• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resume Skripsi 2014 Gagasan Filsafat Ala (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Resume Skripsi 2014 Gagasan Filsafat Ala (1)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME SKRIPSI: GAGASAN FILSAFAT ALAM ALBERT EINSTEIN DALAM TEORI RELATIVITAS KHUSUS DAN UMUM

SERTA IMPLIKASINYA BAGI DISKURSUS KETUHANAN (Oleh Carol Johanes Sompotan)

Dewasa ini banyak orang mengenal Albert Einstein (1879-1955) sebagai seorang manusia jenius, tapi tidak banyak dari mereka yang memahami, bahkan mengenal gagasan-gagasan revolusioner Albert Einstein yang membuatnya terkenal. Gagasan filsafat alam

Einstein terkandung dalam teori ilmiahnya tentang relativitas gerak alam semesta, yang terdiri atas teori relativitas khusus (1905) dan teori relativitas umum (1915). Skripsi ini pertama-tama ditulis untuk menjawab pertanyaan, “Apa saja topik-topik filsafat alam (kosmologi) yang ada di balik teori relativitas Einstein dan bagaimana topik-topik itu mempengaruhi Einstein dalam menjelaskan Tuhan?”

Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pemikiran Albert Einstein tentang Alam dan Tuhan

Albert Einstein lahir pada pukul 11.30, tanggal 14 Maret 1879 di Ulm, Jerman, sebagai anak pertama dari pasangan Hermann Einstein dan Pauline Koch. Ayahnya giat dalam mengembangkan usaha listrik, sementara ibunya pandai dalam bermain piano dan biola.1 Pada usia 4 atau 5 tahun, Einstein terkagum-kagum dengan kompas yang diberikan oleh ayahnya. Sementara pada usia 12 tahun, Einstein juga terkagum-kagum dengan kehebatan geometri ruang datar Euclidean, yang mulai dipelajarinya sejak masa itu.2 Pada tahun 1896 Einstein diterima sebagai mahasiswa calon guru Matematika dan Fisika di

Eidgenossische Polytechnische Schule (Sekolah Politeknik Negara Bagian Swiss). Ia lulus pada tahun 1900, dengan nilai kedua terendah dari lima orang mahasiswa di kelasnya. Selama

1

Bdk. Walter Isaacson, Einstein: Kehidupan dan Pengaruhnya bagi Dunia, diterjemahkan oleh Mursid Wijanarko & Word++ Translation Service (Yogyakarta: Bentang, 2012), hlm. 12, 15-16.

2

(2)

dua tahun Einstein sulit untuk mendapatkan pekerjaan tetap. Akhirnya pada tahun 1902, ia mendapatkan pekerjaan tetap sebagai pegawai di Kantor Hak Paten di kota Bern, Swiss.3 Selama periode 1902-1905, selain bekerja, Einstein terlibat dalam diskusi-diskusi sains dan filsafat, serta aktif mengadakan penelitian ilmiah dalam bidang fisika dan matematika. Salah satu hasil terbaiknya adalah teori relativitas khusus, yang tertuang dalam artikel “On the

Electrodynamics of Moving Bodies”dan artikel “Does the Inertia of a Body Depend Upon Its Energy Content?”. Dua artikel tersebut diterbitkan dalam Annalen der Physik pada tahun 1905.4 Pada tahun 1914, Einstein bekerja sebagai peneliti di Universitas Berlin atas undangan dari fisikawan terkemuka Jerman, Max Planck. Hasil terbaiknya adalah teori relativitas umum, yang tertuang dalam sejumlah artikel ilmiah selama periode 1911-1915, dan

kosmologi Einstein atas dasar teori relativitas umum, yang tertuang dalam tulisan “Cosmological Consideration in the General Theory of Relativity” (1917). Einstein meninggal dunia pada hari Senin, 18 April 1955.5 Pandangan ketuhanannya terungkap dalam beberapa artikel lepas, tapi kemudian terkumpul dalam sebuah bunga rampai yang berjudul Ideas and Opinion (1960).

