HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tentang perancangan proses pembuatan pelumas dasar dari minyak jarak pagar ini, didasarkan pada besarnya kebutuhan pelumas di dalam negeri, dan menurut data BPS tahun 2003 sampai dengan saat ini pemenuhan kebutuhan masih dilakukan dengan cara mengimport pelumas dasar, seperti terlihat pada Lampiran 2.
Sintesis Proses
Tahapan sintesis proses meliputi pemilihan bahan baku, pemilihan produk, dan pemilihan jalur proses modifiksdi. Selanjutnya dilakukan proses modifikasi berdasarkan jalur proses yang sudah dipilih.
Pemilihan Bahan Baku
Bahan baku pelumas dasar ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu karakteristik bahan baku (sifat fisik, kimia, rendemen) dan pemanfaatan. Bahan baku yang berpotensi untuk digunakan adalah minyak jarak pagar. Penggunaan minyak jarak pagar saat ini masih terbatas.
Potensi Minyak Jarak Pagar sebagai bahan baku Pelumas. Minyak jarak pagar
(Jatropha curcas oil) dipilih sebagai bahan pelumas dasar karena beberapa sifat fisik dan kimianya yang diperlukan pada pelumasan. Untuk mendapatkan minyak, sebelumnya biji jarak pagar dioven pada suhu 100° C selama 1 jam untuk mengurangi kadar air yang dapat mengakibatkan terhidrolisisnya minyak sehingga menaikkan bilangan asam. Minyak jarak pagar didapatkan dengan cara dipres tanpa panas. Pada tahap awal dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui rendemen biji jarak pagar dan data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12 Data rendemen minyak jarak
No Parameter 1 Rendemen dengan tempurung (%) 20.3
2 Rendemen tanpa tempurung (%) 41.66 3 Bilangan Asam (mg KOH/ 100 g minyak) 3.97
Pada Tabel 12 rendemen minyak tanpa tempurung menunjukkan hasil yang menyerupai kandungan minyak dalam biji jarak pada umumnya, yaitu sekitar 40% - 45% (Hambali et al. 2006). Hal yang menyebabkan berbedanya jumlah rendemen adalah dari sisi budidaya yaitu tempat tumbuh, iklim, waktu panen, musim, faktor lainnya adalah genetik dan proses ekstraksi minyak (pengepresan). Bilangan asam minyak juga bisa menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Pengepresan dengan pemanasan akan menghasilkan rendemen minyak tinggi, tetapi bilangan asam juga tinggi. Faktor lain yang menyebabkan tingginya bilangan asam adalah kandungan air. Tingginya kandungan air dapat memperbesar kemungkinan terjadinya proses hidrolisis minyak dan dapat membentuk asam lemak bebas, sehingga bilangan asam menjadi tinggi. Perlakuan awal terhadap biji sebelum dipres mempengaruhi kandungan air dalam bahan.
Tabel 13 Perbandingan sifat fisik beberapa minyak nabati dan mineral
Minyak Viskositas 40° C cSt Viskositas 100° C cSt Indeks viskositas Titik tuang °C Titik nyala °C Minyak nabati
Minyak jarak pagar 34.17 7.95 217 0 270
Minyak jarak 295.4 20.34 87 -10 307
Minyak kelapa 27.7 6.1 175 - -
Minyak biji bunga matahari
39.9 8.6 206 -12 252
Minyak kanola 36.2 8.2 211 -18 346
Minyak kedelai 28.9 7.6 246 -9 325
Minyak kelapa sawit 39.7 8.2 188 - -
Minyak Mineral HVI-60 - 4.5-5.0 103 0 204 HVI-95 - 6.9-7.6 100 15 210 HVI-160S - 11.1-12.2 100 15 230 HVI-160B - 11.1-12.2 99 15 230 HVI-650 - 31.6-34.7 96 15 267 HVI-360 - 50-54 - 15 267 PAO 2-100 2-100 125-140 -50 - POE 76.7 11.3 214 - 285
Sifat Fisik Minyak Jarak Pagar. Pada pengolahan minyak mineral dapat dihasilkan
beberapa pelumas dasar dengan tingkat viskositas yang berbeda antara satu dengan lainnya. Pada Tabel 13 terlihat beberapa jenis pelumas dasar baik dari minyak nabati maupun dari minyak mineral dan dari satu jenis minyak mineral dapat diperoleh beberapa jenis pelumas dasar yang berbeda-beda tingkat viskositasnya. Sifat minyak jarak pagar diharapkan sama atau mendekati sifat-sifat pelumas dasar minyak mineral.
Indeks viskositas. Minyak nabati termasuk minyak jarak pagar mempunyai indeks
viskositas yang sangat tinggi dibandingkan dengan minyak mineral. Indeks viskositas merupakan ukuran perubahan viskositas relatif terhadap perubahan suhu antara 40ºC dan 100°C. Nilai indeks viskositas pelumas terbagi menjadi 3 golongan, yaitu : (1) indeks viskositas rendah atau Low Viscosity Index (LVI) adalah pelumas yang memiliki indeks viskositas lebih rendah dari 40, (2) indeks viskositas sedang atau Medium Viscosity Index (MVI) adalah pelumas yang memiliki indeks viskositas antara 40 sampai dengan 80; (3) indeks viskositas tinggi atau High Viscosity Index (HVI) adalah pelumas yang memiliki indeks viskositas lebih besar dari pada 80 (La Puppung 1986). Hasil pengujian indeks viskositas minyak jarak pagar sebesar 217, menunjukkan bahwa minyak jarak pagar termasuk minyak yang mempunyai indeks viskositas tinggi (HVI). Jika dibandingkan dengan indeks viskositas minimum beberapa pelumas dengan angka viskositas SAE rangkap seperti yang terdapat pada Lampiran 3, maka VI minyak jarak pagar lebih tinggi dari pada pelumas dengan SAE rangkap tersebut. Zat cair biasanya akan mengalami perubahan viskositas bila terjadi perubahan suhu, bila suhu naik viskositas akan turun. Pelumas yang baik adalah pelumas yang mempunyai indeks viskositas tinggi, artinya semakin kecil perubahan viskositas karena perubahan suhu. Jika indeks viskositas minyak jarak pagar dibandingkan dengan minyak nabati lain, maka indeks viskositas minyak jarak pagar setara dengan minyak kanola dan dibawah minyak kedelai. Apabila indeks viskositas minyak jarak pagar dibandingkan dengan pelumas dasar sintetis, dari Tabel 13 tampak bahwa indeks viskositas minyak jarak pagar lebih tinggi dari PAO dan hampir sama dengan POE.
Viskositas. Jika dibandingkan dengan pelumas dasar ex-Arabian Light crude, maka
berdasarkan Tabel 13, viskositas minyak jarak pagar pada 100º C sebesar 7.95 cSt terletak antara HVI-95 dan HVI 160S. Jika dibandingkan dengan tingkat viskositas pelumas motor seperti terdapat pada Lampiran 4, maka viskositas minyak jarak pagar setingkat SAE 20. Berdasarkan Lampiran 5 tentang Klasifikasi pelumas industri menurut ISO (ASTM 2422), maka tingkat viskositas minyak jarak pagar setara dengan ISO VG 32 (La Puppung 1986). Nilai viskositas minyak jarak pagar ini, termasuk pada spesifikasi viskositas minyak mineral yang saat ini digunakan sebagai formulasi pelumas otomotif maupun industri. Gambar 33 di bawah ini menunjukkan viskositas dan indeks viskositas beberapa jenis pelumas dasar.
100 76.7 20.57 19.9 34.17 145.54 11.3 4.39 252 7.95 20.96 250 150 80 90 217 168 0 50 100 150 200 250 300
PAO POE HVI CasO CurO ECO
Pelumas Dasar V isko si ta s viskositas 40 C Viskositas 100 C indeks viskositas
Gambar 33 Viskositas dan indeks viskositas pelumas dasar.
Flash Point (titik nyala). Flash Point atau titik nyala digunakan untuk mengetahui saat
awal pelumas akan terbakar atau timbul nyala api saat berada dalam mesin. Hal ini akan mengakibatkan pemborosan pelumas dan akan membahayakan mesin. Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa titik nyala minyak nabati lebih tinggi dibandingkan dengan mineral dan titik nyala minyak jarak pagar adalah sebesar 270º C, data ini menunjukkan bahwa
titik nyala minyak jarak pagar lebih besar dibandingkan dengan minyak mineral yang biasanya digunakan untuk formulasi pelumas (minimum 204º C) dan hampir sama dengan POE (pelumas dasar sintetis).
Pour Point (titik tuang). Pour Point atau titik tuang menunjukkan suhu terendah dimana
pelumas masih dapat mengalir, khususnya pada saat mesin akan dihidupkan. Titik tuang minyak jarak pagar lebih rendah dibandingkan dengan pelumas dasar mineral. Titik tuang minyak jarak pagar lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lain. Sebagian besar minyak nabati mempunyai titik tuang di bawah 0° C sedangkan minyak jarak pagar 0º C. Dibandingkan dengan pelumas dasar sintetis (PAO), titik tuang minyak jarak pagar berada di atasnya (La Puppung 1986 & Gawrilow 2003).
Gambar 34 di bawah ini menunjukkan perbedaan titik nyala dan titik tuang beberapa jenis pelumas dasar, yaitu pelumas dasar sintetis (PAO, POE, dan minyak mineral) terhadap minyak jarak pagar.
220 285 204 270 220 -50 20 8 0 3 -100 -50 0 50 100 150 200 250 300 350
PAO POE HVI CurO ECO
Pelumas dasar der aj at C Flash Point Pour Point
Gambar 34 Titik nyala dan titik tuang pelumas dasar.
