingkungan dan mempertahankan eksistensinya menggunakan dasar yang masuk akal. Pengembangan keterampilan memposisikan diri ini melibatkan kemampuan kognitif yang kompleks dan menantang baik bagi pendidik maupun peserta didik. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kebanyakan peserta didik tidak mampu untuk menyusun argumentasi yang berkualitas. Penelitian ini mengindikasikan bahwa siswa membutuhkan pengalaman dan mempraktikkan bagaimana menyatakan, mengenal dan mengajukan argumentasinya serta mempelajari hal-hal yang dapat memberikan kontribusi dalam menguatkan alasan mereka (Chowning et al., 2012)

(3)

Tantangan global menuntut dunia pendidikan untuk selalu berkembang dan memenuhi kebutuhan masyarakat dan memposisikan diri di lingkungannya. Pemerintah di beberapa negara mengajukan salah satu cara untuk menyiapkan peserta didik yang siap bersaing adalah dengan mengajarkan sains sebagaimana sains tersebut terjadi di dunia nyata. Dengan kata lain peserta didik harus belajar menyelesaikan permasalahan nyata di lingkungan dan menerapkan pengetahuan dengan cara yang kreatif dan inovatif. Selain itu, peserta didik juga harus menyadari bagaimana mereka berpikir, bukan hanya sekedar mengetahui apa yang mereka pikirkan (Bransford&Donovan dalam Quitadamo et. al. 2008). Seberapa besar manfaat seseorang, bagaimana ia memposisikan diri dan menyadari bagaimana cara memikirkan permasalahan dengan cara yang kreatif membutuhkan keterampilan berpikir kritis. Keterampilan ini juga dianggap sebagai salah satu keterampilan esensial yang berpengaruh langsung terhadap kesuksesan akademik dan profesional (Quitadamo et al., 2008). Mengingat begitu pentingnya keterampilan berpikir kritis beberapa negara telah berusaha mengintegrasikan pembelajaran berpikir kritis untuk menyiapkan peserta didik mereka. Dengan kemampuan berpikir kritis yang tinggi diharapkan peserta didik siap terjun di masyarakat. Oleh karena itulah berbagai penelitian untuk menerapkan keterampilan berpikir kritis terus dilakukan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, permasalahan yang dirumuskan dalam makalah ini adalah.

1. Apakah yang dimaksud dengan berpikir kritis?

2. Upaya apakah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran Biologi?

3. Bagaimanakah penelitian yang berkaitan dengan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran Biologi?

C. Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk.

1. Memberikan pemahaman kepada pembaca tentang pengertian dan seluk beluk berpikir kritis.

2. Memberikan gambaran usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran Biologi.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. Keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills)

Berpikir kritis didefinisikan sebagai aktivitas disiplin mental untuk berfikir reflektif dan masuk akal untuk mengevaluasi argumen atau proposisi untuk mengambil keputusan apa yang harus dipercaya atau dilakukan (Huitt, Ennis dalam Çimer, 2013). Tidak seperti intelegensi lainnya, berpikir kritis dapat diperbaiki dan dikembangkan, serta tidak tergantung pada umur (Walsh&Paul, Lipman et al. dalam Çimer et al., 2013). Berpikir kritis juga merupakan suatu kemampuan kognitif dan strategi yang meningkatkan kemungkinan hasil yang diharapkan, berpikir yang bertujuan, beralasan, dan berorientasi pada sasaran. Pemikiran ini mencakup pemecahan masalah, memformulasikan kesimpulan, menghitung kemungkinan, dan membuat keputusan (Halpern dalam Frijters at.al, 2008). Para psikolog mengkonseptualisasikan berpikir kritis sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi dan memfokuskan pada proses pembelajaran dan instruksi yang sesuai. Pedagogi kritis menekankan pada kewarganegaraan yang kritis dan demokratis serta pentingnya pengembangan nilai.

