JEPANG DALAM PENDEKATAN TEORI SOSIAL BUDAYA KAPITALISME KARL MARX
Oleh Fitri Haryanti H.S.A 0906491383
Judul : Kehancuran Sistem Kapitalisme Menuju Sosialisme
Sumber : Sutrisno, Mudji dan F.Budi Hardiman. 2002. Para Filsuf Penentu Gerak Zaman. Yogyakarta : Kanisius
Suseno, Franz Magnis. 2005. Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Lahirnya kapitalisme didasari oleh alienasi yang merupakan bentuk penyingkiran diri dari kehidupan sosial, dialami sebagai alienasi diri sendiri. Hal ini juga diungkapkan oleh Hegel bahwa sejauh mana manusia memperlakukan orang lain sebagai suatu sarana (alat) dia, dia juga menjadi alat bagi dirinya sendiri.
Kekhasan sistem ekonomi kapitalisme yang hanya mengakui satu hukum yaitu hukum tawar menawar di pasar. Jadi kapitalisme adalah sistem ekonomi yang bebas; bebas dari pembatasan raja atau penguasa lain (orang boleh membeli dan menjual barang di pasar mana pun), orang bebas dari pembatasan-pembatasan produksi (orang bebas mengerjakan dan memproduksi apa pun yang dikehendakinya) juga bebas dari pembatasan tenaga kerja (orang boleh mencari pekerjaan di mana pun). Yang paling diutamakan adalah keuntungan lebih
besar. [Franz Magnis Suseno: 163-164]
Berdasarkan hal di atas, tujuan kapitalisme adalah uang, bukan barang yang
sebagai bagian dari proletariat semakin menderita. Kekejaman kapitalisme mampu mengubah kehidupan mereka semakin tak menentu.
Hukum keras kapitalisme adalah persaingan. Kaum kapitalis saling bersaing memproduksi barang yang dijual murah, artinya biaya produksi harus ditekan serendah mungkin agar barang yang diproduksi itu dapat murah di pasaran. Persaingan kapitalistik hanya keuntungan semata-mata ini membuat toko dan perusahaan-perusahaan kecil gulung tikar dilindas perusahaan-perusahaan besar yang bisa survive dan tetap bertahan.
Pemilik toko dan perusahaan-perusahaan kecil yang awalnya sebagai kaum kapitalis kini lemah dilindas persaingan kapitalis berkuasa dan bertahan sehingga tersapu masuk menjadi kaum proletariat. Paradoks sistem kapitalisme mencapai klimaks tatkala kaum kapitalis menuntut bertahan atas perusahaan-perusahaan akibatnya kemelaratan kaum proletariat semakin tertindas. Barang-barang yang diproduksi di pasaran menjadi komoditi amat penting tapi masyarakat tidak mampu membelinya. Akhirnya sang kapitalis tidak dapat menjual barang-barang produksi, kaum proletariat pun tidak dapat menawar barang-barang itu dan tidak mempunyai apa-apa lagi.
Bagaimanakah nasib kaum proletariat? Ibarat nyawa diujung tanduk, itulah gambaran kehidupan yang dirasakan kaum proletariat. Jika semakin tergilas dan tak mampu bertahan jalan satu-satunya adalah kematian. Hal ini tak berlaku bagi kaum proletariat, mereka yang senasib dan seperjuangan akan kebebasan diskriminasi kelas juga sistem ekonomi kapitalisme yang kejam menyatakan ‘memberontak’. Inilah puncak dari kemarahan kaum proletariat akan kapitalisme yang selama ini menjadi beban hidup teramat berat, revolusi yang mengubah masyarakat ‘Revolusi Sosialis’.
Revolusi Sosialis yang merebut kekuasaan negara dan mendirikan ‘kediktatoran proletariat’ untuk menindas kaum kapitalis dan mencegah pemakaian fasilitas luas, hak milik atas tanah, pabrik-pabrik serta alat-alat produksi dicabut dan dialihkan ke negara. Kediktatoran proletariat menghilang apabila perbedaan kelas dalam masyarakat juga hilang. Ini berarti kekuasaan kembali pada individu masing-masing.