Densitas. Densitas dan/atau spesific gravity merupakan berat persatuan volum. Tabel
konversi yang meliputi densitas, spesific gravity, dan API gravity diberikan oleh American Petroleum Institute dan ASTM. Hubungan antara API gravity dan spesific gravity adalah berbanding terbalik, nilai API gravity yang tinggi akan memberikan
spesific gravity yang rendah. Pada pelumas dasar petroleum dan hidrokarbon, spesific gravity digunakan untuk membedakan antara parafinik, naftenik, dan struktur aromatik. API gravity minyak binatang atau tumbuhan mempunyai nilai lebih rendah dan spesific gravity lebih tinggi dibandingkan dengan petroleum. Seperti terlihat pada Gambar 35 terlihat bahwa densitas minyak tumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan petroleum.
0.98 0.897 0.96 0.92 0.95 0.84 0.86 0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 0.98 1
POE HVI Castor
Oil Curcas Oil ECO Pelum as Dasar kg /m 3 Densitas
Gambar 35 Densitas beberapa pelumas dasar.
Sifat Kimia Minyak Jarak Pagar . Minyak nabati merupakan minyak yang berasal dari
tumbuhan. Kandungan utama minyak nabati adalah ester gliseril dari asam lemak yang disebut trigliserida. Trigliserida merupakan ester dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Jenis asam lemak dalam trigliserida sangat mempengaruhi sifat-sifat trigliserida yang dibentuknya. Pada umumnya asam lemak yang terdapat di alam, memiliki jumlah atom C genap dan masing-masing asam lemak dibedakan antara satu dan lainnya berdasarkan jumlah atom karbon dalam rantai, jumlah dan letak ikatan rangkap antara atom karbon. Asam lemak yang membentuk trigliserida ada 2 macam yaitu asam lemak jenuh (saturated) yang tidak mengandung ikatan rangkap dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated) yang mengandung ikatan rangkap satu (monounsaturated) atau lebih dari satu ikatan rangkap (polyunsaturated) (Karina 2005). Derajat ketidakjenuhan rata-rata dari asam lemak atau campuran asam lemak dinyatakan
dengan bilangan iod. Asam lemak tidak jenuh kurang stabil bila dibandingkan dengan asam lemak jenuh .
Beberapa keuntungan minyak nabati apabila digunakan sebagai pelumas dasar adalah: tidak bersifat toksik, terdegradasi, terbarukan, sifat lubrisitasnya baik, dan indeks viskositasnya tinggi. Beberapa kelemahan minyak nabati adalah ketidakstabilannya terhadap oksidasi, sifat pada suhu rendahnya jelek (Hwang & Erhan 2005). Oksidasi terjadi karena molekul-molekul pelumas bereaksi secara kimiawi dengan oksigen. Produk-produk oksidasi yang terbentuk akan mengentalkan pelumas. Pengaruh jelek terhadap pelumas yang mengalami oksidasi adalah naiknya viskositas dan menyebabkan bilangan asam naik, sehingga akan mengakibatkan karat dan keausan pada logam yang akhirnya akan menimbulkan endapan (deposit). Pada Tabel 14 terlihat kandungan asam lemak tidak jenuh beberapa minyak nabati dibandingkan dengan minyak jarak pagar.
Tabel 14 Kandungan asam lemak tidak jenuh yang ada dalam beberapa minyak nabati. No Minyak nabati Asam lemak tidak jenuh Bilangan Iod 1 Minyak jarak pagar
(jatropha curcas )
Asam Oleat, C18H34O2 (C18: 1) =
47.97 %
90-108.5
2 Minyak jarak (castor oil) Asam Risinoleat, C18H34O3 (C18: 1) = 89.5 %
81-90
3 Minyak kelapa Asam Laurat, C12H24O2 (C12: 0) =
48.0 %
8.5
4 Minyak kelapa sawit Asam Oleat, C18H34O2 (C18: 1) =
38 %
83.8
6 Minyak kedelai Asam linoleat & Asam linolenat C18H32O2 (C18:2) & C18H30O2
(C18:3) = 75 %
107-137
Sumber Pendukung : La Puppung (1986) & Karina (2005)
Minyak nabati dengan bilangan iod antara 50-130 bisa digunakan sebagai fluida hidraulik. Fluida dengan bilangan iod di bawah 50 mempunyai titik tuang yang tinggi karena kekurangan ketidakjenuhan, dan minyak nabati dengan bilangan iod di atas 130 ,
cenderung tidak stabil karena mudah teroksidasi. Dari Tabel 13 dan Tabel 14 terlihat bahwa minyak jarak pagar dengan bilangan iod antara 97-108.5 titik tuang-nya rendah. Asam lemak dalam minyak nabati bersifat polar dan cenderung lebih efektif melekat pada permukaan logam dibandingkan dengan minyak mineral. Minyak jarak pagar dapat digunakan sebagai pelumas dasar, tetapi karena adanya ikatan rangkap (ketidakjenuhan) maka menjadi tidak stabil.
Pada Gambar 36 di bawah ini terlihat perbandingan bilangan asam beberapa pelumas dasar (minyak nabati, minyak mineral, dan pelumas dasar sintetis).
0 3 1.22 3.97 1.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
POE HVI Castor Oil Curcas Oil ECO Pelumas Dasar m g K O H/ 100 g m iny a k Bilangan Asam
Gambar 36 Bilangan asam beberapa pelumas dasar.
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Pada Gambar 36 terlihat bahwa bilangan asam minyak jarak pagar lebih besar dibandingkan dengan minyak jarak (castor), hal ini disebabkan terjadinya kenaikan bilangan asam karena proses hidrolisa atau oksidasi pada minyak terutama terhadap ikatan rangkapnya. Ikatan rangkap pada minyak nabati ditunjukkan dari bilangan iod-nya, terlihat pada Tabel 13 bilangan iod minyak jarak pagar lebih besar dari minyak jarak (castor). Semakin tinggi bilangan asam semakin besar kemungkinan terjadinya korosi. Pelumas dasar ester sintetis Polyolester (POE), yaitu ester (oleokimia) yang dibuat dari minyak nabati atau hewani dengan mono-, di-, atau poli-alkohol dari petroleum bersifat lebih stabil dibandingkan
dengan ester alam, hal ini terlihat dari nilai bilangan asam minyak jarak pagar yang lebih besar dibandingkan dengan POE.
Pemeriksaan gugus fungsi menggunakan FTIR minyak jarak pagar memberikan spektrum yang dapat dilihat pada Gambar 37. Pada spektrum tersebut terlihat adanya pita serapan yang lebar di daerah bilangan gelombang υ = 2800 – 2980 cm-1
, yang menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H dari gugus –CH2 dan -CH3 serta 1 pita serapan
kecil pada bilangan gelombang 3050 cm-1 untuk gugus tidak jenuh alkena –CH=CH-. Pita serapan pada panjang gelombang 1720 cm-1 menunjukkan adanya gugus karbonil C=O dari esternya (Sudjadi 1983).
Dari Uji Gas Chromatography terhadap minyak jarak pagar, seperti terdapat pada Gambar 38. terlihat bahwa kandungan tertinggi dalam minyak jarak pagar adalah asam oleat (47.93%) dengan 1 ikatan rangkap.
Gambar 37 Hasil uji gugus fungsi menggunakan FTIR minyak jarak pagar. -CH2
-CH3 –CH=CH
C=O
Spektra sidik jari Minyak Jarak Pagar
Hasil pengujian komposisi asam lemak menggunakan Gas-Chromatography dari Minyak Jarak Pagar dapat dilihat pada Gambar 38 di bawah ini.
Gambar 38 Hasil uji komposisi asam lemak menggunakan GC dari minyak jarak pagar.
Sifat minyak nabati yang dapat digunakan sebagai pelumas dasar mempunyai spesifikasi sebagai berikut (Gawrilow 2003 ):
Viskositas, cSt @ 40° C : 35-30 Indeks viskositas , VI : > 200 Bilangan iod, g/ 100g : 94 - 126 Bilangan penyabunan mg KOH/g : 186 -198 Densitas, kg/ m3
: 0.91 - 0.92 Titik tuang º C : - 20 Titik nyala ° C : 259
Dari Tabel 15 terlihat sifat fisik dan kimia minyak jarak pagar, memenuhi persyaratan sebagai pelumas dasar kecuali pada persyaratan bilangan penyabunan dan
titik tuang, hal ini disebabkan karena bilangan penyabunan menunjukkan jumlah minyak yang dapat tersabunkan, minyak dengan berat molekul tinggi akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak dengan berat molekul yang lebih rendah. Titik tuang minyak jarak pagar di atas spesifikasi pelumas dasar, hal ini menunjukkan bahwa minyak jarak pagar tidak bisa digunakan di daerah dengan suhu dibawah 0° C.
Tabel 15 Sifat fisik dan kimia minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar Sifat Nilai Densitas (kg/m3) 0.9157 Titik nyala (º C) 270 Titik tuang (º C) 0 Viskositas 40º C (CSt) 34.17 Viskositas 100º C (CSt) 7.95 Viskositas indeks 217 Indeks bias 25º C 1.4655 Bilangan penyabunan mg KOH/g 96.7 Bilangan Iod ( g /100 g) 108.5
Berdasarkan pada sifat kimia dan fisik dan hasil pengujian gugus fungsi menggunakan FTIR dan pengujian komposisi asam lemak menggunakan GC, maka modifikasi terhadap minyak jarak pagar perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia minyak jarak pagar. Beberapa contoh modifikasi yang dapat dilakukan adalah interesterifikasi dengan minyak nabati berpotensi yang lain, pencampuran dengan ester sintetis untuk meningkatkan sifat pada suhu rendah, transesterifikasi dengan beberapa poliol, atau modifikasi dengan mengurangi ketidakjenuhan, sehingga minyak menjadi lebih stabil. Dari uraian sifat fisik dan kimia di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minyak jarak pagar mempunyai potensi sebagai pelumas dasar, tetapi ada beberapa modifikasi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kestabilannya.