Pemikiran Einstein tentang alam dan Tuhan dilatarbelakangi oleh pelbagai penemuan baru dalam bidang matematika dan fisika, serta oleh pelbagai pemikiran filsafat modern yang pernah Einstein pelajari dan refleksikan. Penemuan medan elektromagnetik dari Michael Faraday (1791-1867), James C. Maxwell (1831-1879), dan Heinrich Hertz (1857-1894); hasil percobaan dari A. A. Michelson (1852-1931) dan E. W. Morley (1838-1923) yang meragukan eksistensi eter; dan pengungkapan gagasan Hendrik A. Lorentz (1853-1928) tentang relativitas hasil transformasi matematis dari kerangka acuan inersial, menghantar Einstein pada pemikiran yang serius tentang relativitas gerak, ruang, waktu, massa, dan energi dalam kerangka acuan inersial. Berkat pengungkapan Hermann Minkowski (1864-1909) tentang kesatuan dimensi ruang dan waktu, serta berkat penemuan geometri bidang dan ruang lengkung dari Carl F. Gauss (1777–1855) dan Bernhard Riemann (1826-1866),

3

Bdk. Sarah Priwer dan Cynthia Phillips, Memahami Segalanya tentang Einstein, diterjemahkan oleh Paian M. Tampubolon (Tanggerang: Karisma Publishing Group, 2007), hlm. 42; Isaacson, Einstein: Kehidupan dan Pengaruhnya bagi Dunia, hlm. 27, 52-54.

4

Judul-judul artikel Einstein ini adalah terjemahan Inggris dari teks asli yang berbahasa Jerman. Bdk. Paul Strathern. Einstein & Relativitas, diterjemahkan oleh Fransisca Petrajani (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), hlm. 24-25, 34-35, 44.

5

(3)

Einstein akhirnya menemukan cara untuk menjelaskan fenomena gravitasi dan pergerakan ruang-waktu alam semesta secara keseluruhan.6 Selain itu, gagasan Immanuel Kant (1724-1804) tentang pembedaan putusan analitis dan sintesis memaksa Einstein untuk berpikir lebih serius tentang cara kerja sains yang turut melibatkan rasionalitas dan eksperimen-eksperimen ilmiah. Paham kesepakatan logis Henri Poincaré (1854-1912) memfasilitasi Einstein dalam pembentukan sikapnya yang menolak absolutisme kebenaran, sebagaimana nampak dalam epistemologi Kant. Paham empirisme radikal dari David Hume (1711-1776) dan Ernst Mach (1838-1916) mendesak Einstein untuk secara serius dan sistematis merevisi gagasan Newton

tentang ruang dan waktu absolut. Akhirnya, gagasan panteistik dari Baruch Spinoza (1632-1677) memberikan alternatif jawaban bagi Einstein dalam menjawab masalah ketuhanan,

berdasarkan teori relativitas khusus dan umum.7

Gagasan Filsafat Alam Albert Einstein dalam Teori Relativitas Khusus dan Umum Teori relativitas pertama-tama merupakan sebuah teori fisika, yang turut melibatkan cara kerja matematika. Teori relativitas khusus membahas fenomena gerak benda yang diamati oleh pengamat dalam kerangka acuan inersial, yakni dari perspektif pengamat yang diam (disimbolkan dengan K), dan dari perspektif pengamat yang bergerak secara konstan (disimbolkan dengan K’). Kecepatan yang turut melibatkan jarak lintasan dan waktu tempuh (v = x/t), ternyata menghasilkan kuantitas perhitungan yang berbeda ketika diamati dari benda yang diam, dan dari benda yang bergerak konstan dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya (± 300.000 km/s). Bukan hanya itu, perhitungan mengenai massa benda juga berubah ketika rumus energi kinetik Newton (Ek = ½mv2) dipakai dengan turut memperhitungkan kuantitas pergerakan benda dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya (hasil perubahannya: E = mc2 atau m = E/c2 ). Kesimpulannya, ruang, waktu, massa,

6

Bdk. Ibid., hlm. 41, 144, 207-209; Joseph Schwartz dan Michael McGuinness, Seri Mengenal dan Memahami Einstein, diterjemahkan oleh Tim Penerbit (Batam: Scientific Press, 2004), hlm. 49, 64-65, 61-63, 68-69; Arthur Beiser, Konsep Fisika Modern, diterjemahan oleh The Houw Liong, edisi keempat (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm. 3, 44-46; Albert Einstein, Relativitas: Teori Khusus dan Umum, diterjemahkan oleh Liek Wilardjo (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2005), hlm. 64-67.

