• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKUATAN MEREK MENJADI ALTERNATIF STRATEGI BERSAING PADA ERA PEMASARAN KONTEMPORER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEKUATAN MEREK MENJADI ALTERNATIF STRATEGI BERSAING PADA ERA PEMASARAN KONTEMPORER"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEKUATAN MEREK MENJADI ALTERNATIF STRATEGI BERSAING PADA ERA PEMASARAN KONTEMPORER

(SB.HANDAYANI, SE MM)

A. PENDAHULUAN.

Sejak dibentuknya ACFTA (ASEAN – China Free Trade Agrement) pada tahun 2001,pertumbuhan ekonomi Cina tidak boleh dipandang sebelah mata, hal ini menjadi suatu kenyataan yang harus kita hadapi . Perkembangan ekonomi Cina sungguh sangat merisaukan industri nasional ,hal ini di karenakan hampir semua anggota ACTFA memiliki produk sejenis dan harus bersaing dalam mencari daerah sasaran bagi pasarnya.Sebagaimana kita tahu bahwa produk-produk Cina telah membanjiri pasar domestik maupun pasar internasional kita, kondisi tersebut tentu saja sungguh tidak menguntungkan bagi industri kita, karena serbuan produk-produk Cina mempengaruhi kehidupan industri nasional maupun industri internasional dimana mereka akan kehilangan pasar ekspornya. Berdasarkan data dari departemen perdagangan, kontribusi ekspor Indonesia dibeberapa Negara cenderung menurun dari tahun 1996 sampai dengan 2003. Sementara Cina terus agresif meningkatkan pangsa pasarnya di pasar ekpor dunia. Bahkan Cina justru mampu mencapai peningkatan ekspor yang sangat signifikan yaitu sebesar 33,78 persen pada sektor industri tekstil dan produk tekstil, melebihi India (13,6%) dan Vietnam (1,8 %) . Untuk Industri mebel, produk Indonesia bersaing ketat dengan produk Cina di pasar ekspor Amerika. Namun Cina berhasil merebut pasar ekspor Amerika dari Indonesia , ironisnya, sebagian besar bahan baku industri Cina berasal dari Indonesia. Kasus pengakuan negara tetangga kita (Malaysia) atas produk Batik Indonesia menambah persoalan persoalan yang sedang dihadapi industri nasional di era yang semakin terbuka ini.

(2)

bisnis telekomunikasi & perbankan global . Dalam kebanyakan industri jelas bahwa perusahaan yang ingin bertahan hidup di era seperti saat ini adalah perusahaan yang berorientasi secara global, yang mampu melakukan perubahan-perubahan (dinamis) untuk menghadapi tantangan dan mendapatkan kesempatan memasuki pasar internasional (pasar global) (Warren J. Keegan,1996)

Dunia saat ini berada di era keterbukaan yang telah mengubah secara drastis pola produksi yang semula berupaya memenuhi semua kebutuhan kini lebih ditekankan pada spesialisasi , ditambah perlu menggunakan merek (brand) atau tidak untuk produk tersebut. Setiap perusahaan yang akan memasuki pasar internasional perlu memutuskan apakah harus menggunakan merek sendiri( manufacturer’s brand) atau merek perantara (Private brand). (Fandi Tjiptono,1997).

Sebagaimana di ungkapkan oleh Michael Porter, 1980, mengemukakan 3 strategi generik yaitu : Diferensiasi, Keunggulan biaya menyeluruh dan Fokus. Bagaimana menciptakan keunggulan (keunikan) produk dilihat dari kacamata pelanggan adalah senjata persaingan ( competitieve advantage).Produk yang sudah unggul secara otomatis mendorong terbangunnya persepsi ( brand image ) di benak konsumen . Harga, bisa menjadi keunggulan saat produk kita mampu menguasai sebagaian besar luas pasar dengan strategi harga murah , seperti yang dilakukan Cina menggempur produk-produk pesaingnya , sebaliknya ada juga keunggulan lain seperti unggul dalam kualitas barang, kekuatan merek (brand) termasuk citra perusahaannya, keanekaragaman produk pun juga bisa menjadi keungulan karena memberikan banyak pilihana kepada calon konsumennya. Biasanya produk-produk berkwalitas berbiaya produksi lebih tinggi , dan rentetannya harga pun menjadi tinggi pula.