Pemilihan Produk
Berdasarkan KEPUTUSAN PRESIDEN RI, NOMOR 21 TAHUN 2001 TANGGAL 14 FEBRUARI 2001 TENTANG PENYEDIAAN DAN PELAYANAN PELUMAS BAB I Pasal 1, dinyatakan bahwa Penyediaan dan Pelayanan Pelumas adalah kegiatan untuk menghasilkan pelumas dengan cara Pabrikasi Pelumas (Blending), Pengolahan pelumas bekas, impor pelumas dan pemasarannya. Ketentuan tentang impor pelumas diatur dalam KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NO : 1905 K/34/MEM/2001, NO : 426/KMK.01/2001, NO: 233/MPP/Kep/7/2001 tentang KETENTUAN IMPOR PELUMAS, Pasal 1, dinyatakan bahwa : Bahan baku pelumas berupa pelumas dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001, hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat persetujuan sebagai Importir Produsen (IP) dan semata-mata untuk kepentingan produksinya. Lampiran 6 menunjukkan kebutuhan pelumas Indonesia berdasarkan kelompok industri untuk data BPS tahun 2003. Kebutuhan pelumas untuk keperluan industri di Indonesia sangat besar, salah satu industri pengguna adalah industri kendaraan bermotor dan data pemakaian pelumas menunjukkan sebesar 2.8% dari total pemakaian pelumas pada berbagai industri. Secara umum pelumas dasar jenis minyak pelumas sintetis dapat dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu ester organik dan hidrokarbon yang diolah secara sintetis, baik yang berasal dari petrokimia maupun oleokimia. Beberapa pelumas dasar sintetis adalah polialfaolefin (PAO), ester sintetis, dan polialkilenglikol (PAG). Beberapa kelompok ester sintetis adalah: monoester, diester, ester-phtalat, poliolester (POE), dan ester kompleks. PAG adalah polimer yang berasal dari petrokimia hasil reaksi etilen oksida dan propilen oksida (Askew 2004). Ester merupakan salah satu jenis minyak sintetis yang sangat luas pemakaiannya, misalnya gemuk, minyak roda gigi, minyak kompresor, dan sebagai minyak mesin hidraulik yang tahan terbakar dan ramah lingkungan. Ester yang saat ini banyak digunakan sebagai pelumas dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok : ester dari petrokimia, minyak atau lemak alami, dan ester dari oleokimia. Jenis ester dari oleokimia merupakan ester yang paling baik dari ketiga kelompok ester, biasanya merupakan suatu produk hasil reaksi dari alkohol petrokimia dengan satu atau lebih
oleokimia yang diturunkan dari asam lemak. Formula oleokimia ini memberikan kombinasi yang baik antara sangat terbarukan dan kinerja teknis tinggi, sehingga dalam penggunaannya dapat menguntungkan bagi lingkungan, komunitas pertanian dan konsumen. Sifat terbarukan ester oleokimia ini sebesar 70% - 95% (Eastwood 2005).
Banyak minyak nabati yang digunakan di dalam aplikasi pelumas, misalnya sebagai aditif minyak sintetis, minyak mesin transmisi, minyak motor 2 tak, minyak hidraulik, dan gemuk. Konsumsi minyak nabati Amerika Serikat untuk pelumas adalah sebesar 8 juta kilogram pertahun. Konsumsi ini merupakan 9% dari total penggunaan minyak nabati untuk industri (USDA-ERS dalam Johnson 1990). Pasar ini mengkonsumsi 9.66 milyar liter minyak mineral dimurnikan pertahun untuk kebutuhan pelumas. Kira-kira 3.9 milyar liter digunakan untuk minyak motor 4 tak (Johnson 1990). Total kebutuhan pelumas di Jerman kira-kira 1 juta ton per tahun (1998), segmen pasar terbesar adalah minyak mesin dan minyak roda gigi otomotif yaitu sebesar 450 000 ton per tahun, dan selanjutnya kebutuhan yang lain adalah untuk mesin hidraulik dan mesin industri. Pemakaian pelumas industri di Indonesia adalah 226 240 705 (ribu liter) pada tahun 2003, komsumsi untuk industri kendaraan bermotor sebesar 1.18% dari total kebutuhan dan industri alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih sebesar 1.39% dari total kebutuhan (BPS).
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas maka dibuat pelumas dasar yang mendekati sifat POE untuk aplikasi pada kendaraan bermotor. Adapun pertimbangan pemilihan produk ini adalah adanya data jumlah kebutuhan dalam negeri dan dunia, sifat ketahanan termal-oksidasi, terbarukan, dan sifat fisik-kimianya.
Pemilihan Proses
Tahapan sintesis proses yang dikemukakan meliputi : pemilihan jalur reaksi atau proses, alokasi bahan atau pereaksi, pertimbangan teknik pemisahan atau proses hilir, pemilihan operasi pemisahan, pemaduan atau integrasi rancangan 1 sampai 4. Metoda yang dapat digunakan dalam sintesis proses ini adalah metoda kualitatif dengan menggunakan aturan heuristik (berdasarkan pada pengalaman dan kaidah umum). Sintesis proses ini meliputi metoda perubahan kimia maupun fisik.
Aturan Heuristik. Pemilihan proses dan alat proses dilakukan secara heuristik. Aturan
heuristik adalah teori dan penyelesaian yang dapat dipercaya tetapi tidak sempurna, merupakan rule of thumb, bersifat spekulasi, sebagai pendekatan dalam mengambil keputusan. Aturan heuristik untuk mensintesis proses dikelompokkan menjadi 5 (lima), yaitu aturan heuristik untuk persiapan dan modifikasi, menentukan struktur sistem, memilih sistem dan parameternya, memodifikasi sistem dan evaluasi sistem (Hartmann & Kaplick 1990). Heuristik untuk sintesis proses (Seider & Seader 1999) meliputi pemilihan: reaksi kimia untuk mengeliminasi perbedaan jenis-jenis molekul, pencampuran dan daur ulang untuk mendistribusikan bahan kimia, pemisahan untuk mengeliminasi perbedaan komposisi, suhu, tekanan dan perubahan fase, integrasi proses untuk mengkombinasikan tugas – tugas satuan proses. Aturan heuristik untuk sintesis sistem proses adalah mengurangi kuantitas aliran proses agar buangan tidak banyak, kurangi bahan tambahan, mengurangi kuantitas bahan kimia, kurangi pencampuran, usahakan adanya integrasi proses, pilih kondisi operasi yang memungkinkan.
Heuristik untuk Sintesis Proses Modifikasi Minyak Jarak Pagar. Beberapa proses
untuk meningkatkan stabilitas minyak nabati yang akan digunakan sebagai pelumas dasar 1 melakukan modifikasi minyak menjadi epoksi minyak dan menjadi alkohol polihidrat
dengan katalis asam (Hwang 2003)
2 transesterifikasi trimetilolpropan dan metil ester (Adhvaryu 2002)
3 epoksidasi minyak nabati, reaksi pembukaan cincin, dan dilanjutkan dengan asetilasi produk pembukaan cincin oksiran (Hwang & Erhan 2005)
4 minyak nabati dengan bilangan hidroksil tinggi dan bilangan iod rendah didehidrasi partial untuk meningkatkan jumlah ikatan rangkap C sehingga bersifat sebagai minyak non pengering dan berfungsi sebagai minyak pelumas (Widianingsih 2003) 5 modifikasi minyak nabati dengan beberapa tahapan proses: reaksi transesterifikasi
menghasilkan metil ester, epoksidasi , dan reaksi pembukaan cincin ((Karina 2005)
Heuristik: Bahan Baku, Reaksi Kimia, Pemisahan produk dan Katalis
Ada beberapa alternatif untuk memodifikasi minyak jarak pagar menjadi produk yang lebih stabil sebagai pelumas dasar. Informasi yang dibutuhkan adalah: studi
pustaka, data sifat fisik dan kimia. Alur proses yang dipilih adalah alur yang membutuhkan biaya serendah mungkin, mudah dioperasikan, proses singkat, dan mencegah atau mengurangi penggunaan bahan bersifat racun atau berbahaya. Beberapa jalur reaksi yang penting adalah:
1 epoksidasi - pembukaan cincin oksiran (alkoholisis), menggunakan butanol, iso-amil alkohol, 2-etil heksanol-esterifikasi (asam asetat anhidrat), katalis: resin penukar ion (Lathi & Mattiasson 2006).
2 epoksidasi - pembukaan cincin oksiran (Guerbet alcohol)-transesterifikasi / asetilasi (asetat anhidrat, piridin), katalis: asam sulfat (Hwang & Erhan 2006).
3 esterifikasi / metanolisis –epoksidasi – hidrolisis, katalis: asam sulfat Mulyana, 2003). 4 esterifikasi - transesterifikasi (trimetilolpropan), katalis: sodium metoksida (Yunus &
Razi 2003).