7

Bdk. Einstein, “Autobiographical Notes,” hlm. 9-13, 21; Isaacson, Einstein: Kehidupan dan Pengaruhnya bagi Dunia, hlm. 91-92, 414; Lorens Bagus,

“Konvensionalisme,” dan “Sensasionalisme,” dalam Kamus Filsafat; Spinoza, Ethics,

(4)

dan energi adalah besaran-besaran fisika yang relatif dan tidak tetap sepanjang masa. Selain itu, disadari pula bahwa karena tidak bersifat absolut, maka ruang dan waktu semestinya tidak dapat bereksistensi secara terpisah. Keduanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Sependapat dengan Minkowski, Einstein menyatakan bahwa ruang dan waktu adalah satu kesatuan. Karena itu penyebutan yang lebih tepat bukan dimensi ruang dan waktu, melainkan dimensi ruang-waktu.8

Teori relativitas umum memperluas analisa terhadap benda yang diamati tidak hanya dari kerangka acuan inersial, tapi juga dari kerangka acuan yang bergerak dengan percepatan, yakni dengan kuantitas kecepatan yang berubah-ubah dalam setiap satuan waktu

(disimbolkan dengan K’’). Analisa ini membantu Einstein untuk memahami cara kerja gaya gravitasi, yang oleh Newton diandaikan saja bereksistensi di dalam alam semesta. Kuantitas massa benda yang dapat diperoleh berdasarkan rumus umum gaya Newton (F = ma atau m = F/a) dengan turut mempertimbangkan kuantitas percepatan yang tetap berkat tarikan gaya gravitasi, diperbandingkan Einstein dengan kuantitas massa dari benda tersebut yang ditimbang dalam keadaan diam (dalam kerangka acuan inersial). Eksperimen imajiner Einstein menyatakan bahwa massa benda tersebut mestinya berperilaku sama baik bagi pengamat dalam benda yang diam, maupun bagi pengamat dalam benda yang bergerak dengan perubahan kecepatan yang tetap. Selanjutnya, pada benda yang diam, berdasarkan rumus F = ma, diperoleh hasil kuantitas gaya sebesar nol, sementara pada benda yang bergerak dengan kuantitas percepatan gravitasi (9,8 m/s2) diperoleh hasil positif bagi kuantitas gaya. Hasil ini menghantar Einstein pada keyakinan bahwa gravitasi tidak pertama-tama berkaitan dengan gaya atau kekuatan alamiah yang ada di dalam alam. Dengan menggunakan pendekatan matematis, berkat bantuan geometri lengkung Non-Euclidean, dijelaskan bahwa gravitasi pertama-tama adalah fenomena geometris dari ruang-waktu yang melengkung di sekitar benda-benda langit yang berukuran besar. Fenomena rotasi planet terhadap matahari dan rotasi bulan terhadap planet, serta fenomena pembelokan cahaya dari bintang yang jauh (dibuktikan oleh Arthur Eddington dan tim peneliti dari Universitas Cambridge Inggris pada tahun 1919) dijelaskan dengan kerangka berpikir ini. Alhasil alam

semesta tidak lagi digambarkan sebagai suatu hamparan bidang dan ruang datar, tapi suatu medan atau ranah empat dimensi (panjang, lebar, tinggi, waktu) yang dapat sewaktu-waktu melengkung. Menurut Einstein, alam semesta berbentuk menyerupai bola (quasi-spherical),

8

(5)

bukan berbentuk kubus raksasa yang tanpa hingga (seperti nampak dalam penggambaran Newton). Alam semesta dapat dihitung bila perkiraan kuantitas diameternya diketahui (finite), tapi tidak mempunyai batas (unbounded) karena koordinat ruang-waktu tertentu (panjang, lebar, tinggi, dan waktu) dapat melengkungkan koordinat ruang-waktu yang lain.9

Berdasarkan teori relativitas khusus dan umum secara eksplisit dapat dikemukakan dua gagasan pokok yang mendasari paradigma kosmologi dan ketuhanan Einstein. Pertama, struktur pembentuk alam semesta (ruang-waktu) tidak bersifat kaku dan absolut, melainkan bersifat dinamis dan relatif. Struktur pembentuk alam semesta juga tidak bereksistensi secara terpisah, melainkan secara bersama-sama sebagai satu kesatuan (ruang-waktu). Kesatuan ini

didasari oleh gagasan metafisis-kosmologis bahwa struktur pembentuk alam semesta (ruang-waktu) senantiasa berelasi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Konsekuensinya, segala hal yang bereksistensi dalam seluruh daerah ruang-waktu alam semesta pun saling berelasi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Relasi dan kerja sama inilah yang menciptakan keteraturan dalam alam semesta, sehingga setiap benda fisik dapat disebut sebagai pengkosmos, yakni yang menyebabkan keteraturan dunia.10