(3)

tetangga kita (Malaysia ) ? Apakah batik juga mampu menciptakan kekuatan merek diera pemasaran yang mengglobal ?

PERAN MEREK/BRAND

(4)

M E R E K (BRAND)

(5)
(6)

asosiasi yang memperkuat merek icon mereka. Tingkat kelima: merek sebagai perusahaan .Tingkatan ini ditandai dengan perubahan ke arah pemasaran post modern. Disini merek memiliki identitas yang kompleks dan banyak keterhubungan antara konsumen dan merek. Karena merek sama dengan perusahaan, semua pemegang saham harus merasa bahwa merek(perusahaan) berada dalam mode yang sama. Perusahaan tidak dapat terlalu lama mengenalkan satu citra ke media dan citra lain kepada pemegang saham dan konsumen. Komunikasi dari perusahaan harus terintegrasi pada semua operasi. Komunikasi bagaimanapun tidak secara tidak langsung. Komunikasi mengalir dari konsumen ke perusahaan sebaikd ari perusahaan ke konsumen, maka terjadilah dialog diantara keduanya. Pada tingkat kelima ini, konsumen menjadi lebih aktif terlibat pada proses kreasi merek. Mereka ingin berinteraksi dengan produk atau jasa untuk membangun nilai tambah. Tingkat keenam: merek sebagai kebijakan Beberapa perusahaan sekarang telah memasuki tingkat dimana dibedakan dengan perusahaan lain dikarenakan sebab-sebab etika, sosial dan politik. Contoh paling utama dari tingkatan ini adalah The Body Shop dan Benetton. Konsumen punya komitmendengan perusahaan untuk membantu membangun merek favoritnya dengan membeli merek tersebut.Dengan komitmen, mereka mengatakan bahwa mereka memiliki merek tersebut.

Pada tingkat lima dan enam nilai dari merek berubah. Sementara pada tingkat satu sampai empat nilai merek adalah instrumental karena nilai tersebut membantu konsumen mencapai tujuan sebenarnya. Merek pada tingkat kelima dan enam memberikan contoh nilai akhir yang diharapkan oleh konsumen. Pada tingkat ini konsumen memiliki merek, perusahaan dan kebijakannya. Perusahaan dapat memilih tingkat merek yang mana yang akan diterapkan,biasanya tingkat ketiga dan keempat yang banyak menjadi sasaran, sedangkan pada tingkat kelima dan keenam membutuhkan waktu yang cukup lama dan usahayang sangat intensif.

(7)

kekuatan merek yang tertanam di dalam benak konsumen, 2) kekuatan merek di dalam perilaku pembelian aktual dan 3) kekuatan merek di dalam menarik minat konsumen untuk menggunakan merek tersebut di masa yang akan datang didasarkan kepercayaan terhadap merek tersebut. Untuk membuat suatu merek menjadi top, maka merek harus dikelola dan dikembangkan dengan baik. Membangun dan mengelola merek menjadi besar dan sukses, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tantangan berat yang dihadapi marketer dalam membangun merek dewasa ini adalah begitu cepatnya perubahan perilaku pasar, serta banyaknya pilihan media komunikasi sebagai dampak kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Di sisi lain kemajuan teknologi tersebut merupakan opportunity untuk memperbesar merek dengan cepat, asalkan marketer cerdas menangkap trend perubahan perilaku konsumen, serta tanggap terhadap perkembangan teknologi. Merek yang kuat dan sukses pada dasarnya merupakan merek yang berhasil meraih posisi teratas dalam tiga hal yaitu awareness, penguasaan pasar atau market share dan loyality.(AB. Susanto,2004)

KEKUATAN MEREK

Menurut Susanto dan Wijanarko (2004), dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai, dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu dalam strategi pemasaran (p. 2). Keller (1993) juga menyatakan bahwa brand equity adalah keinginan dari seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran dari brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia (p. 43).