Perbandingan pereaksi dan katalis untuk proses-proses di atas disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Pereaksi yang digunakan dalam proses modifikasi minyak jarak pagar
Alur Tahapan Proses Bahan Kimia Harga Rp Berat
Molekul
Formula Kimia
1 Epoksidasi Asam Asetat,
Peroksida, H2SO4 25 000 12 000 87 000 60 34 98 Alkoholisis Esterifikasi Butanol AsetatAnhidrat 80 000 900 000 74.12 102.09 C2H5CH2CH2OH (CH2CO)2O
Katalis Bentonit 3 000 703.56 (Al4)(Si8)O20(OH)3
2 Epoksidasi Asam Asetat,
Peroksida H2SO4 25 000 12 000 87 000 60 34 98
Alkoholisis Alkohol Guerbet C-12, C-14, C-18
Transesterifikasi/aseti lasi Asetat anhidrat, Piridin 900 000 1 600 000 102.09 79.10 (CH2CO)2O CH<(CHCH)2>N
Katalis H2SO4 87 000 98.08 H2SO4
3 Esterifikasi Metanol 5 000 32.04 CH3OH
Epoksidasi Asam Asetat, Peroksida,
H2SO4 25 000, 12 000, 87 000 60, 34 98
Tabel 16 (lanjutan)
Alur Tahapan Proses Bahan Kimia Harga Rp Berat Molekul Formula Kimia
Hidrolisis Aquades 5 000 18 H2O
Katalis Asam Sulfat 87 000 98.08 H2SO4
4 Esterifikasi Transesterifikasi Metanol Trimetilol Propan 18 000 US 0.15 /lb 32.04 134 CH3OH
Uraian masing-masing proses adalah sebagai berikut :
1 epoksidasi - pembukaan cincin oksiran (alkoholisis) katalis padat – esterifikasi
katalis padat. Reaksi kimia setiap tahapan proses pada jalur proses ini dapat dilihat
Gambar 39 Modifikasi minyak jarak pagar dengan jalur: epoksidasi (1), pembukaan cincin oksiran (hidroksilasi) (2), esterifikasi (3) (Lathi & Mattiasson 2006).
Proses produksi pelumas dasar dari epoksi minyak nabati akan menghasilkan minyak yang bersifat terdegradasi dengan titik tuang terendah dilakukan dengan katalis padat. Pada proses ini, terjadi 2 tahap reaksi yaitu alkoholisis dilanjutkan dengan esterifikasi terhadap gugus hidroksil hasil reaksi tahap satu. Reaksi pembukaan cincin dilakukan dengan menggunakan beberapa alkohol, seperti metanol dan n-butanol. Penggunaan
katalis asam padat seperti bentonit menguntungkan karena dapat diambil kembali, didaur ulang, dan dapat digunakan kembali. Sisa alkohol dapat dipisahkan untuk digunakan kembali. Pada tahap esterifikasi digunakan asam asetat anhidrat dengan katalis bentonit agar kandungan air rendah, reaksi cepat karena asam asetat anhidrat sangat reaktif. Pemilihan katalis padat dilakukan untuk memudahkan proses pemisahan. Pengambilan kembali dan integrasi proses mengakibatkan buangan dapat dikurangi, bahan tambahan dan kuantitas bahan kimia dapat dikurangi.
2 epoksidasi - pembukaan cincin oksiran (Alkohol Guerbet) transesterifikasi /
asetilasi (asetat anhidrat, piridin), katalis: asam sulfat. Modifikasi minyak nabati
ini mengikuti modifikasi minyak kedelai dengan jalur epoksidasi-pembukaan cincin oksiran (Alkohol Guerbet) – transesterifikasi / asetilasi yang dilakukan oleh Hwang &Erhan (2006). Perubahan struktur kimia dapat dilihat pada Gambar 40.
+
+
Gambar 40 Modifikasi minyak jarak pagar dengan jalur epoksidasi-pembukaan cincin oksiran (Hwang & Erhan 2006).
O CH3(CH2)4 O O (CH2) O CH3(CH2)4 O O (CH2) O O O CH3(CH2)7 O (CH2) O
Reaksi Pembukaan Cincin
Oksiran ROH, kat H2SO4
O CH3(CH2)4 O HO (CH2) O RO OR O CH3(CH2)7 RO (CH2) O OH CH3(CH2)4 R HO (CH2) O O OH OR Reaksi Transesterifikasi O CH3(CH2)4 O H HO (CH2) O RO OR OR O CH3(CH2)7 RO (CH2) O OH OR O CH3(CH2)4 O H HO (CH2)7 O RO OR OR
Jalur proses ini hampir sama dengan jalur proses 1, perbedaannya terdapat pada jenis alkohol dan katalis yang digunakan. Sedangkan pada tahapan transesterifikasi selain digunakan asetat anhidrat juga digunakan piridin. Pada pembukaan cincin oksiran digunakan Guerbet Alcohol terdiri dari C12-, C14-, C16-, dan C18-, harga lebih mahal
dari alkohol dengan rantai C lebih pendek, waktu reaksi lebih panjang, suhu proses lebih tinggi dibandingkan reaksi dengan rantai C yang lebih pendek. Penggunaan katalis cair akan memberikan kemungkinan terjadinya korosi yang lebih besar dan pemisahannya lebih sulit dibandingkan dengan katalis padat.
3 metanolisis – epoksidasi – hidrolisis - esterifikasi, katalis : asam sulfat
(Mulyana, 2003)
O O
ll ll
R – C = C – C – OH + CH3OH R – C = C – C – O – CH3 + H2O
Asam oleat Metanol Metil ester
Gambar 41 Reaksi esterifikasi terhadap asam oleat.
O O
ll O ll
R – C = C – C – O – CH3 + O2 R – C - C – C – O – CH3
Metil ester Perasetat Epoksi metil ester
Gambar 42 Reaksi epoksidasi terhadap metil ester
O O O O O ll l l ll R – C - C – C – O – CH3 + H2O R – C - C – C – O – CH3
Epoksi metil ester Poliol metil ester
O O O O l l ll ll
R – C - C – C – O – CH3 R – C - C – C – O – CH3
l l
Poliol metil ester O O
l l O = C C=O l l C C l l R R Gambar 44 Reaksi esterifikasi / asetilasi.
Pada jalur ini harus disiapkan bahan baku minyak nabati yang sudah dalam bentuk asam lemak, yaitu asam oleat sehingga membutuhkan pengolahan dari trigliserida menjadi asam lemaknya, jalur proses lebih panjang. Katalis yang digunakan adalah cair H2SO4 pekat, korosifitas tinggi dan proses pemisahannya sulit.
4 esterifikasi - transesterifikasi (trimetilolpropan), katalis: sodium metoksida
(Yunus & Razi 2003).
O CH2OH CH2- O –C-R O CH3CH2 C-CH2OH + 3RCOOCH3 CH3CH2C-CH2-O-C-R + 3CH3OH O CH2OH CH2- O –C-R TMP ME Triester Metanol
Penggunaan minyak nabati untuk dibuat menjadi metil ester menghasilkan biodegradabilitas tinggi dan terbarukan, tetapi penggunaan pereaksi TMP yang berasal dari petroleum menjadi tidak lebih baik dibandingkan dengan pereaksi yang lain. Kondisi operasi adalah pada 130º C dan tekanan 20 mbar (vakum), merupakan kondisi operasi yang lebih sulit dibandingkan dengan kondisi atmosferis.
Pertimbangan pemilihan proses :
1. Bahan baku
Sebagai salah satu pertimbangan dalam pemilihan proses adalah jenis bahan baku, pada proses 1 digunakan pereaksi metanol sehingga suhu proses tidak perlu terlalu tinggi dan digunakan pereaksi anhidrat untuk tahap asetilasi, diharapkan kadar air pada produk menjadi rendah. Pada proses 2 disamping menggunakan asam asetat anhidrat masih digunakan piridin sehingga biaya menjadi lebih tinggi. Pada proses 4 penggunaan pereaksi TMP yang berasal dari petroleum tidak lebih baik dibandingkan dengan menggunakan minyak nabati.
2. Katalis
Pada proses 1 digunakan katalis padat. Resin kation penukar ion seperti Dowex, Duolit, dan Lewatit digunakan sebagai katalis dalam pembukaan cincin oksiran pada epoksi minyak. Katalis organik ini mempunyai efisiensi yang lebih rendah dibandingkan dengan asam sulfat. Hal ini mungkin disebabkan karena gel berpori mikro, ion-ion terlarut mendifusi melalui partikel berinteraksi dengan bagian aktif yang berfungsi menukar ion sehingga mengakibatkan rendahnya difusi dan efisiensi akan turun. Penggunaan katalis homogen sangat umum dalam industri kimia dan pemurnian, teknologi ini sangat korosif, berbahaya, dan menimbulkan polusi. Penggunaan resin kation penukar ion karena variasi makroporousnya, sifat berubah-ubahnya katalis, dan kemampuannya dalam mempercepat beberapa reaksi, misalnya esterifikasi, eterifikasi, transalkilasi, hidrasi, dan alkilasi (Lathi & Mathison 2006).
Dalam modifikasi minyak jarak pagar digunakan katalis padat yang sesuai untuk reaksi hidroksilasi dan asetilasi. Keuntungan penggunaan katalis padat adalah sifat
korosifitasnya rendah, kemampuan diambil kembali dan selektifitas tinggi. Poliol dapat dibuat dengan menggunakan katalis asam, seperti asam–asam mineral dan asam organik. Katalis cair dapat digantikan dengan katalis asam padat yang mempunyai kemampuan tukar ion, seperti lempung disamping beberapa katalis yang telah disebutkan di atas. Selanjutnya reaksi asetilasi poliol dengan menggunakan asam asetat anhidrat dapat dilakukan dengan menggunakan katalis resin kation. Katalis yang dipilih adalah bentonit karena mempunyai daya tukar kation yang besar dibandingkan tanah liat biasa dan mengandung sejumlah kecil pengotor mineral, bentonit ini potensial untuk digunakan sebagai katalis, disamping ketersediaannya di Indonesia cukup melimpah.