Kedua, sekalipun teori relativitas dikembangkan berdasarkan kerangka berpikir fisika yang berkaitan dengan semua hal yang material, tetapi penegasan Einstein tentang bentuk alam semesta yang berhingga dan tak bebatas membuka ruang yang besar bagi diskursus ketuhanan. Pertanyaannya sederhana, “Jika alam semesta berhingga dan tertutup, lantas di luar ruangan alam semesta yang tertutup terdapat apa?” Terhadap pertanyaan ini Einstein tidak memberikan jawaban. Ia malah menegaskan bahwa alam semesta mestinya mempunyai dimensi misteri. Dimensi metafisis inilah yang membangkitkan kekaguman dan mendorong para ilmuwan untuk mengungkapkan fakta-fakta objektif yang terjadi dan berlangsung sepanjang sejarah alam semesta. Serentak, dimensi metafisis ini membuka ruang bagi diskursus ketuhanan, sebagai salah satu alternatif jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan kosmologis yang muncul sepanjang sejarah. Dengan demikian teori relativitas tidak terutama menghasilkan suatu tanda seru abadi, melainkan suatu tanda tanya yang membangkitkan

pelbagai jawaban dan pertanyaan-pertanyaan baru.

9

Bdk. Ibid., hlm. 69-138.

10

(6)

Eksistensi Tuhan berdasarkan Teori Relativitas Albert Einstein

Teori relativitas Einstein sebenarnya memuat sejumlah gagasan dasar yang memungkinkan pembicaraan mengenai eksistensi Tuhan. Alam semesta dipahami sebagai suatu sistem tertutup yang dinamis dan relatif. Keadaan sedemikian tidak serta merta menghapus keyakinan akan Tuhan yang bereksistensi secara niscaya dan mutlak. Teori relativitas memuat gagasan tentang pengembangan ruang-waktu yang mengindikasikan adanya sejarah dari pengembangan ruang-waktu. Pemahaman sedemikian melahirkan kemungkinan untuk berbicara tentang Tuhan sebagai pengarah inteligen yang mengarahkan keteraturan dunia, sejak awal mula sampai pada masa sekarang ini. Teori relativitas juga

mengemukakan gagasan tentang alam semesta yang bergerak secara dinamis. Pandangan sedemikian membuka kemungkinan bagi pembicaraan tentang Tuhan sebagai penggerak yang juga tidak statis.11

Selain teori relativitas, Einstein juga mempunyai gagasan-gagagan menarik yang menjadi dasar bagi hidup religiusnya sebagai seorang ilmuwan. Baginya Tuhan adalah dasar dari keteraturan alam yang misterius, karena tidak dapat dijangkau dan dipahami sekadar dengan menggunakan akal budi manusia. Oleh karena itu, Einstein menawarkan jalan cosmic religious feeling, yakni suatu perasaan kagum yang tak terkatakan ketika memandang dan memahami prinsip-pinsip kerja alam semesta secara keseluruhan. Perasaan sedemikian menghantar manusia, terutama para ilmuwan, pada kesadaran yang mendalam akan substansi Tuhan inteligen yang menampakkan diri dalam pelbagai benda-benda fisik di dalam alam. Paham ketuhanan sedemikian dikenal sebagai panteisme sebagaimana dijelaskan oleh Spinoza.12

Alhasil, oleh karena pandangan ketuhanan yang panteistik, seperti Spinoza, Einstein menolak dengan tegas sikap iman terhadap Tuhan personal sebagaimana diajarkan dalam agama-agama monoteis. Sebagai suatu perbandingan, dapat disimpulkan bahwa: (1) Tuhan

11

Pendekatan kosmologis untuk menjelaskan eksistensi dari Tuhan yang mutlak, satu, dan personal telah dimulai oleh Thomas Aquinas (1225-1274) dalam buku Summa Theologiae, terutama dalam bagian tentang lima jalan untuk menjelaskan eksistensi Tuhan. Bdk. Johanis Ohoitimur, Metafisika sebagai Hermeneutika. Cara Baru Memahami Filsafat Spekulatif Thomas Aquinas dan Alfred North Whitehead (Jakarta: Obor, 2006), hlm. 83-90.