(8)

(1997), “Brand equity or brand strength is the control on purchase exerted by a brand, and, by virtue of this, the brand as an asset that can be exploited to produce revenue” (p. 29).Artinya ekuitas merek atau kekuatan merek adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan, kebaikan dari merek, merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan.3. Kotler dan Armstrong (2004), “Brand equity is the positive differential effect that knowing the brand name has on customer response to the product or service” (p. 292).Artinya ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa.Jadi brand equity adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual. Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur berdasarkan 7 indikator, yaitu:1. Leadership: kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun atribut non-harga. 2. Stability: kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.3. Market: kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor 4. Internationality: kemampuan merek untuk keluar dari area geografisnya atau masuk ke negara atau daerah lain.5. Trend:merek menjadi semakin penting dalam industri.6. Support: besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengkomunikasikan merek 7. Protection: merek tersebut mempunyai legalitas (p. 147).

Menurut Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadaptasi teori Aaker, brand equity dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori:

a. Brand awareness

(9)

konsumen untuk mengingat suatu brand dan yang menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan brand lainnya.

Ada 4 tingkatan brand awareness yaitu:1)Unaware of brand (tidak menyadari merek)Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. 2. Brand recognition (pengenalan merek)Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.4. Top of mind (puncak pikiran)Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan orang tersebut dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.

Ada 4 indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh konsumen aware terhadap sebuah brand antara lain 1.Recall yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merek apa saja yang diingat 2. Recognitionyaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek tersebut termasuk dalam kategori tertentu.3. Purchase yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu merek ke dalam alternatif pilihan ketika akan membeli produk/layanan.4. Consumption yaitu seberapa jauh konsumen masih mengingat suatu merek ketika sedang menggunakan produk/layanan pesaing.

b. Perceived quality

Didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

c. Brand association

(10)

suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.

d. Brand loyalty.

Merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah merek. Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini:1. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).2. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.

(11)

lain yang tidak termasuk dalam 4 kategori diatas tetapi turut membangun brand equity (pp. 127-134).Sedangkan menurut Kim dan Kim (2004), brand equity meliputi 4 hal, antara lain loyalitas merek, perceived quality, citra merek, dan brand awareness.

PROSPEK BATIK INDONESIA DI PASAR GLOBAL

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Fandy Tjiptono,1997,Strategi Pemasaran, Edisi II,Penerbit Andi Yogyakarta. Warren J Keegan & Alexander S,1996,Manajemen Pemasaran Global, Edisi Bhs Indonesia, Jilid 1, Revisi, Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd.

Agustinus SW, 1996,Manajemen Strategik , Cetakan pertama, Binarupa Aksara , Jakarta.

Aaker ,David (1997) ,Manajemen Ekuitas Merek, Spectrum Jakarta.

Susanto AB & Wijarnako H, 2004 Power Branding, Membangun Merek Unggulan , Quantum Bisnis & Manajemen , Jakarta

Andre Nugroho P, MM,2003, Studi Mengenai Proses Pemilihan Merek, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia Vol II No 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atika Rahayu, dkk panel gizi makan desember (2014) yang menunjukan bahwa hasil uji statistik p-value

Setelah penganalisisan data, disimpulkan bahwa Jepang tengah menerapkan model multikulturalisme akomodatif Parekh terhadap umat muslim di Jepang pasca teror 9/11.. Jepang

 Air yang diikat tanah dinyatakan dalam potensial air (bars ); bernilai negatif.  Nilai positif untuk potensian air disebut

Dalam karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode multiple linear regression sebagai cara untuk memprediksi hasil dari kedua tim yang akan bertanding.. Dalam

Tahap ketiga merupakan pendidikan berbasis kompetensi untuk mencapai kemampuan profesi klinik dan kedokteran komunitas yang dilakukan minimal tiga semester (FKUI 4

Disini di Perumahan Grha Revata Tulungagung pemberian upah atau gaji masih menggunakan sistem pemberian upah profesionalitas pekerja, jadi sistem ini sering

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional , yang bertujuan untuk mengetahui hubungan keberadaan jentik

PERANCANGAN MESIN PENGISIAN BULK SEDIAAN LIQUID CREAM DENGAN SISTEM PNEUMATIK MENGGUNAKAN KONTROL PLC.. AUTONIC