3. Waktu proses
Proses 1 membutuhkan waktu proses singkat karena sifat anhidrat yang sangat reaktif, sedangkan untuk proses 3 harus disiapkan bahan baku minyak nabati yang sudah dalam bentuk asam lemak, yaitu asam oleat sehingga membutuhkan pengolahan dari trigliserida menjadi asam lemaknya, jalur proses lebih panjang, waktu proses menjadi lebih lama
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, yaitu memilih jalur proses yang membutuhkan biaya serendah mungkin, mudah dioperasikan, proses singkat, dan mencegah atau mengurangi penggunaan bahan bersifat korosif, maka pada penelitian ini, dilakukan sintesis jalur proses 1, yaitu epoksidasi-hidroksilasi – asetilasi.
Proses Modifikasi Minyak Jarak Pagar
Proses Epoksidasi
Penelitian Pendahuluan untuk menentukan kisaran kondisi operasi Epoksidasi. Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan untuk menentukan
kisaran kondisi operasi terbaik untuk produksi epoksi minyak jarak pagar, dengan menggunakan peubah respon adalah bilangan oksiran seperti terlihat pada Lampiran 7. Dengan menggunakan metoda regresi non linier didapatkan model hubungan antara bilangan oksiran (y) dengan peubah nisbah mol pereaksi (x1), konsentrasi katalis (x2), dan
suhu (x3). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai bilangan oksiran epoksi
minyak jarak pagar dipengaruhi oleh konsentrasi katalis (% (w/w)) dan suhu proses (Lampiran 8). Hal ini diperkirakan bahwa semakin tinggi suhu (>60º C) dan konsentrasi katalis (>0.5%) akan semakin besar jumlah tumbukan antar molekul dan semakin banyak reaksi yang terjadi, sehingga akan membentuk epoksi, yang dinyatakan dengan bilangan oksiran. Grafik permukaan pengaruh ketiga peubah terhadap perolehan epoksi terlihat
pada Gambar 46, 47 dan 48.
4 3 2 1 4 3 2 1 4.4 4.6 4.8 5.0 5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.2 6.4 6.6
Nisbah Pereaksi (mol) 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 Konsent rasi Kat a lis (%)
Gambar 46 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran epoksi sebagai fungsi dari nisbah mol pereaksi (x1) dan konsentrasi katalis (%) (x2).
4.5 4 3.5 3 2.5 2 4.5 4 3.5 3 2.5 2 4.4 4.6 4.8 5.0 5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.2 6.4 6.6
Nisbah Pereaksi (mol) 50 55 60 65 70 75 80 85 90 S uhu ( 0C)
Gambar 47 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran epoksi sebagai fungsi dari nisbah mol pereaksi (x1) dan dan suhu (x3).
5 4 3 2 1 0 -1 5 4 3 2 1 0 -1 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 Konsentrasi Katalis (%) 50 55 60 65 70 75 80 85 90 S uhu ( 0C)
Gambar 48 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran epoksi sebagai fungsi dari konsentrasi katalis, % (x2) dan suhu (x3)
Hasil analisis kanonik menunjukkan nilai bilangan oksiran optimum (maksimum) adalah 5.1% yang terjadi pada suhu reaksi 70° C, katalis asam sulfat pekat 1% w/w, dan nisbah mol pereaksi 1 : 5.9.
Perpindahan massa katalis H2SO4 dalam pereaksi H2O2. Tahapan penelitian ini bisa digunakan untuk menentukan waktu pencampuran. Data percobaan yang digunakan adalah perubahan pH karena pencampuran antara katalis H2SO4 dalam H2O2,
seperti dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini.
Tabel 17 Perpindahan massa katalis H2SO4 dalam H2O2
t (menit) pH (H) (H)1-(H)0 0 0.1 1.26 0.00 5 0.5 3.16 1.90 10 0.7 5.01 3.75 15 0.8 6.31 5.05 20 1.5 31.62 30.36 25 1.7 50.12 48.86 30 1.8 63.10 61.84 35 1.9 79.43 78.17
Perhitungan [H+] dan dNA dapat dilihat pada Lampiran 9 (L9.1). Dari data percobaan diketahui dengan bertambahnya waktu, maka semakin besar pengurangan [H+] dari H2O2, karena terserap/teradsorb dalam H2SO4 pekat. Hasil analisis ragam pada
Lampiran 9 (L9.2) mengenai pengaruh waktu pada pencampuran antara katalis H2SO4
dalam H2O2 adalah: uji F untuk waktu pencampuran Fhitung = 56.99 berarti H0 ditolak
(peubah waktu pencampuran memberikan pengaruh yang berbeda nyata) dan p-value adalah 0.00028, artinya ada perbedaan cukup signifikan antar taraf pada faktor waktu pencampuran terhadap dNA dan koefisien determinasi (R2) 90.47 %.
Model kinetika reaksi epoksidasi. Pada tahapan ini dilakukan penentuan persamaan laju reaksi epoksidasi (–ra) dan nilai–nilai tetapan laju reaksi (k), faktor frekuensi tumbukan (A), energi aktivasi (Ea), serta konversi reaksi (x). Data–data yang dibutuhkan adalah data perubahan bilangan oksiran, fungsi waktu dan suhu pada kondisi operasi terbaik. Data bilangan oksiran hasil epoksidasi dalam bentuk konversi disajikan pada Tabel 18, perhitungannya terdapat pada Lampiran 9 (L9.4.2).
Tabel 18 Data konversi (%) minyak jarak pagar menjadi epoksi
Waktu, menit Konversi
65° C 70° C 75° C 15 0.278210 0.395828 0.294043 20 0.333626 0.455767 0.372455 30 0.444458 0.574516 0.529278 45 0.534933 0.609575 0.505529 60 0.537195 0.572254 0.471600 90 0.494219 0.566599 0.358507
Pada data konversi pembentukan epoksi (Tabel 18) terlihat bahwa pembentukan epoksi sampai dengan waktu tertentu naik, selanjutnya turun. Hal ini disebabkan seiring dengan bertambahnya waktu reaksi, maka kesempatan molekul-molekul zat pereaksi untuk saling bertumbukan semakin luas, sehingga diperoleh konversi minyak nabati yang akan semakin besar. Selanjutnya mengalami penurunan bilangan oksiran, hal ini disebabkan karena epoksidasi merupakan reaksi bolak balik yang berpotensial untuk diikuti reaksi samping, sehingga epoksidasi sebaiknya dilakukan sesingkat mungkin (Kirk dan Othmer 1982).
Dari perhitungan pada Lampiran 9 (L9.3) diketahui bahwa persamaan laju reaksi epoksidasi adalah :
(
CB /(
CB CE) }
k't ln 0 0− = atau(
)
(
−ln1−XE)
=k't ……….. i) Dengan menggunakan perhitungan yang terdapat pada Lampiran 9 (L.9.4 dan L.9.5) didapatkan kurva hubungan -ln (1-XE) vs t seperti terdapat pada Gambar 49.0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 15 20 30 45 t, menit -l n(1/ (1-X A )) 75C 70C 65C Gambar 49 Hubungan –ln (1-XA) vs t
Gambar 49 menunjukkan hubungan epoksidasi minyak jarak pagar secara in situ pada suhu yang berbeda-beda, dengan menggunakan data dari waktu reaksi 15 menit sampai dengan 45 menit. Dari persamaan (i) dan Gambar 49 terlihat kurva merupakan garis lurus. Tetapan laju reaksi diambil dari slope persamaan garis, nilainya adalah k’. Nilai tetapan laju reaksi epoksidasi dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Hasil perhitungan nilai k (tetapan laju reaksi) epoksidasi dengan menggunakan kurva lurus
T,°C k=ml/mol menit k=l/mol detik k.106 l/mol detik
65 0.00178 2.96667. 10-8 0.029666
70 0.00404 6.73333. 10-8 0.067333
75 0.00484 8.06667. 10-8 0.080666
Nilai tetapan laju reaksi (k) mendekati nilai k hasil percobaan epoksidasi minyak kedelai, kelapa sawit, dan minyak mahua yaitu dengan perkalian 10 -6 (l/mol detik)
(Okieimen et al. 2002).
Model kinetika reaksi epoksidasi berdasarkan perhitungan pada persamaan 8)
Lampiran 9 (L9.3). ) ( B0 E E CE k C C dt dC r = = −
Perbandingan mol ikatan rangkap : H2O2 = 1 : 2.4
Keterangan :
CE, CB0 : konsentrasi epoksi, konsentrasi H2O2
k : tetapan laju reaksi
Persamaan laju reaksi ini merupakan persamaan linier dengan nilai tetapan laju reaksi didapatkan dari slope garis tersebut. Nilai k dapat didefinisikan sebagai tetapan
Arrheinus, yaitu :
RT E Ae k = − /
Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi
RT E A
k ln /
ln = −
Dari perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh di dapatkan nilai E dan nilai A sebagai berikut :
E = 23.449835 kkal / mol
A = 2.5958 x 1012 ml/mol menit = 4.32 x 107 l/mol detik
Energi aktivasi adalah energi yang dibutuhkan atau dilepaskan untuk terjadinya reaksi pembentukan produk, adapun energi aktivasi epoksidasi minyak jarak pagar adalah sebesar 23.449835 kkal/mol. Hasil ini bisa dibandingkan dengan nilai energi aktivasi lain pada percobaan dengan minyak nabati yang berbeda, yaitu sebesar 15.1 and 18.3 kkal / mol (Goud et al. 2006). Nilai A merupakan faktor frekuensi tumbukan, yaitu frekuensi terjadinya tumbukan antar molekul, hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi, jumlah molekul, dan jumlah katalis.