12Bdk. Albert Einstein, “Religion and Science,” “Science and Religion,” “The

(7)

Einstein bercorak deterministik, karena ia mendasarkan pemahamannya pada konsep tentang Tuhan sebagai satu substansi yang identik dengan keseluruhan alam yang bekerja menurut prinsip sebab-akibat. Sementara Tuhan dalam agama-agama monoteis bercorak personal, karena konsep Tuhan didasarkan pada pengalaman perjumpaan dengan Tuhan personal yang menyatakan diri-Nya dalam pengalaman orang beriman dari budaya tertentu, pada zaman tertentu, dan dengan bahasa tertentu; (2) Tuhan Einstein tidak dapat dikenali, tapi secara intens dapat dirasakan dan disadari, terutama oleh para ilmuwan yang sungguh peka dan paham akan hukum-hukum deterministik alam semesta. Sementara Tuhan dalam

agama-agama monoteis dapat dikenali, karena Ia sendiri yang memperkenalkan diri-Nya. Tuhan dalam agama-agama monoteis dapat berkomunikasi dan berdialog dengan umat manusia.

Dasar dari tindakan komunikatif-Nya adalah cinta, sebagai motif yang lahir dari kehendak-Nya untuk mencintai; (3) Tuhan Einstein lahir sebagai hasil konsisten dari paradigma materialisme ilmiah, yang memandang realitas sekadar dengan perspektif logis dan empiris. Sementara Tuhan dalam agama-agama monoteis tidak dapat dijelaskan sekadar dengan perspektif logis dan empiris. Tuhan dalam agama-agama monoteis tidak dapat dikaji sekadar dengan menggunakan ilmu-ilmu sains dan filsafat. Ia adalah misteri yang memperkenalkan diri-Nya, sehingga siapa saja bisa terundang untuk dekat pada-Nya dengan penuh minat dan kepercayaan.13

Penutup

Demikianlah topik-topik filsafat alam yang terkandung dalam teori relativitas telah dikemukakan secara eksplisit. Gagasan filsafat alam Einstein memang membuka ruang yang besar bagi diskursus ketuhanan. Tuhan diakui keberadaan-Nya, tapi cara mengada-Nya dijelaskan dengan pelbagai cara. Einstein bersikukuh pada paham panteisme, yang jika dibandingkan dengan paham ketuhanan dari agama-agama monoteis, justru lebih tidak sesuai dengan gagasan-gagasan metasifis-kosmologis yang terimplikasi dari teori relativitas.

13

(8)

Daftar Pustaka

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Bakker, Anton. Kosmologi & Ekologi. Filsafat tentang Kosmos sebagai Rumah Tangga

Manusia. Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Beiser, Arthur. Konsep Fisika Modern. Diterjemahan oleh The Houw Liong. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga, 1999.

Bertens, K. Etika.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Einstein, Albert. Ideas and Opinion. Edited by Carl Seelig. New York: Crown Publishers, Inc, 1954.

_____________. Relativitas: Teori Khusus dan Umum. Diterjemahkan oleh Liek Wilardjo. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2005.

_____________. The Library of Living Philosophers. Albert Einstein: Philosopher -Scientist. Edited by Paul Arthur Schlipp. Second edition. New York: Tudor Publishing Company, 1951.

Isaacson, Walter. Einstein: Kehidupan dan Pengaruhnya bagi Dunia. Diterjemahkan oleh Mursid Wijanarko & Word++ Translation Service. Yogyakarta: Bentang, 2012.

Jacobs, Tom. Paham Allah dalam Filsafat, Agama-Agama, dan Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Leahy, Louis. Filsafat Ketuhanan Kontemporer.Yogyakarta, Jakarta: Kanisius, BPK Gunung Mulia, 1993.

Magnis-Suseno, Franz. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Ohoitimur, Johanis. Metafisika sebagai Hermeneutika. Cara Baru Memahami Filsafat

Spekulatif Thomas Aquinas dan Alfred North Whitehead.Jakarta: Obor, 2006.

(9)

Schwartz, Joseph dan Michael McGuinness. Seri Mengenal dan Memahami Einstein. Diterjemahkan oleh Tim Penerbit. Batam: Scientific Press, 2004.

Spinoza. Ethics. Translated by Andrew Boyle New edition. London: Everyman, 1993.

Strathern, Paul. Einstein & Relativitas. Diterjemahkan oleh Fransisca Petrajani. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.

Referensi

Dokumen terkait