Berpikir kritis tersusun atas kecenderungan perilaku (seperti rasa ingin tahu dan pemikiran terbuka) dan keterampilan kognitif (seperti analisis, inferensi, dan evaluasi) (Ennis dalam Quitadamo et. al., 2008). Kecenderungan perilaku untuk berpikir kritis nampak tidak berubah, paling tidak selama jangka pendek tertentu (Giancarlo&Facione, Ernst&Monroe dalam Qutadamo et.al., 2008). Akan tetapi peningkatan kemampuan berpikir kritis secara signifikan dapat terjadi setidaknya selama sembilan minggu (Quitadamo&Kurt dalam Quitadamo et.al. 2008). Manfaat akademik dan personal aktivitas berpikir kritis sangat jelas, siswa cenderung mendapatkan hasil yang lebih baik, memiliki penalaran personal yang lebih baik, dan diperkerjakan dengan baik (Quitadamo et al., 2008)

Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order thinking Skills/ HOTS) di samping berpikir kreatif (creative thinking), pemecahan masalah

(creative thinking), pemecahan masalah (problem solving), dan berpikir reflektif (reflective thinking). HOTS diasosiasikan dengan tiga level teratas taksonomi Bloom. Namun perlu

(5)

B. Upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran Biologi

Pembelajaran yang menstimulasi keterampilan berpikir kritis akan meningkatkan hasil belajar peserta didik yang berupa pemahaman materi atau penguasaan konsep. Oleh karena itulah berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis atau menggunakan pembelajaran berpikir kritis untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Hasil belajar dan keterampilan ini berkaitan satu sama lain. Keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan dengan model pembelajaran lainnya ataupun dikolaborasikan dengan model lainnya untuk meningkatkan hasil belajar yang diharapkan. Keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan dengan melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning) ( White et al., 2009)

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis adalah pendekatan studi kasus (case study). Studi kasus sangat bermanfaat karena peserta didik bekerja sama untuk memecahkan suatu kasus tertentu, kemudian membagikan penemuan dan pertanyaan di depan kelas serta pendidik sebelum berpindah pada kasus selanjutnya. Pendekatan ini memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan yang lebih untuk mengajukan pertanyaan, meninjau respon peserta didik lainnya, dan menggunakan respon tersebut untuk menunjukkan suatu kesalahpahaman serta menjawab pertanyaan (White et al., 2008)

Selain itu, keterampilan berpikir kritis juga dapat ditingkatkan dengan penerapan metode penyelidikan berbasis komunitas (Community-based Inquiry / CBI) yang merupakan gabungan antara critical thinking dan instruksi berbasis penyelidikan. Metode ini efektif karena memiliki kerangka elemen yang terintegrasi meliputi (1) penyelidikan otentik yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, (2) latihan studi kasus yang mengacu pada tema konsep utama, (3) evaluasi antarteman (peer evaluation) dan pertanggungjawaban individu, dan (4) diskusi konten. CBI merupakan salah satu cara untuk mengintegrasi suatu penelitian dengan keterampilan berpikir kritis. CBI mempersyaratkan peseta didik untuk menyimpan rangkuman seluruh kegiatan laboratorium dalam sebuah jurnal penelitian individu (Sundberg, Pukilla dalam Quitadamo et al., 2008; Quitadamo et al., 2008)

(6)

(yang didukung juga dengan kegiatan pembelajaran), mengajukan percobaan, menganalisis data dan membuat kesimpulan berdasarkan contoh nyata dari literatur ilmiah (Quitadamo et al., 2008; White et al., 2012)

Dalam suatu percakapan pemikiran kritis juga dibutuhkan untuk menyatakan pendapat agar dapat dipahami dan dipercaya oleh orang lain. Oleh karena itulah keterampilan berpikir kritis juga dapat dilatih dan ditingkatkan dengan kebiasaan berdialog dengan orang lain. Salah satu cara untuk membiasakan berdialog adalah dengan mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran. Pembelajaran dialogis menstimulasi peserta didik untuk berpikir di luar konsep pengetahuan yang telah disampaikan. Pernyataan yang disampaikan akan mestimulus pemikiran selanjutnya dan kemungkinan untuk menambahkan sudut pandang moral lainnya yang berkaitan (Fritjers et al., 2008)

C. Penelitian pendukung

Pembelajaran berbasis berpikir kritis dipandang sebagai alternatif pembelajaran yang baru. Oleh karena itulah banyak penelitian dilakukan penelitian untuk menguji, menggunakan, dan mengevaluasi pemikiran kritis dalam pembelajaran demi memperoleh gambaran mendalam.