Dari perhitungan di atas persamaan tetapan laju reaksi dan laju reaksi epoksidasi minyak jarak pagar adalah :
ik mol l e k = 4.32.107 (−23.45/RT) / det ) ( 10 . 32 . 4 0 ) / 45 . 23 ( 7 E B RT C C e rE = − −
Harga Entalpi reaksi (ΔHR) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
(Levenspiel 1972). RT n E H = −(1−Δ ) Δ
Hasil perhitungan adalah : ΔH = 23.449835 kkal / mol
Perhitungan waktu curah ideal pada proses epoksidasi minyak jarak pagar. Neraca Massa dalam reaktor curah isotermal (endotermis/ eksotermis) digunakan untuk menentukan waktu curah ideal
Laju masukan –Laju keluaran – Laju reaksi = Laju akumulasi 0 - 0 - V. rE = d ( CE)
dt Volume (V) tetap, sehingga
r E E r r V dt dC V =(− )
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi epoksi sebesar CE pada kondisi
isotermal adalah :
∫
− = CE Ce E E r dC t 0( )Perhitungan dapat dilihat pada persamaan 12) Lampiran 9 (L9.3) .
( )
k(
CB(
CB CE) }
t = 1 'ln 0/ 0 −
Sebagai pengujian terhadap model persamaan t curah ideal reaktor epoksidasi, maka dihitung harga t pada kondisi isotermal 70° C. Contoh perhitungan pada waktu 45 menit, CB0 = 0.186 mol; CE = 0.03099 mol; k = 0.00404 ml/ mol menit. Dengan
Proses Hidroksilasi
Pemilihan jenis dan jumlah katalis padat. Percobaan pengaruh katalis pada penurunan bilangan oksiran reaksi hidroksilasi epoksi jarak pagar dengan metanol, dilakukan untuk mengetahui jenis katalis padat dan % berat katalis yang akan digunakan di dalam proses. Pengaruh jenis katalis terhadap bilangan oksiran dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Pengaruh penambahan katalis terhadap penurunan bilangan oksiran, waktu reaksi 2 jam, suhu 50° C, perbandingan pereaksi 1: 1 v/v, oksiran awal = 4.7%.
Katalis Oksiran setelah 2 jam
H2SO4 1% 2.85 H2SO4 1.5% 2.25 H2SO4 2% 2.36 Zeolit 1 % 3.82 Zeolit 1.5 % 2.8 Zeolit 2 % 2.105 Bentonit 1 % 1.25 Bentonit 1.5 % 0.8 Bentonit 2 % 1.38 Bentonit 3 % 2.85
Pada penelitian ini digunakan katalis heterogen (asam padat) antara lain adalah zeolit dan bentonit pada level 1%, 1.5%, 2%, dan sebagai kontrol adalah katalis asam sulfat (H2SO4) pada taraf 1%, 1.5%, 2%. Hasil sidik ragam pada Lampiran 11 (L11.1)
mengenai pengaruh jenis katalis heterogen dan konsentrasi katalis heterogen pada proses epoksidasi minyak jarak adalah [1] uji F untuk jenis katalis Fhitung = 422.57 (Ftabel =
4.256) berarti H0 ditolak (peubah jenis katalis memberikan pengaruh yang berbeda nyata)
dan p-value adalah 0.000, artinya ada perbedaan cukup signifikan antar level pada faktor jenis katalis terhadap bilangan oksiran. [2] F untuk konsentrasi katalis adalah 78.52 dan p-value adalah 0.000, artinya ada perbedaan cukup signifikan antar level pada faktor konsentrasi katalis terhadap bilangan oksiran. [3] F untuk interaksi pada jenis katalis dan konsentrasi katalis adalah 38.19 dan p-value adalah 0.000, artinya ada perbedaan cukup signifikan antar interaksi pada faktor jenis dan konsentrasi katalis, sedangkan koefisien determinasi (R2) sebesar 99.23%. Pengaruh jenis katalis heterogen pada proses
hidroksilasi epoksi minyak jarak pagar terhadap epoksi yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 50. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 H2SO4 1% H2SO4 1.5% H2SO4 2% Zeolit 1 % Zeolit 1.5 %
Zeolit 2 % Bent onit 1 %
Bent onit 1.5 %
Bent onit 2 %
Katalis dan % berat
B ilangan O k s ir an
Gambar 50 Pengaruh katalis terhadap penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi.
Beberapa katalis padat jenis asam bisa digunakan dalam proses pembukaan cincin oksiran, antara lain yaitu katalis, cair (H2SO4), katalis padat zeolit dan bentonit
Lampiran 11 (L11.1). Pada perbandingan pereaksi, suhu, dan waktu proses yang sama (Tabel 20 dan Gambar 50),penurunan bilangan oksiran karena terbukanya cincin oksiran pada reaksi hidroksilasi dengan katalis bentonit lebih rendah dibandingkan dengan katalis zeolit. Bentonit alam mempunyai rasio Si/Al = 2.2, lebih rendah dibandingkan dengan rasio Si/Al zeolit = 3.5 -5, disamping itu bentonit juga mengandung oksida besi yang cukup beragam (besi II dan besi III), seharusnya kemampuan tukar ion zeolit lebih besar tetapi dari penelitian pendahuluan pemilihan katalis, didapatkan data penurunan bilangan oksiran yang lebih rendah, hal ini kemungkinan karena kedua katalis ini tidak mengalami perlakuan pendahuluan (aktivasi) sebelum digunakan. Pada reaksi alkilasi sebaiknya digunakan katalis dengan minimum keasaman < -6.63, tanah liat atau bentonit memiliki keasaman sebesar -5.6 – (-8.2) sedangkan zeolit < (-8.2) (Satterfield 1991). Selanjutnya pada penelitian ini digunakan katalis bentonit.
Pengaruh penambahan katalis bentonit pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 1 1.5 2 3
prosentase bobot bentonit
bi langan ok s ir an (% O )
Gambar 51 Pengaruh bentonit pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi
Pengaruh prosentase bobot penambahan katalis bentonit pada proses hidroksilasi mengikuti persamaan :
y = -0.381428 + 1.087428 x
Uji signifikansi model dihasilkan R2 sebesar 0.77, perhitungan dapat dilihat pada
Lampiran 11 (L11.2). Penambahan katalis berfungsi mempercepat reaksi. Meskipun jalur proses reaksi katalitis lebih kompleks dibandingkan dengan nonkatalitis tetapi energi aktivasi yang dicapai lebih rendah. Mekanisme reaksi katalitis heterogen terdiri dari 2 tahap yaitu perpindahan massa (reaksi adsorbsi pereaksi dan/atau reaksi desorbsi produk dari permukaan katalis) dan reaksi kimia. Jumlah katalis yang ditambahkan akan mempengaruhi reaksi adsorbsi maupun desorbsi. Reaksi adsorbsi dan desorbsi juga tergantung pada pori katalis. Pada penambahan katalis 1% (w/w) penurunan bilangan oksiran pada reaksi hidroksilasi lebih rendah dibandingkan dengan penambahan katalis 1.5% (w/w) dan pada penambahan katalis 2-3% (w/w) penurunan bilangan oksiran juga di bawah 1.5% (w/w) katalis. Penambahan katalis 1% (w/w) masih kurang untuk mengadsorbsi pereaksi sehingga dapat mempercepat reaksi. Sedangkan pada penambahan katalis sebesar 2-3% (w/w) reaksi adsorbsi sudah mengalami kejenuhan, sehingga tidak akan berpengaruh terhadap kecepatan reaksi, dan penambahan katalis dalam jumlah tersebut akan menurunkan kemampuan tumbukan antar molekul. Sehingga untuk proses hidroksilasi ini digunakan jumlah katalis sebesar 1.5% (w/w). Pada reaksi katalitis, peningkatan kecepatan reaksi terjadi karena turunnya energi aktivasi. Mekanisme reaksi katalitis lebih kompleks dibandingkan dengan reaksi nonkatalitis (Froment 1990). Pada
reaksi katalitis terbentuk senyawa kompleks pereaksi dengan katalis. Jumlah mol katalis yang dibutuhkan stoikiometris terhadap jumlah pereaksi.
Penelitian Pendahuluan penentuan kisaran kondisi operasi hidroksilasi. Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan untuk menentukan kisaran kondisi operasi terbaik untuk proses hidroksilasi epoksi minyak jarak pagar, dengan menggunakan respon bilangan oksiran seperti terlihat pada Lampiran 12.
Dengan menggunakan metoda regresi non linier didapatkan model hubungan antara bilangan oksiran (y) dengan peubah-peubah suhu (x1), konsentrasi katalis (x2), dan
nisbah mol pereaksi (x3). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai bilangan
oksiran epoksi minyak jarak pagar dipengaruhi oleh nisbah mol pereaksi dan suhu proses (Lampiran 13). Hal ini diperkirakan bahwa semakin tinggi suhu (60º C), nisbah mol pereaksi (1:13), dan konsentrasi katalis (1.5%) akan semakin besar jumlah tumbukan antar molekul dan semakin banyak reaksi yang terjadi, sehingga akan membentuk poliol, dinyatakan dengan penurunan bilangan oksiran. Grafik permukaan pengaruh peubah terhadap perolehan epoksi terlihat pada Gambar 52, 53, dan 54.
10 8 6 4 2 10 8 6 4 2 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Suhu (0C) 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 Konsentrasi Katalis (%)
Gambar 52 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran poliol sebagai fungsi dari suhu (x1) dan konsentrasi katalis (x2) pada penurunan bilangan oksiran
8 6 4 2 8 6 4 2 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Suhu (0C) 7 8 9 10 11 12 13 14 N
isbah Pereaksi (mol)
Gambar 53 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran poliol sebagai fungsi dari suhu (x1) dan nisbah mol pereaksi (x3) pada penurunan bilangan oksiran
proses hidroksilasi. 8 7 6 5 4 3 2 8 7 6 5 4 3 2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 Konsentrasi Katalis (%) 7 8 9 10 11 12 13 14 N isbah P er eaksi ( m ol )
Gambar 54 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran poliol sebagai fungsi dari konsentrasi katalis (x2) dan nisbah mol pereaksi (x3) pada penurunan bilangan
oksiran proses hidroksilasi.
Hasil analisis kanonik menunjukkan nilai bilangan oksiran optimum (minimum) adalah 0.77% yang terjadi pada suhu reaksi 60° C, katalis bentonit 1.5%(w/w), dan nisbah pereaksi 1 : 13 (mol). Pada tahapan proses berikutnya digunakan kondisi operasi di atas.
Perpindahan massa pereaksi metanol dalam katalis bentonit. Perpindahan massa/pelarutan katalis bentonit dalam metanol untuk ukuran butir bentonit 80 mesh dengan volume metanol 12.5 ml dan bentonit 0.8 gram, disajikan pada Gambar 55, sedangkan perhitungan [H+] dapat dilihat pada Lampiran 14 ( L14.1.)
-0.000004 -0.000003 -0.000002 -0.000001 0 0.000001 0.000002 0.000003 0.000004 10 15 25 30 t, m e nit dN A
Gambar 55 Perpindahan massa katalis bentonit
Dari data percobaan diketahui dengan bertambahnya waktu semakin besar pengurangan [H+] dari metanol, karena terserap/teradsorb dalam bentonit. Data hasil penelitian pada tahap ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pencampuran. Hasil analisis ragam pada Lampiran 14 (L14.1) mengenai pengaruh waktu pada pencampuran antara katalis bentonit dalam metanoladalah: uji F untuk waktu pencampuran Fhitung =
22.78 berarti H0 ditolak (peubah waktu pencampuran memberikan pengaruh yang
berbeda nyata) dan p-value adalah 0.00578, artinya ada perbedaan signifikan antar taraf pada faktor waktu pencampuran terhadap dNA dan koefisien determinasi (R2) 91.9%.
Model kinetika reaksi hidroksilasi. Pada tahapan ini dilakukan penentuan persamaan laju reaksi hidroksilasi dan nilai–nilai tetapan laju reaksi (k), faktor frekuensi tumbukan (A), energi aktivasi (Ea), serta konversi reaksi (x). Data yang dibutuhkan adalah data penurunan bilangan oksiran dengan fungsi waktu dan suhu pada kondisi operasi terbaik.
Tabel 21 Data penurunan bilangan oksiran pada proses hidroksilasi. Bahan epoksi dari minyak jarak pagar: BA =11, oksiran =5.043. Perbandingan mol epoksi : metanol =1 : 13 Waktu (menit) 50° C Waktu (menit) 60° C Waktu (menit) 70° C Oksiran awal 4.7 Oksiran awal 5.043 Oksiran awal 5.043 Hidroksil awal 6.68 Hidroksil awal 6.68 Hidroksil awal 6.68
OH Oksiran OH Oksiran OH Oksiran
30 88.855 4.2 30 104.7098 4.2 30 74.57 3.19 60 120.8 2.17 60 127.2269 4 60 135.251 2.0 90 88.855 1.99 90 165.770 0.8296 90 94.89 2.5 120 187 1.25 120 22.162 2.78 120 117.137 1.78 180 219.37 0.05 150 159.747 1.99 150 112.982 0.14 180 165 0.82 180 135.313 1.27 210 133.155 0.1056 210 137.24 0.9
Data bilangan oksiran dan bilangan hidroksil hasil hidroksilasi diubah menjadi data konversi, seperti pada Tabel 22 dan perhitungan terdapat pada Lampiran 14 (L14.4).
Tabel 22 Data perubahan konversi oksiran pada suhu proses 50° C T, menit X(Oksiran) 30 0.1063 60 0.5382 90 0.5765 120 0.7340 180 0.9893
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 30 60 90 120 180 w aktu, menit H id ro ksi l-O ksi ra n Hidroksil Oksiran
Gambar 56 Perubahan konsentrasi hidroksil dan oksiran pada proses hidroksilasi 50° C.
Tabel 23 Data perubahan konversi oksiran pada suhu proses 60° C t, menit X(Oksiran) 30 0.1671 60 0.2068 90 0.8354 120 0.4487 150 0.6053 180 0.8373 210 0.9790 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 30 60 90 120 Waktu, menit Hidroksil Oksiran
Tabel 24 Data perubahan konversi oksiran pada suhu proses 70° C t, menit X(OKS) 30 0.36744002 60 0.60341067 90 0.50426334 120 0.64703549 180 0.74816577 210 0.8215348 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 30 60 90 120 180 210 Waktu,m enit H id ro ksi l. 10- 4-O ksi ran Hidroksil Oksiran
Gambar 58 Perubahan konsentrasi hidroksil dan oksiran pada hidroksilasi 70° C
Gambar 56, 57, dan 58 merupakan gambar perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaksi hidroksilasi epoksi minyak jarak. Ketiga gambar tersebut menunjukkan adanya kenaikan bilangan hidroksil dan penurunan nilai oksiran. Reaksi hidroksilasi ini merupakan sistem reaksi heterogen cair-cair yang terdiri dari 3 (tiga) fase, yaitu alkohol, larutan organik (epoksi), dan katalis padat. Pada reaksi ini terjadi perpindahan massa dan reaksi kimia, perpindahan massa terjadi antara alkohol dan katalis padat, perpindahan massa ke dalam epoksi, dan selanjutnya terjadi reaksi kimia. Reaksi pembukaan cincin oksiran merupakan reaksi ireversibel. Pada Tabel 22, 23, dan 24 terjadi kenaikan konversi, karena dengan bertambahnya waktu reaksi maka semakin besar waktu kontak antara pereaksi dan katalis sehingga perpindahan massa dan reaksi kimia semakin besar.
Dari perhitungan yang terdapat pada Lampiran 14 (L.14.4), maka didapatkan data tetapan laju reaksi hidroksilasi dengan menggunakan metanol sebagai berikut :
Tabel 25 Hasil perhitungan nilai k (tetapan laju reaksi) hidroksilasi dengan metanol menggunakan regresi linier
T° C tetapan laju reaksi
ml/mol menit l/mol detik l/mol detik.107 50 0.012408 2.068085.10-7 2.0680085 60 0.006877 1.146204.10-7 1.1462044 70 0.025986 4.331166.10-7 4.3311660
Model kinetika reaksi hidroksilasi berdasarkan perhitungan pada Lampiran 14 (L14.4.4,
L14.4.5, dan L14.4.6)
( )
E E E k C dt dC r =− = '. − Keterangan : CE : konsentrasi epoksik’ : tetapan laju reaksi k’ = k[CH3OH]
Persamaan laju reaksi ini merupakan persamaan linier dengan nilai tetapan laju reaksi sebagai intersep persamaan garis tersebut. Nilai k dapat didefinisikan sebagai
tetapan Arrheinus, yaitu :
RT E Ae k = − / Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi
RT E A
k ln /
ln = −
Dari perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh didapatkan nilai E dan nilai A sebagai berikut :
E = 10.690981 kkal/ mol
A = 5.63304 x 104 ml / mol menit = 0.938841 l/ mol detik
Nilai energi aktivasi (E) diperoleh dari hasil perhitungan k’ pada beberapa suhu. Besarnya E pada reaksi pembukaan cincin oksiran dengan menggunakan alkohol
(metanol) dan katalis bentonit mendekati besarnya E pada hasil penelitian pembukaan cincin oksiran epoksi minyak kedelai dengan menggunakan H2O2, yaitu sebesar 20.17
kkal/mol, pada pembukaan cincin oksiran dengan asam asetat sebesar 16.52 kkal /mol (Campanella & Baltanas 2006).
Persamaan tetapan laju reaksi dan laju reaksi hidroksilasi terhadap epoksi minyak jarak pagar adalah : ) / 10.6909813 ( 5 0.93884197 ' e RT k = − l/ mol detik E RT C e rE =0.938841975 (−10.6909813/ )
Harga entalpi reaksi (ΔHR) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
(Levenspiel 1972)
ΔH = E –RT
Hasil perhitungan adalah : ΔH = 10.0193753 kkal / mol
Perhitungan waktu curah ideal pada proses hidroksilasi pembukaan cincin oksiran dengan metanol. Neraca massa dalam reaktor curah isotermal (endotermis/eksotermis) digunakan untuk menentukan waktu curah ideal
Laju masukan – Laju keluaran –Laju reaksi = Laju akumulasi 0 - 0 - V. rE = d (V. CE)
dt Volume (V) konstan, sehingga
r E E r r V dt dC V =(− )
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi epoksi sebesar CE pada kondisi
∫
− = CE Ce E E r dC t 0( )Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 14 (L14.4.7).
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = E E C C k t 0 ln 1
Sebagai pengujian terhadap model persamaan t curah ideal reaktor hidroksilasi dengan pereaksi metanol, maka dihitung harga t pada kondisi isotermal 70° C. Untuk mendapatkan perubahan konsentrasi oksiran dari CE0 = 0.0579945 mol, CE = 0.02875
mol, konversi 50.43% , harga k = 4.33117.10-7 l/mol menit, dibutuhkan waktu 92.27998.menit, percobaan di laboratorium dilakukan pada t = 90 menit. Perhitungan t selengkapnya dengan menggunakan model persamaan matematis dapat dilihat pada Lampiran (L14.4.7)
Proses Asetilasi
Penelitian Pendahuluan. Pada penelitian pendahuluan ini dapat diketahui terjadinya perubahan bilangan hidroksil pada epoksi, poliol, dan asetilasi poliol, seperti terlihat pada Gambar 59 di bawah ini.