Çimer et al.(2013) melakukan sebuah penelitian untuk mensurvey tingkat berpikir kritis peserta didik tingkat menengah di Turki. Hal ini dilakukan karena kurikulum Turki telah direvisi dengan mengacu pada teori pembelajaran kontemporer, termasuk di dalamnya menyisipkan keterampilan berpikir kritis semenjak tahun 2000. Akan tetapi banyak ketidaksesuaian penerapan kurikulum dalam pembelajaran yang terjadi seperti tes ujian masuk perguruan tinggi yang hanya berupa pilihan ganda dan alokasi waktu yang kurang sehingga penerapan pembelajaran berpikir kritis tidaklah maksimal. Penelitian ini menghasilkan distribusi tingkat berpikir kritis para partisipan yang tidak disertakan datanya dan suatu instrumen untuk mengukur tingkat berpikir kritis peserta didik yang baku serta dapat digunakan pada mata pelajaran selain Biologi.

(7)

gabungan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa gender, usia, posisi kelas dan akademik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil keterampilan berpikir kritis. Akan tetapi faktor berupa keterampilan berpikir kritis yang dimiliki sebelumnya, instruktor, dan etnik ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap nilai gain keterampilan berpikir kritis. Kelompok kontrol dengan metode pembelajaran tradisional mengalami penuruan keterampilan berpikir kritis terbesar dikarenakan metode tersebut kurang efektif dan tidak kondusif untuk pembelajaran sains. Selain itu keterampilan berpikir kritis yang telah dimiliki sebelumnya juga tidak dihubungkan dengan bagaimana sains terjadi di kehidupan nyata. Sedangkan pembelajaran dengan metode penyelidikan berbasis komunitas memulai dari sesuatu yang telah diketahui sebelumnya, memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk melakukan penelitian sains yang otentik, dan mempersyaratkan mereka merefleksikan serta mengembangkannya dengan jalan yang meningkatkan kesadaran diri dan serta metakognisi. Konstruksi mental yang diperoleh inilah yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

Peningkatan keterampilan berpikir kritis setelah pelaksanaan pembelajaran Biologi dengan selaan studi kasus dibuktikan oleh White et al. (2008). Keterampilan berpikir kritis dalam penelitian ini dievaluasi melalui kemampuan untuk mengalisis kesalalahan metodologi pada ukuran sampel, variabel terkontrol, randomisasi, dan menggunakan statistika deskriptif untuk menginterpretasi data. Meskipun peningkatan tersebut kecil akan tetapi signifikan pada peserta didik yang mampu menggolongkan interpretasi permasalahan statistika deskriptif. Peningkatan dalam menyusun hipotesis pada kelompok kontrol sedikit lebih besar dibanding kelompok perlakuan karena adanya beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah paham tidaknya peserta didik terhadap perbedaan struktur dan peran hipotesis statistik serta hipotesis sains. Perbedaaan kemampuan pedadogi pengajar juga mungkin mempengaruhi peningkatan kelompok kontrol melebihi kelompok perlakuan. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok perlakuan lebih baik dari kelompok kontrol dalam mengenali permasalahan ukuran sampel.

(8)

kewarganegaraan tanpa mengorbankan konten pengetahuan. Secara umum hasil penelitian dapat direpresentasikan melaluiGambar 1.

Gambar 1. Grafik hasil penelitian efek pembelajaran dialogis terhadap berpikir kritis bermuatan nilai (A) Interaksi antara kondisi belajar dengan karakteristik siswa, (B) Pengaruh tingkat ketrampilan penalaran umum pada sikap terhadap pembelajaran dialogis, (C) Pengaruh karakteristik peserta didik terhadap kondisi: sikap pada dialog.

Penelitian untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis tidak hanya berkisar apada penerapan berbagai pendekatan, model, dan metode tetapi juga dapat melalui pemberian mata pelajaran tertentu yang dapat merangsang keterampilan tersebut. Chowning et al. (2012) meneliti pengaruh pendidikan Bioetika sebagai salah satu pelajaran yang dapat megembangkan keterampilan berpikir kritis. Partisipan dalam penelitian ini adalah enam guru yang mengikuti pelatihan CURE dengan 323 siswanya sebagai kelompok perlakuan, dan enam guru yang tidak mengikuti pelatihan CURE dengan 108 siswanya sebagai kelompok kontrol. Penelitian yang dilakukan dengan desain Solomon empat kelompok ini menyimpulkan bahwa kelompok perlakuan yang diajar oleh guru yang telah mengikuti pelatihan CURE mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Instrumen tes yang digunakan untuk mengukur hasil perlakuan dirancang khusus agar dapat mengakses keterampilan berpikir kritis. Instrumen tersebut tidak menilai posisi peserta didik terhadap suatu kasus bioetika, akan tetapi menilai seberapa baik mereka menyatakan dan memberikan alasan terhadap posisi yang mereka pilih.