0 50 100 150 200 250
Epoksi Poliol Asetilasi Poliol jenis pelumas dasar
bi l hi dr ok s il
Gambar 59 Perubahan bilangan hidroksil pada proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi
Dari Gambar 59 terlihat perubahan bilangan hidroksil dari epoksi, poliol, dan asetilasi poliol. Pada epoksi minyak jarak pagar sudah terlihat adanya gugus hidroksil, hal ini terjadi karena sebagian sudah mengalami pembukaan cincin oksiran yang disebabkan karena bereaksi dengan sisa pereaksi atau dengan sisa air yang ada dalam epoksi minyak jarak pagar menjadi polihidroksi. Pada poliol terlihat peningkatan hidroksil yang sangat besar karena sebagian besar epoksi mengalami pembukaan cincin oksiran menjadi hidroksil. Pada asetilasi poliol terjadi penurunan bilangan hidroksil karena gugus OH mengalami reaksi asetilasi menjadi gugus –OR. Data– data dapat dilihat pada Lampiran
15 (L15.1).
Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis bilangan asam untuk mengetahui kisaran nisbah volume pereaksi (poliol : asam asetat anhidrat) proses asetilasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 60 dan data penelitian terdapat pada Lampiran 15 (L15.2).
0 5 10 15 20 25 30 1 2 5 10
penambahan poliol pada asam asetat anhidrat (v/v)
bi
langan as
am
Gambar 60 Penambahan volume poliol pada asam asetat anhidrat terhadap bilangan asam
Dengan semakin kecilnya jumlah asam asetat anhidrat yang ditambahkan, maka semakin rendah bilangan asam. Karena dengan semakin besarnya asam asetat anhidrat memperbesar sisa asam asetat anhidrat yang kemungkinan tidak bereaksi dan tidak ternetralkan. Besarnya rendemen ester poliol setelah netralisasi dapat dilihat pada Gambar 61 di bawah ini dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15 (L15.3). Suhu proses diambil dari data penelitian sebelumnya yang sudah ada yaitu pada 90° C dengan waktu 15 menit (Lathi & Mattiasson 2006).
0 20 40 60 80 1 2 5 10
nisbah volume penambahan poliol persatuan volume asetat anhidrat
rende
men
Gambar 61 Penambahan poliol terhadap rendemen asetilasi poliol.
Model kinetika reaksi asetilasi. Penentuan laju reaksi, tetapan laju reaksi (k), faktor frekuensi tumbukan (A), energi aktivasi (Ea), x (konversi), orde reaksi (n) menggunakan perbandingan volume poliol : asam asetat anhidrat = 10 : 1, katalis bentonit 2% (volume), waktu total 40 menit (90° C dan 80° C). Poliol yang digunakan mempunyai bilangan hidroksil = 152.068, sampel diambil @ 4 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dinetralkan dengan larutan Na2CO3 (30% (w/w)).
Tabel 26 Data perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol Waktu (menit) Bilangan hidroksil, 90° C (awal = 152.07) Bilangan hidroksil, 80° C (awal = 152.07) 5 99.97 48.476 10 67.75 21,567 20 90.701 3.867 30 63.678 9.787 40 4.508 14.972
Data bilangan hidroksil hasil asetilasi poliol pada Tabel 26 diubah menjadi data konsentrasi untuk mengetahui perubahan konversi tiap satuan waktu pada suhu proses 90° C dan 80° C, perhitungan terdapat pada Lampiran 16 (L16.1).
0 2 4 6 8 5 10 20 30 40 w aktu, m enit bil a nga n hidr ok s il
Gambar 62 Perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol 90° C.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 5 10 20 30 40 w ak tu, m e nit b il an g an h id ro ksi l
Gambar 63 Perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol 80° C.
Gambar 62 dan 63 menunjukkan terjadinya penurunan bilangan hidroksil, hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya waktu proses semakin besar pembukaan cincin oksiran. Dari perhitungan yang terdapat pada L16.2 dan L16.3 dengan menggunakan data penurunan bilangan hidroksil, maka didapatkan tetapan laju reaksi asetilasi dengan menggunakan asam asetat anhidrat seperti terdapat pada Tabel 27 di bawah ini :
Tabel 27 Tetapan laju reaksi asetilasi dengan menggunakan asam asetat anhidrat
T 1/T k ml/mol
menit
k l/mol detik 80 0.002832861 0.071786623 1.1964. 10-6 90 0.002754821 0.07588075 1.2647. 10-6
Model kinetika reaksi asetilasi berdasarkan perhitungan pada Lampiran 16 (L16.4,
L16.5, dan L16.6)
- rP = -dCP/ dt = k’. CP
Keterangan :
CP : konsentrasi Poliol
k’ : tetapan laju reaksi
Persamaan laju reaksi ini merupakan persamaan linier dengan nilai tetapan laju reaksi sebagai intersep garis tersebut. Nilai k dapat didefinisikan sebagai tetapan
Arrheinus, yaitu :
RT E Ae k = − / Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi
Dari perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh di dapatkan nilai E/R dan nilai A sebagai berikut :
R = 1.987 kal/ mol K
E = 1412.203524 kal / mol = 1.412203 kkal / mol A = 0.53757773 l/ mol detik
Sehingga persamaan tetapan laju reaksi dan laju reaksi asetilasi terhadap poliol minyak jarak pagar adalah :
) / 412203 . 1 ( 53757773 . 0 ' e RT k = − l/ mol detik P RT P e C r =0.53757773 (1.412203/ )
Harga Entalpi reaksi (ΔHR) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
(Levenspiel 1972) ΔH = Ea – (1 – Δ n) RT Hasil perhitungan adalah : ΔH = 690.9225243kal / mol
Perhitungan waktu curah ideal pada proses asetilasi terhadap poliol
Neraca massa dalam reaktor curah isotermal (endotermis/ eksotermis) digunakan untuk menentukan waktu curah ideal
Laju masukan – Laju keluaran – Laju reaksi = Laju akumulasi 0 - 0 - V. rP = d (V. CP)
dt Volume (V) konstan, sehingga
r P P r r V dt dC V =(− )
Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi hidroksil menjadi sebesar CP
pada kondisi isotermal adalah :
∫
− = CP CP P P r dC t 0( )Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16 (L16.7)
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = P P C C k t 0 ln 1
Sebagai pengujian terhadap model persamaan t curah ideal reaktor asetilasi, maka diambil contoh perhitungan pada percobaan 90° C waktu 40 menit, CP0=11.4848631mol;
CP= 0.290366206 mol; k = 0.07588075 ml/mol menit. Dengan menggunakan persamaan
27), dibutuhkan waktu = 41.7389 menit. Perhitungan t selengkapnya dengan menggunakan model persamaan matematis dapat dilihat pada Lampiran 16 (L16.7)
Karakteristik minyak jarak pagar dan modifikasinya sebagai pelumas dasar
Pengaruh modifikasi minyak jarak pagar terhadap sifat fisik dan kimia.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap minyak jarak pagar untuk digunakan sebagai pelumas dasar. Modifikasi ini menghasilkan epoksi, poliol, dan asetilasi poliol, masing-masing tahapan memberikan perubahan sifat fisik maupun kimia. Pada tabel di bawah ini terlihat perubahan sifat fisik dan kimia karena perubahan struktur kimia minyak jarak pagar. Perubahan sifat fisik misalnya terjadi perubahan densitas, titik tuang, titik nyala, viskositas, indeks viskositas. Perubahan sifat kimia: bilangan asam, (TBN), bilangan penyabunan, bilangan iod, kadar air, bilangan oksiran, dan bilangan hidroksil.
Tabel 28 Sifat Fisik dan kimia Minyak Jarak Pagar, Epoksi, Poliol, dan Asetilasi Poliol
Sifat Minyak Epoksi Poliol Asetilasi
Poliol Warna Kuning Coklat Putih keruh Putih kekuningan Coklat
Densitas (g/ml3) 0.9157 0.92 0.95 1.0038 Titik nyala (ºC) 270 220 206 292 Titik tuang (ºC) 0 3 3 -6 Viskositas 25ºC 9.22 cp 59.718 cp 73.846 cp Viskositas 40ºC (CSt) 34.17 145.54 456.91 519.12 Viskositas 100ºC (CSt) 7.95 20.96 32.55 42.53 Viskositas Indeks 217 168 104 130
Bilangan asam mg KOH/g 3.97 1.50 12 0.6
TBN mg KOH/g 0.41 Indeks bias 25 ºC 1.4655 1.465 1.465 1.467 Bilangan penyabunan mg KOH/g 96.7 167.82 152.23 Kadar air % 0.07 1.8 - 6.22 Bilangan Iod g/ 100 g 108 2.9 1.77 Oksiran (% / 100 g) 0 4.7 0.0158 Bilangan Hidroksil 0 6,88. 234 1.1 Komposisi Kimia Asam Kaprilat - 3.29 0.28 Asam Laurat 0.061 0.77 0.64 Asam Miristat 0.112 1.425 0.73 Asam Palmitat 16.867 1.755 71.0 Asam Stearat 0.132 0.319 Asam Oleat 47.929 0.16 Asam Linoleat 34.419 0.11 0.32 Asam Linolenat 0.081