(9)

Gambar 2. Grafik hasil penelitian retensi jangka panjang pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis. Garis putus-putus menunjukkan rata-rata populasi semua partisipan (Darland et al., 2012)

(10)

BAB III SIMPULAN

A. Simpulan

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa.

1. Keterampilan berpikir kritis merupakan suatu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mencakup kecenderungan perilaku dan keterampilan kognitif untuk memecahkan masalah, memformulasikan kesimpulan, menghitung kemungkinan, dan membuat keputusan apa yang harus diyakini atau dilakukan.

2. Keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan dengan berbagai metode dan pendekatan antara lain studi kasus, CBI dan pembelajaran dialogis. Pendidikan Bioetika dengan kontennya yang menantang juga dapat memberikan pengaruh positif terhadap keterampilan berpikir kritis.

3. Keterampilan berpikir kritis dapat diteliti dari berbagai sudut pandang disesuaikan dengan permasalahan di lapangan dan kebutuhan masyarakat. Çimer et al (2013) melakukan survey tingkat berpikir kritis peserta didik karena adanya permasalahan berupa ketidaksesuaian sistem kurikulum yang telah dibuat dengan fakta di lapangan. Penelitian berbagai metode dan pendekatan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dilakukan oleh Fritjers et al. (2008), Quitadamo et al. (2008), Chowning et al. (2012), dan White et al. (2009). Pada sudut pandang yang berbeda, Darland et al. (2012) meneliti retensi keterampilan berpikir kritis pada mahasiswa dari tahun lulus yang berbeda.

B. Saran

(11)

REFERENSI

Çimer A., Melih T., & Mehmet K. (2013). Critical Thinking Level of Biology Classroom Survey: Ctlobics. The Online Journal of New Horizons in Education, 3(1), pg. 15-24

Chowning, J.T., Joan C.G., Dina N.K., & Laura J.C. (2012). Fostering Critical Thinking, Reasoning, and Argumentation Skills Through Bioethics Education. Retrieved from PloS ONE 12(5),e36791

Darland D.C. & Jeffrey S. Carmichael. (2012). Long-Term Retention of Knowledge and Critical Thinking Skills in Developmental Biology. Journal of Microbiology & Biology Education, 13(2), pg. 125-132.

Frijters S,. Geert ten D., & Gert R. (2008). Effects of Dialogic Learning on Value-Loaded Critical Thinking. Elsevier Learning and Instruction , 18, pp 66-82, DOI: 10.1016

Quitadamo, I.J., Celia L.F, James E.J., & Marta J.K. (2008). Community-based Inquiry Improves Critical Thinking in General Education Biology. CBE-Life Science Education, 7, pg. 327-337

Gambar

Gambar 1. Grafik hasil penelitian efek pembelajaran dialogis terhadap berpikir kritis bermuatan nilai (A) Interaksi antara kondisi belajar dengan karakteristik siswa, (B) Pengaruh tingkat ketrampilan penalaran umum pada sikap terhadap pembelajaran dialogis, (C) Pengaruh karakteristik peserta didik terhadap kondisi: sikap pada dialog.
Gambar 2. Grafik hasil penelitian retensi jangka panjang pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan inti pada siklus II, menekankan aktivitas peserta didik dalam menggunakan media roda pintar secara berkelompok. Guru menjelaskan sedikit mengenai media

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran

Mencermati ulasan di atas tentang urgensi laboratorium bahasa sebagai media pembelajaran, maka tidaklah berlebihan jika kemudian laboratorium bahasa digunakan

Selain itu berkaitan dengan kode visual, penulis juga mengambil beberapa sample desain yang dibuat OINK!, dimana desain tersebut dianggap memiliki makna yang berkaitan

Hasil dari sistem tersebut adalah dapat terbentuknya daftar mahasiswa beserta dosen pembimbing dan jadwal seminar tugas akhir dalam waktu satu periode dengan menggunakan dua

Berdasarkan hasil yang telah dilakukan oleh peneliti di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar tahun 2018 maka dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan antara tekanan

Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari jumlah 41 responden yang tergolong kategori di atas garis kemiskinan sebanyak 36 responden atau 87.80% dengan tingkat kesejahteraan

Induksi cekaman kekeringan melalui pengurangan penyiraman air dilakukan dengan menumbuhkan tanaman dalam polibag (diameter 50 cm) yang berisi media campuran tanah, pasir dan